Hi Fer
Hi Fer
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Mutu Nutritif
Hijauan Fermentasi (Hi-fer) melalui Inokulasi Lactobacillus plantarum dan
Asam Formiat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENINGKATAN MUTU NUTRITIF HIJAUAN FERMENTASI
(Hi-fer) MELALUI INOKULASI Lactobacillus plantarum
DAN ASAM FORMIAT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc
Judul Tesis : Peningkatan Mutu Nutritif Hijauan Fermentasi (Hi-fer) melalui
Inokulasi Lactobacillus plantarum dan Asam Formiat
Nama : Saprilian Stya Hapsari
NIM : D251130051
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah pengawetan hijauan, dengan judul
Peningkatan Mutu Nutritif Hijauan Fermentasi (Hi-fer) melalui Inokulasi
Lactobacillus plantarum dan Asam Formiat. Penelitian dilaksanakan sejak bulan
November hingga Mei 2015, dan penulis menyelesaikan penulisan karya ilmiah
pada Desember 2015. Sebagian hasil penelitian ini akan dipublikasikan pada jurnal
nasional terakreditasi dengan judul Improvement on the nutritive quality of
fermented forage through inoculation of Lactobacillus plantarum and formic acid.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suryahadi, DEA dan Dr.
Ir. Heri Ahmad Sukria, MScAgr selaku pembimbing dalam tugas akhir penulis.
Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc selaku dosen penguji dan Dr.
Ir. Rita Mutia, MSc selaku panitia perwakilan dari Pasca INP yang telah
memberikan banyak masukan dan saran dalam rangka perbaikan tulisan pada
sidang akhir tesis. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada Ir. Anita S.
Tjakradidjaja, MRurSc dan Dr. Ir. Dwierra Evvyernie, MS, MSc atas kesediaannya
memberikan perbaikan dan saran pada tesis penulis.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada laboran Lab. Nutrisi
Ternak Perah (Ibu Dian), Industri Pakan, Ilmu dan Teknologi Pakan serta Lab.
Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi (Ibu Yani), yang telah memfasilitasi
dan memberi masukan teknis selama penelitian. Tak lupa penulis juga haturkan
terima kasih kepada Sadeli Tim, yaitu Lilis Riyanti dan Dea Justia yang senantiasa
hadir dan memberi dukungan baik pikiran maupun tenaga kepada penulis. Kepada
seluruh keluarga CENTRAS (Centre for Tropical Animal Studies) LPPM IPB dan
Pasca INP 2013 yang juga telah mendukung berlangsungnya penelitian hingga
akhir. Selain itu terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga sekretariat Pasca
INP (Mas Supri dan Bu Ade) yang membantu segala kegiatan perihal
kesekretariatan dan administratif penulis selama studi. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih pada Lembaga Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan dan
Perguruan Tinggi (RISTEK-DIKTI) atas Beasiswa BPPDN-DIKTI yang diberikan,
sehingga penulis berkesempatan melanjutkan studi program pascasarjana
(magister) di program studi INP IPB.
Penghargaan tertinggi penulis persembahkan kepada Almh. Mama, Bapak,
Suami dan seluruh keluarga, atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua dan turut serta mendukung
kemajuan ilmu pengetahuan umumnya dan peternakan khususnya. Aamiin.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
2 METODE 4
Waktu dan Tempat Pelaksanaan 4
Materi 4
Metode 4
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Percobaan 1: Kombinasi Level penggunaan Cairan Aditif Fermentasi,
inokulasi L. plantarum dan penambahan asam formiat terhadap Kualitas
dan Kecernaan in vitro Hi-fer 13
Percobaan 2. Penggunaan inokulan L. plantarum dan asam formiat
terhadap palatabilitas Hi-fer pada domba 25
4 SIMPULAN DAN SARAN 28
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 33
RIWAYAT HIDUP 45
DAFTAR TABEL
1 Skema pengacakan rancangan BSL 12
2 Kualitas fisik Hi-fer perlakuan 13
3 pH Hi-fer perlakuan 15
4 Kandungan bahan kering (%) Hi-fer 16
5 Kandungan N-NH3 (g/100g) Hi-fer 18
6 Penyusutan berat segar Hi-fer (%) 19
7 Nilai Fleigh Hi-fer 19
8 Kandungan nutrient Hi-fer setelah ensilase 21 hari (100% BK) 20
9 Fermentabilitas dan koefisien cerna in vitro Hi-fer 23
10 Palatabilitas bahan kering Hi-fer dalam 4 jam (g/ekor) 25
11 Palatabilitas segar dan bahan kering Hi-fer perlakuan dalam 4 jam 26
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alur penelitian 5
2 Tampilan fisik Hi-fer setelah 21 hari inkubasi 14
3 Diagram populasi BAL dan asam laktat Hi-fer 21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap
pH Hi-fer 33
2 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap
bahan kering (BK) Hi-fer 33
3 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap
konsentrasi N-NH3 Hi-fer 34
4 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap
penyusutan berat segar (%) Hi-fer 35
5 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap
nilai fleigh Hi-fer 36
6 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
konsentrasi asam laktat Hi-fer 37
7 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap populasi BAL Hi-fer 38
8 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
konsentrasi N-NH3 rumen in vitro 38
9 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
konsentrasi VFA rumen in vitro 39
10 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
koefisien cerna bahan kering (KCBK) rumen in vitro 39
11 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
koefisien cerna bahan organik (KCBO) rumen in vitro 40
12 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap proporsi asetat 40
13 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap proporsi propionat 41
14 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap proporsi butirat 41
15 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap proporsi isobutirat 41
16 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap proporsi
isovalerat 42
17 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap proporsi valerat 42
18 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap proporsi rasio asetat : propionat 43
19 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap palatabilitas 43
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
tingkat kekeringan yang tinggi dapat dimanfaatkan dalam bentuk pakan atau
hijauan fermentasi. Teknologi fermentasi ini disebut sebagai hijauan awet
fermentasi (Hi-fer). Teknologi yang tepat guna dan terintegrasi akan lebih mudah
untuk diaplikasikan di masyarakat. Sehingga produk Hi-fer dikemas dalam
kemasan komersial (plastik) agar praktis dan mudah untuk diaplikasikan oleh
masyarakat secara luas. Hal ini tentunya akan memudahkan dalam proses
pendistribusian, transportasi dan pengangkutan (Centras 2013). Kelebihan dari Hi-
fer, diantaranya adalah: 1) dapat diproduksi oleh masyarakat (petani/peternak)
secara masal, 2) mudah (secara manual dengan peralatan dan bahan tersedia di
lokasi setempat) baik secara produksi/pembuatan maupun transportasi dan 3) biaya
produksi murah. Hi-fer telah terbukti bermanfaat diaplikasikan pada masyarakat
maupun ternak (Suryahadi 2014). Namun jumlah penggunaan cairan AF yang
selama ini hanya didasarkan pada kondisi faktual di lapang, dirasa perlu dilakukan
pengevaluasian kembali. Fermentasi pada intensitas yang lebih tinggi dan
berkelanjutan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas Hi-fer, terutama jika
disimpan dalam jangka waktu lama (Suryahadi 2014). Penurunan kualitas Hi-fer
dikhawatirkan akan berdampak pada palatabilitas Hi-fer terutama pada ternak
ruminansia kecil. Hal ini yang kemudian mendasari penelitian lanjutan untuk
memperoleh takaran/jumlah penggunaan AF yang tepat dan diharapkan mampu
meningkatkan kualitas nutrisi Hi-fer.
