Anda di halaman 1dari 12

Riwayat hidup

Hieronimus lahir di Stridon, sekitar tahun 347 M. Ia adalah warga keturunan Iliria, dan
bahasa ibunya adalah bahasa Iliria. Ia baru dibaptis antara 360–366 M, setelah
berangkat ke Roma bersama sahabatnya, Bonosus (mungkin sama dan mungkin pula
berbeda dari Bonosus yang disebut-sebut oleh Hieronimus sebagai sahabatnya yang
menjadi petapa di sebuah pulau di Laut Adriatik), untuk mendalami
ilmu retorika dan filsafat. Ia berguru pada Aelius Donatus, ahli tata bahasa yang
mengajarinya bahasa Latin dan setidaknya sedikit bahasa Yunani, namun agaknya
pelajaran bahasa Yunani dari Aelius Donatus tidak mencakup pengetahuan mendalam
tentang sastra Yunani yang menurut pengakuan Hieronimus telah ia terima ketika
masih duduk di bangku sekolah.[13]

Santo Hieronimus dalam studinya, karya Domenico Ghirlandaio


Setelah beberapa tahun lamanya di Roma, dia melakukan perjalanan bersama
Bonosus ke Gallia dan menetap di Trier "pada tepian sungai Rhine yang setengah-liar"
tempat dia mempelajari teologi untuk pertama kalinya, dan tempat dia menyalin, bagi
sahabatnya Rufinus, ulasan Hilarus mengenai Kitab Mazmur dan traktat De synodis.
Kemudian dia tinggal selama sekurang-kurangnya beberapa bulan, atau mungkin
beberapa tahun, dengan Rufinus di Aquileia tempat dia menjalin persahabatan dengan
banyak orang Kristen.
Beberapa sahabatnya itu menemaninya tatkala dia melakukan perjalanan sekitar
tahun 373 melewati Trakea dan Asia Kecil menuju Syria Utara. Di Antiokhia, tempat dia
menetap paling lama, dua dari rekan seperjalanannya meninggal dunia dan dia sendiri
sakit parah lebih dari sekali. Pada waktu terbaring sakit inilah (sekitar musim dingin
tahun 373-374) dia mendapat suatu penglihatan yang menyuruhnya untuk
mengesampingkan studi-studi duniawi dan membaktikan dirinya untuk perkara-perkara
Illahi. Tampaknya saat itu dia sudah cukup lama abstain dari studi klasik dan
bersungguh-sungguh mendalami studi Alkitab, berkat dorongan Apollinaris dari
Laodicea yang mengajarinya sampai benar-benar mahir dalam Bahasa Yunani.

