Anda di halaman 1dari 11

PROSIDING

COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

RETHINKING ONLINE MEDIA ACTIVISM:POLITICAL PARTICIPATION


OF URBAN YOUNG ADULTS IN INDONESIA

Isma Adila1, Ika Riski Yustisia2, Fitria Avicenna3


1
Universitas Brawijaya
2
Universitas Brawijaya
3
Universitas Brawijaya

adila.isma@gmail.com

Abstrak

Studi ini mengidentifikasi pengembangan aspirasi generasi muda di lingkungan perkotaan di Indonesia
terkait partisipasi politik. Penetrasi internet yang tumbuh pesat di Indonesia menghilangkan jarak antar
masyarakat, dan karenanya, orang-orang dari lingkungan perkotaan dan pedesaan dapat saling terhubung.
Mereka terlibat setiap hari melalui ponsel. Keterlibatan sarana daring memungkinkan kesempatan bagi tiap
orang untuk bertukar ide, lalu untuk memutuskan untuk berkolaborasi. Kondisi ini membuat seseorang berubah
cara pandang, yakni bagaimana memaknai sebuah negara, pemimpin, lingkungan, dan kemampuan mereka
untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik. Di antara semua rentang usia, generasi muda lah yang paling
cepat mengadopsi perubahan, termasuk dengan adanya teknologi dan internet. Untuk itu, dalam penelitian ini,
beberapa rumusan masalah diajukan, seperti: seperti apa demografi dan sebaran generasi muda di Indonesia yang
berpartisipasi politik, serta bagaimana generasi muda di Indonesia menggunakan media daring dalam partisipasi
politik.Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif.
Data akan dikumpulkan melalui survei daring. Survei ini bertujuan informasi dasar seperti informasi pribadi
peserta, jenis lingkungan online mereka dengan mudah dan sering diakses untuk melakukan partisipasi politik,
bentuk partisipasi politik yang mereka lakukan, dan sebagainya. Generasi muda yang akan menjadi fokus
penelitian ini adalah berusia 17-25 tahun. Dengan populasi tersebut, metode quota sampling dipilih sehingga
diharapkan minimal 900 respon akan didapatkan. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, sejumlah hasil
diharapkan. Pertama, dapat mengetahui kelompok usia yang dianggap sebagai generasi muda, terutama dewasa
muda, yang aktif melakukan partisipasi politik melalui media daring di Indonesia. Kedua, ragam kegiatan
mereka dalam berpartisipasi politik. Tiga, harapan dan motivasi mereka dengan melakukan kegiatan yang terkait
dengan partisipasi politik. Keempat, menyebutkan lingkungan daring mereka dengan mudah dan sering diakses
untuk melakukan kegiatan partisipasi politik, dan penjelasan yang relevan.

Kata Kunci: partisipasi politik, media daring, generasi muda, konteks urban

PENDAHULUAN lingkungan online melalui ponsel. Keterlibatan


Penetrasi internet yang tumbuh pesat di online memungkinkan kesempatan bagi orang-
Indonesia menghilangkan jarak di antara orang- orang untuk bertukar ide-ide individual, dan
orang, dan karenanya, orang-orang dari dengan demikian, untuk memutuskan sikap
lingkungan perkotaan dan pedesaan saling kolaborasi serta perilaku. Pada saat itu, ia
terhubung. Mereka terlibat setiap hari di mengubah aspirasi orang-orang terhadap

