Anda di halaman 1dari 27

BUKU AJAR Kepada Yth

Dipresentasikan pada
Hari/Tanggal : Sabtu, 14 Maret 2015
Jam : 08.30 WITA

BEDAH BEKU DAN BEDAH LISTRIK


Diterjemahkan dari Cryosurgery and Electrosurgery.
Dalam buku Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine,
halaman 2968-2976, bab 246, edisi kedelapan, tahun 2012.
Oleh: Justin J.Vujevich & Leonard H. Goldberg

Oleh :
dr. Azhar Ramadan Nonci
Pembimbing :
dr. Made Sudarjana, SpKK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD / RSUP SANGLAH
DENPASAR
2015

1
BEDAH BEKU DAN BEDAH LISTRIK
Bedah beku, cryobiology, dan kriogen.

Cryosurgery atau bedah beku merupakan tindakan menggunakan suhu dingin yang
ekstrim untuk menghancurkan sel dari jaringan yang abnormal atau mengalami
kelainan. Bahan pendingin dalam bidang kedokteran pertama kali digunakan oleh
White, seorang dermatologis dari New York pada tahun 1899. Dengan
menggunakan aplikator yang ujungnya dibalut kapas (cotton tipped), kemudian
dicelupkan ke dalam udara yang dicairkan, White berhasil mengobati veruka,
nevus, lesi prekanker dan kanker. Pada tahun 1907 Whitehouse, dermatologis dari
New York lainnya, melaporkan kegunaan metode penyemprotan atau spray dalam
bedah beku sebagai pengobatan pada kanker kulit.
Cryobiology merupakan cabang ilmu yang mempelajari efek suhu di bawah
nol derajat terhadap sistem kehidupan. Cryotherapy menyebabkan injuri pada sel,
stasis vaskuler, dan respon inflamasi sehigga menghasilkan destruksi jaringan.
Pembekuan sel secara cepat menyebabkan pembentukan kristal es
intraseluler, dengan gangguan keseimbangan elektrolit dan perubahan pH,
sedangkan pembekuan secara lambat menyebabkan pembentukan es ekstraseluler
dan kerusakan sel yang lebih sedikit. Oleh karena itu efek pada jaringan dan
kematian sel lebih mudah dicapai jika pembekuan jaringan dilakukan secara cepat.
Selama proses pencairan, rekristalisasi terjadi jika kristal es bergabung
membentuk kristal ukuran besar sehingga merusak membran sel. Selanjutnya saat
es mencair, kondisi ekstraseluler menjadi hipotonik, sehingga air masuk ke dalam
sel, menyebabkan lisisnya sel. Waktu pencairan yang lebih panjang, menimbulkan
kerusakan sel yang lebih berat karena meningkatnya efek zat terlarut dan
rekristalisasi yang lebih besar.
Setelah proses pembekuan, terjadi stasis dalam sistem pembuluh darah. Hal
ini menyebabkan terhentinya sirkulasi dan timbulnya anoksia, sebagai mekanisme
utama pada proses injuri dalam bedah beku. Saat proses pencairan jaringan pada
suhu di atas 0ºC (32ºF), mengakibatkan respon hiperemia yang jelas, yang disertai
timbulnya edema dan inflamasi.

2
Nitrogen cair merupakan kriogen pilihan dalam bidang dermatologi.
Nitrogen cair mudah disimpan dan digunakan, ramah lingkungan, tidak mudah
terbakar, harga terjangkau, dan memiliki suhu terendah (-195,8ºC atau -320ºF)
dibandingkan kriogen lainnya, sehingga menimbulkan pembekuan yang cepat pada
jaringan yang diterapi.
Kriogen lainnya yang tersedia termasuk hidrokarbon yang terfluorisasi,
karbondioksida solid, nitrous oxide (tabel 246-1). Hidrokarbon yang terfluorisasi
digunakan dalam kemasan semprot, untuk menimbulkan efek anestesi temporer
sebelum pengangkatan lesi kulit atau pemberian vaksinasi. Pendingin kriogen
kemasan spray juga digunakan untuk mengurangi nyeri pada tindakan bedah laser
dan mengeliminasi pemanasan yang berlebih pada epidermis.

Tabel 246-1
Kriogen yang digunakan dalam bedah beku

Agen Titik didih (ºC/ºF)


Freon -40,8/-41,4
Co2 solid -79,0/-110,2
Nitrous oxide -89,5/-129,1
Nitrogen cair -195,8/-320,4

SELEKSI PENDERITA DAN PERTIMBANGAN TINDAKAN BEDAH BEKU


Bedah beku merupakan modalitas yang bersifat destruktif digunakan sebagai
pengobatan pada kasus neoplasma jinak maupun ganas. Beberapa faktor meliputi
tipe, ukuran, kedalaman, tepi, lokasi lesi, dan tipe kulit penderita, perlu
dipertimbangkan jika memilih bedah beku sebagai pilihan terapi.
Kontraindikasi absolut tindakan bedah beku yaitu lesi yang membutuhkan
pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis dan kanker kulit
nonmelanoma yang rekuren. Kontraindikasi relatif tindakan bedah beku yaitu
penderita dengan urtikaria yang dicetuskan suhu dingin, intoleransi terhadap dingin
yang abnormal, krioglobulinemia, atau kriofibrinogenemia, atau tumor dengan

3
batas yang tidak jelas atau lesi dengan gambaran melanotik dengan pigmen yang
berwarna gelap.

RISIKO DAN PENCEGAHANNYA


Tindakan pencegahan timbulnya risiko sebaiknya dilakukan bila;
 Tindakan pada lesi yang berada di atas saraf, seperti saraf postauricular
pada leher atau saraf digitalis pada bagian medial dan lateral jari tangan dan
kaki. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan parestesi regional atau
disungsi motorik.
 Tempat lesi yang cenderung menimbulkan skar dengan retraksi, seperti
pada kelopak mata, mukosa, cuping hidung, dan lubang pendengaran.
 Pada penderita dengan kulit berpigmen gelap, dapat menyebabkan area
hipopigmentasi yang diobati.