St. Hieronimus sedang membaca di pingiran desa, oleh Giovanni Bellini


Karena hasratnya yang menggebu-gebu untuk hidup bermatiraga, selama beberapa
waktu dia tinggal di Gurun Chalcis, arah Barat Daya dari kota Antiokhia, yang dikenal
sebagai Thebaid Syria karena sebagian besar pertapa yang hidup di situ berasal dari
Syria. Selama itu tampaknya dia masih sempat meluangkan waktu untuk studi dan tulis-
menulis. ntuk pertama kalinya dia mencoba mempelajari Bahasa Ibrani di bawah
bimbingan seorang Yahudi yang sudah beralih ke agama Kristen; pada saat itu rupanya
dia telah menjalin hubungan dengan orang-orang Yahudi yang beragama Kristen di
Antiokhia, dan mungkin saja sejak itulah dia tertarik pada Injil Umat Ibrani, yang
menurut kaum Yahudi Kristen tersebut adalah sumber dari Injil Matius yang kanonik.
Setelah kembali ke Antiokhia pada tahun 378 atau 379, dia ditahbiskan oleh Uskup
Paulinus. Rupanya dia tidak berkeinginan untuk ditahbiskan, dan oleh karena itu ia
mengajukan syarat agar diperbolehkan melanjutkan pola hidup bermatiraga setelah
ditahbiskan. Segera setelah itu dia berangkat ke Konstantinopel untuk melanjutkan
studinya dalam bidang Kitab Suci di bawah bimbingan Santo Gregorius Nazianzus.
Tampaknya dia menetap di kota itu selama dua tahun; tiga tahun berikutnya (382-385)
dia di Roma lagi, berhubungan dekat dengan Paus Damasus dan para pemuka
masyarakat Roma yang beragama Kristen. Keberadaannya di Roma mula-mula karena
diundang untuk menghadiri sinode tahun 382 yang digelar dengan tujuan
mengakhiri skisma di Antiokhia, dirinya menjadi sangat penting di mata Sri Paus dan
mendapat tempat terhormat dalam dewan penasehatnya.
Hieronimus, karya Caravaggio.
Salah satu di antara berbagai tugas yang diembannya adalah melakukan revisi
terhadap naskah Alkitab Latin ke Perjanjian Baru berbasis naskah Yunani dan
Perjanjian Lama berbasis naskah Ibrani. Sebelum adanya karya terjemahan
Hieronimus, seluruh terjemahan Kitab Perjanjian Lama didasarkan atas Septuaginta.
Meskipun ditentang oleh warga Kristen lainnya termasuk Agustinus sendiri, dia memilih
untuk menggunakan Kitab Perjanjian Lama Ibrani, bukannya Septuaginta.
Penugasan untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Latin menentukan rentang
kegiatan kesarjanaannya selama bertahun-tahun, dan merupakan pencapaian
terpenting yang berhasil diraihnya. Alkitab yang diterjemahkannya dari Bahasa
Yunani ke dalam Bahasa Latin disebut Vulgata (vulgar) karena menggunakan bahasa
sehari-hari, atau bahasa kasar (vulgar), yang dituturkan masyarakat pada masa itu. Tak
diragukan lagi dia menjadi sangat berpengaruh selama tiga tahun tersebut, bukan saja
karena kadar keilmuannya yang luar biasa, melainkan juga karena karena pola hidup
matiraga ketat dan realisasi cita-cita monastiknya.
Dia dikelilingi sekelompok wanita yang terpelajar dan berasal dari keluarga kaya,
termasuk beberapa wanita dari keluarga bangsawan tertinggi, seperti dua orang janda
Marcella dan Paula serta puteri-puteri mereka, Blaesilla dan Eustochium. Meningkatnya
minat para wanita tersebut pada hidup membiara, dan kritik-kritik Hieronimus yang
gencar terhadap kehidupan kaum klerus sekuler, membuatnya makin dijauhi oleh para
klerus tersebut dan para pendukung mereka. Segera setelah kematian pelindungnya,
Sri Paus Damasus (10 Desember 384), Hieronimus dipaksa melepas jabatannya di
Roma setelah kaum klerus Roma membentuk dewan inkuisisi untuk menyelidiki
kecurigaan akan adanya hubungan yang tidak senonoh antara dirinya dengan si janda
Paula.
Pada bulan Agustus 385, dia kembali ke Antiokhia bersama saudaranya Paulinianus
dan beberapa sahabatnya, dan beberapa waktu kemudian disusul oleh Paula dan
Eustochium, yang telah memutuskan untuk meninggalkan lingkungan bangsawan dan
menghabiskan masa hidup mereka di Tanah Suci. Pada musim dingin
tahun 385 Hieronimus menyertai perjalanan dan bertindak selaku penasehat spiritual
mereka. Bersama Uskup Paulinus dari Antiokhia yang menggabungkan diri kemudian,
para peziarah ini mengunjungi Yerusalem, Betlehem, dan tempat-tempat suci di Galilea,
lalu kemudian berangkat ke Mesir, markas para pahlawan dari hidup bermatiraga.
Di Sekolah Katekese Aleksandria, Hieronimus mendengarkan Seorang katekis
tunanetra, Didymus Si Buta, mengulas tentang Nabi Hosea dan kenangannya tentang
Santo Antonius Agung, yang telah wafat 30 tahun sebelumnya; dia tinggal sebentar
selama beberapa waktu di Nitria, mengagumi kehidupan komunitas yang teratur dari
banyaknya warga "kota Tuhan" itu, namun mendapati bahwa bahkan di tempat
semacam itu sekalipun "bersembunyi ular-ular beludak" yakni pengaruh ajaran
teologi Origenes. Menjelang akhir musim panas tahun 388 dia kembali ke Palestina dan
menetap hingga akhir hayatnya di sebuah bilik pertapaan dekat Betlehem, dikelilingi
beberapa sahabat, pria maupun wanita (termasuk Paula dan Eustochium), sebagai
imam pembimbing rohani dan guru bagi mereka.