82
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

negara, pemimpin, lingkungan, dan kebudayaan, dan keterlibatan politik merupakan


kemampuan mereka untuk menciptakan bagian penting dari sistem politik demokrasi
lingkungan yang lebih baik. Di antara yang dibagi negara (Saldana, McGregor, and
sekelompok orang, generasi muda cepat Zuniga, 2015).
mengadopsi perubahan konstan (yaitu teknologi Meskipun media diakui memiliki
dan internet). pengaruh yang lebih pada perilaku partisipasi
Melalui hasil riset HIVOS dan DEMOS politik, beberapa studi yang dilakukan untuk
pada tahun 2016, partisipasi politik melihat perbandingan lintas nasional yang
didefinisikan sebagai aktivitas warga negara, mengarah pada pemberitaan keterlibatan politik
termasuk di dalamnya anak muda berusia 15-30 dan dampaknya bagi masyarakat (Saldana,
tahun, dengan maksud mempengaruhi tindakan McGregor, and Zuniga, 2015). Pemberitaan
pemerinah, baik secara langsung dengan inilah yang mempengaruhi cara pandang remaja
memberikan masukan terhadap implementasi sebagai pemilih pemula pada Pemilu, terlebih
kebijakan publik, maupun secara tidak langsung lagi banyak pemberitaan tentang politik di
dengan memberikan suara pada pemilihan Indonesia yang bernada negatif.Buruknya citra
pemangku kebijakan. Tidak terbatas hanya negatif parpol atau partai politik disebabkan
dalam ranah pemilu saja, partisipasi politik pula oleh media. Ini tak lain karena kegiatan
seseorang bisa dalam beragam bentuk; yang dikeluarkan atau dilakukan oleh parpol
mencalonkan diri menjadi ketua organisasi, atau partai politik memang menimbulkan
memberikan saran/kritik terhadap suatu persepsi negatif media khususnya media massa.
kebijakan, demonstrasi, membuat petisi, atau Sedangkan menurut data dari KPU
civil disobedience. Tingkat partisipasi politik pusat, jumlah pemilih pemula tidak bisa
anak muda tentu dipengaruhi oleh banyak dikatakan sedikit, setidaknya pada Pilkada
faktor, diantaranya adalah keterpaparan serentak yang lalu jumlah pemilih pemula di
terhadap pengetahuan Hak Asasi Manusia provinsi Jawa Timue mencapai 1.863.770 jiwa,
(HAM), keterpaparan media, ikatan keluarga, setara dengan 6,2%. Jumlah tersebut
dan keaktifan dalam berorganisasi. merupakan jumlah terbesar jika dibandingkan
Dikutip dari http://statista.com, platform dengan jawa tengah dan jawa barat.
media sosial paling populer di Indonesia per Pemahaman-pemahaman mengenai
2016 berdasarkan kelompok umur adalah demokrasi dan hak asasi manusia merupakan
facebook, kemudian twitter berada di peringkat sebuah bekal yang sangat berguna bagi
ketiga. Platform Facebook berada diurutan kelompok pemilih muda dalam menghadapi
pertama dengan jumlah pengguna pada kisaran pemilihan umum yang segera diadakan. Selain
umur 20-25 tahun sebesar 86,1%, pengguna itu, kemudahan untuk mendapatkan
instagram sebanyak 73,8%, dan pengguna pemahaman-pemahaman tersebut juga
twitter sebanyak 41,5%. Dan pada tahun 2016 merupakan sebuah dimensi dari hak asasi
pengguna twitter mencapai 30,1 juta user. manusia, tak terkecuali pemilih muda di
Menurut Rabia Karakaya Polat (2005) internet Indonesia. Namun jika hal ini tidak terpenuhi,
dapat meningkatkan partisipasi karena lebih para pengambil keputusan selalu menganggap
mudah dan nyaman dalam hal pencarian sebagai sesuatu yang lumrah dengan berbagai
informasi dan untuk ruang publik. Namun, jika pembenaran, seperti pemerataan belum tercapai
kurangnya partisipasi politik berasal dari karena Indonesia memiliki ruang geografis
kurangnya sumber daya atau motivasi, peran yang begitu luas. Beberapa contoh gerakan
potensial dari internet akan menjadi kurang gerakan politis di daerah adalah munculnya
signifikan. Penggunaan media untuk berita, advokasi dalam bentuk petisi online, meskipun