KERACUNAN PADA PENDERITA

Penderita diposisikan duduk atau berbaring pada tempat pemeriksaan dengan


posisi menyudut, namun canister semprotan sebaiknya dipegang pada posisi tegak
lurus. Dengan memiringkan canister akan menghasilkan pelepasan uap dari
canister.

PERLENGKAPAN ALAT
 Tabung penyimpanan kriogen
 Kriogen
 Unit penyemprot bedah beku

ANESTESI
Pada sebagian besar penderita, anestesi sebelum tindakan tidak digunakan dalam
tindakan bedah beku. Namun kriogen dapat dirasakan nyeri oleh penderita terutama
pada anak-anak. Lidokain 1% dengan epinefrin 1:100.000 dapat disuntikkan secara
lokal sebelum tindakan. Untuk tindakan bedah beku yang membutuhkan waktu
lebih lama, seperti pada pengobatan neoplasma kulit (lebih dari 30 detik), maka

4
diharuskan pemberian anestesi. Anestesi topikal dapat digunakan satu jam sebelum
tindakan untuk meminimalisir nyeri. Suatu penelitian double blind, dengan plasebo
sebagai kontrol, pada satu pusat pelayanan yang membandingkan dua kelompok
secara pararel, yaitu dengan penggunaan krim lidokain/prilokain 5% diaplikasikan
satu jam sebelum tindakan bedah beku pada penderita dengan kutil, namun
penelitian ini tidak mendapatkan perbedaan yang signifikan terhadap nyeri yang
dirasakan selama tindakan antara dua kelompok. Untuk tindakan bedah beku yang
membutuhkan waktu lebih lama, seperti pengobatan pada neoplasma ( lebih dari 30
detik), dapat disuntikkan secara lokal sebelum dilakukan tindakan.

TEKNIK BEDAH BEKU


Pada tabel 246-1 terdapat tindakan bedah beku dengan kematian sel akibat
pengaruh suhu. Melanosit adalah paling sensitif pada tindakan bedah beku, dengan
kerusakan sel dicapai pada suhu -4ºC hingga -7ºC (24,8ºF hingga 19,4ºF).
Depigmentasi dapat timbul terutama pada penderita dengan warna kulit yang lebih
gelap. Keratinosit membutuhkan waktu pembekuan yang lebih lama pada suhu -
20ºC hingga -30ºC, hingga terjadi kematian sel dan lebih resisten pada efek
pendingin. Fibroblast bersifat paling resisten pada pembekuan dan tidak mengalami
kematian hingga suhu -30ºC hingga -35ºC (-22ºF hingga -31ºF). Dibutuhkan suhu
-50ºC hingga -60ºC (-58ºF hingga -76ºF) untuk merusak lesi malignan, dimana suhu
beku yang lebih sedikit dibutuhkan pada lesi yang jinak.
Terdapat beberapa teknik bedah beku yang dapat digunakan sebagai
pengobatan pada lesi kulit. Metode spray paling sering digunakan. Metode ini
menggunakan unit bedah beku yang dapat dipegang dengan satu tangan, dengan
ujung jari menekan pemicu (gambar 246-0.1). Ujung spray dengan ukuran lubang
yang bervariasi terikat pada unit, memancarkan aliran nitrogen cair ke arah lesi pada
jarak 1 hingga 2 cm. Model yang baru telah diproduksi, alat ini dapat mengukur
suhu pada permukaan kulit.

Tabel 246-2
Temperatur Yang Dicapai Untuk Kematian Sel Pada Jaringan Target

5
Sel Temperatur (ºC/ºF)

Melanosit -4 sampai dengan (s.d) -7 (24,8 s.d 19,4)


Keratinosit -20 s.d -30 (-4 s.d -22)
Fibroblas -30 s.d -35 (-22 s.d -31)

Gambar 246-1 (edisi on line).


Walaupun waktu pembekuan bervariasi tergantung pada tipe lesi,
penyemprotan/spray secara intermiten dengan bentuk solid, sirkuler, atau seperti
paint-brush, sering digunakan. Pada lesi yang lebih tebal, keratotik, atau ganas
diperlukan waktu penyemprotan yang lebih lama, sedangkan pada lesi yang lebih
tipis, atrofi, atau jinak diperlukan waktu yang lebih singkat. Penyemprotan secara
intermiten membantu melokalisir pengobatan pada lesi dengan halo pembekuan
yang lebih kecil, sehingga kerusakan jaringan normal kolateral dapat diminimalisir.
Hal ini penting terutama jika dilakukan tindakan pada lesi di sekitar mata, hidung,
aurikula, genital atau area periungual.
Selama tindakan dilakukan pada lesi, pembekuan meluas ke arah lateral
diluar tepi lesi. Batas jarak pembekuan pada permukaan kulit sama dengan jarak
kedalaman pembekuan ke arah permukaan kulit. Terdapat perbedaan suhu dalam
proses pembekuan yaitu suhu yang lebih dingin pada bagian tengah lesi dan suhu
yang lebih hangat pada area tepi lesi. Umumnya lesi superfisial memiliki batas
pembekuan secara klinis sepanjang 2 hingga 3 mm, dan pada lesi yang ganas atau