Poin penting dalam proses fermentasi adalah mempercepat produksi asam
sehingga kehilangan nutrient dapat ditekan. Oleh karena itu diperlukan
penambahan aditif lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan proses fermentasi
secara lebih efisien sehingga mampu meningkatkan kualitas nutrisi Hi-fer.
Berbagai jenis aditif baik biologis maupun kimiawi telah banyak digunakan dan
dikembangkan untuk meningkatkan kualitas fermentasi. Inokulan yang
mengandung strain bakteri asam laktat (BAL) telah dikembangkan dan digunakan
untuk menstimulasi proses frementasi (McDonald et al. 1991). Pada proses ensilase
hijauan, BAL digunakan sebagai aditif untuk meningkatkan nilai nutrisi tanaman
melalui aksi minimalisasi respirasi tanaman dan aktivitas enzim serta dengan
menghambat populasi mikroba merugikan. Penambahan inokulan BAL
menghasilkan kualitas yang lebih baik pada silase hijauan dibandingkan dengan
penggunaan inokulan komersil (Bureenok et al. 2006 dan Santoso et al. 2011). BAL
homofermentatif seperti Lactobacillus plantarum, Enterococcus faecium dan
Pediococcus spp. mampu menurunkan pH dengan cepat dan menghasilkan rasio
laktat:asetat yang lebih tinggi. Fungsi inokulan tersebut adalah untuk menjadikan
proses fermentasi berjalan dengan cepat dan efisien dengan perombakan
karbohidrat terlarut (Water Soluble Carbohydrate/ WSC) menjadi asam laktat dan
mampu meningkatkan masa simpan silase dengan kehilangan nutrient seminimal
mungkin. Lactobacillus plantarum (L. plantarum) merupakan spesies BAL
homolaktat yang mampu menghasilkan penurunan pH dengan cepat, peningkatan
jumlah BAL dan penghambatan mikroorganisme perusak (Adesoji et al. 2010). L.
plantarum meningkatkan fermentasi silase dengan dominasi fermentasi oleh bakteri
homolaktat dan menghasilkan banyak asam laktat (Filya dan Sucu 2007). Asam
laktat berperan dalam menurunkan pH silase (Ennahar et al. 2003) dan pengawet,
sehingga dapat menghindarkan adanya pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
Konsekuensi dari intensifnya proses fermentasi adalah tingginya perombakan
gula dan bahan organik dalam silase. Perlu adanya penambahan bahan aditif yang
3
Tujuan Penelitian
2 METODE
Materi
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatah Hi-fer adalah rumput gajah
(Pennisetum purpureum) yang berasal dari kebun Fapet IPB, kultur murni L.
plantarum 1A-2 dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong Bogor, asam
formiat 55%, cairan Aditif Fermentasi (AF) dari CENTRAS LPPM IPB dan
sweetener. Bahan untuk perbanyakan bakteri adalah media MRS-B (deMann
Rogose Sharpe Broth), bacto agar dan NaCl. Adapun bahan yang digunakan dalam
analisa in vitro antara lain cairan rumen sapi Peranakan Ongol berfistula (fistulated
cattle) berasal dari LIPI Cibinong Bogor, larutan McDougall, larutan pepsin-HCl,
HgCl2 jenuh, dan bahan-bahan penunjang laboratorium lainnya.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain laminar air flow,
shaker waterbath, Gas Chromatograph (Shimadzu GC-8A, colom no 80/100
Chromosorb W), spektrofotometer, pH meter HACH Spain, shaker model VRN-
360 dan seperangkat glassware seperti gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri dan
erlenmeyer.
Ternak yang digunakan adalah domba Ekor Tipis jantan dengan bobot badan
rataan 20 kg sebanyak 4 ekor. Ternak ditempatkan pada kandang individu.
Metode
Pembuatan Hi-fer
Percobaan 1.
Percobaan 2.
Efek kombinasi Level Cairan Aditif Fermentasi,
Efek Penggunaan inokulan L. plantarum
inokulasi L. plantarum dan penambahan asam
dan Asam Formiat terhadap Palatabilitas Hi-
formiat terhadap Kualitas dan Kecernaan in vitro
fer pada Domba
Hi-fer
Tahap 2
Fermentasi in vitro
� � � � � �
N NH mM =
�
dengan ANOVA dan apabila terdapat perbedaan diuji lanjut dengan Duncan.