83
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

tidak terlibat secara langsung dalam kontestasi How Individuals Engage in Politics through
politik praktis namun hal ini menunjukkan Social Networking Sites in China. Dalam riset
bahwa masyarakat terutama anak muda di ini, entang bagaimana individu berpartisipasi
daerah menunjukkan awareness dan geliat dalam politik melalui Situs Jejaring
dalam hal partisipasi politik. Tidak kalah Sosial/Social Networking Sites (SNS) di China,
pentingnya dari petisi online adalah fenomena dimana saluran untuk berpartisipasi dibatasi
siswa SMA di Malang jawa timur yang dan aliran informasi online disensor.
melakukan demonstrasi terkait pergantian Berangkat dari fenomena tersebut
kepala sekolah, meskipun terjadi dalam konteks peneliti merasa perlu untuk melakukan sebuah
lokal tetapi akhirnya kegiatan ini menjadi berita studi yang mengukur partisipasi politik anak
nasional melalui platform media sosial. muda yang tidak hanya diukur dalam dimensi
Sebagaimana diperkuat dengan salah satu pemberian suara dalam pemilu saja, namun
definisi partisipasi politik yang dapat dianggap sebuah partisipasi politik yang luas, dan bisa
sebagai niat seseorang untuk mempengaruhi menimbulkan dampak langsung bagi kehidupan
tindakan pemerintah melalui berbagai kegiatan, anak muda di sekolah atau universitas. Dengan
baik secara langsung dengan mempengaruhi alasan itulah, penelitian ini akan berfokus pada
pembentukan atau implementasi kebijakan mapping bagaimana anak muda di Indonesia
publik, atau secara tidak langsung dengan menampilkan keterlibatan politik , terutama
mempengaruhi pengambil keputusan (Vitak et dalam social media platform.
al, 2011).
Riset dengan tema partisipasi politik TINJAUAN PUSTAKA
dan bagaimana pemuda menggunakan platform 1. Partisipasi Politik
media sosial sebelumnya sudah dilakukan, Secara umum, partisipasi politik
yakni Online Political Participation: A Study of dimaknai sebagai kegiatan pribadi warga
Youth Usage of New Media menggunakan negara yang dilakukan untuk memengaruhi
metode survey oleh Ali Salman dan Suhana keputusan pemerintah. Partisipasi politik adalah
Saad dari National University of Malaysia. jantung dari demokrasi. Conway (2000)
Riset tersebut menganalisis penggunaan media mengkonseptualisasikan partisipasi politik
baru pada kaum remaja untuk mengukur sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan
penggunaan mereka dalam kaitannya dengan warga untuk mempengaruhi berbagai tingkat
partisipasi politik.Dengan menggunakan pemerintahan, seperti struktur, kebijakan, atau
metode survey dan kuesioner sebagai pejabatnya. Partisipasi politik dapat dianggap
instrument yang digunakan untuk memperoleh sebagai niat seseorang untuk mempengaruhi
data, temuan dari penelitian ini menunjukkan tindakan pemerintah melalui berbagai kegiatan,
bahwa remaja di Malaysia sebanyak 89% baik secara langsung dengan mempengaruhi
adalah pengguna media sosial.Namun, hal-hal pembentukan atau implementasi kebijakan
yang berkaitan dengan partisipasi politik publik, atau secara tidak langsung dengan
seperti, komentar terhadap isu-isu masalah mempengaruhi pengambil keputusan (Vitak et
sosial dan lingkungan politik masih sangat al, 2011).
rendah.Para remaja ini lebih cenderung untuk Teorell et al (2007, dalam Morissan,
menggunakan media baru untuk hiburan dan 2016) mengemukakan tipologi partisipasi
jejaring sosial. Penelitian dengan corak yang politik yang mencakup lima dimensi sebagai
sama lainnya adalah Xinzhi Zhang dan Wan- berikut: 1) Electoral Participation (partisipasi
Ying Lin, dalam penelitian yang berjudul elektoral) yaitu melakukan pemungutan suara
Political Participation in an Unlikely Place: termasuk memberikan suara pada saat
pemilihan umum. 2) Consumer participation
84
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

yang mencakup kegiatan memberikan Ambil contoh penelitian Pirie & Worcester
sumbangan untuk amal, melakukan boikot atau (1998, dalam O’Toole, 2004) yang menyebut
menandatangai petisi dan melakukan konsumsi generasi muda sebagai “generasi apolitis”
politik (political consumption), atau dengan (apolitical generation). Simpulan ini mereka
kata lain consumer participation merupakan dapat berdasar hasil riset terhadap pemilih
tindakan warga masyarakat sebagai konsumen pemula di Inggris yang mereka identifikasi
politik yang kritis. 3) Party activity, yaitu sebagai bagian dari generasi millenial. Riset ini
tindakan menjadi anggota atau pendukung aktif menyoroti rendahnya keterlibatan politik
partai politik, melakukan pekerjaan sukarela. generasi millenial dibandingkan generasi yang
lebih tua (older cohort) dengan melihat
Mempertanyakan Mitos “Apatisme Politik” rendahnya partisipasi pemilih muda dalam
Generasi Muda aktivitas voting dan minimnya pengetahuan
Generasi muda seringkali dianggap mereka terhadap isu politik di tingkat lokal
sebagai kelompok yang paling tidak peduli dan maupun nasional.
tidak tertarik dengan isu politik, memiliki Dalam konteks Indonesia, penelitian
keterlibatan politik yang rendah (politically yang dilakukan oleh Putri (2015) terhadap 81
inactive), dan cenderung acuh terhadap situasi pemilih pemula pada Pemilihan Gubernur Riau
politik yang sedang berlangsung. Pandangan ini tahun 2013 mencatat beberapa temuan menarik.
dilengkapi dengan kecurigaan bahwa generasi Mayoritas responden (39,5%) menyatakan
muda termasuk ke dalam kelompok yang alasan mengapa mereka tidak ikut memilih
memiliki kepercayaan politik paling rendah (golput) karena dilatarbelakangi sikap anomi
terhadap politisi serta sinis terhadap berbagai (berupa perasaan bahwa kandidat hanya
lembaga politik dan pemerintah. mengumbar janji dan bahwa Pemilukada
Kepercayaan politik (political trust) dianggap tidak membawa perubahan apapun),
sendiri merupakan sebuah konsep yang sebanyak 25,9% karena sikap apatis, 18,5%
berkaitan erat dengan bagaimana warga negara sikap sinisme, dan 16% lainnya karena sikap
mengevaluasi Pemerintah atau memberikan alienasi. Rush & Althoff (2003 dalam Putri,
penilaian tertentu kepada para politisi dan 2015) menjelaskan 4 (empat) jenis sikap
mengevaluasi bagaimana kinerja/performa mengapa orang menghindari semua bentuk
mereka. Kepercayaan politik sering partisipasi politik atau hanya ikut berpartisipasi
disandingkan dengan lawan katanya: pada tingkatan yang lebih rendah saja :
ketidakpercayaan (political distrust), bentuk Pertama, Apatis. Merujuk pada tidak
persepsi publik bahwa permasalahan sosial atau adanya minat atau perhatian terhadap orang
permasalahan rakyat dipandang semakin lain, situasi, atau gejala-gejala pada umumnya
memburuk dan tidak terselesaikan dengan baik dan pada khususnya (sikap masa bodoh). Sifat
sehingga ada kondisi tertentu yang yang paling menonjol dari seorang apatis
menyebabkan publik memiliki persepsi bahwa adalah kepasifannya dalam aktivitas/kegiatan
para politisi itu tidak bertanggungjawab kepada politik.
rakyat (Levi & Stoker, 2000). Kedua,Sinisme, merupakan perasaan
Mitos soal apatisme politik dan yang menghayati tindakan dan motif orang lain
rendahnya tingkat partisipasi politik generasi dengan rasa kecurigaan, bahwa pesimisme lebih
muda menjadi bahan perdebatan di kalangan realistis daripada optimisme, dan individu harus
akademisi. Pasalnya, beberapa hasil studi−yang memperhatikan kepentingan pribadi karena
umumnya menyajikan data kuantitatif, pada dasarnya masyarakat bersifat ego-sentris.
cenderung membenarkan pandangan tersebut. Secara politis, sinisme adalah perasaan bahwa