6
lebih dalam memiliki batas pembekuan secara klinis sepanjang 5 mm untuk
memastikan keberhasilan tindakan.
Teknik tertutup menggunakan cryoprobe tembaga yang terikat pada unit
bedah beku. Saat probe logam ditekan menghadap lesi kulit, pemicu pada alat akan
tertekan, dan nitrogen cair akan keluar dari alat melalui saluran yang menjaganya
dalam sistem tertutup. Teknik ini bermanfaat pada lesi yang kecil dengan batas yang
jelas atau lesi yang terdapat pada lokasi perbatasan.
Dengan cara yang sama, tabung logam dengan bentuk kerucut dapat
dikaitkan pada alat bedah beku, dan dipegang agar kontak dengan lesi. Hal ini
memungkinkan nitrogen cair tersemprot memasuki kerucut dan membekukan lesi
secara cepat. Pilihan alat lainnya berupa corong yaitu dengan memegang ujung
tutup otoskop menghadap lesi dengan satu tangan sedangkan tangan lainnya
membekukan dengan alat bedah beku. Waktu tindakan dengan metode kerucut ini
sebaiknya dipersingkat karena suhu akhir pada orifisium kerucut dicapai lebih cepat
jika dibandingkan dengan metode penyemprotan terbuka.
Jika alat cryospray ini tidak tersedia, maka dapat digunakan teknik dipstick.
Pertama nitrogen cair dalam jumlah sedikit dituangkan ke dalam cangkir polistirin
atau tempat/wadah yang tertutup. Swab dengan ujung kapas diletakkan pada ujung
bawah wadah dan didinginkan. Dengan tekanan yang kuat, ujung kapas diletakkan
pada lesi hingga terbentuk halo di sekitar lesi kulit yang diobati dengan ukuran 2
hingga 3 mm. Teknik ini digunakan untuk menghindari keterlibatan jaringan
sekitarnya seperti pada area periorbital, mukosa, kuku, dan area genitalis.
Forsep jaringan dapat diletakkan pada wadah dan didinginkan. Metode ini
bermanfaat dalam pengobatan lesi filiformis seperti pada veruka dan skin tags.
Forsep dengan bahan logam ini mendingin dengan cepat, maka digunakan sarung
tangan saat memegang forsep untuk mencegah freeze injury pada jari tangan yang
digunakan memegang alat tersebut.

PERKIRAAN HASIL YANG DIPEROLEH UNTUK LESI JINAK YANG


SERING TERJADI
Keratosis seboroik

7
Teknik penyemprotan/spray merupakan modalitas yang efektif untuk mengobati
lesi ini. Walaupun dibutuhkan waktu pembekuan yang lebih lama antara 10 hingga
15 detik dengan halo yang berdiameter 1 hingga 2 mm pada lesi yang meninggi,
pembekuan yang terlalu agresif dapat menyebabkan skar atau hiperpigmentasi.
Untuk tujuan kosmetik dan mencegah perubahan pigmentasi, pembekuan yang
lebih ringan, diikuti dengan kuretase mungkin lebih disukai. Penderita hendaknya
diberikan penjelasan pada saat awal pengobatan, bahwa mungkin dibutuhkan
tindakan yang kedua, terutama pada lesi keratosis seboroik yang lebih tebal.

Veruka
Veruka merupakan masalah yang umum, dengan prevalensi yang tinggi di populasi.
Walaupun tindakan bedah beku merupakan tindakan umum untuk veruka dalam
bidang dermatologi, beberapa teknik diusulkan seperti metode pembekuan, siklus
pembekuan hingga pencairan, dan frekuensi sesi tindakan. Bedah beku
menggunakan teknik spray mungkin merupakan teknik yang paling umum
digunakan karena penggunaan yang membutuhkan waktu lebih singkat, lebih
nyaman, dan lebih mudah mencapai halo di sekitar lesi (gambar 246-1). Teknik
menggunakan aplikator dengan ujung kapas lebih murah dan tidak begitu
menakutkan, terutama pada penderita anak-anak. Harus berhati-hati agar tidak
terjadi kontaminasi silang nitrogen cair dengan meletakkan kembali aplikator ke
dalam tabung.
Diusulkan terapi veruka dengan bedah beku kombinasi. Berth-Jones dan
Hutchinson mendapatkan angka kesembuhan mencapai 52% dalam 3 bulan dengan
terapi bedah beku kombinasi, melalui pengolesan bahan keratolitik dan
pemotongan pada veruka. Peneliti tersebut juga menyatakan bahwa pemotongan
veruka sebelum tindakan beku meningkatkan angka kesembuhan pada veruka di
area plantar namun tidak pada veruka di tangan.

8
Gambar 246-1. Veruka pada tangan yang diterapi dengan nitrogen cair.

Lentigo Solaris
Seperti terlihat pada tabel 246-2, sel yang mengandung pigmen lebih suseptibel
terhadap pembekuan. Oleh karena itu lesi ini membutuhkan waktu beku yang lebih
sedikit sekitar 3 hingga 5 detik dengan halo yang minimal. Pada individu dengan
kulit yang lebih gelap, harus diperhatikan agar tidak menimbulkan hipopigmentasi
pada tempat tindakan. Oleh karena itu tes pada area yang kurang terlihat secara
kosmetik sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan pengobatan
pada lesi multipel di area yang terpapar sinar matahari. Selanjutnya dianjurkan
penggunaan tabir surya setelah tindakan.

Keloid dan Skar Hipertrofik


Pengobatan pada keloid dan skar hipertrofik sering tidak memuaskan. Bedah beku
jarang digunakan namun cukup efektif pada lesi yang rekalsitran ini. Waktu beku
selama 30 detik dibutuhkan dengan interval satu bulan hingga tercapai lesi yang
mendatar. Zouboulis melaporkan penelitian retrospektif pada 93 kasus keloid dan
skar hipertrofik yang diterapi dengan waktu pembekuan selama 30 detik sebanyak
1 hingga 3 sesi pengobatan. Respon perbaikan terlihat pada penderita yang
mendapat sesi pengobatan 3 atau lebih (79%), dibandingkan dengan subyek yang
mendapat 1 atau 2 kali sesi pengobatan (33%).

Dermatofibroma
Waktu tindakan dapat mencapai 60 detik, karena lesi berasal dari jaringan fibrotik
dan kebutuhan untuk mencapai target yang berlokasi pada dermis bagian dalam.

9
Suatu studi retrospektif pada 393 kasus dermatofibroma yang diterapi dengan bedah
beku, mendapatkan terangkatnya lesi yang terlihat dan palpabel sebanyak 65%.

Hiperplasia sebasea
Lesi yang jinak ini mungkin merupakan masalah kosmetik bagi penderita.
Dibutuhkan waktu pembekuan 5 hingga 10 detik menggunakan teknik cryoprobe
dengan probe yang ditempelkan langsung pada sentral pungtum dari lesi. Penderita
sebaiknya diberikan penjelasan bahwa pengulangan pengobatan sering kali
dibutuhkan.

