Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI PERNIKAHAN

1. Menurut Etimologi
Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan berasal dari kata an-nikh dan
azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di atas, menaiki, dan
bersenggema atau bersetubuh. Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah Adh-
dhammu, yang memiliki arti merangkum, menyatukan dan mengumpulkan serta
sikap yang ramah. adapun pernikahan yang berasal dari kata aljam’u yang berarti
menghimpun atau mengumpulkan. Pernikahan dalam istilah ilmu fiqih disebut
(( ‫ ( نكاح‬,‫ زواج‬keduanya berasal dari bahasa arab. Nikah dalam bahasa arab
mempunyai dua arti yaitu ( ‫ ( الوطء والضم‬baik arti secara hakiki ( ‫ ( الضم‬yakni
menindih atau berhimpit serta arti dalam kiasan ( ‫ ( الوطء‬yakni perjanjian atau
bersetubuh.

2. Menurut Istilah Ulama Fikih

a) Ulama Hanafiyah mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat


pernikahan menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan
perempuan termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah
kepuasan atau kenikmatan.
b) Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan
menggunakan lafal ‫ ُح حاكَك ِنن‬, atau ‫ كَ ز كَ وا ُح ج‬, yang memiliki arti pernikahan
menyebabkan pasangan mendapatkan kesenangan.
c) Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau
perjanjian yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga
yang dibayar.

4
d) Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan
menggunakan lafal ‫ان ْن ن كَ كا ُح ح‬
ِ atau ‫ كَ ْن ِن و ْن ُح ج‬yang artinya pernikahan
membuat laki-laki dan perempuan dapat memiliki kepuasan satu sama lain.
e) Saleh Al Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan
antara laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat
menikmati yang lain dan untuk membentuk keluaga yang saleh dan
membangun masyarakat yang bersih
f) Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah,
menjelaskan bahwa nikah adalah akad yang berakibat pasangan laki-laki
dan wanita menjadi halal dalam melakukan bersenggema serta adanya hak
dan kewajiban diantara keduanya.
Menurut Abdul Ghofur Anshori, dalam sebuah perkawinan terdapat dua aspek
yang saling terkait erat, yaitu:

a. Aspek Formil (Hukum(, hal ini dinyatakan dalam kalimat “ikatan lahir batin”,
artinya bahwa perkawinan di samping mempunyai nilai ikatan secara lahir,
juga mempunyai ikatan batin yang dapat dirasakan terutama oleh yang
bersangkutan dan ikatan batin ini merupakan initi dari perkawinan itu.
b. Aspek Sosial Keagamaan, dengan disebutkannya “membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal” dan berdarkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, artinya
perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan kerohanian,
sehingga bukan saja unsure jasmani tetapi unsure rohani berperan sangat
penting untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dunia dan akhirat.

B. PENGHARAMAN PERNIKAHAN SEDARAH MENURUT AL-QUR’AN


SURAT AN-NISA AYAT:23

Para ulama sependapat bahwa nikah disyari‟atkan oleh agama Islam. Perbedaan
pendapat di antara mereka adalah masalah hukum menikah dan masalah kondisi
seseorang yang berhubungan dengan pernikahan, demikian juga tentang ketentuan

5
jumlah wanita yang boleh dinikahi. Dalil-dalil yang menunjukkan anjuran nikah adalah
sebagai berikut:

‫الَّلتِّي‬ ِّ ‫ع َّمات ُ ُك ْم َو َخ َاَلت ُ ُك ْم َو َبنَاتُ ْاْلَخِّ َوبَنَاتُ ْاْل ُ ْخ‬


