Anda di halaman 1dari 15

PERTEMUAN I

PENTINGNYA OTONOMI DAERAH

Pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis pada tahun 1998, pada saat itu Indonesia mengalami
keterpurukan secara ekonomi, namun peristiwa tersebut juga menjadi pembelajaran bagi Indonesia
dalam mewujudkan good governance sehingga memunculkan era reformasi. Era reformasi
memberikan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem politik dan kelembagaan sosial sehingga
mempermudah proses pengembangan dan modernisasi lingkungan legal dan regulasi untuk
pembaruan paradigma di berbagai bidang kehidupan.

Alasan Desentralisasi:
 Intervensi Pemerintah Pusat yang telalu besar pada era Orde Baru
Hal ini menimbulkan masalah rendahnya Kapabilitas dan keefektifan dari pemerintah
daerah dalam membangung dan meningkatkan ekonomi daerah
 Tuntutan pemberian otonomi sebagai jawaban untuk memasuki era new game yang
membawa new rules pada semua aspek kehidupan masyarlat pada saat itu.

Dalam menghadapi era baru, tentunya diperlukannya strategi baru. Berbagai Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) dirancang untuk itu. Salah satu ketetapannya yaitu Tap
MPR nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah. Tap MPR ini menjadi
landasan hukum lahirnya Undang-undang (UU) Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan.
Misi utama dari kedua UU tersebut merupakan pelaksanaan desentralisasi, yang merupakan
pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk memajukan
daerahnya masing-masing.
Desentralisasi menghasilkan 2 manfaat nyata,

1. Mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreatifitas masyarakat dalam


pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil pembangunan.
2. Memperbaiki lokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan
publik ke tingkat pemerintah.

Pemberdayaan pemerintah daerah, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan
keuangan daerah dan anggaran daerah antara lain adalah :

1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan – kepentingan publik.


2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah.
3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait
dalam pengelolaan anggaran.
4. Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan atau pendanaan, investasi, dan
pengelolaan uang daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money,
transparansi, dan akuntabilitas.
5. Kejelasan kedudukan keuangan DPRD, kepala daerah, dan PNS daerah, baik rasio maupun
dasar pertimbangannya.
6. Ketentuan bentuk dan struktur anggaran , anggaran kinerja dan anggaran tahun jamak.
7. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang lebih professional.
8. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan , peran DPRD, dan auditor dalam
pengawasan, pemberian opini atas laporan keuangan dan peringkat kinerja anggaran, dan
transparansi informasi anggaran kepada publik.
9. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi, dan
peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparatur pemerintah
daerah.
10. Menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah
daerah.

Pengembangan Otonomi Derah


Dalam pengembangan otonomi daerah, UU nomor 22 tahun 1999 menhelaskan bahwa otonomi
ditingkat kabupaten/kota harus berdasarkan prinsip-prinsip demokarsi, peran masyarakat,
pemeratan, dan keadilan. Dengan pelaksanaan otonomi daerah, daera sudah diberi wewenang yang
utuh merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, serta mengevaluasi kebijakan
daerahnya masing-masing. Aspek terpenting untuk diperhatikan secara hati-hati adalah masalah
pengelolaan keuangan daerah.
PERTEMUAN II
REINVENTING GOVERNMENT: MENCIPTAKAN MODEL PEMERINTAH DAERAH
MASA DEPAN

Pemberian otonomi kepada pemerintah daerah diharapkan membuat pemerintah daerah


untuk lebih efisien, efektif, dan profesional. Perlunya rekaya ulang terhadap birokrat perlu diambil
karena dimasa depan pemerintah akan menghadapi gelombang perubahan, baik dari eksternal
maupun internal. Dari sisi eksternal pemerintah akan menghadapi dampak globalisasi yang kental
dengan persaingan dan loberaliasi arus informasi, investasi, modal, tenaga kerja dan budaya.
Sedangkan dari sisi internal pemerintah akan menghadapi persoalaan seputar masyarakat,
perubahan masyarakat yang lebih cerdas dan semakin banyaknya tuntutan serta kebutuhan
masyarakat yang lebih kompleks.
Reinventing Government Dalam sejarah perkembangan anggaran sektor publik,
pendekatan yang paling banyak digunakan adalah anggaran tradisional, namun dalam
pelaksanaannya, dijumpai banyak kelemahan yang cenderung mengutamakan sistem dan
prosedur, belum berorientasi pada kinerja.Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi
perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang
terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel
dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan
sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan
antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor
publik tersebut adalah pendekatan New Public Management (NPM).