PERKIRAAN HASIL YANG DIPEROLEH UNTUK LESI PREMALIGNAN

Keratosis aktinik
Bedah beku merupakan modalitas yang efektif dalam terapi keratosis aktinik
(AKs). Teknik spray terbuka, dengan melakukan semprot satu siklus cair hingga
beku selama 8 hingga 10 detik, merupakan terapi pilihan (gambar 246-2). Keratosis
aktinik hipertrofi membutuhkan waktu pembekuan yang lebih lama dibandingkan
dengan AKs atropi dan AKs pada daerah kulit yang tipis. Batas pembekuan 1
sampai 2 mm dari lesi dianggap adekuat. Untuk lesi yang tebal, pemberian emolien
atau kuretase sebelum tindakan dapat memperpendek waktu pembekuan.
Walaupun bedah beku sering digunakan untuk mengobati AKs, namun
masih sedikit penelitian yang melaporkan angka keberhasilannya. Lubritz dan
Smolewski14 mengobati 1.018 penderita dengan AKs, 70 penderita diterapi dengan
tindakan bedah beku dalam waktu 20 hingga 45 detik. Dilaporkan angka
keberhasilannya sebesar 99% dalam 1 tahun setelah pengobatan.
Penelitian prospektif multisenter lainnya pada 421 AKs dengan diameter
lebih dari 5 mm di daerah wajah dan kepala menunjukkan respon lengkap sebesar
39% dengan waktu pembekuan selama 5 detik, 69% dengan waktu pembekuan
selama 5-20 detik, dan 83% dengan waktu pembekuan selama 20 detik.

10
Goldberg dan kawan-kawan mengobati pasien AKs melakukan monitoring
suhu pada permukaan kulit, dan didapatkan angka keberhasilan sebesar 100%
setelah 6 minggu.
Pada pasien dengan lesi aktinik yang difus, tindakan bedah beku dengan
target yang luas atau cryopeeling, dapat dimanfaatkan. Chiarello melaporkan
bahwa cryopeeling ternyata dua kali lebih efektif dibandingkan dengan 5
fluorourasil dalam pengobatan AKs, dan mencegah terjadinya karsinoma sel
skuamosa dalam 1-3 tahun setelah pengobatan.

Gambar 246-2. Keratosis aktinik pada dahi yang diterapi dengan nitrogen cair.

Lesi maligna
Bedah beku tampaknya bermanfaat pengobatan pada lesi dengan batas yang tegas,
dimana tindakan bedah kurang menguntungkan, juga karena alasan kosmetik dan
teknis, atau karena penderita lebih memilih pilihan pengobatan ini. Tujuan terapi
dengan bedah beku adalah mengobati penderita dengan menghancurkan lesi pada
sekali pengobatan. Tepi lesi yang dihancurkan tidak dapat ditaksir dengan
menggunakan cryosurgery pada tumor yang ganas.

Bowen disease
Ahmed dan kawan-kawan mengobati 26 penderita dengan Bowen disease (BDs)
margin secara klinis 3 mm, dan teknik semprot sebanyak dua siklus beku-cair
selama 5 hingga 10 detik. Setelah 2 tahun, 50% dari lesi kembali timbul. Rata-rata
waktu penyembuhan 46 hari, dengan lesi yang berlokasi pada kaki bagian bawah
membutuhkan waktu lebih lama (90 hari). Walaupun pada penelitian ini BDs yang

11
diterapi dengan bedah beku mendapatkan angka kesembuhan yang rendah, peneliti
menggunakan waktu beku yang rendah untuk meminimalisir efek samping setelah
tindakan.

Karsinoma sel basal


Beberapa penelitian melaporkan pengobatan karsinoma sel basal (KSB) dengan
bedah beku mendapatkan angka kesembuhan antara 95% hingga 99%. Walaupun
angka kesembuhan KSB yang diterapi dengan bedah beku telah ditegaskan, namun
hanya sedikit penelitian yang menunjukkan bahwa KSB tidak ditemukan secara
histologi setelah tindakan. Selanjutnya belum ada penelitian yang baik yang
membandingkan tindakan bedah beku dengan modalitas terapi lainnya seperti Mohs
micrographic surgery, eksisi dengan margin secara klinis, elektrodesikasi, dan
kuretase.
Penampilan paska bedah secara kosmetik menjadi perhatian bagi pasien.
Pada tinjauan pustaka Kokoszka dan Scheinfeld melaporkan hasil tindakan bedah
beku yang baik, secara kosmetik. Namun Thisen dan kawan-kawan
membandingkan hasil bedah eksisi dengan bedah beku pada kepala dan leher dan
menyimpulkan hasil secara kosmetik setelah tindakan eksisi lebih baik daripada
setelah tindakan bedah beku.

Karsinoma sel skuamosa


Sama dengan angka kesembuhan pada BCCs, pencapaian angka kesembuhan
karsinoma sel skuamosa dengan tindakan bedah beku juga jelas. Pada penelitian
oleh Graham dan Clark terhadap 563 kasus SCCs primer umumnya berdiameter 0,5
cm hingga 1,2 cm, dilaporkan angka kesembuhan mencapai 97,7%. Teknik
pengobatan dengan bedah beku pada SCCs sama dengan pada BCCs.

Lentigo maligna
Dengan seleksi penderita yang tepat, tindakan bedah beku dapat menjadi pilihan
terapi yang tepat pada lentigo maligna (LM), karena sensitivitas melanosit terhadap
suhu dingin. Dengan bantuan lampu Wood digambar margin yang 5 mm sekitar tepi

12
lesi yang tampak secara klinis. Berikutnya lesi diterapi dengan dua siklus beku-cair
masing-masing siklus selama 30 sampai 60 detik. Oleh karena melanosit atipikal
dapat meluas sepanjang folikel rambut, tindakan harus membekukan jaringan ke
arah dalam.
Stevenson dan Ahmed meneliti angka kesembuhan pada lebih dari 200
kasus LM yang diterapi dengan bedah beku, dengan rata-rata angka kekambuhan
kurang dari 9% pada keseluruhan kasus. Namun rentangan angka kekambuhan pada
penelitian ini mencapai 0% hingga 50%.
Keuntungan pengobatan LM dengan tindakan bedah beku mencakup
efisiensinya dan untuk menghindari timbulnya skar akibat tindakan bedah yang
besar. Salah satu kelemahan utama tindakan bedah beku adalah ketidakmampuan
untuk memastikan apakah lesi tersebut telah dihancurkan secara sempurna.
Selanjutnya karena tidak tersedianya jaringan untuk mengkonfirmasi terangkatnya
lesi kanker, maka masih adanya peluang melanoma mengalami kekambuhan dan
dapat bersifat invasif. Jaringan parut di atasnya dapat menutupi lesi kanker.