Secara umum model matematis rancangan adalah sebagai berikut:
dengan stopper atau parafilm dan dikocok dengan vortex hingga padat hancur
dan homogen, kemudian didiamkan. Lakukan berulang selama ≥ ½ jam. Setelah
semua tabung disetarakan beratnya, selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan
3000 rpm selama 15 menit. Kemudian diambil 0,5 ml supernatan, dimasukkan
dalam tabung reaksi yang kering dan bersih. Pada tiap tabung reaksi
ditambahkan 0,025 ml CuSO4 4%, ditambahkan setetes demi setetes dengan
buret 3 ml H2SO4 pekat. Isi tabung akan menjadi panas, dan selanjutnya
dimasukkan dalam air mendidih ± 5 menit. Tabung didinginkan dengan air
mengalir/ es dengan suhu ≤ 20C dan ditambahkan 0,05 ml reagent p-
hidrosiphenil setetes demi setetes hingga menjadi putih. Campuran
dihomogenkan dan dimasukkan kedalam water bath 30C selama ≥ 30 menit.
Kemudian dimasukkan ke dalam air mendidih selama 90 detik dan didinginkan.
Isi tabung akan berubah warna menjadi violet. Isi tabung terakhir dipindahkan
pada kuvet dan dimasukkan dalam spektrofotometer dengan spektonik 20
panjang gelombang 560 nm (vis). Penghitungan absorbansi dengan regresi linier.
Y= a + bx
Inkubasi in vitro (Tilley dan Terry 1963). Sebanyak 0.5 gram sampel Hi-
fer dimasukkan ke tabung fermentor dan ditambahkan 10 ml larutan buffer
McDougall dan 40 ml cairan rumen. Pengambilan cairan rumen dilakukan 2-3
jam setelah pemberian pakan pagi. Cairan rumen diperas dan disaring
menggunakan dua lapis kain kasa steril kemudian dipindahkan ke tabung
fermentor dan secara kontinyu dialiri CO2 didalam shaker water bath pada suhu
39C. Keduanya diaduk dengan gas CO2 selama 30 detik dan ditutup rapat
dengan karet berventilasi. Tabung fermentor ditempatkan pada shaker water
bath dengan suhu 39C dan fermentasi dilakukan selama 4 jam untuk sampel pH
rumen, NH3, VFA total dan parsial, dan fermentasi 48 jam untuk sampel
KCBK/KCBO. Setelah inkubasi kedalam tabung fermentor ditambahkan 2-3
tetes HgCl2 jenuh untuk menghentikan aktivitas mikroba.
Sebanyak 1 ml supernatan sampel ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan
Conway, disisi yang bersebelahan ditambahkan 1 ml larutan Na2CO3, dan pada
bagian tengah ditambahkan 1 ml Asam borat berindikator. Kemudian cawan
ditutup rapat dan perlahan-lahan supernatan dan larutan Na2CO3 dicampur
dengan cara cawan dimiringkan. Cawan didiamkan selama 24 jam dan dititrasi
menggunakan H2SO4 sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah.
Kadar NH3 dihitung dengan rumus:
� � � � � �
N − NH mM =
� � �
− � � � /
VFA total mM =
� � �
Keterangan:
a = volume titran blanko (ml)
b = volume titran contoh (ml)
A a hx M
mM sampel VFA =
A a a a
Pengukuran koefisien cerna bahan kering dan organik. Analisa KCBK dan
KCBO menggunakan metode Tilley dan Terry (1963). Setelah inkubasi, sampel
11
disentrifuge 3500 rpm selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan
ditambahkan 50 ml larutan pepsin HCl 0,2% dalam endapan. Pencernaan
enzimatis berlangsung aerob selama 48 jam. Residu disaring menggunakan
kertas Whatman no.41 yang dibantu dengan pompa vakum. Kemudian hasil
saringan dimasukkan kedalam cawan porselen dan dipanaskan didalam oven
suhu 105C selama 24 jam untuk menentukan BK residu. Selanjutnya residu BK
dimasukkan kedalam tanur 600C selama 6 jam untuk mendapatkan residu
bahan organik. Sebagai blanko digunakan residu asal fermentasi tanpa sampel.
KCBK dan KCBO dhitung berdasarkan rumus:
� − � � �− �
% KCBK = � %
�
− � �−
% KCBO = � %
Data dianalisis dengan ANOVA dan apabila terdapat perbedaan diuji lanjut
dengan Duncan. Secara umum model matematis rancangan adalah sebagai
berikut:
RAL : Yij = + i + ij
RAK : Yijk = + i + k + ijk
Keterangan :
Yij = Nilai pengaruh perlakuan
Yijk = Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j dan
kelompok ke-k
= Rataan umum pengamatan
i = Pengaruh perlakuan ke-i
k = Pengaruh kelompok (cairan rumen) ke-k
ij = Galat percobaan untuk perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
ijk = Galat percobaan untuk perlakuan ke-i, ulangan ke-j dan
kelompok ke-k
12
Data dianalisis dengan ANOVA dan apabila terdapat perbedaan diuji lanjut
dengan uji Duncan. Secara umum model matematis rancangan adalah sebagai
berikut:
Yijk = µ + i + j + k + ijk
Yij = nilai pengamatan pada baris ke-i, kolom ke-j dan perlakuan ke-k
µ = rataan umum
i = pengaruh ternak ke-i
j = pengaruh hari ke-j
k = pengaruh perlakuan ke-k
ij = pengaruh galat ke-i, kolom ke-j, perlakuan ke-k.
Periode Ternak
(Hari) Domba 1 Domba 2 Domba 3 Domba 4
1 P0 P2 P1 P3
2 P1 P3 P0 P2
3 P3 P1 P2 P0
4 P2 P0 P3 P1
13
pelayuan. Sehingga warna akhir Hi-fer yang dihasilkan menjadi hijau kecoklatan.