Lukisan karya Niccolò Antonio Colantonio, memperlihatkan St. Hieronimus mencabut


duri yang tertancap di telapak kaki seekor singa.
Keperluan hidup sehari-hari dan koleksi buku Hieronimus yang terus bertambah
disediakan berlimpah oleh Paula, hidupnya dibaktikan bagi produksi literatur. Pada
masa 34 tahun terakhir dari kariernya ini muncullah karya-karyanya yang paling
penting—Versi Perjanjian Lama hasil terjemahannya dari naskah asli, ulasan-ulasan
terbaiknya mengenai Kitab Suci, katalog para penulis Kristen yang disusunnya, dan
dialog melawan kaum Pelagian, yang kesempurnaan sastranya diakui bahkan oleh
seorang lawan kontroversial sekalipun. Dalam periode ini pula terbit sebagian besar
polemiknya yang panas, yang membedakannya dari para Bapa Gereja yang ortodoks,
termasuk khususnya traktat-traktat sehubungan dengan kontroversi ajaran Origenes
menentang Uskup Yohanes II dari Yerusalem dan teman lamanya Rufinus. Akibat dari
tulisannya menentang Pelagianisme, sekelompok pendukung Pelagianisme yang
marah menerobos ke dalam bangunan-bangunan biara, membakarnya, menyerang
para penghuninya dan membunuh seorang diakon. Huru-hara yang pecah pada
tahun 416 ini memaksa Hieronimus mengamankan diri di hutan sekitarnya.
Hieronimus meninggal dunia di dekat kota Betlehem pada tanggal 30 September 420.
Tanggal kematiannya diperoleh dari kitab Chronicon karya Santo Prosper
dari Aquitaine. Jenazahnya mula-mula dimakamkan di Betlehem, dan konon kemudian
dipindahkan ke gereja Santa Maria Maggiore di Roma, meskipun berbagai tempat di
Barat mengaku memiliki relikui Hieronimus—katedral di Nepi, Italia mengaku
menyimpan kepalanya, yang menurut tradisi lain tersimpan di Biara Kerajaan Spanyol,
San Lorenzo de El Escorial, Madrid.

