Disusun Oleh :
I4051191018
B. KLASIFIKASI
Penyakit Parkinson dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu:
(Tarwoto, 2013)
Tingkat I Tingkat awal
a. Kerusakan pada sebelah tungkai dan lengan.
b. Sedikit kelemahan
c. Tangan dan lengan bergetar
Tingkat II Tingkat ringan
a. Kerusakan pada kedua belah tungkai dan lengan.
b. Wajah seperti berkedok.
c. Gaya berjalan diseret dan pelan
Tingkat III Tingkat sedang
a. Gangguan jalan makin meningkat
Tingkat IV Cacat berat
a. Akinesia.
b. Rigidity
Tingkat V Ketergantungan penuh
C. ETIOLOGI
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di
substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan
yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa
mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-
me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Penyakit Parkinson
sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak faktor-
faktor lainnya seperti (Batticaca, 2008):
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan
respon gejala penyakit Parkinson.
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus,
genetik, toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.
3. Cedera kranio serebral : peranan cedera kraniocerebral masih belum
jelas
4. Stres emosional : diduga juga merupakan faktor resiko
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang
mengandung lebih banyak neuron dibandingkan otak secara
keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam
fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori
yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-
otot volunter secara optimal (Purves, 2004).
3) Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang
mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional
batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden
traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-
bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial
G. PATOFISIOLOGI
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi
karena penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia
nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi
sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor.
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region
kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis.
Bagian ini menjadi pusat control/koordinasi dari seluruh pergerakan.
Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang
berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh
yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk
komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam
mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron
di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine menurun
dan akibatnya semua fungsi neuron di system saraf pusat (SSP)
menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia),
kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan kekauan
(rigiditas). (Smeltzer, 2001)
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi
neuron SNc adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan
terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamine quinon yang dapat
bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrils).
Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:
(Smeltezer, 2001)
1. Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara
oksiradikal dengan nitric-oxide (NO) yang
menghasilkan peroxynitric-radical
2. Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin
trifosfat (ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk
stres oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan
kematian sel.
3. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin
yang memicu apoptosis sel-sel SNc
H. TERAPI
Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik,
obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit
atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki
tremor, rigiditas, dan slowness. Perawatan pada penderita penyakit
parkinson bertujuan untuk memperlambat dan menghambat
perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan
pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi
suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-
hari.
1. Terapi Obat-Obatan
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit Parkinson
(Muttaqin, 2008; Suzanne & Smaltzer, 2001; Brugham & JoAnn,
2000):
a) Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane). Berguna
untuk mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk
mengaluskan pergerakan, mengontrol tremor dan kekakuan.
b) Carbidopa/levodopa
Merupakan preparat yang paling efektif untuk menghilangkan
gejala.
c) Derivat dopamin-agonis-ergot berguna jika ditambahkan kedalam
levodopa untuk mempelancar fluktasi klinis.
d) Obat-obat antihistamin untuk menghilangkan tremor. Preparat
antivirus, Amantandin hidroklorida, digunakan untuk mengurangi
kekakuan,tremor dan bradikinestesia.
e) Inhibitor MAO untuk menghambat pemecahan dopamine
f) Obat-obat antidepresan
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-
benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita
mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan
gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan membantu
mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya
aktivitas, cairan dan beberapa obat.
g). Tujuan rehabilitasi medik
Tujuannya adalah adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalahmasalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan,
Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan
perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan
psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi
latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi. Latihan fisioterapi
meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada
tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan
otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit
dari kursi. Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien,
pengkajian lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam
pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi, yaitu :
1. Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi,
bicara jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal
maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun
motorik.
2. Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan
tikungan yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin
memungut sesuatu dilantai.
3. Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada
dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat
ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau
melihat sekitar.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi dari penyakit Parkinson ini dapat di sebabkan karena
imobilisasi seperti peneumonia, infeksi saluran perkemihan. Karena
pasien parkinson mengalami ganguan dalam keseimbangan maka akan
meningkatkan resiko terjatuh dan menimbulkan trauma. Selain itu
Parkinson dapat menyebabkan komplikasi gangguan fungsi pernafasan,
dan gangguan okulomotorius.(Doengoes, 2000)
Gangguan fungsi pernafasan pada pasien-pasien penyakit Parkinson
dapat berupa pernapasan disritmik, central apnea, pernapasan Cheyne-
Stokes, pernapasan klaster, pernapasan apneustik, dan hipoventilasi
sentral. Gangguan pernapasan lebih sering dijumpai pada penyakit
Parkinson yang disertai dengan gangguan autonom.(Doengoes, 2000)
Kelemahan Otot Ekspirasi dan Otot Bulbar Walaupun ekspirasi
kebanyakan merupakan proses pasif, otot-otot ekspirasi diperlukan
untuk membersihkan jalan napas dari sekret, misalnya dengan cara
batuk. Pada beberapa penyakit saraf, terjadi kelemahan otot bulbar
(dipersarafi oleh saraf kranial IX,X,XII), otot pengunyah (N. V) dan
otot laring (dipersarafi radiks C1). Walaupun tidak berperan langsung
dalam respirasi, otot-otot ini berfungsi untuk bicara, menelan dan
proteksi saluran napas. Gangguan otot-otot ini dapat menyebabkan
disartria, disfonia, disfagia, tersedak, batuk yang lemah, dan kerentanan
terjadinya atelektasis dan pneumonia aspirasi.1 Otot-otot bulbar dan
otot-otot ekspirasi dapat terganggu pada kelainan saraf pusat ataupun
kelainan saraf perifer, misalnya penyakit Parkinson. Pada penyakit
Parkinson, terjadi gangguan otot jalan napas atas serta gangguan batuk
sehingga berisiko tinggi aspirasi dan berhubungan dengan mortalitas
akibat penyakit ini.(Doengoes, 2000)
Gangguan Tidur Pasien penyakit saraf disertai keterlibatan awal
bulbar atau diafragma sangat rentan untuk mendapat gangguan
pernapasan saat tidur, terutama pada fase tidur Rapid Eye Movement
(REM). Pemeriksaan di klinik tidur dapat mendeteksi gangguan otot
respirasi dini dan kebutuhan bantuan ventilasi. Beberapa mekanisme
dapat menjelaskan fenomena ini. Pada pasien dengan gangguan
diafragma dapat terjadi desaturasi saat tidur akibat perubahan normal
beban otot diafragma selama tidur fase REM. Pada pasien dengan
gangguan bulbar dapat timbul hipopnea (pernapasan lambat dan
dangkal) selama fase REM sleep. Selain itu, efek withdrawal dari kerja
pusat napas di siang hari dapat menyebabkan hypercapnic central apnea
saat tidur. Gangguan mekanisme respirasi sentral saat tidur dapat
dijumpai pada pasien gangguan susunan saraf pusat, misalnya pada
penyakit Parkinson. (Doengoes, 2000)
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
Anamnesis pada Parkinson meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, pengkajian
psikososial.
a) Identitas klien
Meliputi naman, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut,
pada usia 50-an dan 60-an), jenis kelamin (lebih banyak pada
laki-laki), pendidikan, alamat, pekerjaaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnosa medis.
b) Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah gangguan gerakan, kaku otot,
tremor menyeluruh, kelemahan otot dan hilangnnya refleks
postular
c) Riwayat penyakit sekarang
Pada anamnesis klien sering mengeluhkan adanya tremor,
seringkali pada salah satu tangan dan lengan, kemudian ke
bagian yang lain dan akhirnya bagian kepala, walaupun tremor
ini tetap unilateral. Karakteristik tremor dapat berupa: lambat,
gerakan membalik (pronasi-supinasi) pada lengan bawah dan
telapak tangan, serta gerakan ibu jari terhadap jaro-jari lain
seolah-olah memiutar pil di antara jari-jari. Keadaan ini
meningkat jika klien sedang berkonsentrasi atau merasa cemas
dan muncul pada saat klien istirahat.
Keluhan lainnya pada penyakit meliputi adanya perubahan pada
sensasi wajah, sikap tubuh dan gaya berjalan. Adanya keluhan
rigiditas deserbrasi, berkeringat, kulit berminyak dan sering
dermatis peboroik, sulit menelan, konstipasi, serta gangguan
kandung kemih yang diperberat oleh obat-obatan anti kolinergik
dan hipertfofi prostat.
d) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator dan
penggunaan obat-obat antikolinergik dalam waktu yang lama.
e) Riwayat penyakit keluarga
Walaupun penyakit Parkinson tidak ditemukan hubungan sebab
genetic yang jelas tetapi pengkajian adanya anggota generasi
terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus
diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang
dapat mempercepat progresifnya penyakit.
f) Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakita yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadapa dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya
perubahan hubungan dan peran karna klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Peubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit Parkinson
adalah tanda depresi. Manifestasi mental muncul dalam bentuk
penurunan kognitif, persepsi, dan penurunan memori (ingatan).