Hi-fer berbau harum asam layaknya produk hasil fermentasi. Karakteristik silase
yang baik menurut Saun dan Heinrics (2008) adalah berbau asam dan bukan bau
yang menyengat. Hal ini terkait dari banyaknya populasi bakteri asam laktat (BAL)
yang dapat berkembang dengan baik didalamnya. Cairan AF sebagai sumber energi
tersedia mampu dimanfaatkan dengan baik oleh BAL dalam proses fermentasi.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tekstur Hi-fer utuh, lembut dan
kompak. Tingkat kebasahan Hi-fer semakin meningkat seiring dengan
peningkatan level AF. Namun hingga level tertinggi tidak ditemukan adanya cairan
yang menetes ataupun perubahan tekstur menjadi berlendir. Sejalan dengan
pendapat Adesogan (2006) bahwa silase yang baik memiliki tekstur masih seperti
semula, tidak berjamur, tidak berlendir, tidak menggumpal dan banyak
mengandung asam laktat. Hal ini menunjukkan bahwa hingga level AF 10% masih
menghasilkan Hi-fer dengan kualitas yang baik. Tidak ditemukan adanya effluent
atau cairan pada bagian bawah kemasan Hi-fer.
a b c d
e f g
Komposisi Hi-fer
P0 P1 P2 P3
Abu 12.08 10.71 11.52 10.96
Protein Kasar 9.36 9.14 10.14 9.70
Serat Kasar 32.6 35.25 30.80 36.00
Lemak Kasar 2.31 2.42 3.41 4.40
BETN 43.66 42.48 44.13 38.94
TDN* 50.99 49.01 53.67 50.55
Selulosa 56.81 47.52 45.37 47.01
Hemiselulosa 10.22 17.26 19.26 14.14
Neutral Detergent Fiber 69.18 72.59 76.15 71.92
Acid Detergent Fiber 62.03 59.84 62.19 59.80
Lignin 12.86 7.90 12.44 12.07
Keterangan : P0= Hi-fer kontrol, P1 = P0 +asam formiat, P2 = P0 + L. plantarum, P3 =
P0 + asam formiat + L. plantarum; *Perhitungan rumus Sutardi (2001):TDN = 2.79 + 1.17
PK + 1.74 LK – 0.295 SK + 0.810 BETN.
secara alami berasal dari tanaman awal, bakteri pencerna serat (selulolitik) dan
hidrolisis oleh asam organik selama fermentasi (McDonald et al. 1991).
Kombinasi L. plantarum dan asam formiat berdampak pada kandungan
serat kasar dan lemak kasar yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pada
analisa serat, kandungan hemiselulosa dan NDF perlakuan penambahan aditif lebih
tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Pada perlakuan kontrol menunjukkan lebih
banyaknya perombakan komponen serat terutama hemiselulosa yang terjadi selama
proses fermentasi dibandingkan dengan perlakuan penambaan aditif. Sebaliknya
dengan penambahan L. plantarum maupun asam formiat tidak banyak merombak
hemiselulosa yang terdapat dalam hijauan. Hal ini mencerminakan bahwa aktifitas
perombakan nutrient terutama hemiselulosa dan NDF selama proses fermentasi
dapat ditekan oleh penambahan kedua aditif tersebut. Perombakan nutrient terjadi
akibat aktifitas enzim yang terdapat secara alami pada tanaman dan mendegradasi
dinding sel selama ensilase berlangsung. Selanjutnya karbohidrat yang telah
tersedia digunakan sebagai substrat bagi mikroorganisme (McDonald et al. 1991).
Kedua aditif terlihat lebih berpengaruh dalam menurunkan fraksi serat lainnya yaitu
selulosa dan lignin dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Karakteristik mikrobiologis diukur melalui jumlah populasi BAL dalam Hi-
fer dan asam laktat yang dihasilkan. Populasi BAL dan asam laktat pada Hi-fer
terpilih ditampilkan pada gambar 3 berikut.
20
15.02a
15
11.84ab
10
7.027 6.684 7.299
5.996
5 3.92b
2.64b
0
P0 P1 P2 P3
Perlakuan
BAL (log CFU/g) Asam laktat (g/kg BK)
Secara statistik populasi BAL tidak berbeda antar perlakuan, namun asam
laktat yang dihasilkan berbeda nyata (P<0.05). Populasi BAL menunjukkan bahwa
penambahan L.plantarum tidak memberikan pengaruh terhadap populasi BAL
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada perlakuan kontrol menghasilkan
produksi asam laktat tertinggi diikuti oleh perlakuan L. plantarum dan terendah
adalah asam formiat dan kombinasinya dengan L. plantarum. Selama 21 hari
ensilase, BAL telah berkembang dengan baik pada keseluruhan Hi-fer, yaitu
sebanyak 5.996-7.299 log cfu g-1 (105-107 cfu g-1).
22
Populasi BAL tertinggi pada perlakuan kontrol, yaitu merupakan BAL yang
secara alami terdapat pada rumput gajah. Populasi awal BAL pada rumput gajah
yang dilaporkan oleh Pereira et al. (2007) adalah 4.92 log cfu g-1 atau 3.6 x 105 cfu
g-1 menurut Yahaya et al. (2004). Pemberian L. plantarum sebanyak 0.0625 ml kg-
1
rumput dengan kepadatan populasi inokulum sebesar 1.6 x 109 cfu ml-1 (9.20 log
cfu ml-1) dimaksudkan untuk menjamin pertumbuhan BAL agar mencapai 105-106
cfu g-1 hijauan (Weinberg et al. 2003). Pertumbuhan BAL ditunjang oleh
ketersediaan karbohidrat terlarut air didalam Hi-fer yang banyak disediakan oleh
cairan AF. Meskipun populasi BAL tidak nyata berbeda, namun keseluruhan Hi-
fer telah memperlihatkan hasil yang optimal dari jumlah populasi BAL
didalamnya.
Penurunan populasi BAL pada perlakuan L. plantarum disebabkan karena
produksi asam yang dihasilkan L. plantarum lebih banyak, sehingga pada akhirnya
menekan perkembangan BAL tersebut sendiri. Sesuai pendapat Ratnakomala
(2006), bahwa penurunan populasi BAL terbesar pada L. plantarum 1A-2
dibandingkan dengan inokulum lainnya (1BL-2 dan kombinasinya), yaitu sebesar
4-5 digit pada rumput gajah. Hal ini disebabkan karena produksi asam dari
inokulum L. plantarum 1A-2 lebih banyak. Saarisalo et al. (2007) menunjukkan
hasil serupa, dimana jumlah BAL pada produk akhir silase lebih kecil dibandingkan
dengan silase yang diberi perlakuan pembatas fermentasi maupun silase kontrol.
