KIMIA ORGANIK
“REAKSI ELIMINASI 2”
Oleh :
Kelompok 4
Farmasi A
Syari Sekar Suryandari (17101105037)
Ravael K. Kolibu (17101105033)
Julianti S. Sumolang (17101105047)
Agnes S. G. Sahuleka (17101105011)
Fera A. Marhaba (17101105042)
Angelika P. Legy (17101105013)
Eufrasia R. Seru (17101105002)
Sheren M. B. Tumurang (17101105024)
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerahNya
penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penulisan makalah ini hingga
bisa tersusun dengan baik.
Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah kimia organik dan
disusun berdasarkan pengetahuan yang kami peroleh dari beberapa buku dan media elektronik
dengan harapan pembaca dapat memahami tentang “Alkohol & Eter”.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Agar mengetahui bagaimana tata nama Alkohol & Eter
Agar mengetahui bagaimana Sifat Fisis dari Alkohol & Eter
Agar mengetahui bagaimana pembuatan eter
1
BAB II
ISI
b) Alkohol sekunder, yakni alkohol yang gugus –OH nya terikat pada atom C
sekunder
c) Alkohol tersier, yakni alkohol yang gugus –OH nya terikat pada atom C
tersier
Metanol
2) Pemberian nomor pada atom karbon dimulai dari atom karbon yang paling dekat dengan
gugus –OH.
2
3) Bila terdapat lebih dari satu gugus hidroksil, digunakan akhiran –diol, –triol, dan
seterusnya. Catatan akhiran “a” pada alkana induknya tetap digunakan.
2,4-propanadiol
1,2,2-propanatriol
Dalam sistem IUPAC, penomoran dan akhiran dalam tata nama senyawa multi
fungsional ditentukan oleh prioritas tata nama.
Dalam suatu senyawa yang mengandung suatu gugus OH dan juga suatu ikatan
rangkapa atau suatu gugus yang lazimnya diberi nama sebagai awalan, maka gugus
hidroksil itu mempunyai prioritas tatanama lebih tinggi. Dalam hal ini, OH
memperoleh bagaimana suatu akhiran ikatan rangkap disisipkan ke dalam suatu
alkohol tak jenuh.
3
2.1.3. Nama Trivial Alkohol
Selain nama IUPAC, alkohol juga mempunyai nama trivial atau nama umum.
Biasanya nama trivial alkohol hanya diberikan pada alkohol degan rantai sederhana.
Nama trivial alkohol dinyatakan dengan nama gugus alkil yang mengikat gugus
hidroksi kemudian diikuti dengan kata alkohol.
𝑪𝑯𝟑 𝑪𝑯𝟐 𝑶𝑯
Etil Alkohol
Dalam nama trivial suatu –diol diganti dengan glikol, contohnya 1,2-etilenadiol nama
trivialnya adalah nama alkena padanannya kemudian diikuti dengan nama glikol.
Nama eter yang lebih rumit, mengikuto aturan tatanama sistematik. Suatu awalan
alkoksi- digunakan bila terdapat lebih dari satu gugu alkoksil (RO-)atau bila terdapat suatu
ggus fungssional yang lebih berprioritas. (gugus hidroksil lebih berprioritas dari pada
gugus alkoksil).
Dalam sistem IUPAC, epokida disebut oksirana. Dalam menomori cincin, oksigen
selalu diberi nomor 1.
4
2.7. Sifat Fisis Alkohol dan Eter
2.3.1. Titik Didih
Karena alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-molekulnya,
maka titik didih alkohol lebih tinggi daripada titik didih alkil halida atau eter, yang
bobot molekulnya sebanding. Molekul-molekul eter tidak dapat berikatan hidrogen
dengan sesamanya, sehingga mengakibatkan senyawa eter memiliki titik didih yang
relatif rendah dibandingkan dengan alkohol. Tabel 7.1 membandingkan titik didih
alkohol dan halida organik yang sama kerangka karbonnya.
5
2.4. Pembuatan Eter
2.4.1. Dietil eter
Dalam kodisi yang tepat, reaksi antara asam sulfat dengan etanol menghasilkan
dietil eter lewat etil hidrogen sulfat sebagai zat-antara.
Etanol
Dietil eter mengandung belerang dalam strukturnya. Dietil eter digunakan
sebagai anestetika. Dietil eter sangat mudah menguap, uapnya mudah meledak, dan
mempunyai kecenderungan membuat pusing dan mabuk. Meskipun begitu, dietil eter
merupakan zat pematirasa yang cukup aman.
2.4.2. Sintesis eter Williamson
Sintesis eter Williamson adalah reaksi untuk mensintesiskan eter dengan
mereaksikan suatu alkil halida (haloalkana) dengan suatu alkoksida atau fenoksida
melalui suatu reaksi SN 2 .
6
Rendemen terbaik diperoleh bila alkil halida merupakan metil atau primer.
Sedangkan alkoksida dapat berupa metil, primer, sekunder, tersier maupun arilik.
Biasanya digunakan natrium atau kalium alkoksida atau fenoksida.
Berikut adalah contoh pembuatan eter dengan sintesis eter Williamson :
7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Alkohol mempunyai nama IUPAC dan nama trivial atau nama umum. Nama trivial
alkohol biasanya hanya digunakan pada alkohol dengan rantai sederhana.
Sedangkan eter rantai terbuka sederhananya hampir semua diberi nama dengan
nama trivial dan nama eter yang lebih rumit mengikuti aturan tatanama sistematik.
Titik didih alkohol lebih tinggi daripada titik didih alkil halida atau eter yang bobot
molekulnya sebanding karena alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara
molekul-molekulnya. Alkohol berbobot molekul rendah larut dalam air, sedangkan
sedangkan alkil halida padanannya tidak larut.
Dietil eter dibuat dengan mereaksikan asam sulfat dan etanol dengan etil hidrogen
sulfat sebagai zat-anatara. Eter juga dapat dibuat dengan prosedur sintesis etil
williamson dengan mensintesis suatu alkil halida dengan alkoksida atau fenoksida
melewati reaksi SN 2 .
3.2. Saran
Diharapkan agar pembaca dapat lebih memahami tatanama alkohol dan eter, sifat
fisis dari alkohol dan eter, serta lebih memahami bagaimana eter dibuat.
8
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga : Jakarta.
Kusnawan, E. 2008. Panduan Pembelajaran KIMIA untuk SMA/MA kelas XII. Bogor :
PT.Siem & Co.Jakarta.
Novianto, Ipung. 2011. Buku Kerja SMA KIMIA kelas XII. Surakarta : Suara Media Sejahtera.
Utami, Budi, dkk. 2010. KIMIA untuk SMA/MA kelas XII Program Ilmu Alam. Bandung :
Buku Sekolah Elektronik
iii