Fern Test Fix
Fern Test Fix
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
OLEH :
C11112822
PEMBIMBING:
dr. Sardina
SUPERVISOR:
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………,………….…………i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………...…………ii
DAFTAR ISI…………………...………………………………………………..iii
PENDAHULUAN………………………………………………………………...1
TINJAUAN PUSTAKA……………………………..............................................
KESIMPULAN…………………………………………………………………15
iii
BAB I : PENDAHULUAN
Mucus serviks terdiri daripada cairan (95-99%) ion, enzim, protein yang
bersifat bakterisidal, protein plasma, dan musin. Sekresi mucus serviks mengisi
pembukaan dari kanalis serviks dan berkontribusi kepada fungsi serviks sendiri;
mengelakkan masuknya pathogen secara ascending dan juga membantu
pergerakan sprema ke tiub Falopian. Fungsi mucus serviks terkait rapat dengan
fase-fase dari siklus menstruasi. 1
1
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Serviks merupakan bagian bawah dari uterus yang berbentuk silinder dan
mempunyai struktur histologi yang berbeda dari uterus.12 Serviks terbahagi
kepada endoserviks dan ektoserviks, rata-rata dengan panjang 3-4 cm dan lebar
2,5 cm.1 Lapisan mukosa dari endoserviks terdiri daripada sel epitel kolumner di
atas lapisan lamina propria yang tebal, berfungsi untuk mensekresi mukus. Bagian
serviks dimana kanal endoserviks membuka kedalam vagina disebut os eksternal,
yang menonjol ke vagina bagian atas dan ditutupi oleh mukosa ektoservikal yaitu
sel epitel skuamos bertingkat.12 Pertemuan sel epitel kolumner endoserviks
dengan sel epitel skuamos bertingkat eksoserviks disebut taut skuamokolumnar
2
(squamocolumnar junction, SCJ). Di sini, sel kolumner dari endoserviks
bermetaplasia menjadi sel skuamos dari ektoserviks.1 Lapisan tengah dari serviks
(lebih di dalam) mengandungi sedikit otot polos dan secara major terdiri daripada
jaringan ikat yang padat. Di sini merupakan tempat di mana limfosit-limfosit dan
leukosit lainnya berpenetrasi ke lapisan epitel bertingkat sebagai sistem imun
lokal serviks untuk menentang mikroorganisma. Sebelum partus, serviks
berdilatasi dengan banyak dan menjadi lunak karena aktivitas kolagenolitik yang
intens dari stroma.12
3
2.3 FISIOLOGI MUKUS SERVIKS
Serviks, yang mana bagian bawah dari uterus dimana menyambung
dengan bagian vagina paling atas, berfungsi secara general sebagai penahan
sperma yang efektif. Namun, banyak fungsi penting lainnya dari serviks dan
mucus yang disekresi oleh serviks, antara lain:8
Secara normal, mucus serviks mengandungi 92-94% air pada fase pre dan
pascaovulatori, namun pada saat di tengah siklus, kandungan air meningkat
kepada 98%. Unsur primer dari mucus serviks dipercayai adalah
mukopolisakarida yang terbuat dari galaktosa dan heksoamine dan juga sedikit
fokuse dan asam sialic.3
4
mucus serviks yang sedikit, dan kental. Pada fase luteal, penetrasi sperma
melewati mucus serviks diinhibisi dengan signifikan.
5
Sepanjang siklus menstruasi, perubahan serviks dalam ukuran dan tekstur.
Tepat sebelum ovulasi dan sebagai akibat dari kenaikan kadar estrogen, serviks
membengkak dan melembut, sementara os eksternalnya melebar. Juga, selama
waktu ini, serviks mengeluarkan lendir yang banyak, licin, jernih dan melar, yang
dimulai dari serviks ke dalam vagina, sehingga memudahkan masuknya sperma
ke dalam rongga rahim. Pada periode periovulasi lebih dari 96% lendir serviks
adalah air, sehingga menunjukkan komposisi lendir yang tinggi.Spinnbarkeit dan
kapasitas ferning; Dengan demikian, penetrasi sperma paling tinggi saat ini.