َّ ‫ت َوأ ُ َّمهَات ُ ُك ُم‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم أ ُ َّمهَات ُ ُك ْم َوبَ َنات ُ ُك ْم َوأَ َخ َوات ُ ُك ْم َو‬
َ ْ‫ُح ِّر َمت‬
‫الَّل ِّتي َد َخ ْلت ُ ْم‬
َّ ‫سائِّ ُك ُم‬ َ ِّ‫ور ُك ْم ِّم ْن ن‬ َّ ‫سائِّ ُك ْم َو َربَائِّبُ ُك ُم‬
ِّ ‫الَّل ِّتي فِّي ُح ُج‬ َ ِّ‫ع ِّة َوأ ُ َّمهَاتُ ن‬َ ‫الرضَا‬ َّ َ‫ض ْعنَ ُك ْم َوأ َ َخ َوات ُ ُك ْم ِّمن‬َ ‫أَ ْر‬
َ‫علَ ْي ُك ْم َوح َََّلئِّ ُل أ َ ْب َنائِّ ُك ُم الَّ ِّذينَ ِّم ْن أَص ََّْل ِّب ُك ْم َوأَ ْن تَجْ َمعُوا بَ ْين‬
َ ‫ِّب ِّهنَّ فَ ِّإ ْن لَ ْم تَكُونُوا َد َخ ْلت ُ ْم ِّب ِّهنَّ َف ََّل ُجنَا َح‬
ً ُ‫غف‬
‫ورا َر ِّحي ًما‬ َ َ‫َّللاَ كَان‬ َّ َّ‫ف ۗ ِّإن‬ َ ‫ْاْل ُ ْختَي ِّْن ِّإ ََّل َما َق ْد‬
َ ‫س َل‬

Artinya: ”Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang


perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa: 23)

Penjelasan QS. An-Nisa Ayat 23 :

1. Tafsir Al-Muyassar (Kementerian Agama Saudi Arabia)

Menerangkan bahwa Allah mengharamkan bagi kalian menikahi ibu-ibu kalian


berikut silsilah di atasnya; yakni nenek, buyut, baik dari pihak bapak maupun ibu;
anak-anak perempuan kalian berikut silsilah di bawahnya; yakni, cucu perempuan
dan cicit perempuan; begitu juga dengan cucu perempuan dari anak laki-laki kalian
berikut silsilah di bawahnya; saudari-saudari kalian yang sekandung, seayah atau
seibu; bibi-bibi kalian dari pihak bapak, begitu juga dengan bibi-bibi bapak kalian;
dan bibi-bibi ibu kalian dari pihak bapaknya berikut silsilah di atasnya; bibi-bibi
kalian dari pihak ibu, begitu juga dengan bibi-bibi dari bapak kalian dan ibu kalian

6
dari pihak ibunya berikut silsilah di atasnya; anak perempuan dari saudara laki-laki
kalian dan anak perempuan dari saudari kalian berikut silsilah anak-anaknya ke
bawah; ibu-ibu yang menyusui kalian, saudari-saudari sepersusuan kalian, ibu-ibu
(mertua) dari istri-istri kalian yang telah kalian campuri maupun yang belum kalian
campuri; anak-anak perempuan dari istri-istri kalian dari suami yang lain (anak tiri)
yang -pada umumnya- tumbuh dan besar di rumah kalian maupun tidak di rumah
kalian, jika kalian sudah bercampur dengan istri-istri kalian tersebut, namun bila
kalian belum bercampur dengan istri-istri kalian itu, maka kalian boleh menikahi
anak-anak perempuan mereka itu. Dan juga diharamkan bagi kalian menikahi istri-
istri dari anak-anak lelaki kandung kalian, meskipun mereka belum mencampurinya.
Ketentuan hukum ini juga berlaku pada istri-istri dari anak-anak lelaki kalian dari
jalur persusuan. Dan kalian juga diharamkan menggabungkan antara dua wanita
bersaudara, baik dari jalur nasab maupun persusuan, kecuali apa yang sudah berlalu
di masa jahiliah, karena Allah telah memaafkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya lagi Maha
Penyayang kepada mereka. Dan di dalam sunah Nabi disebutkan bahwa seorang laki-
laki juga diharamkan menggabungkan antara seorang wanita dengan bibinya dari
pihak bapak maupun ibu.

2. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin
Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

ْ ‫( أ ُ َّمهٰ ت ُ ُك ْم َعلَ ْي ُك ْم ُح ِ ِّر َم‬Diharamkan atas kamu ibu-ibumu) Yakni diharamkan menikahi
‫ت‬
mereka, dan tercakup dalam kata dari “ibu-ibu kalian”, nenek, nenek buyut, ibu dari
ayah, dan nenek dari ayah, dan seterusnya karena semuanya termasuk dalam kata ibu.
‫(وبَنَات ُ ُك ْم‬anak-anakmu
َ yang perempuan) Dan meliputi cucu perempuan dan seterusnya
kebawah.

‫(وأَخ َٰوت ُ ُك ْم‬saudara-saudaramu


َ yang perempuan) Dan termasuk bibi dari jalur ayah dan ibu
atau salah satunya.