Karya tulis[

St Jerome, karya Michelangelo Merisi da Caravaggio, 1607, di St John's Co-


Cathedral, Valletta, Malta
Hieronimus adalah seorang "sarjana" yang saat itu mengindikasikan kefasihan
berbahasa Yunani. Ia mengenal sedikit bahasa Ibrani ketika mulai mengerjakan proyek
penerjemahannya, kemudian pindah ke Yerusalem untuk memperkuat pengetahuannya
mengenai komentari kitab suci Yahudi. Seorang bangsawan Romawi yang kaya, Paula,
membiayai kehidupannya di sebuah biara di Betlehem dan ia menyelesaikan
terjemahannya di sana. Ia mulai tahun 382 dengan mengkoreksi versi Perjanjian
Baru bahasa Latin yang ada saat itu, yang sekarang disebut Vetus Latina. Pada tahun
390 ia berpindah menerjemahkan Alkitab Ibrani dari bahasa Ibrani asli, setelah
sebelumnya menerjemahkan bagian-bagian dari Septuaginta yang datang
dari Aleksandria. Ia percaya bahwa arus utama Yudaisme Rabinik telah menolak
Septuaginta yang dianggap sebagai teks kitab suci Yahudi tidak sah karena apa yang
dipastikan sebagai kesalahan penerjemahan karena unsur-unsur Hellenistik heretik. Ia
menyelesaikan karya ini tahun 405. Sebelum versi Vulgata karya Hieronimus, semua
terjemahan Latin Perjanjian Lama didasarkan pada Septuaginta, bukan naskah bahasa
Ibrani. Keputusan Hieronimus menggunakan teks bahasa Ibrani bukannya teks bahasa
Yunani Septuaginta berlawanan dengan nasihat kebanyakan orang Kristen lain,
seperti Augustinus, yang berpikir bahwa Septuaginta diilhami secara ilahi. Sarjana
modern kadang-kadang meragukan kualitas pengetahuan bahasa Ibrani Hieronimus.
Banyak sarjana modern percaya bahwa Hexapla bahasa Yunani merupakan sumber
utama terjemahan "iuxta Hebraeos" Hieronimus untuk Perjanjian Lama. Namun, studi-
studi yang cermat menunjukkan bahwa sampai tingkat tertentu Hieronimus adalah ahli
bahasa Ibrani yang kompeten.
Saint Jerome, artis Belanda Selatan yang tidak dikenal, 1520, Hamburger Kunsthalle
Selama 15 tahun kemudian, sampai kematiannya, Hieronimus menghasilkan
sejumlah komentari mengenai Alkitab, sering menjelaskan pilihan terjemahannya dalam
menggunakan teks bahasa Ibrani daripada terjemahan Yunani yang meragukan.
Komentari patristik yang dibuatnya sejalan erat dengan tradisi Yahudi, dan ia senang
menggunakan seluk beluk alegoris dan mistik seperti gaya Filo dan sekolah
Aleksandria. Tidak seperti rekan-rekan sebayanya, ia menekankan perbedaan antara
"apocrypha" (apokrif) Alkitab Ibrani dan Hebraica veritas untuk kitab-kitab protokanonik.
Dalam prolog Vulgata, ia menjabarkan sejumlah bagian kitab dalam Septuaginta yang
tidak ditemukan dalam Alkitab Ibrani, karena dianggap non-Kanonik (ia
menyebutnya apocrypha); ia menyebut nama Kitab Barukh dalam bagian "Pendahuluan
Kitab Yeremia" (Prologue to Jeremiah) dan mencatat bahwa kitab itu tidak dibaca
maupun disimpan di antara kitab-kitab Ibrani, tetapi tidak secara eksplisit menyebutnya
apokrif atau "tidak di dalam kanon". Pada "Pendahuluan Kitab Samuel dan Raja-raja"
(Preface to The Books of Samuel and Kings) termuat pernyataan ini, yang umumnya
disebut Helmeted Preface:
Pendahuluan untuk Kitab-kitab Suci ini dapat digunakan sebagai suatu perkenalan
“helmeted” bagi semua kitab yang kita alihkan dari bahasa Ibrani ke bahasa Latin,
sehingga kita boleh diyakinkan bahwa apa yang tidak ditemukan dalam daftar kita harus
ditempatkan di antara tulisan-tulisan Apokrif. Kebijaksanaan, karenanya, yang biasanya
memuat nama Salomo, dan kitab Yesus bin Sirakh, dan Yudit, dan Tobit (Tobias),
dan Gembala tidak masuk dalam kanon. Kitab pertama Makabe (1 Makabe) ditemukan
dalam bahasa Ibrani, yang kedua dalam bahasa Yunani, karena dapat dibuktikan dari
gaya masing-masing.
Meskipun Hieronimus pernah curiga terhadap apokrif, dikatakan bahwa kemudian ia
memandangnya sebagai Kitab Suci. Misalnya, dalam surat Hieronimus
kepada Eustochium ia mengutip Sirakh 13:2,[20] di bagian lain Hieronimus juga merujuk
kepada Barukh, Kisah Susana dan Kebijaksanaan sebagai kitab suci.[21][22][23]
Jerome in the desert, disiksa oleh kenangannya mengenai gadis-gadis penari,
karya Francisco de Zurbarán. Roma.
Komentari Hieronimus dapat digolongkan menjadi 3 kelompok:

 Terjemahan atau pemaparan ulang naskah bahasa Yunani para pendahulunya,


termasuk 14 homili mengenai Kitab Yeremia dan 14 untuk Kitab
Yehezkiel karya Origenes (diterjemahkan ~ 380 di Konstantinopel); dua homili
Origenes mengenai Kidung Agung (di Roma, ~ 383); dan 39 mengenai Injil
Lukas (~389, di Betlehem). Sembilan homili Origenes mengenai Kitab
Yesaya termasuk di antara karya yang tidak dikerjakan olehnya. Perlu disebutkan,
sebagai suatu kontribusi penting mengenai topografi Palestina, bukunya De situ et
nominibus locorum Hebraeorum, suatu terjemahan dengan tambahan dan
penghilangan yang patut disesalkan dari Onomasticon karya Eusebius. Pada
periode yang sama (~ 390) juga dihasilkan Liber interpretationis nominum
Hebraicorum, berdasarkan karya yang rupanya berasal dari Filo dan dikembangkan
oleh Origenes.
 Komentari asli mengenai Perjanjian Lama. Sampai periode sebelum tinggal di
Betlehem dan lima tahun berikutnya ada satu serial studi pendek Penjanjian
Lama: De seraphim, De voce Osanna, De tribus quaestionibus veteris
legis (biasanya termasuk di antara surat-surat sebagai 18, 20, dan 36); Quaestiones
hebraicae in Genesim; Commentarius in Ecclesiasten; Tractatus septem in Psalmos
10–16 (hilang); Explanationes in
Michaeam, Sophoniam, Nahum, Habacuc, Aggaeum. Setelah tahun 395 ia menulis
satu seri komentari yang lebih panjang, meskipun agak acak-acakan: pertama
mengenai Yunus dan Obaja (396), kemudian Yesaya (~ 395-~ 400), mengenai
Zakharia, Maleakhi, Hosea, Yoel, Amos (sejak 406), Daniel (~
407), Yehezkiel (antara 410 dan 415), dan Yeremia (setelah 415, dibiarkan tidak
selesai).
 Komentari Perjanjian Baru. Ini termasuk hanya Filemon, Galatia, Efesus,
dan Titus (disusun terburu-buru 387–388); Matius (didiktekan semalam,
398); Markus, perikop-perikop tertentu dalam Lukas, Wahyu, dan sebuah prolog Injil
Yohanes.
Tulisan sejarah dan hagiografi

