Anda di halaman 1dari 8

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

TUJUAN :
Mahasiswa mampu memahami, mengerti dan dapat melakukan pemeriksaan fisik
abdomen

LEARNING OBYEKTIF :
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen

ALAT DAN BAHAN :


1. Stetoskop

REFERENSI :
1. Douglas, G,. Nicol, F,. and Robertson, C. 2006. Macleod’s Clinical Examination.
Eleventh Edition. Limited. UK. Harcourt Publishers Limited.
2. Ford, J.M,. Hennessey, I,. and Japp, A. 2005.Introduction to Clinical Examination.Eight
Edition. Elsevier Limited. UK. Harcourt Publishers Limited.
3. Goldberg and Thompson, J. 2005. Exam of The Abdomen In A Practical Guide to
Clinical Medicine. UCSD School of Medicine and VA Medical Center. University of
California. San Diego. http:///medicine.ucsd.edu/clinicalmed/abdomen.htm.
didownload 30 Agustus 2007.
4. Swartz, M.H. 1995. Textbook of Physical Diagnosis. Philadelphia. WB Saunders
Company.

TEORI :
Abdomen merupakan rongga badan di bawah diafragma sampai dengan dasar
pelvis. Ketrampilan pemeriksaan fisik abdomen sangat diperlukan mengingat beberapa
kelainan di abdomen dapat menimbulkan penjalaran nyeri ke area lain (refered pain).
Untuk tujuan deskriptif rongga abdomen biasanya dibagi menjadi empat kuadaran.,
yakni kuadran kanan atas, kanan bawah, dan kuadran kiri atas dan kiri bawah. Pada
sistem pembagian yang lain abdomen dibagi menjadi 9 bagian (Gambar 1).
Gambar 1. Pembagian kuadran abdomen

Prosedur Umum:
1. Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa memberi salam, memperkenalkan diri,
melakukan anamnesis, meminta inform consent dan cuci tangan dengan 7 langkah
cuci tangan.
2. Pemeriksa menyiapakan peralatan dan mempersiapkan ruang periksa yang tenang
dan terang
3. Pemeriksa menjelaskan prosedur yang akan dilakukan dan pasien diminta untuk
mengosongkan kandung kemih terlebih dahulu
4. Pasien disiapkan agar berbaring dengan rileks dengan kedua kaki ditekuk dan baju
pasien di buka secukupnya, bagian bawah tubuh diselimuti untuk meminimalkan
risiko kedinginan.
5. Agar pasien merasa nyaman sebaiknya tangan pemeriksa dalam kondisi hangat.
Menggosokkan kedua tangan akan membantu menghangatkan tangan
6. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah yang terasa sakit dan memeriksa
daerah tersebut terakhir.
7. Lakukan pemeriksaan dengan perlahan, hati-hati, lege artis dan senyaman mungkin
bagi pasien. Hindarkan gerakan yang cepat dan tiba-tiba.
8. Monitor pemeriksaan Anda dengan memperhatikan muka/ekspresi penderita. Jika
perlu, periksalah sembari mengajak pasien berbicara
9. Setelah melakukan pemeriksaan lakukan cuci tangan 7 langkah, tuliskan hasil
pemeriksaan di rekam medis, dan sampaikan hasil pemeriksaan dengan sebaik-
baiknya.
Prosedur Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi
Inspeksi abdomen merupakan hal awal yang penting untuk dikerjakan. Mulailah
menginspeksi dinding abdomen dari posisi berdiri di sebelah kanan penderita. Apabila
akan memeriksa gerakan peristaltik, sebaiknya dilakukan dengan duduk atau agak
membungkuk sehingga anda dapat melihat dinding abdomen secara tangensial.

Gambar 3. (kiri) Teknik Inspeksi (kanan) herniasi


umbilicus

Pengamatan abdomen meliputi:


a. Simetrisitas: dalam situasi normal dinding perut tampak simetris pada posisi
telentang. Adanya tumor, abses, maupun pelebaran setempat lumen usus dapat
membuat perut terlihat tidak simetris.
b. Bentuk dan Kontur : Pada orang normal kontur abdomen adalah rata (flat) mulai
dari xiphoid sampai symphisis pubis dan umbilikus terletak di tengah. Bentuk yang
cembung mungkin disebabkan oleh asites (frog shape) maupun abdomen yang
distensi karena gas dalam pencernaan akibat obstruksi usus. Penonjolan suprapubik
bisa disebabkan karena kehamilan atau kandung kencing yang penuh. Tonjolan
asimetri mungkin terjadi karena pembesaran organ setempat atau massa. Bentuk
abdomen dipengaruhi oleh jaringan lemak subkutan atau intraabdomen dan juga
otot dinding perut. Perut seorang atlet atau orang yang terlatih terlihat rata,
kencang dan kontur otot rectus abdominalis tampak jelas. Pada keadaan starvasi
bentuk dinding perut cekung yang disebut skopoid dan gerakan peristaltic usus
dapat terlihat.
c. Warna kulit: Perhatikan apakah terdapat lesi kulit, memar, ruam, atau scar/luka
bekas operasi/ akibat ulserasi/akibat luka lainnya. Pada ibu hamil dan orang gemuk
dapat ditemukan adanya striae. Cullen’s sign merupakan edema dan diskolorisasi
jaringan lemak di sekitar umbilicus yang menunjukkan adanya pankreatitis akut,
perdarahan organ retroperitoneal, dan intraabdomen.
d. Umbilikus : perhatikan bentuk dan lokasinya, dan apakah ada tanda-tanda
inflamasi atau herniasi. Pada pasien dengan masive ascites dapat terjadi penonjolan
umbilicus.
e. Peristaltik usus : Pada orang normal umumnya gerakan peristaltik usus tidak
terlihat, namun pada pasien dengan obstruksi usus atau pyloric, gerakan ini dapat
terlihat. Adanya gerakan peristaltic usus yang terlihat menunjukkan adanya
hiperperistaltik dan dilatasi lumen akibat obstruksi usus akibat tumor,
perlengketan, strangulasi, maupun skibala.
f. Bentukan khusus : Pada kasus sirosis hepatis dapat ditemukan
pelebaran vena yang berkelok-kelok di sekitar umbilicus yang disebut
sebagai caput medusa. Pulsasi arteri yang tampak di dinding abdomen dapat
menandakan adanya aneurisma aorta maupun pada orang yang kurus.

2. AUSKULTASI
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan
kemungkinan adanya gangguan vaskuler. Auskultasi abdomen dilakukan sebelum
melakukan perkusi dan palpasi karena kedua pemeriksaan tersebut dapat
mempengaruhi frekuensi suara usus.
a. Letakkan diafragma dari stetoskop dengan lembut pada abdomen
b. Lakukan auskultasi secara sistematis pada setiap kuadran
c. Dengarkanlah suara usus, dan perhatikan frekuensi dan karakternya, suara yang
normal terdiri dari click dan gurgles, dengan frekuensi kira-kira 5 sampai 35 kali per
menit. Kadang-kadang pemeriksa dapat mendengar borborigami, yaitu gurgles yang
panjang. Suara usus ini dapat berubah meningkat pada diare atau sumbatan usus.
Apabila tidak terdengar suara usus seperti pada kasus peritonitis, dengarlah sampai
sekitar 3 menit untuk memastikan bahwa suara usus memang benar-benar tidak
ada.
d. Untuk mendengarkan suara dengan nada yang lebih tinggi pergunakan bagian bel
dari stetoskop, misalnya untuk mendengar bunyi metallic sound yang timbul akibat
hiperperistaltik usus karena adanya obstruksi usus akut.
e. Dengarkan adakah bising (bruit). Tiap kuadran harus diperiksa untuk mengetahui
adanya bising ini. Pada penderita dengan hipertensi, periksalah daerah epigastrium
dan daerah kuadran kanan dan kiri atas, apakah ada bising. Bising pada sistole dan
diastole pada penderita hipertensi menunjukkan adanya stenosis arteria renalis.
Sedangkan bising sistole saja pada epigastrium dapat terdapat pada orang normal.
3. PERKUSI
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk memperkirakan ukuran hepar,
dan kadang-kadang lien, menemukan asites, mengetahui apakah suatu masa padat atau
kistik, dan untuk mengetahui adanya udara pada lambung dan usus.
a. Orientasi Umum
1) Lakukanlah perkusi pada keempat kuadran untuk memperkirakan distribusi
suara timpani dan redup. Biasanya suara timpanilah yang dominan karena
adanya gas pada saluran gastrointestinal. Cairan dan faeces menghasilkan suara
redup.
2) Suara redup pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites.
b. Perkusi Hepar (menentukan liver span)
Perkusi pada hepar dilakukan untuk menentukan batas-batas hepar.
1) Lakukanlah perkusi mulai ICS II sepanjang garis midklavikula kanan ke arah
bawah sampai terdengar suara redup maka didapatkan batas atas hepar.
2) Lanjutkan dengan perkusi mulai dari bawah (kuadran kanan bawah) ke arah
atas sampai terdengar suara redup, maka didapatkan batas bawah hepar.
3) Ukurlah berapa sentimeter panjang daerah redup hepar tersebut. Batas atas dan
bawah hepar pada dewasa normal kurang lebih 10-12 cm. Kurang dari angka
normal kemungkinan pasien menderita sirosis, namun jika lebih dari batas
tersebut kemungkinan pasien mengalami hepatomegali.
Gambar 4. Teknik perkusi liver

c. Perkusi Lien
Lien yang normal terletak pada lengkung diafragma (kurang lebih ICS X kiri),
disebelah posterior garis mid axiler (Traube space). Mulailah perkusi dari daerah ini ke
arah medial hingga ada perubahan suara. Perkusi pada orang normal di area Traube’s
space ini akan menghasilkan suara timpani. Apabila membesar, lien akan membesar
ke arah depan, ke bawah dan ke medial, menggantikan suara timpani dari lambung dan
kolon, menjadi suara redup.