Hal ini dimungkinan disebabkan karena rendahnya pH dan autolysis yang terjadi.
Meskipun penambahan L. plantarum tidak menunjukkan perbedaan nyata
pada populasi BAL, namun asam laktat yang dihasilkan cukup banyak. Asam laktat
merupakan produk utama hasil fermentasi karbohidrat, terutama oleh bakteri
homofermentatif. Sebagai BAL, L. plantarum mampu meningkatkan fermentasi
melalui produksi asam laktat dan sedikit sekali produksi asam lemah seperti asam
asetat (McDonald et al. 1991; Kung et al. 2003). Hi-fer dengan inokulasi L.
plantarum lebih efisien dalam proses fermentasi, dibuktikan pula oleh persentase
BK akhir perlakuan yang tinggi (tabel 4).
Asam formiat mampu membatasi proses fermentasi secara tidak langsung
melalui pembatasan aktifitas BAL dalam memproduksi asam laktat. Hal ini
dibuktikan dari rendahnya konsentrasi asam laktat yang dihasilkan (gambar 3).
Penambahan asam formiat menghasilkan asam laktat terendah, yaitu 2.64 g kg-1 BK.
Jumlah asam laktat ini tidak jauh berbeda dengan yang dihasilkan pada penelitian
Kozelov et al. (2008) dengan perlakuan asam formiat pada alfalfa yaitu 2.20 g kg-1
BK. Penurunan asam laktat juga ditunjukkan pada hasil penelitian Saarisalo et al.
(2006) dan Nowak et al. (2004) namun tidak berpengaruh pada asam butirat. Kung
et al. (2003) melaporkan asam formiat bekerja dengan menurunkan pH secara cepat
dan mengurangi fermentasi yang dibutuhkan hingga mencapai pH rendah yang
stabil.
Asam formiat tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap populasi BAL
dalam Hi-fer. Hal ini mengindikasikan bahwa asam formiat pada level 0.15%
hanya menghambat proses fermentasi asam laktat oleh BAL, namun tidak
mengganggu perkembangan BAL didalam Hi-fer. Meskipun beberapa penelitian
menyebutkan bahwa asam formiat memiliki kemampuan sebagai antibakteri pada
beberapa spesies bakteri termasuk BAL (Rowghani dan Zamiri 2009). Hasil
penelitian Lorenzo dan O’Kiely (2008) membuktikan bahwa asam formiat lebih
23
Perlakuan
Parameter SEM sig
P0 P1 P2 P3
KCBK (%) 56.09a 51.41b 55.37ab 51.15b 0.52 **
KCBO (%) 52.21ab 48.06b 52.65a 48.36ab 0.54 **
N-NH3 (mM) 4.37bc 4.05c 5.28ab 6.30a 0.21 *
VFA (mM) 134.09a 119.89b 123.86ab 115.76b 2.43 **
Asetat (mM %VFA) 65.33 57.86 58.50 55.24 1.15 ns
Propionat
43.25 39.81 40.46 38.99 0.84 ns
(mM %VFA)
Isobutirat
8.29 7.59 7.54 6.86 0.15 ns
(mM % VFA)
Butirat
11.29 11.33 11.43 10.61 0.27 ns
(mM % VFA)
Isovalerat
2.90a 2.57ab 2.85a 2.09b 0.08 *
(mM % VFA)
Valerat
0.67 0.73 0.79 0.80 0.05 ns
(mM % VFA)
Rasio Asetat-
1.51 1.45 1.45 1.42 0.01 ns
Propionat
Keterangan : P0= Hi-fer kontrol, P1 = P0 +asam formiat, P2 = P0 + L. plantarum, P3 =
P0 + asam formiat + L. plantarum; KCBK : Koefisien Cerna Bahan Kering;
KCBK : Koefisien Cerna Bahan Organik; VFA : Vollatile Fatty Acid; huruf
yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata * : p<0.05;
** : p<0.01
Boucher et al. (2007) yaitu 5-13 mg dL-1 atau 2.94-7.65 mM dalam mendukung
pertumbuhan bakteri rumen.
Perlakuan kombinasi formiat dan L. plantarum menghasilkan ammonia
tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya (6.30 mM). Meskipun dalam Hi-fer
baik penambahan formiat maupun L. plantarum mampu menekan perombakan
protein, namun keduanya menghasilkan pengaruh yang berbeda dalam cairan
rumen. Ketika dikombinasikan keduanya menghasilkan produksi ammonia terbesar
dibandingkan ketika penggunaan asam formiat secara tunggal. Hal tersebut
mencerminkan kombinasi asam formiat dan L. plantarum mampu menyediakan
lebih banyak protein yang mudah didegradasi menjadi ammonia selama fermentasi
dalam rumen. Meskipun secara statistik penggunaan L.plantarum dan asam formiat
tunggal tidak banyak berbeda dengan kontrol. Asam formiat sebagai pembatas
fermentasi belum terlihat menghambat degradasi protein didalam rumen, meskipun
secara numerik cenderung menurun dibandingkan perlakuan kontrol dan L.
plantarum.
Pembentukan sintesis protein mikroba tidak hanya membutuhkan NH3
sebagai sumber N, tetapi juga ketersediaan energi. Sintesis protein mikroba
membutuhkan keseimbangan ketersediaan baik sumber nitrogen maupun energi
(Pathak 2008). VFA merupakan produk hasil fermentasi karbohidrat oleh mikroba
didalam rumen. Total VFA signifikan (P<0.01) dipengaruhi oleh perlakuan yang
diperlihatkan pada tabel 9 diatas. Rataan total VFA perlakuan Hi-fer berkisar 115-
134 mM. Total VFA rumen tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, diikuti
dengan L. plantarum dan terakhir asam formiat baik secara tunggal maupun
kombinasinya dengan L. plantarum. Penambahan asam formiat ataupun L.
plantarum tidak meningkatkan konsentrasi VFA rumen dibandingkan kontrol.