7
‫(و َع ّٰمت ُ ُك ْم‬saudara-saudara
َ bapakmu yang perempuan) Kata (‫ )العمة‬mencakup seluruh
perempuan yang merupakan saudari ayah atau saudari salah satu kakekmu. Dan bisa
jadi bibi berasal dari jalur ibu seperti saudari kakek dari jalur ibu.

‫( َو ٰخ ٰلت ُ ُك ْم‬saudara-saudara ibumu yang perempuan) Kata (‫ )الخالة‬mencakup semua


perempuan yang merupakan saudari ibu atau saudari salah satu nenekmu. Dan bisa jadi
bibi berasal dari jalur ayah seperti saudari nenek dari jalur ayah.

ُ‫( ْاْلَخِ َوبَنَات‬anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki) Kata (‫)اْلخ بنت‬
mencakup semua anak perempuan saudaramu baik itu yang secara langsung (anaknya
langsung) atau dengan perantara (seperti cucu perempuan) meski dengan perantara
yang jauh (seperti cicit perempuan dan seterusnya kebawah).

‫ض ْعنَ ُك ْم الّٰتِى َوأ ُ َّمهٰ ت ُ ُك ُم‬


َ ‫(أ َ ْر‬ibu-ibumu yang menyusui kamu) Yakni selama dua tahun; dan
terdapat hadist-hadist shahih yang membatasinya dengan lima kali menyusui.

‫(الرضٰ عَ ِة ِ ِّمنَ َوأَخ َٰوت ُ ُكم‬saudara


َّ perempuan sepersusuan) Yakni perempuan yang menyusu
pada wanita yang sama denganmu.

ُ‫سآئِ ُك ْم َوأ ُ َّمهٰ ت‬


َ ِ‫( ن‬ibu-ibu isterimu (mertua)) Dan ia adalah ibu istrimu dan semua nenek
istrimu.

‫ور ُكم فِى الّٰتِى َو َر ٰبئِبُ ُك ُم‬


ِ ‫( ُح ُج‬anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isterimu)
Yakni yang dipelihara dalam asuhanmu, dan ini bukanlah maksud dalam
pengharamannya, karena (‫ )الربيبة‬adalah anak perempuan istri dari suami selain dia
(anak tiri), dan dinamakan (‫ )الربيبة‬karena dia diasuh dalam asuhan suami terakhir. Anak
tiri ini diharamkan atasnya apabila ia telah menggauli ibunya meski anak tiri ini tidak
dalam asuhannya.

‫( َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا َح فَ َل ِب ِه َّن دَخ َْلتُم ت َ ُكونُوا لَّ ْم فَإِن‬tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu
(dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya) Yakni menikahi
anak tiri. Adapun wanita-wanita yang lain yang diharamkan untuk dinikahi dengan
perbesanan -dan mereka adalah istri ayah, istri anak, dan ibu mertua- maka mereka

8
diharamkan atas kalian hanya dengan sempurnanya kalimat akad dengan istri meski
belum bercampur dengannya.

‫(أ َ ْبنَآئِ ُك ُم َو َح ٰلئِ ُل‬isteri-isteri anakmu (menantu)) Yakni istri putramu, ia diharamkan atasmu
hanya dengan akad meski belum bercampur dengannya.

َ‫ص ٰل ِب ُك ْم ِم ْن الَّذِين‬
ْ َ ‫(أ‬yang dari tulang sulbimu (anak kandung)) Dan bukan istri dari anak
angkat kalian sebagaimana yang orang-orang jahiliyah lakukan.

‫(اْل ُ ْختَيْن َبيْنَ تَجْ َمعُوا َوأَن‬dan


ْ menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara) Yakni Allah juga mengaharamkan kalian untuk menikahi saudari istrinya
sebelum ia berpisah dengannya baik itu dengan talak atau kematian.

‫ف قَدْ َما ِإ ََّل‬


َ َ‫سل‬
َ ۗ( kecuali yang telah terjadi pada masa lampau) Yakni pernikahan haram
yang telah terjadi sebelum turunnya ayat pengharaman ini, maka Allah tidak akan
menghukum kalian atas hal itu.

3. Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar,
mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

Diharamkan bagi kalian untuk menikahi ibu dan nenek dari ayah atau ibu kalian
yang lebih tua, puteri-puteri kalian dan cucu-cucu perempuan kalian yang sudah cukup
umur, saudari-saudari kandung dari ayah atau ibu kalian, bibi-bibi kalian (saudara dari
ayah atau kakek), dan tante-tante kalian (saudara dari ibu atau nenek dari silsilah ayah
atau ibu), puteri-puteri saudara laki-laki dan saudara perempuan yang sudah cukup
umur, ibu susuan yang menyusui di masa menyusui dengan menyusui sebanyak lima
kali susuan, saudari sepersusuan (yaitu kamu dan dia menyusu pada satu wanita), ibu
dari istri beserta neneknya, puteri-puteri istri kalian yang berada dalam penjagaan
kalian dan kalian telah mencampuri ibu mereka (Ar-Raibah adalah puteri istri kalian
dari suami sebelumnya) meskipun dia tinggal di rumah lain yang bukan merupakan
rumah suami baru ibunya, dan kalian tidak dosa menikahinya jika sebelum
mencampuri ibunya. Adapun yang diharamkan bagi para menantu laki-laki adalah istri

9
ayah, istri anak dan ibu dari istri. Mereka diharamkan untuk dinikahi. Dan diharamkan
pula istri-istri anak untuk dinikahi meskipun belum dicampuri jika anaknya itu
merupakan anak kandungnya, adapun jika anak adopsi maka diperbolehkan menikahi
istri-istrinya, berbeda dengan yang dilakukan penduduk Jahiliyyah. Tidak
diperbolehkan pula menghimpun pernikahan antara dua saudara meskipun saudara
karena persusuan, pengharaman hal itu seperti haramnya menikahi bibi dan tante,
kecuali yang terjadi sebelum adanya pengharaman, maka hal tersebut tidak disalahkan.
Sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun sesuatu yang telah lalu berupa sisa-sisa
amal buruk dan Maha Pengasih dengan memberikan hukum-hukum pernikahan yang
di dalamnya mengandung kebaikan dan kemaslahatan bagi kalian.

4. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Makna kata : {‫ }أمهاتكم‬para ibu kalian: ummahat bentuk jamak dari umm. Ibu adalah
mahram yang tidak boleh dinikahi, yang semisal dengan ibu adalah nenek dan wanita
selanjutnya di atas nenek {‫ }وربائبكم‬wa rabibikum: raba’ib adalah bentuk jamak dari
rabibah dan artinya adalah anak tiri perempuan dari istri (anak tiri perempuan). {‫وحلئل‬
‫ }أبنائكم‬wahalaili abnaikum: hala’il adalah bentuk jamak dari halilah yang bermakna istri
anak kandung (menantu perempuan)

Makna ayat : Kemudian Allah menyebutkan mahram dari nasab garis keturunan
ialah ibu-nenek (dan ke atas), anak perempuan, saudari, saudari ayah (bibi), saudari ibu
(bibi), anak saudara (keponakan), anak saudari (keponakan) dan merekalah tujuh
golongan yang termasuk mahram (haram dinikahi) dari garis nasab. Allah berfirman :
{‫ }اْلخت وبنات اْلخ وعماتكم وخاَلتكم وبنات وأخواتكم وبناتكم أمهاتكم عليكم حرمت‬Allah menyebutkan
pula para mahram dari persusuan {‫ }الرضاعة من وأخواتكم أرضعنكم الَلتﻲ وأمهاتكم‬bayi yang
dalam umur 2 tahun menyusu dari seorang perempuan sebanyak lima kali, maka wanita
yang meyusuinya adalah mahram bagi si bayi begitu pula, ibu sang penyusu, anak-anak
perempuannya, saudai-saudarinya, anak-anak perempuan dari suami wanita yang
menyusuinya, ibu suami dari wanita yang menyusui sang bayi. Disebutkan bahwa

10
kelompok orang yang diharamkan dari susuan seperti dalam kelompok yang
diharamkan dalam nasab.

Kemudian Allah menyebutkan orang-orang yang haram untuk dinikahi (mahram)


dari semenda : {‫“ }نسائكم وأمهات‬dan para ibu dari istri-istri kalian. Ibu dari seorang
perempuan (mertua) adalah mahram bagi sang suami dengan hanya sekedar telah
terjadi akad antara suami dan istri. Dan ibu sang istri menjadi mahram si suami.