Setelah ovulasi, progesteron menginduksi serviks mengeras, menutup dan
mengeluarkan lendir yang lebih tebal, yang berfungsi sebagai plug, mencegah
bakteri dan sperma memasuki rahim dan menjadikan fertilasi sangat tidak
mungkin terjadi.2,3
Kanalis endoserviks dilapisi oleh sel epitel kolumnar lapis tunggal,
keduanya bersilia dan tidak bercampur. Serviks tidak mengandung unit kelenjar
sejati; Sebagai gantinya, epitel dilemparkan ke dalam lipatan longitudinal dan
invaginasi dengan tubulus tonjolan yang timbul dari celah yang membentuk
kriptografi di kanal tengah. Sel yang tidak bersilia ini mensekresikan mucin ke
dalam bentuk granular melalui proses eksositosis. Ada beberapa ratus unit sekresi
lendir di dalam kanal serviks. Manakala produksi harian bervariasi dalam
kaitannya dengan perubahan siklus menstruasi, dari 600mg selama pertengahan
siklus sampai 20-60mg selama periode siklus lainnya. Beberapa sel bersilia di
antara sel-sel yang disekresikan mendorong lendir serviks dari lembah asal
menuju ke kanal.3,4
Ada beberapa jenis lendir, seperti yang dikarakterisasi oleh Odeblad.Type
E yang tipis dan berair (dengan sekitar 98% air), yang merupakan karakteristik
dominasi hormon estrogen. Manakala tipe G pula lebih kental dan lengket, dan
mencerminkan stimulasi hormon progestogenik. Di bawah pengaruh progesteron,
kadar air menurun hingga sekitar 90% dan lendir akan menjadi lebih kental. Oleh
karena itu, tipe E dominan pada saat ovulasi pada proporsi sekitar 97% tipe E dan
3% tipe G, sedangkan tipe G mendominasi selama fase luteal normal. Kedua dua
tipe ini selalu hadir dalam proporsi yang berbeda selama siklus menstruasi.
6
Bervariasi sesuai dengan tingkat sirkulasi progesteron dan estrogen. Dengan
menggunakan analisis resonansi magnetik nuklir, Odeblad dan yang lainnya
menetapkan bahwa lendir ovulasi (E) adalah mosaik yang terdiri dari "string"
lendir (disebut Es) dan "loaves" (diberi label sebagai El). "string" ini (Es) adalah
gel cairan, dan "loaves" pula (El) lebih viscid. Sistem Es-El ini sangat dinamis.
Lendir ovulasi mengandung 20-25% tipe Es, tipe 72-77% tipe El dan 3% G.
Karena Es dan El berbeda dalam arsitektur molekuler dan kandungan proteinnya
dan tidak semua area lendir serviks sama-sama dapat ditembus oleh sperma.
Sementara lendir Es menyampaikan spermatozoa dari lembah vagina, tipe El
memiliki peran yang sangat terbatas dalam hal ini. Perbedaan antara masing-
masing jenis lendir ini dapat diamati pada sampel lendir kering yang dilhat i di
bawah mikroskop. Lendir serviks membentuk pola seperti pakis karena kristalisasi
natrium klorida pada seratnya, yang bervariasi sesuai dengan jenis lendir.8
Lendir serviks dihasilkan oleh aktivitas biosintesis sel sekretorik di
serviks. Lendir serviks mengandung 3 komponen utama, yaitu molekul mukus, air
dan kandungan biokimia (natrium klorida, rantai protein dan enzim). Lendir
serviks dihasilkan oleh sel sekretorik di kanalis endoserviks, kanal endoserviks
dilapisi oleh sel epitel columnar baik bersilia maupun tidak bersilia. Lendir
serviks memproduksi sekitar 100 struktur glandula pada canal serviks
memperkirakan struktur glandula ini merupakan sebuah sistem katub atau cripta
yang berkumpul bersama-sama memberikan kesan kelenjar. Kripte endoserviks
wanita usia reproduksi mensekresin 20 - 60 mg lendir serviks perhari, dan
meningkat sampai 600 mg perhari pada pertengahan siklus menstruasi. 7,8
Produksi lendir serviks yang disekresikan berdasarkan siklus menstruasi
diatur oleh hormone ovarium, 17 β –estradiol untuk menstimulasi produksi lendir
serviks dalam jumlah yang banyak dan berair sedangkan progresteron
menghambat aktivitas sekresi dari sel epitel serviks. Lendir serviks yang
mengandung 90% air menunjukan sifat viskositas ( konsistensi) yang di
pengaruhi oleh susunan molekul protein dan kosentrasi ion dari lendir serviks. 14