KOMPLIKASI
Selain nyeri yang dirasakan selama pembekuan lesi, penderita dapat mengalami
rasa tidak nyaman beberapa jam setelah tindakan. Biasanya nyeri dapat dikontrol
dengan pemberian asetaminofen. Lesi seperti veruka periungual, lesi di jari atau
membran mukosa mungkin membutuhkan analgesik yang lebih kuat oleh karena
pembengkakan dan nyeri kuat yang hilang timbul.
A. Perdarahan
Penderita dengan terapi antikouagulan hendaknya berhati-hati akan terjadinya
lebam akibat nekrosis jaringan. Jika timbul bula hemoragik yang nyeri, dapat
dilakukan pemasangan drain dengan jarum gauge 18 yang ditusukkan pada bagian
tepi bula. Perawatan yang dilakukan agar tidak menghilangkan atap bula, seperti
diketahui jaringan ini berfungsi sebagai penutup luka.
B. Perubahan pigmentasi
Hipopigmentasi atau hiperpigmentasi merupakan komplikasi paska bedah yang
dapat membuat penderita tidak percaya diri. Seperti dijelaskan sebelumnya, sel

13
yang berpigmen sensitif pada suhu -4ºC hingga -7ºC (24,8ºF hingga 19,4ºF).
Walaupun perubahan pigmentasi bersifat sementara, waktu pembekuan yang
panjang lebih dari 30 detik dapat menimbulkan kehilangan pigmen yang permanen.
Steroid topikal, asam glikolat, retinoid, dan hidrokuinon dapat membantu
mengurangi keadaan gangguan pigmentasi.
C. Kerusakan saraf
Pengobatan lesi yang berada di atas saraf, seperti saraf postauricular, saraf pada
jari bagian medial dan lateral jari tangan dan jari kaki, yang dapat menyebabkan
parestesia atau disfungsi motorik. Pernah dilaporkan neuropati pada jari yang
terjadi setelah tindakan bedah beku pada veruka di jari.
D. Skar
Fibroblast paling resisten pada suhu pembekuan dan tidak mengalami kematian
hingga suhu -30ºC hingga -35ºC. Oleh karena itu lesi jinak dan premalignan yang
diterapi dengan bedah beku akan menyembuh dengan skar yang minimal. Jaringan
parut dapat timbul setelah lesi malignan yang diterapi dengan bedah beku.
E. Alopesia
Waktu pembekuan melebihi 20 detik dapat menyebabkan alopesia. Alopesia
muncul terutama pada pengobatan lesi maligna.

MONITORING/FOLLOW UP
Tempat lesi jinak dan premaligna sebelumnya, pada umumnya menyembuh setelah
1 sampai 2 minggu, sedangkan pada lesi maligna menyembuh setelah 3 sampai 4
minggu. Pada aktinik keratosis yang diduga secara klinis dan tidak berespon pada
bedah beku sebaiknya dilakukan biopsi untuk menyingkirkan karsinoma sel
skuamosa yang invasif.

INSTRUKSI PADA PENDERITA


Penderita sebaiknya diberikan instruksi verbal yang mudah dipahami dan instruksi
perawatan luka setelah tindakan. Edema, vesikel, bula, dan lesi yang basah dapat
timbul pada area yang diterapi dalam 24 jam setelah terapi. Tempat yang dilakukan
tindakan sebelumnya sebaiknya dibasuh menggunakan air dan sabun dan

14
dikeringkan dengan handuk. Jika timbul lesi basah yang aktif, luka tempat tindakan
dapat dibalut.

BEDAH LISTRIK
Teknik bedah listrik yang menggunakan transmisi listrik untuk memotong, merusak
jaringan dan kauterisasi pembuluh darah. Variasi dari panjang gelombang
menghasilkan efek biologi yang berbeda pada jaringan. Bedasarkan tindakan yang
dilakukan pada kulit, bedah listrik dapat dikelompokkan dalam 6 modalitas terapi
yang berbeda seperti (1) elektrofulgurasi, (2) elektrodesikasi, (3) elektrokoagulasi,
(4) elektroseksi, (5) elektrokauter, dan (6) elektrolisis.

MODALITAS TINDAKAN BEDAH LISTRIK

Elektrofulgurasi
Elektrofulgurasi menggunakan teknik arus listrik bolak-balik (alternating
current/AC) dengan tegangan rendah, gelombang sinus teredam, dan voltase tinggi,
untuk membangkitkan percikan listrik dari elektrode monoterminal menuju
jaringan melalui udara. Tidak terdapat kontak antara elektrode dengan jaringan.
Modalitas terapi ini menimbulkan kerusakan jaringan paling minimal diantara
teknik bedah listrik frekuensi tinggi lainnya, sehingga penyembuhan jaringan lebih
cepat tercapai. Jaringan yang rusak sebagian besar bersifat superfisial, terutama
melibatkan epidermis.

Elektrodesikasi
Elektrodesikasi menggunakan teknik arus listrik bolak-balik (alternating
current/AC) dengan tegangan rendah, gelombang sinus teredam, dan voltase tinggi,
untuk membangkitkan aliran dari kontak langsung elektrode monoterminal dengan
jaringan. Kerusakan jaringan superfisial terjadi seiring dengan pemindahan panas
menuju jaringan yang menyebabkan kematian sel. Luasnya jaringan yang
mengalami kerusakan berhubungan secara langsung dengan waktu kontak
elektrode dengan jaringan. Walaupun kerusakan jaringan akibat elektrodesikasi

15
lebih besar dibandingkan akibat elektrofugurasi, namun sebagian besar kerusakan
jaringan masih tetap berada di bagian superfisial.

Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi menggunakan teknik arus listrik bolak-balik (alternating
current/AC), dengan tegangan kuat, gelombang sinus teredam, dan voltase rendah
untuk membangkitkan aliran dari kontak langsung elektrode biterminal dengan
jaringan. Kerusakan jaringan lebih dalam dibandingkan akibat elektrofulgurasi dan
elektrodesikasi, menyebabkan koagulasi jaringan akibat timbulnya panas pada
jaringan.
Perbedaan karakteristik elektrokoagulasi lainnya adalah adanya keterlibatan
penderita dalam sirkuit. Hal ini membutuhkan voltase yang lebih rendah dan kuat
arus yang lebih tinggi untuk menimbulkan koagulasi.

Elektroseksi
Elektroseksi menggunakan teknik arus listrik bolak-balik (alternating current/AC)
tegangan kuat, dengan gelombang yang tidak teredam dan atau sedikit teredam,
voltase rendah, untuk memotong jaringan dengan kerusakan perifer akibat panas
yang minimal. Pisau “Bovie” yang menggabungkan kombinasi gelombang sinus
teredam dan tidak teredam yang menimbulkan baik cutting dan koagulasi pada saat
yang bersamaan.

Elektrokauter
Elektrokauter menggunakan ujung filamen yang berfungsi memanaskan
dihubungkan arus listrik langsung (direct current/DC) tegangan tinggi, dan voltase
rendah, biasanya menggunakan baterai. Panas dialirkan dari filamen menuju
jaringan target, menyebabkan denaturasi protein dan koagulasi jaringan. Tidak ada
aliran listrik yang dipindahkan ke jaringan target, dan penderita tidak berada pada
lingkaran sirkuit.
Pada penderita dengan pacemakers implantable cardiac defibrillators
(ICDs) yang memiliki risiko yang tinggi pada tindakan bedah listrik, paling sering

16
digunakan elektrokauter. Selanjutnya, karena penderita bukan merupakan bagian
dari lingkaran sirkuit, maka elektrokauter bermanfaat untuk area jaringan yang
nonkonduktif pada tubuh, seperti tulang rawan, tulang dan kuku.

Elektrolisis
Elektrolisis menggunakan arus langsung (direct current/DC) tegangan rendah, dan
voltase rendah, dari elektrode positif menuju elektrode negatif. Elektrode negatif
diletakkan pada jaringan target, dimana elekton dilepaskan. Elektron berinteraksi
dengan jaringan menghasilkan gas hidrogen dan natrium hidroksida sehingga
menimbulkan likuifaksi jaringan. Asam diproduksi pada elektrode positif
menimbulkan koagulasi jaringan. Penggunaan elektrolisis yang utama pada
penghilangan rambut.

PEMILIHAN PASIEN
Saat menggali riwayat penderita sebelum tindakan, sebaiknya ditanyakan apakah
penderita menggunakan pacemaker pada jantung atau ICD. Bedah listrik frekuensi
tinggi mungkin dapat mempengaruhi fungsi atau menyebabkan kerusakan
pacemaker/defibrillator, sehingga menyebabkan morbiditas bahkan mortalitas pada
penderita.
Pada penderita yang menggunakan pacemaker jantung atau ICD, umumnya
dilakukan tindakan bedah kulit. Walaupun terdapat teknologi maju, seperti pelapis
titanium yang mampu melindungi dengan melawan interference electromagnetic
(EMI), namun perlengkapan bedah listrik dapat menyebabkan malfungsi alat-alat
jantung tersebut.
Irama tetap pacemaker tidak dipengaruhi oleh EMI bedah listrik.
Implantable Cardioverter Defibrilators mengantarkan respon elektrik terhadap
irama ventrikel yang abnormal. Beberapa ICDs memiliki kombinasi pacemaker dan
defibrillator, sehingga dapat berespon terhadap bradikardi dan takikardi.
Interference electromagnetic dari alat bedah listrik mungkin dapat menyerupai
aritmia jantung dan menyebabkan penghentian fungsi alat-alat pacemaker.

17
RISIKO DAN PECEGAHANNYA
Telah dipublikasikan rekomendasi manajemen perioperatif dan intraoperatif pada
penderita dengan pacemakers dan ICDs selama pembedahan di bidang dermatologi.
Pada penderita sebaiknya ditanyakan mengenai penggunaan alat-alat jantung ini
sebelum tindakan bedah. Jika ada penggunaan alat-alat jantung ini, maka evaluasi
perioperatif penderita oleh ahli jantung harus dilakukan sebelum tindakan bedah.
Untuk manajemen penderita dengan pacemakers atau ICDs yang menjalani
prosedur bedah, maka perlu dipertimbangkan rekomendasi berikut;
 Menyiapkan monitoring elektrokardiografi yang kontinyu selama prosedur.
 Memiliki staf yang mampu melakukan advance cardiac life support
(ACLS) dan tersedianya peralatan dan kendaraan darurat.
 Letakkan elektode pada lokasi dimana aliran listrik jauh dari peralatan
jantung.
 Gunakan peralatan forsep bipolar untuk menjaga aliran antara kedua ujung
forsep.
 Gunakan kekuatan minimal dan bedah listrik jangka pendek selama 5 detik
atau kurang.
 Pertimbangkan menggunakan peralatan kauter penghantar panas yang
disposibel.
 Jangan meletakkan elektrode bedah listrik di atas kulit yang berada
langsung di atas sumber pacemaker.

POSISI PENDERITA
Penderita diposisikan secara supinasi atau pronasi pada tempat tidur periksa.
Dispersing electrode (grounding pad) diletakkan pada lokasi langsung dengan
aliran listrik jauh dari peralatan jantung (biasanya pada kaki kanan bawah). Jika
pedal digunakan, maka pedal tersebut diletakkan dekat dengan kaki operator bedah.

PERALATAN

18
Peralatan bedah digunakan baik pada arus langsung (AC) atau arus bolak-balik
(DC). Pada arus langsung, elektron mengalir pada satu arah, sedangkan pada arus
bolak-balik (DC) elekron mengalir pada arah yang berlawanan. Dengan
pengecualian elektrokauter atau elektrolisis, unit bedah listrik dalam bidang
dermatologi memiliki arus bolak-balik berfrekuensi tinggi.
Istilah monopolar dan bipolar mengandung arti jumlah ujung elektrode
bedah yang membawa jaringan. Monopolar berarti satu ujung sedangkan bipolar
berarti dua ujung elektrode. Monoterminal menunjukkan penggunaan elektrode
pengobatan tanpa indifferent atau dispersing electrode.