Allah berfirman {‫“ }فﻲ حجوركم الَلتﻲ وربائبكم‬dan anak-anak perempuan dari istri-istri
kalian yang ada di rumah kalian” Jika seorang pria menikahi seorang wanita dan
melakukan hubungan seksual, maka tidak halal baginya untuk menikahi anak
perempuan dari istrinya. Adapun apabila hanya terjadi akad pernikahan antara pria dan
wanita serta belum terjadi hubungan suami istri, maka si suami boleh menikahi anak
dari istrinya. Hal ini berdasarkan firman Allah : {‫دخلتم تكونوا دخلتم بهن فإن لم الَلتﻲ نسائكم من‬
‫“ }عليكم جناح فل بهن‬dari para istri kalian yang kalian telah bersetubuh dengan mereka,
dan jika tidak terjadi persetubuhan, maka tidaklah mengapa” maksudnya tidak apa-apa
dan tidak dosa.

Dan termasuk para mahram dari semenda adalah istri anak (menantu) yang mana
si anak telah bersenggama dengannya ataupun belum, berdasarkan firman Allah:
{‫“ }من أصلبكم الذين أبنائكم وحلئل‬Dan istri-istri dari anak-anak kandung kalian” maksudnya
bukan anak angkat. Adapun istri anak susuan, maka semisal dengan istri anak kandung
karena susu yang diasup oleh anak susuan adalah sebabnya. Jadi status anak susuan
adalah semisal dengan anak kandung dan berlaku juga hukumnya istri anak susuan
semisal dengan istri anak kandung.

Termasuk golongan mahram karena semenda adalah saudari dari istri. Siapapun
yang menikahi seorang perempuan, tidak lah halal baginya untuk menikah dengan
saudari si istri sampai sang istri meninggal atau si suami menceraikan sang istri dan
selesai iddahnya berdasarkan firman Allah :{‫“ }إَل ما قد سلف اْلختين بين تجمعوا وأن‬Dan
janganlah kalian mengumpulkan dua orang saudari kecuali apa yang terdahulu”

11
maksudnya terjadi di jaman jahiliyah telah dimaafkan dengan syarat tidak terus
belangsung pernikahan yang semacam ini setelah turunnya ayat ini.

Pelajaran dari ayat tersebut ialah diantaranya

• Penjelasan para mahram karena nasab garis keturunan dan terdiri dari tujuh
golongan, yaitu para ibu, anak-anak perempuan, para saudari, saudari ibu, saudari ayah,
anak-anak perempuan dari saudara dan anak-anak perempuan dari saudari.

• Penjabaran para mahram dari sebab persusuan, yaitu para mahram dari nasab. Dan
anak susu diharamkan untuk menikahi ibu susuannya, anak-anak ibu susuan, saudari-
saudari ibu susuan, saudari ayah (bibi) dari ibu susuan, saudari ibu (bibi) ibu susuan,
anak-anak saudara ibu susuan, anak-anak suadari ibu susuan.

• Penguraian para mahram dari sisi semenda, ada 7 golongan: istri ayah (sudah
berhubungan seksual ataupun belum), ibu dari istrinya (baik sang pria sudah menggauli
istrinya ataupun belum), anak perempuan dari istri (anak tiri) jika sudah berhubungan
dengan sang istri, istri anak kandung (menantu) sudah digauli oleh anaknya ataupun
belum, istri anak susuan, saudari istri selama si istri masih bersama suami belum
diceraikan ataupun sang istri belum meninggal, dan para wanita muhshonah (orang
yang belum diceraikan, ditinggal mati suaminya atau masih dalam masa iddah).

5. Aisarut Tafasir / Abu Bakar Jabir al-Jazairi, pengajar tafsir di Masjid Nabawi

Ayat 23 dan 24 mencakup wanita-wanita yang haram dinikahi baik karena nasab,
karena sepersusuan, karena mushaharah (pernikahan), maupun karena jam'
(menggabung dua pereempuan bersaudara). Demikian juga menjelaskan tentang
wanita-wanita yang halal dinikahi.

Yang diharamkan karena nasab adalah ibu, puteri, saudari, saudari bapak (bibi),
saudari ibu (bibi dari pihak ibu), puteri dari saudara kita yang laki-laki dan puteri dari
saudara kita yang perempuan. Lihat juga penjelasan masing-masingnya nanti. Selain
yang disebutkan itu halal dinikahi (uhilla lakum maa waraa'a dzaalikum) seperti puteri

12
paman dari bapak ('amm) dan puteri bibi dari bapak ('ammah), demikian pula puteri
paman dari ibu (khaal) maupun puteri bibi dari ibu (khaalah). Dengan demikian, sepupu
halal dinikahi.