85
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

politik itu kotor, perasaan bahwa politisi tak mengelompokkan generasi ini sebagai generasi
dapat dipercaya, dan individu menjadi bulan- yang lahir di antara tahun 1980-an hingga 2000-an,
bulanan dari kelompok yang melakukan berusia di kisaran 15 – 34 tahun. Di Indonesia,
manipulasi. Seseorang yang sinis luar biasa, survey yang dilakukan oleh Youth Proactive pada
tahun 2017 memetakan bahwa 9 dari 10 millenial
merasa bahwa partisipasi politik dalam bentuk
menganggap bahwa kebebasan adalah hal yang
apapun juga adalah sia-sia dan tidak berguna. penting. Wujud kebebasan tersebut adalah memilih
Ketiga,Alienasi - merupakan perasaan (saat pemilu; 97%) dan menolak penegak hukum
keterasingan seseorang dari politik. untuk turut campur dalam pilihan politik (63,5%).
Keempat,Anomi - merujuk pada Artinya, meskipun lagi-lagi tidak banyak menaruh
perasaan kehilangan nilai dan ketiadaan arah, perhatian pada politik formal, namun generasi muda
dimana individu kehilangan urgensi untuk masih memiliki tingkat partisipasi politik yang
bertindak karena merasa apa yang dilakukan terbilang cukup tinggi, khususnya melalui media
hanyalah sia-sia karena melihat bahwa para sosial.
penguasa juga tidak memiliki kepedulian Masih dari survey Youth Proactive (2017),
terhadap mereka. tercatat 9 dari 10 millenial merasa bahwa bergabung
dalam suatu komunitas adalah hal penting. Delapan
dari mereka pun mau ikut berkontribusi sebagai
Pandangan ini diperkuat dengan studi bagian dari Pemerintahan, namun tidak mau terlibat
Quintelier (2007) yang merangkum persepsi dalam sistem kepartaian (baik sebagai simpatisan
generasi muda di Kanada dan Belgia tentang maupun kader partai).
‘tabiat’ politisi yang hanya berminat pada Generasi millenial adalah generasi sipil dan
voting mereka saja, bukan pada opini publik. pendukung perubahan (Terrace, 2014). Menurut
Hal ini membuat mereka merasa dipinggirkan McCafferty (2011), teknologi media baru seperti
dari political sphere, dimana para politisi media sosial telah menyediakan platform modern
dianggap tidak benar-benar merepresentasikan bagi individu untuk terlibat dalam kegiatan
suara dan kepentingan kelompok muda. aktivisme karena mereka dapat dengan mudah
menjangkau koneksi sosial mereka dan membuat
Tabel 1 Persepsi Generasi Muda Terhadap mereka sadar akan masalah sosial-politik. Marwell,
Partai Politik Oliver, dan Prahl (1988) berpendapat bahwa
sentralisasi ikatan jaringan memiliki efek positif
pada tindakan kolektif.
Menariknya, media sosial juga
menunjukkan perilaku “slacktivism” di mana
aktivisme online tidak diterjemahkan ke dalam
tindakan offline (Bell, 2014). Generasi millenial
bisa jadi aktif secara online namun dalam
kenyataannya tindakan mereka di media sosial tidak
mendorong tindak aktivisme offline atau
Sumber : Hasil Penelitian Quintelier (2007) mempengaruhi perubahan. Generasi millennial
terlibat dalam perilaku aktivisme online untuk
Generasi Millenial dan Social Media Activism tingkat yang lebih besar daripada perilaku aktivisme
Beberapa tahun terakhir, partisipasi politik offline.
kaum muda−terutama mereka yang berasal dari
generasi milenial, mulai diperhitungkan. Generasi .
milenial yang dimaksud di sini adalah mereka yang
termasuk dalam kelompok demografis (cohort)
setelah Generasi X. generasi millenial juga dikenal Tabel 2. Aktivitas Politik Generasi Millenial Dalam
dengan sebutan Generasi Y. Peneliti sosial sering Media Sosial

86
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

semakin demokratis, tingkat partisipasi warga


negara terutama di sisi partisipasi elektoral justru
semakin menurun. Data statistik mencatat adanya
peningkatan angka golput di kalangan pemilih aktif,
terutama kalangan muda. Di gelaran Pilkada
Serentak tahun 2015 lalu misalnya, angka golput
mencapai 30,86%. Hal yang sama terjadi di gelaran
Pilpres dimana pada Pilpres tahun 2004 angka
golput tercatat sebesar 23,4% pada putaran kedua
lalu meningkat menjadi 28,3% pada Pilpres 2009
Sumber : Vitak, et al (2011)
dan kembali meningkat di Pilpres 2014 menjadi
sebesar 29,1% (data dilansir dari kumparan.com).
METODE Pembacaan atas rendahnya partisipasi
Penelitian ini dilakukan secara daring agar dapat generasi muda dalam proses politik seringkali
menjangkau dimanapun lokasi responden yang dikaitkan dengan skeptisisme tertentu bahwa
merupakan generasi muda Indonesia. Penelitian persepsi mereka terhadap politik sudah terlanjur
akan dilaksanakan mulai bulan Mei 2018 hingga buruk. Sudah terlalu apatis, tidak peduli, pesimis
September 2018. Sugiyono (2015) menjelaskan akan adanya perubahan yang lebih baik, dan
bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang berakibat pada absennya political trust (baik
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas terhadap partai politik, aktor politik, bahkan
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah sekalipun). Hal ini dikonfirmasi melalui
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik beberapa studi terdahulu seperti yang dilakukan
kesimpulannya. Dalam penelitian ini, populasi oleh Putri (2015) yang menunjukkan bahwa
penelitian adalah seluruh generasi muda Indonesia, mayoritas responden (39,5%) menyatakan alasan
terutama sebagai pemilih pemula dengan rentang mengapa mereka tidak ikut memilih (golput) lebih
umur 18-25 tahun. Maka, penelitian ini akan karena dilatarbelakangi sikap anomi (berupa
menggunakan quota sampling, yaitu sebuah sampel perasaan bahwa kandidat hanya mengumbar janji
non random di mana peneliti, pertama, dan bahwa Pemilukada dianggap tidak membawa
mengidentifikasi kategori umum di mana kasus atau perubahan apapun). Rush & Althoff (2003)
orang-orang akan ditempatkan dan kemudian menjelaskan bahwa sikap anomi merujuk pada
memilih kasus untuk mencapai jumlah yang telah perasaan kehilangan nilai dan ketiadaan arah,
ditetapkan di masing-masing kategori (Neuman, dimana individu kehilangan urgensi untuk bertindak
2013). Dengan demikian, tiap usia diharapkan karena merasa apa yang dilakukan hanyalah sia-sia
mendapat minimal 100 informan, misal usia 17 karena melihat bahwa para penguasa juga tidak
tahun target 100 respon, dan seterusnya. Dengan memiliki kepedulian terhadap mereka.
demikian, respon minimal yang diharapkan dapat Skeptisisme serupa tampak pada studi yang
dikumpulkan sebanyak 900 respon dilakukan Pirie & Worcester (1998, dalam O’Toole,
2004) yang menyebut generasi muda sebagai
HASIL DAN PEMBAHASAN “generasi apolitis” (apolitical generation) karena
1. Persepsi Generasi Muda Terhadap Politik rendahnya keterlibatan politik generasi millenial
Partisipasi warga negara dalam politik dibandingkan generasi yang lebih tua (older
merupakan jantung dari demokrasi. Sedangkan cohort) dan minimnya pengetahuan mereka
bentuk paling konkrit dari partisipasi politik terhadap isu politik di tingkat lokal maupun
tersebut ditunjukkan melalui perilaku politik warga nasional.Label ini tentu saja membawa deretan
negara. Gelaran pemilu dari tahun ke tahun semakin persepsi lain yang menguatkan anggapan bahwa
menampakkan wajah demokratisnya, mulai dari generasi muda adalah kelompok yang paling tidak
proses hingga kandidat calon pemimpin yang ikut tertarik dengan politik dan politically inactive.
serta di dalamnya. Hal ini tercermin salah satunya Skeptisisme ini boleh jadi bersifat
dari pelaksanaan Pilkada Serentak tahun 2015 lalu kontekstual, tergantung latar dimana realitas politik
di Indonesia. Sayangnya, meski pelaksanaan pemilu itu terjadi dan bagaimana dinamika politik yang