Beberapa manifestasi psikiatrik (perubahan kepribadian,
psikosis, demensia, konfusi akut) umumnya terjadi pada lansia.
2. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data yang
diperoleh dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan per sistem (B1-B6) dan terarah dengan fokus pemeriksaan
fisik pada pemeriksaan B3 dan dihubungkan dengan keluhan klien.
a. Keadaan umum
Klien dengan penyakit Parkinson umunya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Adanya perubahan tanda-tanda vital,
meliputi bradikardia, hipotensi dan penurunan frekuensi
pernafasan.
b. B1 Breathing
Gangguan fungsi pernafasan berkaitan dengan hipoventilasi,
inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
1) Inspeksi umum. Didapatkan klien batuk atau penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas dan penggunaan otot bantu nafas.
2) Palpasi. Taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
3) Perkusi. Adanya suara resonal pada seluruh lapangan paru.
4) Auskultasi. Binyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi,
stridor, ronki pada klien dengan peningkatan produksi secret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien dengan inaktivitas.
c. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian
obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh
system persarafan otonom. Rasa lelah berlebihan dan otot terasa
nyeri : otot-otot lelah karena rigiditas.
d. B3 (Brain)
Inspeksi umum : didapatkan perubahan pada gaya berjalan, tremor
secara umum pada seluruh otot, dan kaku pada seluruh gerakan.
H. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
Data subjektif: Gangguan N. VIII Hambatan
- Klien mengatakan sulit untuk mobilitas fisik
menggerakkan tubuhnya Ragiditas deserebrasi
- Klien mengatakan merasa lemah
Data objektif: Perubahan gaya berjalan,
- Kekuatan otot menurun, dinilai kekakuan dalam beraktifitas.
dengan 1
- Pemeriksaan kesadaran GCS Hambatan mobilitas fisik.
motorik, dinilai 2
- Klien terlihat pucat dan lemah
- Tremor saat melakukan aktivitas
Data subjektif: Gangguan N. VIII Defisit
- Klien mengatakan tidak dapat perawatan diri
melakukan aktivitas sendiri Ragiditas deserebrasi
(mandi, berdandan, berpakaian)
Data objektif: Perubahan gaya berjalan,
- Klien tampak tidak rapi kekakuan dalam beraktifitas.
- Klien dibantu oleh anggota
keluarga dalam memenuhi Kurang perawatan diri
ADL
-
Data subjektif: Tremor ritmi bradikaresia Gangguan
- Klien mengatakan berat badanya pemenuhan
menurun Perubahan otot wajah dan nutrisi
- Klien mengatakan kesulitan sikap tubuh
mengunyah dan menelan.
Data objektif: Kesulitan menelan
- Auskultasi, bising usus tidak
terdengar. Gangguan pemenuhan nutrisi
- Penurunan berat badan dari
yang sebelumnya.
- Otot wajah tampak kaku.
- Klien tampak pucat dan lemah.
- Porsi makan tidak habis.
Data subjektif: Aliran darah serebral regional Kerusakan
- Keluarga mengatakan adanya menurun komunikasi
kesulitan dalam berbicara. verbal
Data objektif: Manifestasi psikiatrik
- Kata-kata sulit dipahami
- Pelo Perubahan kepribadian,
- Wajah kaku psikosis, demensia, dan
konfusi akut.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kekakuan dan
kelemahan otot.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan yang
berhubungan dengan tremor dan perlambatan dalam proses makan,
serta kesulitan mengunyah dan menelan.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan volume
bicara, perlambatan bicara, dan ketidakmampuan menggerakan otot-
otot wajah.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tremor dan gangguan
motorik.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan kognitif karena
perkembangan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca. B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan System Persyarafan. Jakarta : SalembaMedika
Brougham, Diane C. & JoAnn, Hackley. C. (2000). Keperawata Medical Bedah
: Buku saku untuk Bruner dan Suddarth. Jakarta : EGC
Doengoes..(2000),Rencana Asuhan Keperawatan,edisi 3,Jakarta:EGC
Harsono. (2009). Kapita selekta neurologi. Cetakan ketujuh. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Muttaqin, Arief. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : SalembaMedika
Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC
Tarwoto, (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 4. Jakarta : CV Sagung
Seto
Wilkinson. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta: EGC
Mengetahui
Mahasiswa Pontianak Januari 2020
Pembimbing Klinik