ANESTESI
Selama tindakan bedah, dibutuhkan anestesi lokal seperti lidokain dengan epinefrin,
untuk kenyamanan pasien.

TEKNIK
Hemostasis
Aplikasi yang paling sering dari bedah listrik adalah penggunaannnya untuk
mempertahankan hemostasis pada lapangan operasi. Teknik yang berbeda dalam
bedah listrik dapat digunakan berdasarkan tipe unit bedah listrik selama tindakan
bedah. Koagulasi dapat dicapai dengan menggunakan elektrofulgurasi,
elektrodesikasi atau elektrokoagulasi dengan menyentuhkan langsung elektrode ke
pembuluh darah. Hal ini menimbulkan konduksi panas menuju pembuluh darah,
sehingga terjadi koagulasi jaringan (gambar 246-3).

19
Gambar 246-3. Elektrodesikasi pada pembuluh darah yang pecah selama tindakan Mohs
micrographic surgery.

Sebagai alternatif, pembuluh darah dapat disisihkan dengan menggunakan


forsep atau hemostat, diikuti aplikasi elektrode aktif. Jika arus listrik diletakkan
berlawanan dengan alat logam, maka panas akan ditransfer dari elektrode ke
pembuluh darah melalui ujung logam. Teknik ini paling baik digunakan jika
lapangan operasi tidak terlihat karena adanya perdarahan (gambar 246-4).

Gambar 246-4. Arus listrik dialirkan pada forsep untuk mengkauter pembuluh darah yan
pecah selama tindakan Mohs micrographic sugery.

Bedah Listrik Untuk Lesi Jinak


Elektrodesikasi merupakan modalitas terapi yang efektif pada tumor epidermis
dengan bentuk papul atau plak, seperti keratosis seboroik, veruka, dermatosis
papulosis nigra, moluskum, atau veruka yang datar. Pertama area sekitar lesi
dianestesi dengan lidokain dan epinefrin. Kemudian lesi disentuh dengan elektrode
berkekuatan rendah hingga pada seluruh lesi tampak sebagai lapisan hangus
berwarna abu-abu yang superfisial. Jaringan yang hangus tersebut dihilangkan dari
lesi melalui usapan kasa steril atau melalui kuretase. Proses tersebut diulangi
sehingga lesi dapat diangkat hingga jaringan sekitar. Metode ini menghasilkan
perdarahan dan skar yang minimal karena hanya komponen epidermis yang
terangkat.

Elektrodesikasi dan Kuretase Untuk Lesi Malignan


Kuretase dan elektrodesikasi (C+D) merupakan pilihan terapi yang umumnya
digunakan pada BCCs dan SCCs. Karakteristik tumor harus ditentukan untuk

20
memastikan angka kesembuhan yang tinggi dan hasil yang dapat diterima secara
kosmetik. Dilakukan pada tumor primer, memiliki batas yang tegas, berlokasi pada
area dengan angka kekambuhan yang rendah seperti pada badan, ekstremitas, atau
area non zona “H” pada wajah, memiliki subtipe histologi atau nodular, dan
memiliki diameter <1cm pada wajah dan <2cm pada badan dan ekstremitas.
Selanjutnya kuretase dan elektrodesikasi sebagai pilihan pengobatan pada penderita
dengan faktor penyerta yang menimbulkan morbiditas tinggi sehingga bedah eksisi
terlalu berisiko bagi penderita atau pada penderita yang tidak dapat di follow-up
secara reguler.
Kuretase dan elektrodesikasi tidak dapat dilakukan pada tumor dengan batas
yang tidak tegas, tumor pada zona “H” di wajah, tumor dengan gambaran histologi
yang agresif, tumor yang berpotensi tinggi untuk bermetastase, dan tumor yang
membutuhkan diagnosis histologi. Pada penderita dengan pacemakers jantung atau
ICDs, maka elektrokauter dapat diganti dengan elektrodesikasi.
Bentuk tumor harus ditandai, dan kombinasi lidokain dengan epinefrin
harus disuntikkan untuk menimbukan anestesi lokal (gambar 246-5). Dengan
tekanan kuat dan terhitung, lesi selanjutnya dikuretase dengan pola papan catur
hingga lesi secara klinis dapat terangkat (gambar 246-6). Tindakan ini diikuti
elektrodesikasi dengan tenaga tinggi pada bagian dasar dan perifer lesi (gambar
246-7). Tindakan C+D diulang hingga dua kali hingga tercapai defek atrofi dan
sisa tumor secara klinis tidak terlihat. Beberapa ahli menganjurkan menggunakan
insisi lingkaran dengan diameter 2 hingga 4 mm pada kulit yang secara klinis
tampak sehat, dan terdapat variasi secara individual pada tindakan tersebut. Jika
kuretase BCC meluas hingga subkutis, dan terjadi invasi yang luas, maka sebaiknya
dilakukan bedah eksisi.

21
Gambar 246-5. Penandaan tumor yang tampak secara klinis sebelum tindakan kuretase
dan elektrodesikasi.

Gambar 246-6. Kuretase pada tumor kulit selama tindakan kuretase dan elektrodesikasi.

Gambar 246-7. Elektrodesikasi pada tumor kulit selama tindakan kuretase dan
elektrodesikasi.

Keuntungan tindakan C+D mencakup efisiensi waktu, teknik bedah yang


sederhana, dan morbiditas post-treatment yang minimal. Kelemahan tindakan C+D
mencakup tidak ada konfirmasi tumor bersih terangkat secara histologi, efikasi
tergantung pada dokter, berpotensi membutuhkan waktu penyembuhan yang lama
(3 hingga 4 minggu) melalui penyembuhan secara second intention. Selanjutnya
secara kosmetik dapat terlihat hipopigmentasi, atrofi persisten eritema dan skar
hipertrofi.