Pada fase folikuler, konsistensi lendir serviks kental dan impermeable
seperti putih telur, pada fase folikuler lanjut, meningkatnya kadar estrogen
7
menyebabkan lendir yang menjadi lebih encer dan relatif semipermeabel dan
relatif mudah ditembus oleh spermatozoa. Perubahan lendiri servik yang menjadi
lebih encer ini disebut sebagai ‘spinnbarkheit’ Pasca ovulasi, progesteron yang
dihasilkan corpus luteum menetralisir efek estrogen sehingga lendir serviks
menjadi kental kembali dan impermeable.1,7,8
Fluktuasi hormonal selama siklus menstruasi mempengaruhi produksi,
komposisi, dan struktur dari lendir serviks yang pada akhirnya mempengaruhi
kemampuan penetrasi dari sperma. Disfungsi hormonal, yang pada umunya
ditandai dengan produksi estrogen yang tidak adekuat dan atau peningkatan
progresteron yang prematur dan dapat memicu produksi lendir serviks yang tidak
cocok untuk penetrasi sperma yang pada ujungnya menyebabkan infertilitas.7
8
tersebut merupakan garam dengan persentase tertinggi. Konsentrasi garam
tersebut mencapai puncaknya pada saat ovulasi.15
Terbentuknya pola ferning tergantung pada adanya mucin, protein dan
konsentrasi elektrolit . menyebutkan bahwa pada dasarnya semua elektrolit
menghasilkan reaksi pembentukan ferning dalam larutan pada konsentrasi yang
tepat (optimum). Karena semua garam mempunyai kemampuan membentuk
ferning, maka jumlah garam yang banyak akan memberikan gambaran ferning
yang lebih jelas. Lendir serviks mengandung garam kalium dalam jumlah yang
sangat sedikit atau merupakan trace elemen), sebaliknya sepanjang siklus
menstruasi garam natrium terdapat dalam jumlah paling banyak yaitu 0,7 %.
Sehingga dalam lendir serviks garam natrium lebih dominan dalam pembentukan
ferning. 8,15
Waktu pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pada saat ovulasi,
bentuk daun pakis akan lebih jelas terlihat apabila diambil sampel lender pada
waktu yang mendekati ovulasi, dimana struktur tersebut akan mengering menjadi
sebuah bentuk seperti daun pakis (tes fern). Sebelum dan sesudah ovulasi dan
selama kehamilan akan di temukan pola dengan ciri khas yang berbeda. Pada saat
terjadi ovulasi lender serviks akan menjadi sangat cair dan jernih sebaliknya akan
tampak kekuningan dan kental jika diperiksa pada saat tahapan pra ovulasi dan
pasca ovulasi dari siklus haid. 15,16
Terdapatnya infeksi serviks atau darah pada saat pemeriksaan fern akan
menghambatkan pembentukan pola pakis yang sempurna. Ditemukannya pola
pakis yang sempurna selama pertengahan siklus menstruasi menandakan aktivitas
estrogen yang baik dan tidak terdapat infeksi serviks.8
9
Gambar 1. Mukus serviks yang mengalamai kristalisasi berbentuk daun atau fern 17
10
b) Menentukan ovulasi
11
parenteral pada pasien dengan iregularitas menstruasi dan siklus anovulatorik
akan mempresipitasi pembentukan fern pada wanita - wanita yang tidak
sedang hamil.8
12
senggama teratur, tanpa menggunakan kontrasepsi tetapi belum berhasil
memperoleh kehamilan.6
Penyebab infertilitas dapat diklasifikasikan sebagai factor koitus laki-
laki (40%), cerviks (5%-10%), tuba uterina (30%) factor ovulasi (15-20%)
dan peritoneal atau factor pelvik (40%).14,16
13
2.4.2 PROSEDUR PEMERIKSAAN FERN
a. Tujuan
Tes fern dapat digunakan menentuka aktifitas ekstrogen, menentukan
ovulasi, memastikan kehamilan awal, dan insufisiensi progresteron pada plasenta,
meskipun belum diteliti lebih lanjut untuk digunakan secara rutin. Tes fern juga,
dapat mendeteksi kebocoran cairan amnion pada membrane yang mengelilingi
fetus selama kehamilan. 1,17
c. Spesimen
Masukkan spekulum vagina ke dalam introitus vagina yang sebelumnya
telah dibersihkan dengan air. Jangan gunakan air pada saat pemeriksaan
karena dapat mengganggu hasil dari pemeriksaan.
d. Cara kerja
1. Ambil swab kemudian teteskan cairan atau usapkan swab tersebut ke atas
kaca objek yang telah di beri label nama pasien sebelumnya.