Pada abad pertengahan, Hieronimus sering digambarkan di luar sejarah sebagai


seorang kardinal.
Hieronimus juga dikenal sebagai seorang sejarawan. Salah satu karya sejarah awal
yang dibuatnya adalah Chronicon ("Tawarikh") atau Temporum liber, disusun sekitar
tahun 380 di Konstantinopel; ini merupakan terjemahan ke dalam bahasa Latin dari
tabel-tabel kronologi yang meliputi bagian kedua Chronicon karya Eusebius, dengan
suatu suplemen yang mencakup periode tahun 325 sampai 379. Meskipun ada
sejumlah kesalahan diambil alih dari karya Eusebius, dan sejumlah dari dirinya sendiri,
karya ini sangat berharga, kalaupun hanya untuk dorongan yang diberikannya kepada
para penyusun tawarikh berikutnya seperti Prosper, Cassiodorus, dan Victor of
Tunnuna untuk melanjutnya annal-nya itu.
Karya yang juga sangat penting adalah De viris illustribus ("Perihal Tokoh-tokoh
Terkemuka"), yang ditulis di Betlehem pada tahun 392, judul dan pengaturannya
dipinjam dari karya Suetonius mengenai kaisar-kaisar Romawi. Memuat biografi singkat
dan catatan literatur dari 135 penulis Kristen, mulai dari Santo Petrus sampai
Hieronimus sendiri. Untuk 78 penulis pertama, sumber utamanya adalah karya
Eusebius (Historia ecclesiastica); bagian kedua, sejak Arnobius dan Lactantius, ia
memasukkan sejumlah besar informasi independen, khususnya untuk penulis-penulis
barat.
Empat karya bersifat hagiografi adalah:

 Vita Pauli monachi yang ditulis selama masa tinggal pertama di Antiokhia (~ 376),
bahan legenda yang diturunkan dari tradisi monastik Mesir;
 Vitae Patrum (Vita Pauli primi eremitae), sebuah biografi Santo Paulus dari Thebes;
 Vita Malchi monachi captivi (~ 391), kemungkinan berdasarkan karya sebelumnya,
meskipun tertulis diturunkan dari komunikasi lisan seorang asketik tua Malkhus dari
Siria asalnya disampaikan kepadanya di padang gurun Chalcis;
 Vita Hilarionis, (~391), memuat bahan sejarah yang lebih tepercaya dibandingkan
dua sebelumnya, dan sebagian didasarkan pada biografi Epifanius dan sebagian
dari tradisi lisan.
Yang disebut Martyrologium Hieronymianum tidak jelas asal-usulnya; rupanya disusun
oleh seorang biarawan barat menjelang akhir abad ke-6 atau awal abad ke-7, dengan
rujukan pada suatu pernyataan Hieronimus pada bab pembuka Vita Malchi, di mana ia
berbicara hendak menulis sejarah para orang kudus dan martir dari zaman Apostolik.
Surat-surat