Yang diharamkan karena sepersusuan –yang disebutkan dalam ayat- adalah ibu
susu dan saudari susu. Namun tidak hanya sebatas ini, karena dalam hadits disebukan,
‫ضاعِ ِمنَ َيحْ ُر ُم‬
َ ‫الر‬
َّ ‫ب ِمنَ َيحْ ُر ُم َما‬ َ َّ‫" الن‬Sepersusuan menjadikan mahram sebagaimana nasab."
ِ ‫س‬
(HR. Bukhari dan Muslim)

Maka keharaman dinikahi menyebar sebagaimana nasab. Dengan demikian, anak


yang disusukan tidak boleh menikahi:

1. Wanita yang menyusuinya (karena dianggap sebagai ibunya),

2. Ibu wanita yang menyusuinya (karena ia neneknya),

3. Ibu bagi suami wanita yang menyusuinya (ia neneknya juga),

4. Saudari ibu yang menyusuinya (khaalahnya),

5. Saudari suami wanita yang menyusui (‘ammahnya(,

6. Saudari sepersusuan, baik sekandung, sebapak maupun seibu.

7. Puteri anak laki-laki si wanita yang menyusuinya dan puteri dari puteri si wanita
yang menyusui dst. ke bawah.

Yang diharamkan karena mushaharah (pernikahan), jumlahnya ada 4, yaitu: istri


bapak dst. ke atas, istri anak dst. ke bawah, baik mereka sebagai ahli waris maupun
terhalang (mahjub), ibu istri kita dst. ke atas (seperti neneknya, baik dari pihak
bapaknya maupun ibunya) dan anak tiri yaitu puteri dari istri kita yang lahir dari selain
kita. Termasuk pula nenek baik dari pihak bapak maupun ibu dst. ke atas. Termasuk
pula cucu perempuan (dari anak laki-laki maupun anak perempuan) dst. ke bawah. Baik
sekandung, sebapak maupun seibu. Termasuk pula saudara-saudara kakekmu yang

13
perempuan. Termasuk pula saudara-saudara nenekmu yang perempuan. Termasuk pula
anak perempuan (cucu) dari anak saudara laki-laki maupun perempuan (baik dari
saudara sekandung, sebapak maupun seibu) dst. ke bawah. Yakni yang menyusui kamu
saat kamu berusia di bawah dua tahun dengan lima kali susuan. Termasuk pula anak-
anak mereka yang perempuan.

Yang dimaksud dengan anak-anak perempuan isterimu yang dalam


pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam
pemeliharaannya. Hal itu, karena kata-kata " yang dalam pemeliharaanmu" hanya
sebagai kondisi yang biasa terjadi, sehingga tidak ada mafhum yang dijadikan
pegangan daripadanya. Ada yang berpendapat, bahwa disebutkan kata " yang dalam
pemeliharaanmu" karena dua faedah:

- Mengingatkan hikmah haramnya menikahi anak tiri, karena ia menduduki puteri


kita.

- Menunjukkan bolehnya berkhalwat (berduaan) di rumah dengan anak tiri, wallahu


a'lam.

Hal ini menunjukkan bahwa jika bekas istri anak angkat, maka tidak mengapa
menikahinya. Baik senasab maupun sepersusuan, yakni tidak boleh dinikahi bersama.
Demikian juga dilarang menghimpun dalam pernikahan wanita tersebut bersama
bibinya dari pihak bapak maupun ibu sebagaimana disebutkan dalam As Sunnah. Yang
boleh adalah salah satunya, dan boleh menikahi adik dan kakaknya apabila yang satu
meninggal sebagaimana Utsman menikahi dua puteri Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, karena puteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang pertama meninggal, lalu
ia menikahi puteri Nabi yang kedua. Hikmah dilarang demikian adalah agar tidak
memutuskan tali silaturrahim antara kedua wanita yang bersaudara tersebut ketika
terjadi pertengkaran.