2. Letakkan kaca objek pada permukaan yang rata.
3. Biarkan spesimen mengering dalam suhu ruangan (kurang lebih 10
menit) atau dikeringkandengan cara melewatkannya di atas lampu
spritus beberapa kali agar benar-benar kering tidak terpengaruh oleh
kelembaban udara.
4. Periksa spesimen tersebut di bawah mikroskop kekuatan rendah tanpa
menggunakan deglass untuk menilai ferning yang tidak khas atau pola
dari ferning. Lalu periksa kembali pada pembesaran 40x untuk menilai
pola kristalisasi dari spesimen.
14
e. Hasil Pemeriksaan
Ferning mengacu pada derajat dan pola kristalisasi yang diamati ketika
lendir serviks kering dipermukaan kaca. Dalam hal ini jenis gambaran
ferning dapat bervariasi dan bergantung misalnya pada tebal siapan atau
jumlah sel. Skor (nilai) yang dipakai pada evaluasi lender serviks adalah:11
A. 0= Tidak ada kristalisasi
B. 1= Terjadi kristalisasi dengan pembentukan daun pakis yang hanya
mempunyai batang primer saja (atipik)
C. 2= Pembentukan daun pakis dengan mayoritas hanya batang primer dan
sekunder.
D. 3= Pembentukan daun pakis dengan batang primer, sekunder, tersier dan
kuartesier
A B
D
C
Gambar 2. Contoh pembentukan pakis lendir serviks pada kaca slide yang telah keringkan di
udara. A) ferning: 1, batang utama; 2, batang sekunder; 3, batang tersier; 4, batang kuaterner (skor
3); (B) batang primer dan sekunder (skor 2) tetapi beberapa terdapat juga batang tersier (C)
atipikal pakis kristalisasi (skor 1); (D) tidak ada kristalisasi (skor 0) 15
15
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Martyn, F., McAuliffe, F. and Wingfield, M. (2014). The role of the cervix
in fertility: is it time for a reappraisal?. Human Reproduction, 29(10),
pp.2092-2098.
7. Dubey S., V., Kumar Tiwari, M., Gaharwar, U., Pal, M. and Reddy, S.
(2016). Cervical mucus helps in the fertilization. World journal of
pharmacy and pharmaceutical sciences, 5(10).
8. Nakano, F., Leão, R. and Esteves, S. (2015). Insights into the role of
cervical mucus and vaginal pH in unexplained infertility. Medical Express,
2(2).
17
9. Hosseini MA, Nahidi F and Majdfar Z. (2007) Comparison Of Fern And
Evaporation Tests For Detection Of Ruptured Fetal Membranes. Eastern
Mediterranean Health Journal, Vol. 13, No. 1, 2007.
10. Tim Anatomi Unhas. Buku Ajar Anatomi Biomedik II. Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, Edisi 2, 2012
11. https://www.researchgate.net/figure/Figure-1-Anatomy-of-the-human-
uterine-cervix_6444659_fig4 ditelusuri tanggal 8 January 2018, jam 01.17
12. Anthony L. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. United States.
McGraw Hill. 2010. P 396-404
13. http://reproduksiumj.blogspot.co.id/2011/09/displasia-dan-
kolposkopi.html ditelusuri tanggal 8 January 2018, jam 01.23
14. Charles R. and etc. Obstetrics and Gynecology Sixth Edition. 2010.
Philadelphia. 2010. P 214.
15. WHO. WHO laboratory manual for the examination and processing of
human semen. World Health organization; 2010: P. 245-250
16. Drdaiter.com. (2017). Infertility - A Couple's Survival Guide. [online]
Available at: http://www.drdaiter.com/37.html [Accessed 8 January 2018].
17. Cunningham, FG. Williams Obstetric. 24th edition. United States, New
York : McGraw-Hill Education; 2014. p. 48-49, 168
18