22
PENILAIAN HASIL
Angka kesembuhan 5 tahun ke depan dengan tindakan C+D telah dilaporkan yaitu
74 sampai 100% pada BCCs dan 90 sampai 100% pada SCCs. Walaupun beberapa
ahli melaporkan tumor masih tetap ada setelah tindakan C+D, angka kesembuhan
5 tahun ke depan menunjukkan faktor lain dapat berpengaruh pada kerusakan lesi
maligna yang diterapi. Beberapa peneliti menduga bahwa respon inflamasi atau
respon humoral antitumor spesifik setelah tindakan bedah listrik mungkin
berpengaruh pada angka kekambuhan yang rendah.
Kombinasi kuretase dan desikasi dengan terapi topikal lainnya
menghasilkan efek yang sinergis pada pembersihan tumor. Pada pilot study
terkontrol, dengan plasebo dan double-blinded oleh Spencer, melaporkan 10
penderita BCCs yang diterapi dengan C+D dan 10 penderita BCCs yang diterapi
dengan C+D diikuti pemberian imiquimod krim topikal setiap hari selama satu
bulan. Peneliti tersebut melaporkan penurunan frekuensi residu BCCs secara
substansial dan penampakan secara klinis yang lebih baik pada kelompok yang
mendapat D+C/imiquimod dibandingkan dengan kelompok yang mendapat D+C
saja. Penelitian lain oleh Wu dan kawan-kawan melaporkan efikasi dan hasil secara
kosmetik pada BCCs tipe noduler di badan dan kaki dengan tindakan kuretase
(tanpa desikasi) diikuti dengan pemberian imikuimod krim selama 6-10 minggu.
Pada penelitian tersebut , 32 dari 34(94%) dari lesi menunjukkan tidak adanya
residu tumor secara histologi.

KOMPLIKASI
Walaupun bedah listrik aman, operator harus mengetahui beberapa keadaan yang
membahayakan selama menggunakan teknik ini.

Terbakar
Terdapat beberapa situasi dimana dapat terjadi luka bakar pada tindakan bedah
listrik. Thermal injury dapat terjadi jika terdapat kontak yang inadekuat antara

23
penderita dengan plat disepersing electrode, jika kontak yang tidak baik antara
dispersing elektrode dengan penderita dan dengan operator, dan jika operator
mengurung dirinya sendiri dengan menyentuh komponen logam yang ada pada
meja operasi. Perhiasan logam yang ada di sekitar tempat alat bedah listrik harus
dipindahkan.

Kebakaran
Komponen listrik pada alat bedah listrik dapat memicu kebakaran dari bahan-bahan
yang mudah terbakar seperti alkohol. Sebaiknya menggunakan bahan desinfektan
seperti iodin atau chlorhexidine, ketika meyiapkan penderita sebelum tindakan
bedah listrik. Jika menggunakan bahan desinfektan yang berbahan dasar alkohol,
maka area bedah yang telah didesinfeksi dengan alkohol harus dibiarkan mongering
setidaknya selama 90 detik sebelum tindakan bedah listrik. Selanjutnya, bedah
listrik agar tidak digunakan pada tempat pemasangan kanula nasal, masker, atau
anestesi endotrakea sebagai pengatur oksigen yang masuk. Terakhir tindakan yang
dilakukan agar tidak menimbulkan terbakarnya kertas-kertas yang digunakan
selama tindakan pada lapangan operasi.

Saluran/Hubungan
Arus bedah listrik frekuensi tinggi dapat berhubungan sepanjang berkas saraf, yang
menyebabkan nyeri dan kerusakan jaringan di lokasi yang jauh dari tempat bedah
listrik. Menggunakan arus listrik frekuensi rendah atau forsep bipolar akan
meminimalisir risiko ini.

Infeksi dan Mutagenisitas


Tindakan bedah listrik dapat menimbulkan kepulan asap. Kepulan asap ini
diketahui mengandung jaringan dan darah yang terkarbonisasi, partikel airborne,
berbagai bahan kimia dan gas. Selanjutnya asap yang terjadi dari lesi yang diobati
seperti pada veruka dapat mengandung material infeksius, seperti bakteri dan virus
yang dapat menyebarkan infeksi.

24
Belum diketahui secara pasti adanya risiko neoplasia atau infeksi. Badan
keselamatan dan kesehatan kerja merekomendasikan asap akibat tindakan bedah
dihilangkan dan disaring dengan baik menggunakan sistem evakuasi asap sedekat
mungkin dengan tempat tindakan bedah. Selanjutnya alat keselamatan kerja seperti
pelindung wajah dan masker harus digunakan saat tindakan bedah listrik.

Komplikasi Pada Penderita yang Menggunakan Pacemakers/ICDs


Komplikasi yang terjadi akibat tindakan bedah listrik dalam bedah kulit pada
penderita yang menggunakan pacemakers atau ICDs jarang terjadi. Matzke dan
kawan-kawan mempublikasikan penelitian retrospektif pada 173 penderita yang
menggunakan pacemakers dan 13 penderita dengan ICDs yang menjalani tindakan
bedah kulit dan tidak didapatkan adanya komplikasi akibat tindakan bedah listrik
ini. El-Gamal dan kawan-kawan melaporkan 0,8 kasus dalam 100 tahun untuk
tindakan bedah dari 166 survei lengkap dari anggota American College of Mohs
Surgery dan Cutaneous Oncology. Pada penelitian ini didapatkan tipe gangguan
yang ditimbulkan seperti gangguan irama, gangguan program pacemakers,
terbakarnya ICD, asistol, bradikardi, dan deplesi masa hidup baterai pacemaker.

MONITORING/FOLLOW-UP
Pada semua tipe penderita, area luka sebaiknya dibalut dengan bebat tekan yang
terdiri dari bahan produk minyak bumi topikal dioleskan pada luka, ditutup
pembalut yang tidak lengket dan ditempelkan secara kuat dengan plester perekat.

INSTRUKSI PADA PENDERITA


Setelah 24 hingga 48 jam, balutan dengan tekanan tersebut dibuka, dan luka
dibersihkan secara lembut dengan air atau normal salin. Setelah luka dibersihkan
minyak bumi bentuk jel dan pembalut luka diganti setiap hari selama 3-4 minggu
hingga luka menyembuh.

25
26
27

Anda mungkin juga menyukai