14
C. PENGARUH PERNIKAHAN SEDARAH TERHADAP KETURUNAN
1. Hubungan Seksual Sedarah (Incest)
Jarang sekali terdapat kasus pada manusia dimana terjadi hubungan rapat antar
bapak dengan anak perempuan, yang memproduksi keturunan, terdapat dalam
dokumen. Sangat menarik untuk direnungkan, mengapa kebanyakan kultur tidak
menyetujui perbuatan yang sumbang dan bahkan perkawinan antar sepupu. Hal ini
sudah berlangsung lama sebelum studi genetis memberikan alasan ilmiah untuk
menghindari hubungan-hubungan semacam ini. Pembatasan terhadap perkawinan
antar keluarga bersumber dari pengamatan berabad-abad bahwa perkawinan antar
keluarga cenderung menghasilkan keturunan yang abnormal lebih sering daripada
perkawinan bukan antar keluarga. Sejumlah penelitian telah mencatat data
perkawinan antar keluarga, menunjukkan bahwa hampir selalu terjadi peningkatan
kematian atau penyakit pada keturunan hasil perkawinan antar keluarga.
2. Dampak Negatif Dari Pernikahan Sedarah
1) Kelainan yang Diwariskan Secara Resesif

Suatu gen resesif dapat diwariskan melalui banyak angkatan (generasi) pada
orang-orang heterozigot yang tampak normal, dan hanya apabila dua orang
heterozigot kebetulan menikah, maka akan menghasilkan anak homozigot sakit.
Dengan demikian, defek-defek yang disebabkan oleh gen-gen resesif adalah jauh
mempunyai sifat lebih berat dibanding dengan defek-defek yang disebabkan oleh
gen dominan; tentu saja banyak gen resesif yang memberikan efek yang begitu
berat sehingga tidak dapat melakukan reproduksi atau bahkan tidak mampu hidup.

Ketika alel resesif penyebab penyakit jarang ditemukan, relatif kecil sekali
kemungkinannya bagi dua pembawa sifat alel berbahaya yang sama untuk bertemu
dan memiliki anak. Akan tetapi, jika laki-laki dan perempuan tersebut berkerabat
dekat (misalnya, saudara kandung atau sepupu langsung), probabilitas untuk
mewariskan sifat-sifat resesif sangat meningkat. Perkawinan semacam ini disebut
konsanguin (sedarah), dan diindikasikan dalam silsilah dengan garis ganda.
Karena orang yang masih berkerabat dekat lebih mungkin memiliki alel-alel

15
resesif yang sama daripada orang-orang yang tidak berkerabat, perkawinan kerabat
dekat lebih mungkin menghasilkan keturunan yang homozigot untuk sifat-sifat
resesif, termasuk yang berbahaya.

Ada perdebatan di antara ahli-ahli genetika tentang seberapa jauh


konsanguinitas manusia meningkatkan risiko penyakit bawaan. Banyak alel
penyebab kematian mendatangkan efek-efek yang begitu parah sehingga embrio
homozigot gugur sebelum dilahirkan. Sebagian besar masyarakat dan kebudayaan
memiliki hukum yang melarang perkawinan kerabat dekat. Aturan-aturan ini
mungkin berevolusi dari pengamatan empiris bahwa pada sebagian besar populasi,
bayi yang mati saat dilahirkan dan cacat lahir lebih umum ditemukan pada
pasangan orangtua yang berkerabat dekat. Faktor-faktor sosial dan ekonomi
mungkin juga mempengaruhi perkembangan adat istiadat dan hukum yang
melarang perkawinan konsanguin.

a. Fibrosis Sistik

Kelainan genetik letal paling umum di Amerika Serikat adalah fibrosis sistik.
Fibrosis sistik adalah suatu gangguan metabolisme protein yang berakibat pada
kelainan organ tubuh. Diantara keturunan Eropa, satu dari 25 orang (4%)
merupakan pembawa alel fibrosis sistik. Alel normal gen ini mengodekan suatu
protein membran yang berfungsi dalam transpor ion klorida antara sel-sel tertentu
dan cairan ekstraselular. Saluran transpor klorida ini cacat atau tidak ada pada
membran plasma anak-anak yang mewarisi dua alel resesif fibrosis sistik.
Hasilnya adalah konsentrasi klorida ekstraselular yang tinggi secara abnormal,
menyebabkan mukus yang menyelubungi sel-sel tertentu menjadi lebih kental
dan lengket daripada normal. Mukus tertumpuk dalam pankreas, paru-paru,
saluran pencernaan, dan organ-organ lain, menyebabkan efek majemuk
(pleiotropik), termasuk penyerapan nutrien dari usus secara buruk, bronkitis
kronis, dan infeksi bakteri yang berulang-ulang. Penelitian terbaru
mengindikasikan bahwa konsentrasi klorida ekstraselular yang tinggi juga

