Anda di halaman 1dari 4

Subsistem agribisnis hulu disebut juga subsistem faktor input (input factor subsystem), yaitu

subsistem pengadaan sarana produksi pertanian. Kegiatan subsistem ini berhubungan dengan
pengadaan sarana produksi pertanian, yaitu memproduksi dan mendistribusikan bahan, alat, dan
mesin yang dibutuhkan usahatani atau budidaya pertanian (on-farm agribusiness). (Saragih: 1998)

1. Menghasilkan dan menyediakan sarana produksi pertanian terbaik agar mampu


menghasilkan produk usahatani yang berkualitas.
2. Memberikan pelayanan yang bermutu kepada usahatani.
3. Memberikan bimbingan teknis produksi.
4. Memberikan bimbingan manajemen dan hubungan sistem agribisnis.
5. Memfasilitasi proses pembelajaran atau pelatihan bagi petani
6. Menyaring dan mensintesis informasi agribisnis praktis untuk petani
7. Mengembangkan kerjasama bisnis (kemitraan) untuk dapat memberikan keuntungan
bagi para pihak.

Sesuai dengan pengertian, subsistem agribisnis hulu bergerak pada bidang penyediaan sarana
produksi. Terdapat beberapa jenis perusahaan maupun usaha yang bergerak pada subsistem ini,
seperti penyediaan pupuk, benih, pestisida, alat serta mesin pertanian, dan sebagainya. Di
Indonesia, cukup banyak perusahaan atau usaha yang bergerak di bidang ini. Sebagai contoh
perusahaan dalam penyediaan pupuk yaitu PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kaltim, PT Kujang, PT
Pusri, dan sebagainya. Sedangkan perusahaan dalam penyediaan benih yaitu PT Arindro Utama
Perkasa, PT Sang Hyang Seri, PT Syngenta, dan lain-lain. Sementara itu, perusahaan penyediaan alat
dan mesin produksi seperti PT Putra Andalan Jaya, dan masih banyak yang lainnya.

Permasalahan yang dihadapi dalam Subsistem Agribisnis Hulu

Dalam menjalankan sebuah sistem, tentunya terdapat hambatan maupun masalah-masalah


yang terjadi. Contohnya saja pada penyediaan sarana produksi berupa benih. Di Indonesia,
perusahaan-perusahaan bibit dan benih masih menghadapi kendala pada penyediaan dana,
dimana dalam melakukan proses produksi perusahaan lokal masih sering kali bergantung
pada dana yang diberikan investor asing. Keterbatasan modal yang dimiliki, berdampak pada
keterbatasan peralatan produksi canggih. Hal ini tentu saja akan memberikan pengaruh pada
benih atau bibit yang diproduksi.

Tidak hanya itu, perusahaan benih lokal dan pemerintah belum mengadakan penelitian atau
riset lebih lanjut mengenai benih-benih yang diproduksi. Pengembangan terhadap produk
bibit dan benih juga belum dilakukan secara maksimal. Keadaan ini menyebabkan untuk
memperoleh bibit dan benih unggul, petani harus mengeluarkan modal yang lebih besar
untuk membeli bibit maupun benih dari perusahaan benih asing atau impor.

Belum berhenti sampai disitu, benih dan bibit yang dihasilkan oleh perusahaan lokal juga
masih memiliki kualitas yang berada dibawah bibit dan benih dari luar negeri. Hal tersebut
salah satunya dikarenakan kurangnya perhatian pemerintah terhadap perlindungan hukum
bagi perusahaan benih lokal. Selain itu, dibutuhkan juga dukungan dalam melakukan
penelitian untuk menemukan kultivar-kultivar baru yang berkualitas.

Deptan. 2011. Agribisnis (Online). deptan.go.id. Diakses pada 9 Maret 2013.

Hanafi, Riezwan. 2012. Ruang Lingkup dan Sistem Agribisnis (Online).


riezwanhanafi.blogspot.com. Diakses pada 7 Maret 2013.

Nugraheni. 2012. Kegiatan Subsistem Agribisnis Hulu (Online).


nugraheniismyname.wordpress.com. Diakses 6 Maret 2013.

Purnomo, Dwi. 2009. Subsistem Agribisnis (Online). agroindustry.wordpress.com. Diakses


pada 9 Maret 2013.
Sub-sistem pertanian primer (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan budidaya yang menghasilkan
komoditi pertanian primer (usahatani tanaman pangan, usahatani hortikultura, usahatani tanaman
obat-obatan (biofarmaka), usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan, dan usaha
kehutanan
Subsistem Usahatani
I ni adalah sektor pusat (inti) dalam agribisnis. Apabila ukuran, tingkat output, dan efisiensi
sektor ini meningkat pesat, sektor lain (off-farm) juga akan ikut berkembang baik. Baik
buruknya keadaan sektor ini akan berdampak langsung terhadap situasi keuangan sektor
hulu (sektor input) dan sektor hilir (pengolahan dan distribusi/pemasaran). Di Indonesia
subsistem ini barangkali yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Di sini berhimpun
jutaan petani kecil/gurem, ribuan petani menengah dan ratusan petani skala besar. Di
Indonesia tugas untuk memajukan subsistem ini berada di bawah tanggung jawab beberapa
departemen yaitu: Departemen Pertanian (komoditas pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan), Departemen Kehutanan (tanaman hutan, lebah madu) dan Departemen
Kelautan dan Perikanan (hasil laut dan ikan). Dalam sistem agribisnis, subsistem inilah
barangkali yang kinerjanya belum begitu memuaskan (bahkan mungkin yang paling rendah)
dibandingkan tiga subsistem yang lainnya.
3. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di
tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari
penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat
pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai
tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses
pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan,
pengeringan, dan peningkatan mutu.

Anda mungkin juga menyukai