Fokusan NPM:
 Manajemen
 Penilaian Kerja
 Efisiensi

Birokrasi mengaplikasikan prinsip-prinsip organisasi untuk mengefisienkan administrasi.


Menurut Weber, karakter utama struktur birokrasi adalah:
 Spesialisasi
 Organisasi yang hierarkis
 Sistem aturan
 Impersonality
 Struktur karier
 Efisiensi

Namun saat pertama kali munculnya NPM, kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi
mengalami penerununan. Birokrasi dianggap sebagai penyebab tidak efisiennya dan sebagai
penghambat pembangunan. Namun sebagaian masyarakat tetap menilai bahwa birokrasi tetap
harus ada.
Rethinking Government:
adalah upaya menjadikan pemerintah untuk berfikir strategik (Strategic Thingking), bervisi
strategic (Strategic Vision), dan memiliki manajemen Strategik (Strategic Management). Hal
tersebut sangat penting dilakukan pemerintah daerah dalam rangka menciptakan landasan
pembangunan dimasa sekarang dan yang akan datang

Reinventing Government
Adalah transformasi sistem dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan
peningkatan dramatis dalam efektifitas, efesiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan
inovasi. Dengan kata lain mewirausahakan pemerintah.
Perspektif pemerintah menurut Osborne dan Gaebler:
1. Pemerintahan Katalis, fokus pada pengarahan bukan produksi pelayanan publik
2. Pemerintah Milik Masyarakat memberi wewenang pada masyarakat daripada melayani
3. Pemerintah yang kompetitif menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian
pelayanan publik
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi, mengubah organisasi yang digerkkan oleh
Peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi
5. Pemerintahan yang berorientasi hasil, membiayai hasil bukan masukan
6. Pemerintah Berorientasi pada pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan bukan
birokrasi
7. Pemerintahan Wirausaha, mampu memberikan pendapatan dan tidak sekedar
membelanjakan
8. Pemaerintah Antisipatif, berupaya mencegah daripada mengobati
9. Pemerintah Desentralisasi, dari hierarki menuju partisipatif dan tim kerja
10. Pemerintah Berorientasi Pada Mekasnisme Pasar, mengadakan perubahan mekanisme
pasar dan bukandengan mekanisme administratif.
PERTEMUAN III
PARADIGMA BARU PENGELOLAAN KEUANGAN SEKTOT PUBLIK DALAM
MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

Good Govenance
Definisi:
1. World Bank:
“the way state power is used in managing economic and social resources for development
of society”
2. United Nation Development Program (UNDP):
“the exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s
affair at all levels”

Karakteristik menurut UNDP:


1. Paticipation
2. Rules of law 6. Equity
3. Transparency 7. Efficiency and effectiveness
4. Responsiveness 8. Accountability
5. Consensuss orientation 9. Strategic vision
Prinsip Pemerintahan yang baik menurut Council of Europe:
1. Perilaku 8. Inovatif
2. Responsif 9. Keberlanjutan dan orientasi jangka
3. Efisiensi dan Efektivitas panjang
4. Keterbukaan dan Transparansi 10. Pengelolaan Keuangan
5. Peraturan Perundang-undangan 11. Hak Asasi Manusia (HAM)
6. Etika Perilaku 12. Akuntabilitas
7. Kompetensi dan Kapasitas

Tujuan strategi pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah:


1. Strategi pemenuhan tuntutan masyarakat
2. Strategi memperkuat perekonomian daerah

Reformasi yang dilakukan dalam sistem pengeloalaan keuangan:


1. Reformasi Sistem Pembiayaan
2. Reformasi Sistem Penganggaran
3. Reformasi Sistem Akuntansi
4. Reformasi Sistem Pemerikasan
5. Reformasi Sistem Manajemen Keuangan

Peran Akuntansi Sektor Publik Dalam Manajemen Keuangan Daerah:


1. Perencanaan strategik
2. Pemberian informasi biaya
3. Penilaian investasi publik
4. Penganggaran
5. Evaluasi kinerja
PERTEMUAN IV
OTONOMI DAERAH SEKTOR PEMBANGUNAN

Salah satu elemen yang pentinga adalah dalam pembangunan daerah, perbankan dituntut
untuk menjalankan fungsinya secara optimal. Perbankan berfungsi untuk lembaga intermediasi
sebagai penghimpun dana dari para investor lalu menyalurkan dana kepada pihak-pihak yang
mengalami defisit sumber daya ekonomi. Salah satu sasaran pembangunan yang penting adalah
ekonomi inkulsif, yaitu kondisi dimana masyarakat, terutama yang mempunyai keterbatasan
secara ekonomi, memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh kesejahteraan.
Indikator ekonomi inklusif:
1. Adil
2. Partisipatif
3. Pertumbuhan
4. Berkelanjutan
5. Stabil
Salah satu komponen untuk menunjang ekonomi inklusif adalah dengan meninkatkan layanan
perbankan. Kinerja pebankan daerah dalam mendeliver sumber daya ekonomi kepada para pelaku
eknomi untuk mempengaruhi kinerja ekonomi daerah. Oleh karena itu perbankan harus kreatif
dalam upaya pereluasan dan pendalaman pasar. Ekonomi inkulisif dapat didukung oleh keuangan
inklusif. Keuangan inklusif ditunjang oleh sektor jasa keuangan, salah satunya adalah layanan
perbankan baik konvensional dan syariah yang mendominasi di Indonesia. Kinerja perbankan di
daerah dapat mempengaruhi kinerja perekonomian daerah, dengan demikian perbankan di daerah
harus melakukan upaya-upaya kreatif dalam rangka perluasan pasar dan pendalaman pasar serta
meningkatkan literasi keuangan di daerah. Dengan literasi keuangan di daerah mengenai topik
seputar sektor jasa keuangan, diharapkan semakin banyak masyarakat di setiap daerah dapat
memanfaatkan produk perbankan sehingga keuangan inklusif semakin tinggi. Sektor perbankan
juga diharapkan lebih memahami daerahnya, sehingga mampu mengembangkan dan
mengeluarkan produk keuangan yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Perbankan syariah
yang semakin berkembang di Indonesia, juga dapat memberikan kontrbusi pada perekonomian
dalam 2 aspek, yaitu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan inklusif serta stabilitas
perekonomian dan keuangan yang lebih baik. Sehingga, sektor syariah diyakini dapat mendukung
kebijakan pemerintah untuk mencapai kesejahteraan. Selain dari sektor perbankan, sektor jasa
kauangan non-bank seperti lembaga keuangan mikro (LKM) di daerah juga memiliki peran
penting dalam perekonomian dan perbankan, hal itu dibuktikan dengan LKM tidak mendapat
pengaruh banyak pada saat krisis tahun 1997-1998. LKM memiliki fungsi dalam upaya
pengentasan kemiskinan di daerah melalui pemberdayaan usaha mikro dan peningkatan literasi.

Keuangan inklisif memberi banyak manfaat kepada masurakat, pemerintah, regulator dan juga
pihak swasta. Manfaat yang diperoleh sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiensi ekonomi
2. Mendukung stabilitas sistem keuangn
3. Mengurangis shadow banking
4. Mendukung pedalaman pasar keuangan
5. Memberi potensi pasar baru bagi sektor jasa keuangan
6. Mendukung peningkatan Human Development Index (HDI)
7. Berkontribusi positif dalam pertumbuhan ekonomi
8. Mengurangi kesenjangan