87
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

berlangsung di dalamnya. Justru yang menjadi Pemerintahan Jokowi-JK. Survei dilakukan pada
tanda tanya adalah : Apakah keputusan untuk tidak 600 anak muda berusia 17-29 tahun dan
memilih atau untuk tidak berpartisipasi dalam menunjukkan bahwa sebesar 75,3% generasi muda
politik adalah benar sebagai wujud apatisme milenial optimis terhadap kemampuan Pemerintah
terhadap proses politik yang sedang berlansung dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
ataukah justru ini merupakan bentuk partisipasi Selain itu, 82,5% generasi muda milenial juga
politik yang lain (secara implisit sebagai sebuah optimis terhadap kemampuan Pemerintah dalam
bentuk protes) terhadap berbagai kemandegan meningkatkan pembangunan (Survei Nasional
dalam realitas politik di negara kita? Terutama CSIS, 2017). Temuan ini membuka optimisme baru
ketika merujuk pada tipologi partisipasi politik bahwa persepsi generasi muda terhadap politik di
milik Teorell et.al. (2007, dalam Morissan, 2013) Indonesia sudah mulai membaik.
yang salah satunya menyebutkan tentang partisipasi Berdasarkan penjelasan ini maka tidak
politik dilihat dari sudut pandang warga masyarakat seharusnya kita mereduksi bentuk partisipasi politik
sebagai konsumen politik yang kritis. hanya dalam cara pandang biner yang
Temuan dari penelitian ini menunjukkan mengkotakkan generasi muda berdasar perilaku
pembacaan yang berbeda terhadap mitos apolitis aktif-pasif dalam politik formal dan partisipasi
generasi muda. Sejumlah 65,1 % pemuda yang elektoral (voting) saja. Mempertimbangkan
menjadi responden dalam penelitian ini mengaku bagaimana persepsi generasi muda terhadap politik
tertarik ketika mendengar kata “politik”. Mereka justru penting untuk melihat dan memetakan
juga memiliki pemahaman yang baik tentang partisipasi politik mereka dalam dimensi yang lebih
bagaimana seharusnya relasi kuasa yang ideal luas. Freedom of speech yang bertanggungjawab
antara masyarakat dan elite politik dalam konteks salah satunya dapat mendorong generasi muda
demokrasi. Hal ini terlihat dari persetujuan sebagai promotor keberlangsungan demokrasi di
mayoritas responden (60,1%) bahwa dalam Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
demokrasi tidak benar jika elite politik dan 62,75% responden mengaku terlibat aktif dalam
Pemerintah memegang pengaruh dan kekuasaan forum diskusi politik. Mereka juga merasa bahwa
yang lebih besar daripada waga negara. Ini juga suara atau pendapat mereka didengar dalam forum
berarti bahwa sebetulnya generasi muda secara aktif tersebut.
meneropong pelaksanaan praktik politik dalam
kehidupan bernegara serta secara kritis 2. Kecenderungan Bentuk Partisipasi Politik
mengevaluasi bagaimana pengelolaan dan Generasi Muda
penyelewengan kuasa oleh elite politik dapat Hadirnya internet dan media baru membuka
berpotensi merusak kehidupan berdemokrasi itu ruang akses bagi generasi muda untuk melakukan
sendiri. Misalnya dari hasil penelitian ini mayoritas partisipasi politik secara online. Studi yang
responden (83,9%) masih merasa bahwa partai dilakukan oleh Perangin-angin (2014, dalam
politik belum benar-benar mewakili kepentingan Perangin-angin & Zainal, 2018) tentang “Peran
generasi muda Indonesia. Artinya, generasi muda Media Sosial Terhadap Partisipasi Politik Pemilih
ternyata “melek” politik, tidak sepenuhnya apolitis, Pemula dalam Pemilu 2014” yang dilakukan
dan tidak juga sepenuhnya diam. Kritisisme kepada 1028 siswa SMA/SMK di 6 (enam) kota
generasi muda terhadap elite politik dan partai besar di Indonesia menunjukkan bahwa meskipun
politik juga belum tentu merupakan ekspresi dari partisipasi politik mereka berada pada kategori
sinisme politik. rendah (88,1%) namun penggunaan media sosial di
Sinisme politik menurut Rush & Althoff kalangan pemilih pemula berada pada kategori
(2003) merujuk pada perasaan yang menghayati sedang (58,4%).
tindakan dan motif orang lain dengan rasa Studi ini berlanjut pada tahun 2018 dengan
kecurigaan, bahwa pesimisme lebih realistis melihat bagaimana pemanfaatan internet dan media
daripada optimisme, Hasil riset yang dilakukan sosial bagi pemilih muda dengan melakukan
CSIS (Center for Strategic and International wawancara kepada 63 orang mahasiswa di 3 (tiga)
Studies) tahun 2017 justru memperlihatkan kota besar di Indonesia. Hasil penelitian
optimisme generasi muda milenial terhadap menunjukkan bahwa media sosial saat ini menjadi

