Teori Dasar
3.1 Larutan
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat
yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat
berpariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Larutan encer adalah
larutan yang mengandung sebagian kecil solute, relative terhadap jumlah pelarut.
Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute.
Solute adalah zat terlarut. Sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam
Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam
Larutan Tidak Jenuh atau Hampir Jenuh adalah suatu larutan yang
Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi lebih banyak daripada seharusnya pada tempratur tertentu dan
terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan
dinyatakan dalam satuan milliliter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat.
Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediannya sangat dipengaruhi oleh sifat-
sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru
dapat diabsorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus sehingga salah satu
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu zat
terlarut (solute), untuk larutan dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut dalam suatu pelarut pada kesetimbanyangan.
Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan
air. Sifat ini lebih lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti
perak klorida dalam air. Istilah “tak larut” (insoluble) sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus
yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut
3.3 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain:
3.3.1 pH
adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat
barbiturat dan sulfonamida dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena
terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah
seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila
pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam
Keterangan:
pHp = harga pH terendah/tertinggi dimana zat yang berbentuk asam atau basa
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik
leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat
dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor)
Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar
molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-
molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan
menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas
yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya.
Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan
non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat,
makin sukar zat tersebut larut dalam air. (Martin et al., 1993)
senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan
senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa
polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,
misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak
larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah.
bersifat amfiprotik.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-
ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat
melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi
antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran
Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar. (Martin et al.,
1993).
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu
𝑆 2.𝛶.𝑉
log 𝑆𝑜 = 2,303.𝑅.𝑇.𝑟
Keterangan :
r = Jari-jari Partikel
R = Konstanta Gas
T = Temperatur absolute/Suhu
γ = Tegangan Permukaan
terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah
larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris. (Martin et al.,
1993).
polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non
dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran
dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co-solvent. Etanol, gliserin dan
propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi
kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian
polar dan non polar.apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai
Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik
Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair,
3.4 Titrasi
larutan. Dalam titrasi, zat yang akan ditentukan konsentrasi dititrasi oleh larutan
baku atau larutan standar, sedangkan indikator adalah zat yang memberikan tanda
perubahan pada saat titrasi berakhir yang dikenal dengan istilah titik akhir titrasi.
Titrasi asam basa merupakan metode penentuan kadar larutan asam dengan zat
peniter (zat penitrasi) suatu larutan basa atau penentuan kadar larutan basa dengan
zat peniter (zat penitrasi) suatu larutan asam. Indikator fenolftalein digunakan
untuk menentukan titik akhir titrasi diharapkan mendekati titik ekivalen titrasi
yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat bereaksi dengan larutan basa (Day,
Titrasi asam basa adalah menetralkan larutan yang tidak diketahui dengan
cara meneteskan (titrasi) suatu asam kuat dan basa kuat yang diketahui
harus dipahami dalam titrasi jenis ini dimana ion hydrogen yang menyebabkan
suatu larutan yang bersifat asam bereaksi dengan ion hidoksida yang
menyebabkan larutan basa bersifat basa sehingga membentuk suatu molekul air,
sehingga membentuk molekul air. Untuk mengetahui sempel yang bersifat basa ,
maka standar yang digunakan untuk proses titrasi adalah standar asam( motode
lebih jauh dikenal dengan istilah asimetri ), demikian juga sebaiknya standar bias
digunakan untuk mengetahui konsentrasi sampel yang bersifat basa yang dikenal
3.4 Indikator
dalam medium asam basa. Salah satu indikator yang umum digunakan adalah
fenolftalein, yang tidak berwarna dalam larutan asam netral, tapi berwarna
merah muda dalam larutan basa. Pada titik ekuivalen, semua KHP (Kalium
Hidrogen Ftalat) telah dinetralkan oleh NaOH dan larutan masih tidak berwarna.
Namun, jika kita menambahkan hanya satu tetes lagi larutan NaOH dari buret,
warna larutan akan segera berubah menjadi merah muda karena sekarang larutan
bersifat basa. Dengan mengetahui massa KHP yang bereaksi (yang berarti
jumlah molnya), kita dapat menghitung kosentrasi larutan NaOH (Chang, 2004:
112).
3.5 Surfaktan
suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar
Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti , kelarutannya dapat
Larut 10 sampai 30
Attwood, D., & Florence, A.T., 1985, Surfactan System, 1st Ed., Chapman and
Hall, London, New York.
Banjarbaru.
Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III.
Jakarta: UI Press.
Shevla. (1979). Buku Ajar Vogel Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan