Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

Daftar Isi.............................................................................................................................. 1
I. Deskripsi Antigen......................................................................................................... 2
Karakteristik antigen.....................................................................................................2
Letak antigen.................................................................................................................3
APC (Antigen – Presenting cell).................................................................................. 3
II. Pembagian Antigen...................................................................................................... 4
III. Contoh Antigen........................................................................................................... 5
IV. Infeksi Virus, Infeksi Bakteri, dan Imunitas terhadap Parasit..................................... 7
Infeksi Virus................................................................................................................. 8
Penyebaran dan Pembiakan Virus................................................................................ 8
Respon Imun................................................................................................................ 10
Infeksi Bakteri.............................................................................................................. 11
Imunitas terhadap Protozoa dan Cacing...................................................................... 14
V. Mekanisme Pemasukan Antigen.................................................................................14
Daftar Pustaka.................................................................................................................... 17

ANTIGEN

1
I. Deskripsi antigen
Antigen merupakan substansi yang mempunyai kemampuan merangsang respons
imun (di dalam kasus ini juga disebut sebagai imunogen). Termasuk di dalam respons imun
ini yaitu pembentukan suatu antibodi yang spesifik atau sel T yang penting. Untuk lebih
tepatnya, suatu antigen juga merupakan suatu substansi yang bereaksi dengan antibodi atau
sel T prima tanpa mengindahkan kemampuannya untuk menurunkan mereka. Sebagian besar
antigen merupakan molekul besar (berat molekul lebih dari 1000). Molekul yang lebih kecil
biasanya tidak mempengaruhi respons imun kecuali bila mengikatkan diri pada molekul
pembawa yang lebih besar. Struktur topografi yang paling kecil pada permukaan molekul
besar yang dapat dikenal oleh sistem imun disebut sebagai epitope atau penentu antigenik
(antigenic determinant)
Antigen adalah suatu substansi yang mampu merangsang terbentuknya respon imun
yang dapat dideteksi, baik respon imun seluler, respon imun humoral atau kedua-duanya.
Karena sifatnya itu antigen disebut juga sebagai imunogen. Imunogen yang paling poten
umumnya merupakan makromolekul protein, polisakarida atau polimer sintetik yang lain
seperti polivinilpirolidon (PVP).

Karakteristik Antigen
Karakteristik antigen meliputi bentuk, ukuran, rigiditas, lokasi determinan dan
struktur tersier:
a. Ukuran
Antigen lengkap (imunogen) biasanya mempunyai berat molekul yang besar. Tetapi
molekul kecil dapat bergabung dengan protein inang sehingga dapat bersifat
imunogen dengan membentukkompleks molekul kecil (hapten) dan protein inang
(carrier).

b. Bentuk
Bentuk determinan sangat penting sebagai komponen utama, seperti DNP dalam
DNP-L-lisin yang memberi bentuk molekul yang tidak dapat ditemukan dalam
homolog primer. Kopolimer dari dua asam amino bersifat imunogenik untuk
beberapa spesies, yang mana polimer dari tiga atau empat asam amino yang
merupakan syarat yang penting untuk spesies lain. Lokasi dari struktur dalam
determinan juga sangat penting.
c. Rigiditas

2
Gelatin, yang mempunyai berat molekul yang sangat besar, hampir semuanya non
imunogenik. Kespesifitasanya dari produksi antigen secara langsung diangkut ke
gelatin.
d. Lokasi determinan
Bagian protein yang terdenaturasi mengindikasikan determinan antigen yang penting
yang dapat dimasukkan oleh molekul besar.
e. Struktur tersier
Struktur tersier dari protein (spatial folding) penting dalam mendeterminasi
kespesifikan dari respon suatu antibody. Produksi antibody rantai A dari insulin tidak
bereaksi dengan molekul alami. Reduksi dan reoksidasi dari ribonuklease di bawah
kondisi kontrol diproduksi dari campuran molekul protein yang berbeda hanya dalam
struktur tiga dimensi. Jika katabolisme terjadi, struktur tersier dari imunogen akan
dihancurkan

Letak Antigen
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem
kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan
antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi
antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul
Iainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat
antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker,
dan racun.

APC (Antigen-presenting cell)


AntigenPresenting Cells (APCs) adalah sel asessoris yang berfungsi
mempresentasikan antigen terhadap limfosit agar respon imun berhasil dengan baik. Banyak
antigen yang harus ditelan dan diproses secara intraseluler kemudian dipresentasikan ke
permukaan agar dikenali oleh limfosit. Macam antigen tersebut antara lain sel kanker, virus,
sedang untuk antigen yang berupa protein akan diproses dan dipresentasikan menjadi peptide.
Jenis sel yang dapat bertindak sebagai APCs antara lain makrofage, sel dendrite, sel B, dan
sel Langerhans.
II. Pembagian antigen
Antigen dapat dibagi menurut epitop, spesifitas, ketergantungan terhadap sel
T,sifat kimiawi dan fungsional:
1. Pembagian antigen menurut epitop:

3
 Unideterminan, univalen : hanya mempunyai 1 jenis determinan pada 1 molekul.
 Unideterminan, multivalen : hanya mempunyai 1 jenis determinan tetapi
dikemukakan 2 atau lebih determinan pada 1 molekul.
 Multideterminan, univalen : mempunyai banyak determinan tetapi hanya terdiri
dari 1 senyawa (biasanya protein).
 Multideterminan, multivalen : mempunyai banyak jenis determinan yang terdiri
dari beberapa komponen senyawa kompleks.
2. Pembagian antigen menurut spesifitas:
 Heteroantigen, dimiliki oleh banyak spesies.
 Xenoantigen, hanya dimiliki oleh spesies tertentu.
 Alloantigen, spesifik untuk individu dalam satu spesies.
 Antigen organ spesifik, hanya dimiliki oleh organ antigen.
 Autoantigen, dimiliki oleh tubuh sendiri.
3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T:
 T dependen, memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B terlebih dahulu untuk
menimbulkan respon antibodi. Pada umumnya antigen protein termasuk dalam
golongan ini.
 T independen, dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk
antibodi. Misalnya lipopolisakarida, dekstran, levan, dan flagelin polimerik bakteri.
4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi:
 Polisakarida, pada umumnya bersifat imunogenik.
 Glikoprotein, terdapat pada permukaan sel mikroorganisme.
 Lipid, biasanya tidak bersifat imunogenik, tetapi menjadi imunogenik apabila
terikat dengan protein karier. Lipid dianggap sebagai hapten, misalnya
sphingolipid.
 Asam nukleat, tidak bersifat imunogenik, tetapi menjadi imunogenik apabila
terikat dengan protein karier.
 Protein, pada umumnya bersifat imunogenik yang memiliki multideterminan yang
univalen.
5. Pembagian antigen menurut hubungan genetika dari asal antigen dan penerima
antigen:
 Antigen histokompabilitas, yaitu suatu antigen yang menimbulkan reaksi pada
transplantasi jaringan.
 Autoantigen, adalah antigen yang dimiliki oleh seseorang, tetapi karena suatu
sebab dapat menimbulkan antibodi terhadapnya.
 Isoantigen, merupakan antigen yang terdapat pada individu lain dalam spesies
yang sama namun secara genetik dapat dikenal oleh penerima, misalnya antigen
yang menentukan golongan darah.

4
 Alloantigen, merupakan antigen yang terdapat pada individu tertentu yang dapat
menimbulkan antibodi pada individu lain dalam satu spesies, karena secara genetik
antigen ini tidak dikenal oleh penerima.

6. Secara fungsional antigen terbagi menjadi 2, yaitu:


 Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa). Bagian dari molekul
antigen besar yang dikenali oleh sebuah antibodi (oleh reseptor sel-T) atau
bagian antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi,
menginduksi pembentukan antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh
bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi, bisa juga disebut determinan
antigen atau epitop.
 Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil. Bahan kimia ukuran
kecil seperti dinitrofenol dapat diikat antibodi, tetapi bahan tersebut sendiri tidak
dapat mengaktifkan sel B (tidak imunogenik). Untuk mengacu respon antibodi,
bahan kecil tersebut perlu diikat oleh molekul besar. Hapten merupakan sejumlah
molekul kecil yang dapat bereaksi dengan antibodi namun tidak dapat
menginduksi produksi antibodi.

III. Contoh antigen


1. Bakteri
Bakteri merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya dan lebih tersebar
luas dibandingkan mahluk hidup yang lain . Bakteri memiliki ratusan ribu spesies
yang hidup di darat hingga lautan dan pada tempat-tempat yang ekstrim. Bakteri
ada yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan. Bakteri memiliki ciri-
ciri yang membedakannya dengan mahluk hidup yang lain. Bakteri adalah
organisme uniselluler dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil dan
berukuran renik (mikroskopis).

5
2. Virus
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme
biologis. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel
eukariotaVirus bersifat parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya
dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan
memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan
selular untuk bereproduksi sendiri.

3. Sel darah yang asing


Sel darah yang asing dapat diperoleh dari pendonoran darah. Transfusi darah
merupakan jenis transplantasi yang paling sering dilakukan. Dan apabila darah
yang masuk ke dalam tubuh resipien tidak kompatibel maka tubuh akan
mengenalinya sebagai antigen.
4. Sel-sel dari transplantasi organ
Pencangkokan (Transplantasi) adalah pemindahan sel, jaringan maupun organ
hidup dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien atau dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh lainnya (misalnya pencangkokan kulit), dengan tujuan
mengembalikan fungsi yang telah hilang. Namun sel- sel tersebut dapat menjadi
antigen ketika sel tidak cocok dengan tubuh resipien.
5. Toksin

6
Toksin adalah segala bentuk zat yang memiliki efek destruktif bagi fungsi sel dan
struktur sel tubuh. Beberapa jenis toksin bersifat fatal, dan beberapa jenis lain
bersifat lebih ringan.

IV. Infeksi Virus, Infeksi bakteri, dan imunitas terhadap parasit

Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul
lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) dipasangkan ke protein-pembawa. Antigen
diketahui memasuki tubuh melalui daerah sebagai berikut :
 Saluran pernafasan merupakan gerbang masuk semua antigen.
 Walaupun kulit memberikan perlindungan yang efektif, retakan kecil tak diragukan
selalu ada yang memungkinkan masuknya antigen tertentu.
 Selaput lender saluran alat kelamin adalah tempat yang umum untuk invasi anti gen.
 Antigen yang masuk secara langsung kedalam darah untuk menimbulkan penyakit
biasanya ditularkan dari satu orang keorang lain dengan gigitan serangga. Bisa juga
melalui suntikan dan transfusi darah.
Gerbang keluar bagi antigen biasanya sama dengan gerbang masuknya. Akan tetapi
didalam tubuh juga memiliki pertahanan (antibody) disetiap bagiannya, ia merupakan
pertahanan pertama yang bersifat alamiah. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem
perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi
tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus,

INFEKSI VIRUS
Perbedaan utama antara virus dengan organisme lain yaitu bentuk yang sangat
sederhana, karena virus tidak mempunyai kelengkapan untuk melakukan metabolism
termasuk sintesa protein tanpa bantuan sel inang, sehingga untuk hidup dan pembiakannya
diperlukan hidup dalam sel inang. Tergantung dari jenis informasi genetiknya, virus
dibedakan menjadi virus DNA dan virus RNA. Untuk dapat masuk ke dalam sel inang, sel
inang perlu memiliki reseptor untuk virus bersangkutan, ataupun dengan cara endositosis oleh
sel inang.
Untuk bertahan hidup dan memperbanyak dirinya di dalam sel inang, virus selalu
menyisipkan unsure genetiknya ke dalam untaian DNA dari sel inang yang diinfeksinya.
Maka, molekul baru pada permukaan sel akan dikenal oleh system imun sebagai antigen
asing.

7
PENYEBARAN DAN PEMBIAKAN VIRUS
Penyebaran dan pembiakan virus :
 Tipe I : penyebaran ekstraseluler
Virion yang mampu menginfeksi dilepaskan dari sel inang untuk disebar dalam
lingkungan ekstraseluler. Contohnya adalah influenza dan adenovirus.
 Tipe II : penyebaran intraseluler
Virion menyebar dari sel ke sel melalui desmosom atau fusi antar sel tanpa melalui
lingkungan ekstraseluler. Contohnya adalah virus herpes.
 Tipe III : penyebaran melalui inti
Genom dari virus berada dalam keadaan laten dan terpadu dengan genom inang
sehingga dapat disebarkan pula selama meiosis ke anak-anak sel. Contohnya adalah
retrovirus, HIV-1 dan HIV-2.

Ditinjau pada tingkat organisme inang terbagi 3 cara penyebaran virus :


1. Setempat
V irus menginfeksi terbatas pada selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
2. Hematogen primer
Virus dinokulasikan secara langsung ke dalam peredaran darah yang akan diikuti
penyebaran dalam organ.
3. Hematogen sekunder
M ula-mula infeksi virus dan pembiakannya berlangsung pada permukaan selaput
lendir yang kemudian diikuti penyebarannya melalui darah untuk mencapai organ
sasaran.
4. Penyebaran melalui syaraf
Virus tertentu yang dinokulasi di daerah perifer akan menyebar melali sistem syaraf.

Penghindaran Mekanisme Pertahanan


Beberapa virus mampu untuk menghindarkan diri dari mekanisme pertahanan
imunologik. Usaha ini dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain:
1. Tidak imunogenik
Ada kalanya terdapat virus yang tidak dapat membangkitkan respon imun. Bahkan
terdapat virus yang bersifat imunosupresif.
2. Penyebaran Tipe II dan III
Penyebaran ini menyebabkan terbatasnya pemaparan antigen virus terhadap system
imun, walaupun pada permukaan sel inang sendiri terjadi ekspresi antigen virus yang
menginfeksinya.
3. Multiplisitas
Beberapa virus seperti enterovirus dan rhinovirus mampu mengubah struktur antigen
permukaannya dengan cara mutasi atau rekombinan sehingga menyebabkan infeksi
yang berkelanjutan. Maka, seseorang dapat dihinggapi infeksi virus influenza
sepanjang hidupnya sebanyak 5-10 kali atau bahkan lebih.

8
4. Tidak ada netralisasi oleh antibody
Beberapa virus setelah bereaksi dengan antibody-nya tidak terendam efek patogennya,
bahkan antibody tersebut dapat menyebabkan penyakit kompleks imun. Hal ini terjadi
pada virus Hepatitis B.
5. Modulasi antibody terhadap antigen virus pada sel
Antigen virus yang diekpresikan pada permukaan sel dapat bereaksi dengan antibody
sehingga virus tidak dapat dimatikan oleh limfosit ataupun antibody.
6. Penyamaran
Protein virus yang ada pada permukaan sel bereaksi dengan protein bahan-bahan
inang sehingga sel inang yang terinfeksi akan terselubung terhadap system imun.
7. Imunosupresi
Infeksi virus dapat menekan respon imun inang.

8. Latensi
Beberapa virus setelah menginfeksi sel tubuh dapat berada dalam keadaan tidak
aktif, sehingga sangat jarang terdapat antigen virus pada permukaan sel inang atau
bahkan sulit ditemukan.

RESPON IMUN
Respon imun akan diawali dengan pemrosesan antigen yang disusul dengan presentasi
fragmen-fragmen antigen oleh APC. Presentasi ini harus dilakukan bersama-sama dengan
MHC kelas II, Limfosit T helper (CD 4+) melalui reseptor TcR akan mengenal antigen yang
disajikan bersama dengan MHC kelas II, kemudian memberikan sinyal kepada sel B untuk
berproliferasi dan berdiferensiasi.

Secara garis besar semua sel yang menampilkan MHC kelas II dapat bertindak
sebagai APC, misalnya sel-sel dendritik, kupfer, langerhans, endotel, fibroblast dan sel B.
Diantara sel-sel diatas sel dendritik, makrofag dan sel B merupakan APC terpenting, bahkan
sel dendritik folikuler mampu menyajikan antigen natif dalam bentuk kompleks imun tanpa
memprosesnya terlebih dahulu. Diduga sel-sel ini bertindak sebagai tempat menampung
antigen natif atau kompleks antigen antibodi. Antigen atau kompleks antigen antibodi
melekat pada permukaan sel dendritik folikuler tanpa diproses lebih lanjut. Bagian-bagian sel
yang berbentuk tonjolan dilepaskan bersama-sama dengan komplek antigen antobodi dan
membentuk butir-butir komplek imun yang disebut dengan icoccomes. Icoccomes ini
kemudian ditangkap oleh sel B atau makrofag untuk diproses lebih lanjut. Membuktikan
bahwa sel dendritik merupakan APC pertama yang mengaktivasi sel T pada hewan percobaan
yang belum pernah tersensitisasi. Sedangkan makrofag dan sel B hanya menyajikan antigen

9
kepada sel B yang teraktivasi atau sel T memori.

Selama berlangsungnya pertentangan antara virus menghadapi system imun, secara


terus-menerus virus akan mengubah antigen permukaannya. Perubahan antigen tersebut dapat
bersifat kecil (antigenic drift) atau bersifat perubahan besar (antigenic shift). Contohnya
adalah virus influenza yang mempunyai protein pada permukaan selubungnya dalam bentuk
hemaglutinin dan neuraminidase dapat mengalami perubahan kecil sehingga imunitas
terhadap infeksi virus terdahulu masih dapat melindungi infeksi virus yang telah mengalami
mutasi tersebut. Berbeda jika terjadi perubahan hemaglutinin sangat besar, maka imunitas
yang diperoleh dari infeksi influenza sebelumnya kali ini tidak dapat melindungi infeksi
influenza yang telah mengalami mutasi besar.
Molekul antibody dapat menetralisasi virus dengan berbagai macam cara. Antibody
dapat menghambat bergabungnya virus dengan reseptornya pada permukaan sel sehingga
mencegah penetrasi virus dalam sel yang pada gilirannya mencegah perbanyakan virus secara
intraseluler.
Telah diketahui bahwa antibody hanya efektif terhadap mikroorganisme yang berada
diluar sel, sehingga virus yang hanya dapat berbiak dalam sel, sukar dijangkau oleh antibody
secara langsung. Antibody spesifik dapat menghambat penyebaran virus secara setempat atau
sistemik apabila dilepaskan dari sel-sel inang, namun mereka kurang efektif apabila virus

10
menyebar dari sel ke sel atau apabila penyebarannya melalui pertunasan. Ol;eh karenanya,
biasanya antigen yang diekspresikan pada permukaan sel telah mengalami perubahan. Virus-
virus yang kurang mendapatkan perlawanan dari antibody yaitu yang termasuk golongan
virus oncorna (oncogenic RNA virus) yaitu virus leukaemogenik mencit, orthomyxo
(influenza), paramyxo (gondong, campak), toga (dengue), rhabdo (rabies), arena
(lymphocytic choriomeningitidis), adeno, herpes (simplex, varicella zoster, CMV, EBV,
penyakit Marek), pox (vaccinia), popova (SV40, polyoma) dan virus rubella.
Infeksi oleh virus dapat menyebabkan efek penekananterhadap respons imun seluler
inang. Pengamatan dengan uji kulit terhadap penderita campak sering menunjukan hasil
negative. Sebenarnya jika ada orang yang sakit akibat virus karena terinfeksinya sel sel
limfoid dan fagosit oleh virus, seperti halnya oleh HIV, atau dapat disebabkan oleh
pengelepasan mediator secara berkelebihan sehingga mengakibatkan aktivitas nonspesifik.

INFEKSI BAKTERI

Bakteri adalah makhluk hidup bersel satu yang sangat kecil yang dapat hidup baik di
lingkungan sekitar maupun di tubuh manusia.

Epitel permukaan termasuk kulit, mempunyai sistem perlindungan yang dapat


membatasi masuknya bakteri kedalam tubuh. Hanya sedikit saja bakteri yang dapat
menembus kulit, sehingga keampuhan kulit sebagai penahan bakteri tersebut terbukti apabila
adanya kerusakan kulit biasnya segera diikuti oleh infeksi kulit. Misalnya kerusakan kuluat
karena kebakaran menyebabkan kerawanan kulit terhadap masuknya bakteri pathogen.
Selama epitel permukaan kulit tetap utuh, maka hanya sebgaian kecil saja dari sekian banyak
bakteri pathogen yang berhasil masuk kedalam tubuh.

Dinding Bakteri

Keampuhan dari respon sistem imun terutama tergantung kepada kemampuan untuk
merusak komponen komponen dinding bakteri. Berdasarkan kepentingan patofisiologi,
dibedakan tiga jenis kelompok bakteri, yaitu:

a) Gram-positif
b) Gram-negatif
c) Mycobacterium
Selain dinding bakteri, pada permukaan bakteri dapat ditemukan struktur lain yang
dinamakan frimbiae dan flagellae atau struktur selubung lain yang paling luar yang

11
dinamakan selubung pelindung. Protein dan polisakarida dengan struktur tersebut dapat
merupakan sasaran dari sistem imun.

Semua bakteri memiliki membran sel yang membatasi sitoplasma dan lapisan molekul
peptidoglikan yang berada disebelah luarnya. Membrane sel berstruktur sebagai dwi lapisan
lipid seperti membran sel inangnya. Bakteri gram negative masih memounyai dwilapisan
lipid lagi disebelah luar lapisan peptidoglikan. Pada dwilapisan lipid ini kadnag kadang
terdapat molekul molekul lipipolisakharida LPS). Enzim dari lisosom dan lisozim sangat aktif
terhadap lapisan peptidoglikan, sedang lapisan yang efektif terhadap lapisan lipid luar dari
gram negative adalah protein kationik dan komplementer.

Susunan dinding sel bakteri yang temasuk mycobacterium sangat sulit dipecahkan dan
rupanya hanya dapat dihancurkan dengan bantuan enzim bakteri yang bekerja didalam.

Dinding dan substansi selubung pelindung dari kebanyakan bakteri mempunyai


kemampuan sebagai adjuvant. Adjuvant adalah bahan bahan yang mendorong secara
nonspesifik berlangsungnya respon imun terhadap antigen. Sebagai contoh efek nonspesifik
dari dinding sel mycobacterium adalah:

1. pemicuamn mekanisme radang


2. aktivasi jalur aktif sistem komplemen
3. aktivasi sel makrofag
4. aktivasi sel B secara poloklonal
beberapa bakteri lain, seperti streptococcus Gol A dan beberapa pathogen usus mempunyai
reseptor untuk permukaan sel epitel usus. Untuk jenis bakteri semacam ini, penempelan pada
sel epitel dapat dicegah dengan antibody. Antibody terhadap fimbriae, asam lipoteichoik dan
sleubung bakteri akan mencegah penempelannya pada permukaan sel inang. Apabila bakteri
berhasil masuk tubuh, dan mengadakan pembiakan, maka peristiwa ini akan mengaktifkan
sessistem komplemen sehingga menimbulkan kerusakan dinding luar bakteri dari golongan
gram negative.

Interaksi dengan fagosit

Akhirnya kematian semua bakteri disebabkan oleh fagosit. Namun pada pihak lain
bakteri mempunyai beberapa kemampuan untuk menghindarkan peristiwa fagositosis pada
setiap tahap, mulai dari penempelan bakteri pada fagosit sampai pada tahap pembunuhan
dalam sel.

12
Berbagai bakteri tertentu mempunyai cara tertentu dalam menghindari kematian oleh
fagosit.

1) dengan menghasilkan molekul yang toksik atau yang menghambat aktifitas reaksi
radang, bakteri dapat mencegah kemotaksis fagosit untuk mendekatinya
2) selubung dari Neisseria pada protein M dari S. Pyogenes mencegah penempelan bakteri
pada fagosit, sehingga tahap fagositosis selanjutnya dapat dicegah.
3) Apabila bakteri berhasil ditelan fagosit maka masih ada beberapa cara untuk
menghindari kematiannya:
a. mencegah fusi fagosom dan lisosom
b. dinding bakteri yang tahan terhadap pengaruh lisosom (hal ini diakibatkan bakteri
menetralisi enzim, H2O2 atau superoksid yang akan merusaknya)
c. bakteri mampu keluar dari fagosom untuk memasuki sitolasma fagosit sehingga
bebas dari serangan lisosom, bahkan dapat berkembang biak.

IMUNITAS TERHADAP PROTOZOA DAN CACING

Parasit atau protozoa juga menyerang manusia, hidup dalam tubuh dengan menempati
berbagai jaringan atau sel yang khas, misalnya amoeba (dalam usu), trypanozoma (dalam
darah, otot dan makrofag), plasmodium (dalam eritrosit), leismania (dalam mikrofag).

Selain parasit cacing yang menginfeksi manusia meliputi berbagai trematoda


(scistosoma), beberapa cestoda (cacing pita) dan beberapa nematode (trichinella spiralis,
filaria, ascaris, ankylostoma).

Berbagai jenis parasit tersebut mempunyai siklus, hewan perantara (vector),


penyebaran geografik yang berbeda beda, demikian pula penyakit yang ditimbulkan berbeda.

Parasit seringkali mempunyai siklus yang rumit dan kadang kadang membutuhkan
vector agar dapat berpindah dari satu jenis inang ke inang yang lain. Infeksi parasit umumny
bersifat kronis. Dalam perjalanan evolusinya, jenis parasit yang tahan hidup telah
menyesuiakan diri dengan inangnya. Namun hal ini tidak selalu berlaku untuk sdeua jenis
parasit, contohnya cacing pita dan babi dapat hidup dalam tubuh manusia, namun akibat tidak

13
dapat melanjutkan siklus hidupnya hingga selesai. Hal ini menunjukan bahwa ketahanan
inang ditentukan oleh gena tertentu.

V. Mekanisme pemasukan antigen

Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa
masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada
protein tubuh kita. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan
istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal
maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B
yang akan mensintesis pembentukan antibodi. Contoh hapten dia antaranya adalah toksin
poison ivy, berbagai macam obat (seperti penisilin), dan zat kimia lainya yang dapat
membawa efek alergik.
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B.
Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma kemudian akan membentuk antibody yang mampu berikatan dengan antigen yang
merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Tempat melekatnya antibody pada antigen
disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.
Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti berikut:

 Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui makanan, minuman, udara, injeksi, atau


kontak langsung.
 Antigen berikatan dengan antibody.
 Histamine keluar dari sel mast dan basofil
 Timbul manifestasi alergi

Interaksi antigen-antibodi dapat dikategorikan menjadi tingkat primer, sekunder, dan tersier.

 -Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibody
pada situs identik yang kecil, bernama epitop.
 -Sekunder
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:
1. Netralisasi

14
Adalah jika antibody secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen
menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin
bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.
2. Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfuse darah yang
tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan.
3. Presipitasi
Adalah jika complex antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar,
sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya
mengendap.
4. Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibody yang berikatan dengan antigen mampu mengikat
reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang
mengandung antigen tersebut.
5. Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibody ke antigen juga menginduksi serangan sel
pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell
kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibody sebelum
dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.
 Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologic dari interaksi antigen-
antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh
menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immunitas mikroba,dan
lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan
defisiensi yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.

15
PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. pengertian antigen dan imunogen


Istilah antigen dan imunogen
Istilah antigen digunakan untuk menamakan suatu molekul yang mempunyai kemampuan
untuk berikatan secara spesifik dengan antibodi. dengan demikian, maka tidak semua
antigen dapat menimbulkan respon imun.
Istilah imunogen digunakan untuk menamakan molekul atau kumpulan molekul yang
dapat menimbulkan respon imun.
Misal mikroorganisme, jaringan asing, substansi lain (non patogen) di lingkungan (seperti
makanan dan tepung sari) dll.

2. Pengertian autogenic, serta kapan terjadinya autogenic pada diri manusia?


Dalam keadaan normal, sistem imun dapat membedakan antigen tubuh sendiri dari
antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen. tetapi adakalanya
timbul reaksi autoimunitas dimana terjadi reaksi system imun terhadaap antigen sel
jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen, sedang antibody yang dibentuk
disebut autoantibody.
Sel autoreaktif merupakan reseptor untuk autoantigen,yang disebut dengan sel limfosit
reaktif (SLR). Dan sel tersebut akan memberikan respons autoimun. SLR diatur oleh
system yang mengontrol reaksi autoimun.

16
Kapan autoantigenik terjadi?
Dalam keadaan normal, sistem imun dapat membedakan self antigen(antigen tubuh
sendiri)dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self
antigen ( self-tolerance).Menurut Teori-teori autoimunitas Hilangnya self tolerance ketika
terjadi gangguan system limfoid ataupun infeksi yang menjadi pemicu hal tersebut.
Infeksi menyebabkan produksi bahan kimia inflamasi. Jika ini hadir pada saat yang sama
bahwa limfosit disajikan dengan autoantigen dengan sel antigen-presenting, kombinasi
bisa mengaktifkan diri limfosit reaktif yang tidak dihapus selama pengembangan.
Penghancuran jaringan tubuh bantalan mereka autoantigens akan mengikuti. Dalam
proses lain yang mungkin, disebut "mimikri molekuler," sebuah protein asing beruang
kesamaan tersebut untuk suatu autoantigen bahwa antibodi sel B atau sel T sitotoksik
yang spesifik untuk antigen asing silang bereaksi dengan autoantigens, menyebabkan
kerusakan jaringan. Atau, kombinasi dari antigen asing dengan protein diri dapat
membentuk kompleks baru yang mampu mengaktifkan T yang tepat atau limfosit B untuk
menghancurkan jaringan yang mengandung kompleks.
ketika terjadi kegagalan respon imun terhadap antigen jaringan sendiri oleh
pertahanan self-tolerance sel B atau sel T ditemukan limfosit dapatmengekspresikan
reseptor spesifik untuk banyak self-antigen.Self-antigen tersebut dapat menimbulkan
aktivasi, proliferasi serta d i f e r e n s i a s i s e l T a u t o r e a k t i f m e n j a d i s e l e f e k t o r
y a n g m e n i m b u l k a n k e r u s a k a n j a r i n g a n d a n berbagai organ.

3. Sifat Antigenik bakteri


Antigenik adalah sebuah zat yang merangsang respon imun, terutama dalam
menghasilkan antibodi. Antigen biasanya berupa protein atau polisakarida, tetapi dapat
juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) yang bergabung dengan
proetin-pembawaatau carrier. Mikroba memiliki antigenik yang sangat beragam.

Bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh, akan terbentuk antibodi yang mengikat
antigen. Antigen merupakan bahan kimia tertentu dari sel mikroba. Antibodi ini bersifat
sangat spesifik terhadap antigen yang menginduksinya. Oleh karena mikroorganisme
memiliki antigen yang berbeda, maka antibodi dapat digunakan untuk mencirikan (rapid
indentification) terhadap mikroorganisme. Reaksi ini sangat sepesifik sehingga dapat
disebut sebagai lock and key system.

17
Kespesifikan reaksi antara antigen dan antibodi telah ditunjukkan melalui penelitian
penelitian yang menunjukkan antibodi dapat membedakan antara kelompok berbeda pada
protein ataupun kumpulan kimia yang sama tetapi berbeda kedudukan.Ikatan kimia antara
antigen dan antibodi
Terdiri dari ikatan non kovalen, (seperti ikatan hidrogen, van der Waals, elektrostatik,
hidrofobik), sehingga reaksi ini dapat kembali ke semula (reversible). Kekuatan ikatan ini
bergantung kepada jarak antara paratop dan bagian-bagian tertentu pada epitop.

4. T independen yaitu antigen yang dapat langsung menstimulasi sel B sehingga


menghasilkan antibody tanpa bantuan sel T. termasuk dalam T-independent antigen
(lipopolisakarida, dekstran, flagelin polimerik bakteri).
Cirri khasnya yaitu memiliki determinant yang sama dan berulang, berupa molekul besar
polimer yang dipecah dalam tubuh secara perlahan-lahan, dapat mengaktivasi sel B
spesifik untuk jenis antigen yang lain.
Resistensi terhadap degradasi: antigen T independent ini lebih bersifat tahan terhadap
degradasi sehingga lebih tahan lama dan secara terus menerus menstimulasi sistem imun.
Antigen masuk kemudian ditangkap makrofag dan di presentasi sel T kemudian sel T
menjadi aktif dan membentuk Th1 dan 2 sehingga menghasilkan sitokin dan merangsang
sel B merangsang sel B jadi sel plasma.
T dependent yaitu antigen yang tidak dapat langsung menstimulasi sel B menjadi
antibody, sehingga perlu pengenalan oleh sel T dan sel B dulu. Yang termasuk kedalam T
dependent yaitu protein secara structural, terdapat beberapa antigen determinan yang
berbeda. Tidak merangsang timbulnya sel memori. Jika ada antigen bob protein masuk,
maka tidak melibatkan sel T sehingga langsung direspon oleh sel B karena dipermukaan
sel B ada pemukaan ig, sehingga sel B aktif dan jadi sel plasma.
5. Reaksi antigen antibody
Interaksi antigen-antibodi dapat diamati dengan cara melakukan pemeriksaan golongan
darah. Pemeriksaan golongan darah ini memerlukan bahan dan alat seperti sampel darah,
gelas obyek, antigen, satu set larutan antisera (Anti-A, Anti-B, Anti-AB, dan Anti-D),
lanset serta mikroskop. Cara kerjanya yaitu mempersiapkan peralatan kemudian memberi
tanda pada gelas obyek daerah A, B, AB, dan D. Kemudian mengambil sampel darah
probandus dengan cara menusuk jari tengah probandus menggunakan lanset dan darahnya
diteteskan pada gelas obyek di masing-masing daerah yang telah diberi tanda. Setelah itu
larutan antisera diteteskan pada masing-masing sampel darah sesuai dengan kode. Satu

18
sampai dua menit kemudian diamati dengan mata telanjang ataupun dengan bantuan
mikroskop untuk melihat terjadinya aglutinasi.
Untuk mengamati jenis-jenis leukosit diperlukan bahan dan alat-alat seperti sampel darah,
gelas obyek, aquades, methyl alkohol, can giemsa 3%, mikroskop cahaya, hand tally
counter, lancet, dan kapas alkohol. Pertama kali yang harus dilakukan adalah membuat
sediaan film darah tipis dengan cara menyiapkan 2 buah obyek gelas (A dan B), jari
tengah probandus ditusuk kemudian darahnya diteteskan di atas obyek gelas A. Obyek
gelas B ditarik sedikit ke belakang hingga menyentuh tetesan darah pada gelas obyek A
dan timbul kapilaritas sehingga darah akan segera menyebar sepanjang sisi gelas obyek B.
Setelah terjadi kapilaritas, obyek gelas B didorong menjauhi tetesan darah di obyek gelas
A dengan mantap dan cepat sehingga akan terjadi film darah yang tipis. Hasil tersebut
kemudian dikeringkan di udara. Proses selanjutnya adalah pewarnaan yang dilakukan
dengan memfiksasi obyek gelas A dalam methyl alkohol selama 3-4 menit kemudian
mengeringkannya dalam suhu ruang. Langkah selanjutnya menetesi seluruh permukaan
sediaan oles dengan larutan Giemsa 3% dan didiamkan selama 30-40 menit. Setelah itu
sediaan dicuci dengan aquades dingin, dikeringkan, dan diperiksa di bawah mikroskop
cahaya dengan perbesaran lemah (10x). Sediaan diperiksa dari daerah kepala sampai ekor
dan dipilih bagian yang eritrositnya tidak saling menumpuk kemudian diamati lebih lanjut
dengan menggunakan perbesaran 100x untuk dihitung jenis leukositnya.
Contoh reaksi antigen antibody:
a) Golongan darah dan transfusi darah

Tes aglutinasi adalah pendiagnosa yang berguna untuk mendeteksi dan mengukur antibodi
spesifik dalam serum pasien, untuk mengidentifikasi antigen seperti bakteri dan virus
(yang dikenal dengan antisera) serta untuk menentukan golongan darah.Hemaglutinasi
adalah aglutinasi sel darah merah oleh antibodi yang spesifik untuk antigen membran sel.
Pemeriksaan golongan darah adalah contoh dari hemaglutinasi. Molekul antibodi dengan
satu reseptor pengikat dan satu reseptor bebas terikat pada antigen membentuk jembatan
(linkage) antara 2 mokelul antigen.Ikatan silang antigen-antibodi ini berlanjut membentuk
pola geometris komplek tiga dimensi sampai menghasilkan satu kelompok
besar.Aglutinasi ini terjadi bila ukuran antigen lebih dari 2 μm.
Golongan darah ditentukan oleh kehadiran atau ketidakhadiran antigen.Struktur kimia
antigen golongan darah disusun oleh rantai gula panjang berulang-ulang yang disebut
fukosa, yang dengan sendirinya membentuk antigen O bagi golongan darah O. Fukosa

19
juga berperan sebagai dasar dari golongan darah lainnya. Golongan darah A adalah
antigen O (fukosa) ditambah gula yang disebut N-asetil galactosamin yang ditambahkan
pada ujungnya. Golongan darah B adalah fukosa ditambah gula berbeda, D-galactosamin,
pada ujungnya.Golongan darah AB adalah fukosa ditambah N-asetil galactosamin dan D-
galactosamin.Rantai gula panjang berulang-ulang ini seperti antena, yang memproyeksi
keluar dari permukaan sel-sel kita, mengawasi antigen asing. Masing-masing golongan
darah memproduksi antibodi terhadap golongan darah lainnya.Inilah mengapa kita bisa
menerima transfusi dari sebagian golongan darah tetapi tidak dari yang lainnya. Antibodi
golongan darah ini tidak berada di sana untuk memperumit transfusi, tetapi lebih untuk
melindungi tubuh dari zat-zat asing, seperti bakteri, virus, parasit dan beberapa makanan
nabati yang mirip antigen golongan darah asing. Ketika sistem kekebalan tubuh berusaha
mengidentifikasi karakter yang mencurigakan, salah satu hal pertama yang dicarinya
adalah antigen golongan darah. Jika sistem kekebalan tubuh bertemu salah satu zat yang
mirip golongan darah yang berbeda, ia akan menciptakan antibodi untuk melawannya.
Reaksi antibodi ini dikarakteristikkan oleh proses yang disebut aglutinasi (penggumpalan
sel). Ini berarti antibodi melekat pada antigen dan menjadikannya sangat lengket. Ketika
sel, virus, parasit dan bakteri digumpalkan, mereka melekat satu sama lain dan
“menggumpal”, yang menjadikan tugas pembuangan mereka lebih mudah. Ini lebih
seperti memborgol kriminal menjadi satu. Mereka menjadi tidak berbahaya daripada
ketika dibiarkan bergerak dengan bebas. Aglutinasi merupakan konsep penting dalam
analisis golongan darah. Antibodi golongan darah ini, yang seringkali disebut
isohemaglutinin, merupakan antibodi paling kuat dalam sistem kekebalan tubuh, dan
kemampuan mereka untuk menggumpalkan sel-sel golongan darah yang berbeda sangat
kuat sehingga bisa diamati dengan cepat di slide kaca dengan mata biasa.

b) Pencangkokan jaringan dan transplantasi organ


Kompleks histokompatibilitas mayor (MHC), yang merupakan sidik jari protein yang
unik untuk setiap individu, bertanggung jawab atas stimulasi penolakan pencangkokan
jaringan dan transplantasi organ. Molekul MHC asing bersifat antigenik dan menginduksi
respon kekebalan melawan jaringan atau organ yang didonorkan itu. Untuk
meminimalkan penolakan, upaya-upaya telah dilakukan untuk sedekat mungkin
mencocokkan MHC jaringan donor dengan MHC jaringan resipien (penerima).

20
`

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja K, Rengganis I. 2009. Imunologi Dasar Edisi 8. Penerbit FKUI. Jakarta.

Naim R, Helbert M.2002. Immunology for Medical Students. Hosby. Edinburgh.

Radji, Maksum. 2010. Imunologi & Virologi. Penerbit PTISFI. Jakarta

Suardana, I. B. K. 2010. Antigen. Online at http://id.shvoong.com/medicine-and-


health/imuunology/2079646-antigen/#ixzz1oQvVyMf0

Subowo. 2009. Imunologi klinik. Angkasa. Bandung

Underwood, J. C. E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Vol 1 E/2. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta

21
22

Anda mungkin juga menyukai