88
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

sumber rujukan utama untuk mencari berita atau partisipasi politik masyarakat di negara demokratis
informasi politik. Kegiatan partisipasi politik secara yang meliputi :
online yang biasa dilakukan adalah: (1) memberikan 1. Masyarakat dapat terlibat dalam arena publik
tanda “like” untuk informasi atau berita berita untuk mempromosikan dan menyampaikan
politik yang dibagi dari teman lain; (2) memberikan tuntutannya kepada siapa saja yang ingin
tanda “like” pada komentar teman terhadap mendengarkan. Contohnya: mengikuti
berita/informasi politik tertentu; (3) meneruskan demonstrasi.
(forwarding) berita/informasi politik kepada teman 2. Masyarakat dapat menjadikan lembaga
lainnya; dan (4) memberikan komentar pribadi pembuat undang-undang (legislatif) atau
terhadap informasi/berita politik. lembaga eksekutif sebagai target sasaran
Hasil penelitian ini menunjukkan hal yang pesan politik yang ingin disampaikan.
sama terkait penggunaan media sosial bagi generasi Misalnya dengan menandatangani petisi.
muda milenial sebagai rujukan untuk mencari 3. Masyarakat dapat terlibat dalam proses
informasi atau berita tentang politik (75,2%). seleksi dari orang-orang yang ingin
Namun menariknya, dari studi ini dapat dipetakan menduduki jabatan publik, dengan
gambaran berbeda tentang kecenderungan bentuk memberikan suara pada pemilihan umum
partisipasi politik generasi muda. Mayoritas atau mencalonkan diri untuk jabatan publik
generasi muda (52%) ternyata tetap memilih atau jabatan politik tertentu.Hasil penelitian
aktivitas voting sebagai bentuk partisipasi politik ini juga menunjukkan kecenderungan
utama mereka. Temuan ini serupa dengan hasil partisipasi politik yang sifatnya offline
studi yang dilakukan oleh Henn et al (2002) yang daripada partisipasi politik yang sifatnya
mencatat bahwa meskipun persepsi generasi muda online. Terlihat dari voting dan keanggotaan
terhadap politik formal cenderung negatif, namun dalam partai politik berada dalam urutan
mayoritas responden masih memiliki intensi yang teratas. Namun demikian, bentuk partisipasi
kuat untuk terlibat dalam proses voting. Lebih dari politik generasi muda dewasa ini cenderung
50% responden juga tidak sepakat jika dikatakan menunjukkan perubahan dibandingkan
bahwa voting adalah aktivitas yang membuang- dengan generasi pendahulunya. Jika pada
buang waktu. masa lalu bentuk partisipasi politik lebih
Aktivitas/tindakan politik generasi muda bersifat konvensional (misalnya, aksi turun ke
saat ini diwujudkan dalam partisipasi politik secara jalan melakukan demonstrasi atau boikot)
offline (partisipasi dalam politik formal) dan maka tindakan politik (political actions)
partisipasi politik secara online. Urutan partisipasi generasi muda dewasa ini dipandang sebagai
politik tersebut berdasarkan preferensi tertinggi ke sesuatu yang ‘baru’ karena tidak pernah
preferensi terendah antara lain : (1) berpartisipasi terjadi pada masa satu dekade yang lalu
dalam pemilihan umum; (2) menandatangani petisi (misalnya, partisipasi politik melalui internet
online; (3) menjadi anggota sebuah partai politik; dan media sosial). Tindakan politik generasi
(4) berinteraksi dengan politisi (baik secara muda masa kini memiliki sifat cenderung
langsung/tatap muka atau menggunakan media lebih individual, bersifat spontan (ad-hoc),
online/daring); (5) mengikuti demonstrasi secara berdasarkan isu tertentu dan kurang terkait
legal; (6) mengikuti gerakan dukungan/boikot dengan perbedaan sosial (EACEA, 2012).
terhadap sebuah produk/organisasi/tokoh, melalui
hashtag/tagar (#); dan (7) ikut mendonasikan uang 3. Bentuk Partisipasi Politik Secara Online
untuk kegiatan politik (baik secara langsung Responden tentu saja memiliki sumber
maupun melalui media online/daring). yang dianggap paling memadai dalam
Meski begitu, 3 (tiga) aktivitas politik melaksanakan aktivitas politik secara online.
teratas dari temuan penelitian ini Temuan dalam penelitian ini menggambarkan
merepresentasikan gambaran bentuk partisipasi bahwa terdapat macam-macam media serta
politik yang sama persis seperti konseptualisasi flatform sebagai wadah aktivitas tersebut seperti
Back, et.al (2011, dalam Morissan, 2016) tentang pada tabel berikut:Dalam aktivitas politik di media
online terkait memberikan respon (berupa