Meskipun demikian, kisaran VFA yang dihasilkan telah memenuhi kisaran VFA
normal menurut McDonald et al. (2002) yaitu 70-150 mM.
Asam formiat mengindikasikan adanya pembatasan proses fermentasi
melalui penekanan produksi asam laktat, penurunan N-NH3 baik dalam Hi-fer
maupun di rumen serta menurunkan konsentrasi VFA rumen. Hal ini diharapkan
mampu menghasilkan gula residu yang lebih banyak bagi induk semang (ternak).
Sesuai hasil penelitian Jaakola et al (1991) bahwa asam formiat berperan dalam
membatasi fermentasi, sehingga menghasilkan konsentrasi gula residu yang tinggi,
peningkatan sintesis protein mikroba rumen dan penurunan proporsi pada VFA
rumen dibandingkan silase tanpa perlakuan. Meskipun demikian pada hasil
produksi asam-asam VFA parsial menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata
(P>0.05) di dalam rumen. Hanya asam isovalerat yang menunjukkan signifikasi
secara statistic (P<0.05). Isovalerat tertinggi pada perlakuan tanpa penambahan
(kontrol) dan L. plantarum. Sedangkan perlakuan L. plantarum dikombinasikan
dengan asam formiat menghasilkan nilai terendah. L. plantarum mampu
meningkatkan populasi bakteri selulolitik sehingga meningkatkan asam isovalerat
yang dihasilkan. Hal ini dibuktikan melalui hasil penelitian Widyastuti (2008)
dengan menggunakan L.plantarum 1A2 pada silase dapat meningkatkan populasi
bakteri rumen dan bakteri selulolitik pada ternak sapi potong. Asam isovalerat
berperan dalam mempengaruhi kecernaan serat didalam rumen ternak, melalui
peningkatan populasi bakteri selulolitik (Liu et al. 2014). Rendahnya rasio asetat-
propionat dalam cairan rumen mengindikasikan bahwa Hi-fer sesuai diberikan
pada ruminansia untuk tujuan penggemukan (feedlot).
25
Koefisien cerna bahan kering dan bahan organik sejalan dan menunjukkan
perbedaan nyata antar perlakuan (P<0.01). Kecernaan terbaik ditunjukkan pada
perlakuan kontrol dan diikuti penambahan L. plantarum. L. plantarum
menghasilkan pengaruh yang hampir sama dengan Hi-fer kontrol dari segi
koefisien cerna bahan kering dan organiknya. Penambahan formiat maupun
kombinasinya cenderung menurunkan kecernaan in vitro Hi-fer dibandingkan
perlakuan kontrol. Kecernaan suatu bahan pakan berkaitan dengan kandungan
fraksi serat didalamnya. Hal ini disebabkan karena sebagian besar serat yang mudah
didegradasi telah mengalami hidrolisis, dan menyisakan fraksi serat yang lebih sulit
didegradasi didalam rumen (Jaakola et al. 2006).
Tabel 10 Palatabilitas bahan kering Hi-fer pada domba selama 4 jam (g ekor-1)
Periode Domba
Rata-rata
(Hari) 1 2 3 4
1 101.23 95.11 112.80 45.96 88.78
2 46.50 91.78 71.92 88.33 74.63
3 62.96 102.75 59.45 95.37 80.13
4 80.25 88.70 103.51 75.83 87.07
Rata-rata 72.74 94.59 86.92 76.37 82.65
Umumnya yang lebih dahulu dipilih adalah bagian daun yang berwarna hijau, muda
dan utuh. Selanjutnya batang muda, kemudian daun tua dan menyisakan bagian
terakhir berupa batang tua. Selang 30 menit-60 menit setelah makan, domba akan
istirahat dan berhenti makan sejenak. Selama 4 jam pengamatan, domba dapat
istirahat hingga 3 kali, dengan lama istirahat ±30 menit. Pada waktu istirahat domba
duduk dan melakukan regurgitasi.
Perlakuan penambahan formiat secara nyata (p<0.05) lebih palatable dan
disukai domba dibandingkan perlakuan Hi-fer kontrol ataupun inokulan L.
plantarum. Menurut Baumont et al. (2000) rendahnya palatabilitas suatu pakan
dapat disebabkan dari tingginya jumlah produk akhir fermentasi. Hal ini sejalan dan
terlihat dari tingginya produksi asam laktat hasil fermentasi pada perlakuan kontrol
dan L. plantarum dibandingkan perlakuan asam formiat (Gambar 2). Akumulasi
asam yang dihasilkan menyebabkan domba menolak makanan dan berpengaruh
pada rendahnya palatabilitas, karena domba termasuk ruminansia kecil yang
sensitif terhadap rasa asam. Menurut Goatcher dan Church (1970) ruminan kecil
sensitif terhadap empat rasa utama, yaitu manis, asin, pahit dan asam. Rendahnya
pH pada perlakuan L. plantarum juga sering dikaitkan dengan rendahnya konsumsi,
karena pH yang rendah di rumen akan menurunkan aktifitas bakteri selulolitik dan
menurunkan konsumsi pakan. Meskipun tidak ada hubungan langsung antara pH
Hi-fer dengan pH dalam rumen. Silase akan dinetralisasi oleh saliva ketika
dikonsumsi oleh ternak. Penurunan pH pada rumen biasanya berhubungan dengan
pemberian pakan berbasis biji-bijian, bukan berbasis hijauan seperti Hi-fer
(Adesoji et al. 2012).
Tabel 11 Palatabilitas segar dan bahan kering Hi-fer perlakuan selama 4 jam
Bahan kering
Hi-fer Bahan segar (g ekor-1)
g ekor-1 g kg-1 BB0.75
P0 293.25 67.38 28.50b
P1 391 98.96 41.85a
P2 262 69.22 29.28b
P3 370.75 95.05 40.20a
Total 1322.46 330.61 139.83
Rataan 330.61 82.65 34.96
Keterangan : P0= Hi-fer kontrol, P1 = P0 +asam formiat, P2 = P0 + L. plantarum, P3 =
P0 + asam formiat + L. plantarum; huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata p<0.05.