Bank Pembangunan Daerah (BPD) berperan penting dalam mendorong tingkat keuangan inlusif
di daerah. BPD merupakan bank pengelola dana dan penyimpan kas pemerintah daerah, dengan
ketersediaan dana tersebut, dapat memberikan likuiditas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan masyarakat di daerah. Namun kelebihan tersebut belum dapat
mengoptimalkan kinerja BPD karena beberapa tandangan berikut ini, yaitu BPD masih belum
optimal dalam hal penyaluran kredit di sektor produktif, struktur organisasi yang belum ideal,
keterbatasan modal, kompetensi SDM yang lemah, lingkungan yang sangat dinamis, persaingan
yang semakin berat, dan lingkungan yang semakin berkembang dengan adanya teknologi dan
revolusi industri. Untuk mengoptimalkannya, BPD menghasilkan produk perbankan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat di daerahnya, berperan dalam menyukseskan program pemerintah
dalam rangka menggerakkan perekonomian, memberi solusi sumber pembiayaan pembangunan,
menyediakan alternatif pembiayaan pembangunan bagi pemerintah daerah. Indonesia yang
mempunyai penduduk lebih dari 250 juta jiwa dan tersebar di 2 juta kilomter persegi mempunyai
tantangan dalam meningkatkan keuangan inklusif. Daerah pinggiran yang masih belum terjangkau
menjadi salah satu tantangannya. Perbankan di daerah dapat menjadi perpanjangan tangan dari
Pemerintah Pusat kepada masyarakat yang berada di daerah.
PERTEMUAN V
IMPLIKASI OTONOMI DAERAH PADA PEMBANGUNAN SEKTOR KESEHATAN
DAN SEKTOR PENDIIDKAN

Saat ini Indonesia menghadapi kondisi produktivitas dan daya saing yang rendah sehingga
menjadi kendala dalam upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.
Untuk menanggulanginya, diperlukan peningkatan Sumber Daya Manusia yang memadai dan
berkualitas tinggi. Cara untuk meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan dengan cara
menjalankan program human capital development (pengembangan SDM) secara terencana,
konsisten, komprehensif, dan berkelanjutan.
Terdapat 2 fokusan dalam perbaikan SDM yaitu:

 Sektor Kesehatan
Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa anggaran yang disiapkan untuk sektor
kesehatan adalah minimal 5% dari APBN dan untuk Pemda Provinsi dan Kabuppatn/Kota
minimal sebesar 10% dari APBD

 Sektor Pendidikan
Dalam UU Nimir 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa anggaran yang disiapkan Pemerintah
Pusat untuk sektor pendidikan adalah minimal 20% dari APBN dan APBD

Namun pada prakteknya, pengkavlingan anggaran dinilai kurang tepat dilakukan, karena
untuk mengalokasikan dana sifatnya fluktuatif dan harus berdasarkan tingkat prioritas.

Selain menggunakan anggaran untuk meningkatkan kualitas SDM, hal lain yang harus
dilakukan adalah dengan membuat bauran kebijakan program yang komprehensif. Program SDM
yang dituju adalah untuk semua kalangan usia, dari masa kandungan hingga usia senja.

Pendidikan dan Keshatan bukan hanya menjadi fokusan dalam Pemerintah Indonesia saja,
melainkan juga oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dalam konsensus yang dilakukan pada
tahun 2015 yang dihadiri oleh 193 kepala negara dan wakil kepala negara mengesahkan Agenda
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs
sendiri mempunyai 17 tujuan, yaitu:
1. Mengakhiri kemiskinan 3. Menjamin kehidupan sehat
2. Menghilangkan kelaparan 4. Menjamin kualitas pendidikan
5. Mencapai kesetaran gender 11. Menjadikan kota inklusif
6. Menjamin air bersih 12. Menjamin produksi dan konsumsi
7. Menjamin energi terjangkau 13. Tanggap perubahan iklim
8. Meningkatkan pertumbuhan 14. Melestarikan sumber daya laut
ekonomi 15. Melindungu ekosistem darat
9. Membangun infrastruktur 16. Menguatkan masyarakat yang
10. Mengurangi kesenjangan antar inklusif
negara 17. Merevitalisasi kemitraan global

World Health Organization (WHO) mebuat sebuah konsepan bernama Universal Health Coverage
yaitu sebuah kondisi dimana seluruh warga negara memiliki akses yang mudah dalam setiap
layanan kesehatan. Dalam cakupannya, UHC memiliki 3 cakupan yaitu:

 Cakupan kepersertaan
 Cakupan layanan
 Cakupan pembiayaan

Tantangan Pembangunan Sektor Kesehatan dalam Era Otonomi Daerah:


1. Permasalahan koordinasi
▪ Diperlukan penetapan prioritas yang jelas dalam hal pembangunan sektor kesehatan
▪ UHC memerlukan intervensi kebijakan (dalam hal perluasan cakupan layanan kesehatan,
pemenuhan pendanaan, dukungan SDM, dan kesiapan dukungan dalam pengadaan dan
penyediaan obat yang diperlukan)

2. Ketersediaan dan alokasi anggaran yang memadai


diperlukan manajemen pengelolaan program yang baik dan efisien untuk pengelolaan
sistem insentif kepada dokter, paramedis, dan penyedia layanan kesehatan

Membangun pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi jangka panjang yang diperlukan.
Pada tahun 2020-2040 Indonesia dipredisksi mempunyai penduduk usia produktif kurang lebih
sebesar 60%. Maka dari itu diperlukannya pendidikan yang baik untuk meningatkan produktifitas,
pendapatan, konsumsi dan tabungan secara signifikan. Namun dalam pelaksanaan desentralisasi
untuk pendidikan Indonesia masih mempunyai beberapa masalah yaitu:
1. SDM yang terbatas & fasilitas kurang memadai untuk pengelolaan pendidikan secara
otonom.
2. Ketimpangan sarana, prasarana, dan dana yang dimiliki antar daerah dalam
menyelenggarakan pendidikan.
3. Kurangnya perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk lebih melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan pendidikan.
4. Masih banyak pemerintah daerah yang mengalokasikan APBD untuk bidang pendidikan
dibawah 20% (tidak sesuai UU No.20/2003 Pasal 49)
Peran Perguruan Tinggi:
 Pendidikan
 Penelitian
 Pengembangan sumber daya aparatur daerah
 Pusat data
 Pengembangan jaringan internasional
 Pemberian konsultasi ekonomi masyarakat
 Pengembangan kesehatan masyarakat
 Pengembangan kebudayaan derah
 Perencanaan pembangunan
 Pengelolaan keuangan daerah
PERTEMUAN VI
MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

Manajemen Keuangan daerah merupakan bagian dari Manajemen Pemerintahan Daerah selain
Manajemen Kepegawaian dan manajemen teknis dari tiap-tiap instansi yang berhubungan dengan
pelayanan public, atau kita sebut dengan Manajemen Pelayanan Publik dan Manajemen
Administrasi Pembangunan Daerah. Manajemen Pelayanan Publik yang dimaksud adalah
pencerminan pemeberian kewenangan wajib atas otonomi daerah dari Pemerintah Pusat. Hal ini,
biasanya tercermin dengan adanya dinas – dinas daerah dan struktur organisasi Pemda yang
berkaitan dengan luas dan ruang lingkup tugas tersebut.

Masa sebelum otonomi daerah dilaksanakan:


 Pemerintah daerah dianggap kurang peka dan tidak responsif
 Besarnya arahan dari pemerintah pusat
 Dampak jangka panjang yang buruk dari sentralisasi mulai terasa
 Ketergantungan fiskal dan subsidi dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

Misi otonomi daerah dan desentralisasi:


1. Efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah
2. Meningkatkan pelayanan umum
3. Memperdayakan masyarkat
Tantangan Otonomi daerah:
 Meningkatkan PAD
 Menyusun perencanaan strategis
 Melayani investor
 Mengelola proses pembangunan
Fungsi manejemen keuangan daerah:
 Pengalokasian potensi sumber-sumber ekonomi daerah;
 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;
 Tolok ukur kinerja dan Standarisasi;
 Pelaksanaan Anggaran yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Akuntansi;
 Laporan Pertanggung Jawaban Keuangan Kepala Daerah; dan
 Pengendalian dan Pengawasan Keuangan Daerah.
Prinsip dasar pengelolaan manajemen daerah:

• Transparansi, adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, serta


pelaksanaan anggaran daerah

• Akuntabilitas, memiliki arti bahwa proses penganggaran harus benar-benar dapat


dilaporkan dan dipertanggung jawabkan
• Value for money, berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran sampai
dengan pertanggungjawaban, yaitu Ekonomi, Efisiensi, dan Efektivitas.

• Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan
kualitas tertentu pada harga yang paling terjangkau

• Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat tersebut dapat menghasilkan output
yang maksimal

• Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target


atau tujuan kepentingan publik

Paradigma anggaran daerah yang diperlukan:


• Anggaran daerah bertumpu pada kepentingan publik
• Anggaran daerah dikelola dengan hasil baik dan biaya rendah
• Anggaran daerah mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional
• Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja

• Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi


terkait

• Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk
memaksimalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value of money.
PERTEMUAN VII
MANAJEMEN PENERIMAAN

Pada awal lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 menimbulkan reaksi
yang beragam terhadap beberapa daerah. Hal ini dakrenakan perbedaan sumber daya yang dimiliki
masing-masing daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki sumber daya yang tinggi tentu saja
akan senang dengan hal ini karena akan mendapat hasil yang lebih besar, tetapi bagi daerah yang
kurang dalam sumber dayanya, tentu saja akan sedikit bermasalah. Dalam pengelolaamya
diperlukan sistem yang baik agar dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.
Dengan sistem yang baik, pemerintah daerah dapat memantau arus kas yang sudah masuk kedalam
rekening daerah maupun yang belum, serta dapat menyederhanakan prosedur administrasi agar
dapat memudahkan bagi masyarakat.
Prinsip Pengendalian intern pemerintah daerah:
 Stewardship
 Accountability

Efek Sentralisasi:
 Membatasi kreativitas daerah
 Membuat daerah terlalu bergantung pada pusat
Intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar dimasa lalu menimbulkan distorsi yang diperparah
dengan masih kuatnya rent seeking dan korupsi yang mengganggu mekanisme pasar.
Masalah dalam pemerintahan daerah:
 Kurangnya sumber daya finansial
 Minimya keterampilan pegawai  Insfrastruktur tidak memadai
 Sistem yang kurang baik  Lemahnya perangkat hukum
 Rendahnya produktifitas pegawai  Rendahnya political will
 Inefisiensi  KKN
 Lemahnya akuntabilitas publik
Strategi yang dapat dilakukan untuk menutupi kesenjangan fiskal:
 Penjualan Jasa Publik
 Perbaikan Administrasi Penerimaan Pendapatan Daerah
 Menaikkan pajak
 Mengoptimalkan penerimaan pajak pusat yang dapat dibagi ke daerah
Ketika daerah ingin meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemda harus memperthatikan
rakyatnya. Tidak dibenarkan jika PAD di suatu daerah besar tetapi masyarakatnya sulit dan
terbebani oleh kebijakan Pemda setempat. Otonomi daerah dimaksudkan bukan untuk
mengekploitasi PAD sehingga membebani masyarakat, tetapi mengelola PAD sebaik mungkin.
Upaya yang dapat dilakukam untuk meningkatakan PAD salah satunya dengan menaikkan pajak
dan retribusi, namun cara ini hanya menjadi piliihan terakhir, karena idealnya masyarakat harus
membayar pajak kepada pajak pusat saja. Pemda dapat saja menambah jenis pajal sesuai aturan
pada UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kriteria pajak baru:
 Bersifat pajak bukan retribusi
 Objek pajak di wilayah daerah
 Objek pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum
 Objek pajak bukan merupakan objek pajak pusat
 Potensi memadai
 Tidak memberi dampak negatif
 Memenuhi aspek keadilan
 Menjaga kelestarian lingkungan
Minimnya PAD dari pajak dapat juga disebabkan oleh lemahnya sistem perpajakan daerah.
Indonesia yang menganut Self assessment system dinilai terlalu pasif dalam megajak masyarakat
untuk taat membayar pajak. Beberapa hal yang harus dibenahi dalam sistem perpajakan anatara
lain:
 Perbaikan administarasi penerimaan (revenue administration)
 Checikng system
 Monitoring pelaporan hasil pengumpulan pajak
 Metode penghitungan potensi pajak
Selain dangan pajak, hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan PAD adalah dengan
mengoptimalkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai penggerak perekonomian daerah,
penyedia layanan umum, dan memberi keuntungan terhadap daerah. BUMD diharapkan mampu
berkontribusi dalam meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) serta menyerap
tenaga kerja untuk meningkatkan tingkat ekonomi daerah.

Anda mungkin juga menyukai