d. Pemeriksaan Ascites
Perkusi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya asites pada penderita yang
dicurigai. Perkusi dilakukan secara khusus untuk mengetahui adanya suara redup yang
berpindah (shifting dullness).
a) Pasien diminta berbaring telentang, pemeriksa mengetuk dari umbilicus ke arah
lateral, menentukan batas timpani dan redup. Batas timpani ada di atas batas
redup. Ini disebabkan oleh gas di dalam usus berada di atas puncak asites,
sementara cairan asites akan menempati tempat terendah.
b) Pasien kemudian diminta untuk berbaring miring pada sisi tubuhnya, dan
pemeriksa kemudian menetukan kembali batas-batas bunyi perkusi. Jika ada
asites, redup akan berpindah ke posisi yang lebih rendah; daerah di sekitar
umbilikus yang mula-mula timpani sekarang akan menjadi redup
Gambar 5. Ascites

4. PALPASI
Palpasi pada abdomen biasanya dibagi menjadi : Palpasi ringan, Palpasi dalam,
Palpasi hati, Palpasi limpa dan Palpasi ginjal
a. Palpasi ringan
Palpasi ringan (superficial) berguna untuk mengetahui adanya ketegangan otot,
nyeri tekan abdomen, dan beberapa organ dan massa superfisial.
1) Posisi tangan dan lengan bawah horisontal, dengan menggunakan telapak ujung jari-
jari secara bersama-sama
2) Lakukanlah gerakan menekan yang lembut, dan ringan. Jangan lupa menghangatkan
tangan. Hindarkan suatu gerakan yang mengentak.
3) Lakukan palpasi superfisial secara menyeluruh dengan sistematis diseluruh
permukaan abdomen.
4) Tentukan tonus otot dan adanya pembengkakan atau tonjolan permukaan abdomen.
5) Periksalah apakah terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas tekan
6) Carilah adanya masa satu organ, daerah nyeri tekan atau daerah yang tegangan
ototnya lebih tinggi (spasme). Apabila terdapat tegangan, carilah apakah ini disadari
atau tidak, dengan mencoba cara merelakskan penderita, dan melakukan palpasi
pada waktu ekspirasi
7) Pada pasien yang mudah geli, mungkin berguna jika tangannya diletakkan di atas
tangan pemeriksa
Gambar 6. Teknik palpasi ringan

b. Palpasi dalam
Palpasi dalam biasanya diperlukan untuk menentukan ukuran organ dan memeriksa
masa di abdomen.
1) Gunakan permukaan pallar dari ujung jari, lakukan palpasi dalam untuk mengetahui
adanya masa, tentukanlah lokasinya, ukurannya, bentuknya, konsistensinya,
mobilitasnya, apakah terasa nyeri pada tekanan.
2) Apabila palpasi dalam sulit dilakukan (misalnya pada obesitas atau otot yang
tegang), gunakan dua tangan, satu di atas yang lain
3) Selama palpasi dalam, pasien harus disuruh untuk bernafas perlahan-lahan melalui
mulutnya dan meletakkan kedua lengannya pada sisi tubuhnya.
4) Mintalah pasien untuk membuka mulutnya selama bernapas agaknya membantu
relaksasi otot secara umum
5) Untuk merelaksasikan otot perut dapat juga dilakukan dengan menyuruh pasien
memfleksikan kedua lututnya.
6) Mengetahui adanya iritasi peritoneal. Nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen,
lebih-lebih bila disertai spasme otot, menunjukkan adanya inflamasi dari
peritoneum periatale.
7) Temukanlah daerah ini setepatnya. Sebelum melakukan palpasi, mintalah penderita
untuk batuk, dan temukanlah letak rasa sakitnya.
8) Kemudian, lakukan palpasi secara lembut dengan satu jari untuk menentukan
daerah nyeri. Atau, lakukanlah pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri lepas.
9) Tekan jari anda pelan-pelan dengan kuat, kemudian tiba-tiba lepaskan tekanan
anda.
10)Apabila pada pelepasan tekanan juga timbul rasa sakit (tidak hanya pada
penekanan), dikatakan bahwa nyeri lepas tekan positif. Oleh karena nyeri
generalisata akan timbul pada pasien dengan peritonitis, maka pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan pada akhir pemeriksaan abdomen.

Anda mungkin juga menyukai