16
menyebabkan infeksi dengan cara melumpuhkan antibiotik alamiah yang dibuat
oleh beberapa sel tubuh. Ketika sel-sel kekebalan tubuh datang untuk
memberantas mikroorganisme, sisa-sisanya ikut tersangkut di mukus,
menimbulkan lingkaran setan. Sebagian besar penderita penyakit ini meninggal
sebelum ulang tahunnya yang ke5. Akan tetapi dosis harian antibiotik untuk
mencegah infeksi, urutan di dada untuk mengeluarkan mukus dari saluran
pencernaan yang tersumbat, dan penanganan preventif lainnya dapat
memperpanjang nyawa.

b. Tay-Sachs

Penyakit Tay-Sachs dapat dijadikan contoh dari banyak penyakit yang lain.
Tay-Sachs adalah suatu degenerasi jaringan saraf yang berakibat pada penurunan
intelektual, kelemahan otot, kebutaan, dan sebagainya.48Pada penyakit ini, bayi
yang sakit tampak normal saat lahir, tetapi akan segera memperlihatkan tanda-
tanda gangguan mental dan keadaannya akan memburuk dengan cepat. Pada saat
yang sama terjadi pengurangan ketajaman penglihatan secara progresif yang
berakhir dengan kebutaan. Juga terdapat kelemahan otototot secara progresif, dan
bayi akan sampai pada keadaan marasmus. Umur rata-rata saat onset
(mulatimbul) gejalagejala pertama adalah kira-kira pada umur 6bulan, dan umur
rata-rata saat meninggal dunia adalah kira-kira 2tahun. Penyakit ini disebabkan
oleh ketiadaan enzim hekso-saminidase-A.

2) Kelainan yang Diwariskan Secara Dominan

Alel dominan yang menyebabkan penyakit letal jauh lebih tidak umum
daripada alel resesif penyebab kondisi serupa. Akan tetapi, jika alel dominan letal
menyebabkan kematian anak sebelum dewasa dan bisa bereproduksi, maka alel
tersebut tidak akan diteruskan ke generasi berikutnya. Sebaliknya, frekuensi alel
resesif letal dapat meningkat dari generasi ke generasi melalui pembawa sifat
heterozigot yang berfenotipe normal, sebab hanya keturunan homozigot resesif
yang menderita penyakit letal tersebut.

17
a. Penyakit Huntington

Penyakit ini merupakan suatu penyakit dominan autosom, maka


kemungkinan anak dari seorang yang sakit akan mewarisi gen tadi adalah ½.
Makin lama anak tadi hidup sampai umur tengah baya tanpa gejala, maka tentu
saja lebih kecil kemungkinannya bahwa anak tadi mewarisi gen. Ini merupakan
probabilitas kondisional. Penyakit Huntington adalah penyakit degenerasi sistem
saraf, disebabkan oleh alel dominan letal yang tidak memiliki efek fenotipik jelas
sampai penderitanya berusia sekitar 35 sampai 45 tahun. Anak yang terlahir dari
orang tua pemilik alel Huntington berpeluang 50% mewarisi alel tersebut beserta
kelainannya. Dengan menganalisis sampel DNA dari keluarga besar yang
memiliki tingkat kemunculan penyakit yang tinggi, ahli-ahli genetika melacak
alel Huntington ke suatu lokus di dekat ujung kromosom 4, dan gen tersebut kini
disekuensi.

b. Penyakit Porfiria Variegata

Penyakit ini juga bisa disebut porfiria Afrika Selatan, yaitu suatu penyakit
metabolik dengan manifestasi yang penting bertambahnya kepekaan kulit
terhadap sinar matahari dan urinenya berwarna merah anggur karena adanya
porfirin. Di Afrika Selatan, lebih dari 8000 kasus telah ditemukan, dan semua
dapat dilacak berasal dari keturunan pasangan suami istri yang menikah pada
tahun 1688. Kelainan yang lebih ringan, yang diwariskan secara dominan
autosomal adalah brakidaktili (jari pendekpendek) yang tidak menimbulkan rasa
tidak enak pada individu yang menderita. Brakidaktili sering dapat dilacak
kembali melalui beberapa generasi. Penyakit ini merupakan contoh pertama pada
manusia untuk penyakit yang bersifat Mendel dominan, yang ditunjukkan pada
awal tahun 1900-an oleh Farabe, yang pada saat itu adalah mahasiswa Harvard.

18

Anda mungkin juga menyukai