Santo Hieronimus karya Matthias Stom


Epistolae atau surat-surat Hieronimus, yang memuat beragam pokok bahasan dan
menggunakan gaya bahasa yang bermutu, merupakan bagian penting dari khazanah
karya tulis yang ia tinggalkan. Pilihan kata dan susunan kalimat yang ia gunakan
manakala membahas permasalahan-permasalahan ilmiah, atau membabarkan
penjelasan mengenai perkara-perkara hati nurani, membesarkan hati orang-orang yang
terzalimi, atau menyanjung sahabat-sahabatnya, mengecam kelemahan dan kerusakan
akhlak yang terjadi pada zamannya serta mencerca pelanggaran susila di kalangan
rohaniwan,[24] mengimbau orang untuk memilih jalan hidup bertarak dan berpaling
dari keduniawian, atau pun ketika beradu argumen teologis dengan lawan-lawannya,
tidak saja memperlihatkan gambaran yang jelas tentang alam pikiran Hieronimus tetapi
juga menyingkap tahap-tahap kematangan usianya beserta ciri khasnya masing-
masing. Karena tidak adanya batasan yang jelas antara surat-surat pribadi dan surat-
surat yang dimaksudkan untuk disebarluaskan, di dalam surat-surat itu seringkali
didapati pesan-pesan pribadi maupun risalah-risalah yang ditujukan bagi pihak-pihak
selain si penerima surat.
Karena sudah lama menetap di Roma dan bergaul dengan keluarga-keluarga Romawi
kalangan atas yang kaya raya, Hieronimus kerap diminta oleh perempuan-perempuan
yang telah mengikrarkan kaul kemurnian untuk menuliskan wejangan tentang cara
hidup yang sepatutnya mereka terapkan. Untuk menanggapi permintaan perempuan-
perempuan ini, Hieronimus akhirnya meluangkan banyak waktu untuk
berkorespondensi dengan mereka, berkenaan dengan pantangan-pantangan dan
praktik-praktik gaya hidup tertentu. Wejangan-wejangannya meliputi tata cara
berbusana yang pantas, interaksi-interaksi yang semestinya dilakukan beserta cara
bertingkah laku yang pantas dalam interaksi-interaksi itu, dan meliputi pula jenis-jenis
santapan beserta adab bersantap. Surat-suratnya yang paling sering dicetak ulang atau
dirujuk adalah surat-surat yang bersifat hortatif (bujukan), misalnya Epistola 14, Ad
Heliodorum de laude vitae solitariae; Epistola 22, Ad Eustochium de custodia
virginitatis; Epistola 52, Ad Nepotianum de vita clericorum et
monachorum, semacam epitome (ikhtisar) teologi pastoral dari sudut pandang asketis;
Epistola 53, Ad Paulinum de studio scripturarum; Epistola 57, yang juga ditujukan
kepada Paulinus, De institutione monachi; Epistola 70, Ad Magnum de scriptoribus
ecclesiasticis; dan Epistola 107, Ad Laetam de institutione filiae.

 Surat kepada Dardanus (Epistola 129)


Engkau dapat memerinci Tanah Perjanjian Musa dari Kitab Bilangan (bab 34)
sebagai berikut: batas selatannya adalah bentangan gurun yang disebut Sina, di
antara Laut Mati dan kota Kadesy-Barnea, [yang terletak bersama-sama Arabah di
sebelah timur] dan terus ke barat, sampai ke Sungai Mesir, yang bermuara ke laut
lepas di dekat kota Rinokolara; batas baratnya adalah laut di sepanjang pesisir
Palestina, Fenisia, Koile-Siria, dan Kilikia; batas utaranya adalah lingkaran yang
terbentuk oleh jajaran Pegunungan Taurus dan Zefirium dan terus ke Hamath, yang
disebut Epifani-Siria; batas timurnya adalah kota Antiokhia Hipos dan Danau
Kineret, yang kini disebut Tiberias, dan terus ke Sungai Yordan yang bermuara ke
Laut Garam, yang kini disebut Laut Mati.

Penerimaan atas Hieronimus dalam Kekristenan di kemudian hari

Santo Hieronimus, karya Peter Paul Rubens, 1625–1630


Tak dapat disangkal lagi Hieronimus menempati peringkat yang sama dengan Bapa-
Bapa Gereja Barat yang paling terpelajar. Dalam Gereja Katolik Roma, dia diakui
sebagai santo pelindung para penerjemah, para pustakawan dan para ensiklopedis.
Dia lebih unggul dari Bapa-Bapa Gereja Barat lainnya teristimewa dalam penguasaan
Bahasa Ibrani yang dicapainya berkat belajar keras, dan yang dipertuturkannya dengan
lancar. Memang benar bahwa dia sungguh-sungguh menyadari keunggulannya, dan
tidak sepenuhnya bebas dari godaan untuk kurang menghargai atau meremehkan
saingan-saingannya dalam bidang sastra, khususnya Ambrosius.