Selain asam yang berasal dari akumulasi produksi asam laktat, kandungan
N-NH3 Hi-fer perlakuan kontrol dan inokulan L. plantarum cenderung lebih
tinggi dibandingkan perlakuan formiat. Sinyal yang dikirim oleh chemoreceptor di
dinding rumen dan atau di hati yang membuat ternak dapat menghindar dari
kelebihan dan kelainan nutrisi (Baumont et al. 2000), sehingga berpengaruh
terhadap palatabilitas pakan. Kedua hal tersebut yang dirasa cukup berperan
menyebabkan lebih rendahnya palatabilitas pada Hi-fer kontrol dan inokulan L.
plantarum. Sejalan dengan hasil penelitian ini, Adesoji et al. (2012) pun
menunjukkan nilai coefficient of preference (COP) pada ternak domba yang diberi
silase yang diinokulasi L. plantarum lebih rendah dibandingkan silase yang tidak
27
Simpulan
Saran
Perlu adanya analisa lebih lanjut mengenai asam-asam volatile yang dihasilkan
selama proses fermentasi untuk mengetahui karakteristik fermentasi Hi-fer baik
dari bakteri yang secara alami terdapat dalam hijauan maupun dari bakteri asam
laktat yang ditambahkan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Rogosic J, Pfister JA, Provenza FD, Grbesa D. 2006. Sheep and goat preference for
and nutritional value of Mediterranean maquis shrubs. Small Rum Res.
64:169-179.
Rowghani E, Zamiri MJ. 2009. The effects of a microbial inoculants and formic
acid as silage additives on chemical composition, ruminal degradability and
nutrient digestibility of corn silage in sheep. Iranian J. of Vet Resc, Shiraz
Univ. 10(2):110-118.
Saarisalo E, Jalava T, Skyttӓ E, Haikara A, Jaakola S. 2006. Effect of lactid acid
bacteria inoculant, formic acid, potassium sorbate and sodium benzoate on
fermentation quality and aerobic stability of wilted grass silage. Agric and
Food Sci. 15: 185-199.
Saarisalo E, Skyttӓ E, Haikara A, Jalava T, Jaakkola S. 2007. Screening and
selection of lactic acid bacetria strains suitable for ensiling grass. J. of Appl.
Micr. 102:327-336.
Santoso B, Hariadi B Tj, Manik H, Abubakar H. 2009. Kualitas rumput unggul
tropika hasil ensilase dengan bakteri asam laktat dari ekstrak rumput
terfermentasi. Med Pet. 137-144.
Santoso B, Hariadi B Tj, Manik H, Abubakar H. 2011. Silage quality of king grass
(Pennisetum purpureoidhes) treated with epiphytic lactic acid bacteria and
tannin of acacia. Med Pet. 140-145.
Santoso B, Hariadi B Tj, Sabariah V, Sraun T. 2014. Fermentation quality and in
vitro nutrient digestibility of fresh rice straw-based silage treated with lactic
acid bacteria. Medi Pet. 37(2):115-120.
Sariri AK, Soegiarti A, Sugiyanto. 2011. Peningkatan nutrient silase Pennisetum
purpureum dengan penambahan berbagai konsentrasi asam formiat.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Univ Veteran Bangun Nusantara, tema: Sistem penjaminan mutu penelitian
di perguruan tinggi. Sukoharjo, 07 Desember 2011.
Saun RJV, Heinrich AJ. 2008. Trouble Shooting Silage Problem. Di dalam:
Proceedings of the Mid-Atlantic Conference; 2009 May 26, Pensylvania,
United States of America. Pensylvania (US): Pen State’s College. hlm 2-10.
Suryahadi, Muladno, Mulatsih S, Hidayat R. 2009. Langkah strategis percepatan
peningkatan populasi ternak sapi. Seminar Nasional Percepatan
Peningkatan Populasi Ternak Sapi di Indonesia. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor, 19 Oktober 2009
Suryahadi. 2014. Penguatan Penyediaan Pakan Ternak Melalui Aplikasi Teknologi
Hi-fer. Pusat Studi Hewan Tropika LPPM IPB. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian LPPM IPB. ICC Bogor, 01 Desember 2014.
Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two-stage technique for the in vitro digestion of
forage crops. J. British Grasslan Soc. 18:104-111.
Van Soest PJ, Robertson JB, Lewis BA. 1991. Methods for dietary fiber, neutral
detergent fiber, and nonstarch polysaccharides in relation to animal nutrition.
J. Dairy Sci. 74:3583-3597.
Weinberg ZG, Muck RE, Weimer PJ. 2003. The survival of silage inoculant lavctic
acid bacteria in rumen fluid. J. of App Micr. 94:1066-1071.
Widyastuti Y. 2008. Fermentasi silase dan manfaat probiotik silase bagi ruminansia.
Med Pet. 31(3):225-232.
32
Winters AL, Fychan R, Jones R. 2001. Effect of formic acid and a bacterial
inoculants on the amino acid composition of grass silage and on animal
performance. Grass and Forage Sci. 56:181-192.
Yahaya MS, Goto M, Yimitti W, Smerjal B, Kawamoto Y. 2004. Evaluation of
fermentation quality of a tropical and temperate forage crops ensiled qith
additives of fermented juice of Epiphytic Lactic Acid Bacteria (FJLB).
Asian-Aust. J. Anim. Sci. 17(7):942-946.