Kata-kata mutiara
Penyangkalan terhadap Kitab Suci adalah penyangkalan terhadap
Kristus. (Prolog Hieronimus untuk “ulasan mengenai Kitab Nabi Yesaya”)
Baik, lebih baik, terbaik. Janganlah beristirahat, sampai yang baik darimu
menjadi yang lebih baik, dan yang lebih baik darimu menjadi yang terbaik."

Hieronimus dalam seni rupa

Patung Santo Hieronimus, Betlehem, Otoritas Palestina, Tepi Barat


Dalam seni rupa, Hieronimus seringkali ditampilkan sebagai salah satu dari
empat doktor Gereja Latin, bersama-sama dengan Agustinus dari
Hipo, Ambrosius, dan Paus Gregorius I. Sebagai rohaniwan yang terkemuka dari
Gereja Roma, ia seringkali secara anakronistis digambarkan dalam busana
khas kardinal. Bahkan saat digambarkan sebagai seorang anakorit (petapa)
setengah telanjang yang hanya memiliki salib, tengkorak, dan Alkitab sebagai
perlengkapan biliknya, topi merah atau benda-benda lain yang menunjukkan
statusnya sebagai seorang kardinal senantiasa ditampilkan dalam gambar itu.
Semasa hidupnya, jabatan kardinal belum ada. Akan tetapi pada Abad
Pembaharuan dan Zaman Barok, lazimnya panitera Sri Paus adalah seorang
kardinal (Hieronimus adalah panitera Paus Damasus), dan oleh karena itulah
benda-benda yang menjadi ciri khas seorang kardinal ikut pula ditampilkan
dalam karya-karya seni rupa yang menggambarkan sosok Hieronimus.
Ia juga kerap digambarkan bersama seekor singa, mengacu pada hagiografi
populer yang meriwayatkan bahwa Hieronimus pernah menjinakkan seekor
singa di padang gurun dengan mengobati luka di kaki satwa buas itu. Riwayat ini
mungkin bersumber dari cerita rakyat Romawi abad ke-2 tentang Androkles,
atau mungkin pula bersumber dari riwayat Santo Gerasimus yang keliru
dianggap sebagai orang yang sama dengan Hieronimus (nama "Gerasimus"
mirip dengan "Geronimus", yakni nama Hieronimus menurut ejaan bahasa Latin
periode akhir).[29][30][31] Hagiografi-hagiografi Hieronimus meriwayatkan bahwa ia
hidup selama bertahun-tahun di padang gurun Suriah, dan para seniman kerap
menggambarkan sosoknya dengan latar belakang "alam liar", yang bagi para
pelukis Eropa dapat saja berwujud hutan atau rimba.
Santo Hieronimus di ruang kerjanya karya sanggar lukis Pieter van Aelst
Santo Hieronimus juga sering digambarkan bersama-sama dengan
motif vanitas, lambang kesia-siaan kehidupan duniawi serta kefanaan harta
benda dan segala ikhtiar duniawi. Dalam lukisan abad ke-16, Santo Hieronimus
di ruang kerjanya, karya sanggar lukis Pieter Coecke van Aelst, Santo
Hieronimus digambarkan bersama-sama sebuah tengkorak manusia. Pada
dinding di belakangnya terpampang dua patah kata peringatan, Cogita
Mori (renungkanlah maut). Motif-motif vanitas lain yang ditampilkan dalam
penggambaran sosok Hieronimus berkaitan dengan konsep berlalunya waktu
dan mutlaknya kematian yang mengingatkan orang pada hari penghakiman
terakhir. Gagasan-gagasan ini ditampilkan dalam wujud Alkitab, lilin, dan jam
pasir.
Kadang-kadang Hieronimus digambarkan bersama seekor burung hantu,
lambang kebijaksanaan dan kecendekiawanan. Media tulis dan sangkakala hari
penghakiman terakhir juga menjadi bagian dari ikonografinya. Hari Santo
Hieronimus dirayakan sebagai sebuah peringatan setiap tanggal 30 September

Anda mungkin juga menyukai