33
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap pH
Hi-fer
Perlakuan N Superskrip
d c b A
10 * LP 3 3.0167
7 * LP 3 3.0833 3.0833
10 * formiat * LP 3 3.1967 3.1967 3.1967
10* tanpa formiat * tanpa 3 3.2633 3.2633 3.2633
LP
7 * formiat 3 3.3167 3.3167 3.3167
7 * formiat * LP 3 3.3467 3.3467 3.3467
5 * LP 3 3.4033 3.4033 3.4033
5 * tanpa formiat * tanpa 3 3.5833 3.5833 3.5833
LP
7 * tanpa formiat * tanpa 3 3.6767 3.6767
LP
5 * formiat * LP 3 3.7133 3.7133
10 * formiat 3 3.7267 3.7267
5 * formiat 3 4.0033
34
Lampiran 2 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap bahan
kering (BK) Hi-fer
Perlakuan N Superskrip
c b a
7 * tanpa formiat * tanpa LP 3 22.7467
10* tanpa formiat * tanpa LP 3 22.8833
5 * LP 3 23.0733
10 * LP 3 23.7800 23.7800 23.7800
5 * tanpa formiat * tanpa LP 3 24.7967 24.7967 24.7967
5 * formiat 3 24.8033 24.8033 24.8033
7 * LP 3 25.0967 25.0967 25.0967
7 * formiat * LP 3 25.5800 25.5800
10 * formiat * LP 3 25.8333 25.8333
5 * formiat * LP 3 26.2433 26.2433
7 * formiat 3 26.6600
10 * formiat 3 26.9233
Lampiran 3 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap
konsentrasi N-NH3 Hi-fer
Superskrip
Perlakuan N
a b c d
7 * formiat 3 1.3757
7 * LP 3 1.7373 1.7373
10 * formiat 3 1.9377 1.9377 1.9377
10 * formiat * LP 3 1.9920 1.9920 1.9920
5 * formiat * LP 3 2.1250 2.1250 2.1250
10 * tanpa formiat * tanpa LP 3 2.1460 2.1460 2.1460
5 * formiat 3 2.5747 2.5747 2.5747
10 * LP 3 2.6377 2.6377 2.6377
5 * LP 3 2.6503 2.6503 2.6503
7 * formiat * LP 3 2.7997 2.7997
5 * tanpa formiat * tanpa LP 3 3.1743
7 * tanpa formiat * tanpa LP 3 4.5143
Lampiran 4 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap
penyusutan berat segar (%) Hi-fer
Total 786.328 36
Total koreksi 137.760 35
Uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap penyusutan berat segar (%) Hi-
fer
Perlakuan N Superskrip
a b c d
10 * LP 3 2.1500
5 * tanpa formiat * tanpa LP 3 2.1818 2.1818
5 * formiat * LP 3 2.6426 2.6426
7 * LP 3 3.0727 3.0727 3.0727
7 * formiat * LP 3 3.7125 3.7125 3.7125 3.7125
5 * LP 3 4.0558 4.0558 4.0558 4.0558
7 * tanpa formiat * tanpa LP 3 4.6757 4.6757 4.6757 4.6757
5 * formiat 3 4.7081 4.7081 4.7081 4.7081
10 * tanpa formiat * tanpa LP 3 5.2632 5.2632 5.2632
10 * formiat 3 5.8782 5.8782
10 * formiat * LP 3 6.0781 6.0781
7 * formiat 3 6.5153
Lampiran 5 Hasil analisa dan uji lanjut duncan interaksi perlakuan terhadap nilai
fleigh Hi-fer
Superskrip
Perlakuan N
d c b a
5 * formiat 3 91.0154
7 * tanpa formiat * tanpa LP 3 103.4282 103.4282
10 * formiat 3 103.4970 103.4970
5 * formiat * LP 3 108.9502 108.9502 108.9502
5 * tanpa formiat * tanpa LP 3 111.2627 111.2627 111.2627
5 * LP 3 118.4703 118.4703 118.4703
10 * tanpa formiat * tanpa LP 3 120.2298 120.2298 120.2298
7 * formiat * LP 3 122.2917 122.2917 122.2917
7 * formiat 3 122.5269 122.5269 122.5269
10 * formiat * LP 3 128.8022 128.8022
7 * LP 3 134.9926
10 * LP 3 138.1860
Lampiran 6 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
konsentrasi asam laktat Hi-fer
Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi asam laktat Hi-fer
(P<0.05)
Superskrip
Perlakuan N
1 2
P1 3 2.6365
P3 3 3.9163
P3 3 11.8365 11.8365
P0 3 15.0247
Ket: P0 = Hi-fer tanpa penambahan (kontrol); P1 = P0 + asam formiat; P1 = P0 + L.plantarum;
P3 = P0 + Asam formiat + L.plantarum.
Lampiran 8 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
konsentrasi N-NH3 rumen in vitro
Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi N-NH3 rumen in vitro
(P<0.01)
39
Superskrip
Perlakuan N
c b a
P2 9 4.0524
P3 9 4.3735 4.3735
P2 9 5.2769 5.2769
P0 9 6.2958
Lampiran 9 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
konsentrasi VFA rumen in vitro
Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA rumen in vitro
(P<0.05)
Superskrip
Perlakuan N
b a
P3 9 115.7574
P1 9 119.8947
P2 9 123.8630 123.8630
P0 9 134.0871
Lampiran 10 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
koefisien cerna bahan kering (KCBK) rumen in vitro
Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap koefisien cerna bahan kering
(KCBK) rumen in vitro (P<0.01)
Superskrip
Perlakuan N
b a
P3 9 51.1541
P1 9 51.4099
P2 9 55.3749 55.3749
P0 9 56.0860
Lampiran 11 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
koefisien cerna bahan organik (KCBO) rumen in vitro
Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap koefisien cerna bahan organik
(KCBO) rumen in vitro (P<0.01)
Superskrip
Perlakuan N
1 2
P1 9 48.0640
P3 9 48.3649 48.3649
P0 9 52.2130 52.2130
P2 9 52.6485
Lampiran 16 Hasil analisa dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap
proporsi isovalerat
Superskrip
Perlakuan N
1 2
P3 3 2.0867
P1 3 2.5667 2.5667
P2 3 2.8500
P0 3 2.8967
Lampiran 19 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap palatabilitas
Superskrip
Perlakuan N
b a
P0 4 67.3844
P2 4 69.2222
P3 4 95.0508
P1 4 98.9564
45
RIWAYAT HIDUP
e-mail: saprilianstyahapsarisukadi@gmail.com