89
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

emoticon, afirmasi, pertanyaan, diskusi, atau LINE, dsb.), menulis informasi politik dan
bentuk penolakan/disapproval) terhadap informasi mengunggahnya, memberikan respon dalam bentuk
politik dalam grup bertema politik di Social komentar pada akun berita politik/partai
Messaging System ternyata hanya 22% yang politik/tokoh politik tertentu, memberikan respon
terlibat, melainkan 78% tidak terlibat memberikan (berupa emoticon, afirmasi, pertanyaan, diskusi,
respon demikian. Dalam penelitian yang dilakukan atau bentuk penolakan/disapproval) terhadap
oleh Crowcoft juga menemukan bahwa sebagian informasi politik dalam grup bertema politik di
individu terkadang menentang artikel politik yang Social Messaging System, menyebarkan
dimuat di media online (Crowcoft et al, 2014). Di (melakukan repost) informasi politik dalam bentuk
lain sisi kegiatan memberikan respon dalam bentuk tulisan, audio, maupun video dalam akun media
komentar pada akun berita politik/partai sosial pribadi, menjadi “follower/subscriber” akun
politik/tokoh politik tertentu meliputi 21% serta sebuah partai politik/berita terkait politik, dan
79% responden tidak ikut melaksanakannya. menekan tombol “like/suka” pada akun berita
Individu pada rentang usia 17-21 tahun dinilai politik/partai politik/tokoh politik tertentu. Jika
lebih cepat tanggap dalam memberikan komentar, diperingkat, penggunaan daring adalah untuk
agresf, serta menunjukkan ekspresi yang sigap menandatangani petisi online, berinteraksi dengan
dalam menanggapi informasi politik yang tersebar politisi (baik secara langsung/tatap muka atau
(Zaenal&Krina n.d).Untuk menulis informasi menggunakan media online/daring), mengikuti
politik serta pengunggahan dilakukan sebanyak gerakan dukungan/boikot terhadap sebuah
11% responden dan 89% tidak melaksanakan produk/organisasi/tokoh, melalui hashtag/tagar (#),
aktivitas tersebut. Berdasarkan tabel di atas dapat dan ikut mendonasikan uang untuk kegiatan politik
juga disimpulkan bahwa memang sebagaian besar (baik secara langsung maupun melalui media
responden aktif dalam melaksanakan aktivits online/daring).
politik namun tidak tergabung dalam grup bertema
politik di Social Messaging System (seperti REFERENSI
WhatsApp, LINE, dsb.). Presentase untuk item ini Eriyanto. (2013). Analisis isi: pengantar metodologi
ternyata cukup besar yaitu 93% tidak bergabung untuk penelitian ilmu komunikasi dan ilmu-
dan hanya 7% yang bergabung dalam grup ilmu sosial lainnya. Kencana Prenada Media
tersebut. Sama halnya dengan ikut tergabung dan Grup. Kencana Prenada Media Grup.
terlibat secara aktif dalam grup bertema politik di Retrieved from http://library.um.ac.id/free-
Social Messaging System, ternyata hanya 4% dari contents/index.php/buku/detail/analisis-isi-
jumlah responden sisanya sebanyak 96% tidak pengantar-metodologi-untuk-penelitian-ilmu-
ikutbergabung. komunikasi-dan-ilmu-ilmu-sosial-lainnya-
eriyanto-43134.html
KESIMPULAN Jung, N., Kim, Y., & de Zúñiga, H. G. (2011). The
Penelitian ini dikatakan dapat mewakili generasi Mediating Role of Knowledge and Efficacy in
muda dengan mayoritas umur 20-22 tahun yang the Effects of Communication on Political
sedang menjadi pelajar atau mahasiswa yang Participation. Mass Communication and
memiliki pendidikan akhir pada jenjang Society, 14(4), 407–430.
SMA/SMK. Mayoritas generasi pemuda berdomisili https://doi.org/10.1080/15205436.2010.49613
di Malang dan memanfaatkan media sosial untuk 5
mencari dan mengumpulkan informasi politik. Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis: Riset
Generasi muda secara aktif menggunakan media Komunikasi. Jakarta: PT Kencana Prenada
daring untuk mencari informasi politik. Akan tetapi, Media Group.
partisipan tidak memberikan umpan balik baik Neuman, W. L. (William L. (2013). Social research
dalam bentuk tergabung dan terlibat secara aktif methods : qualitative and quantitative
dalam grup bertema politik di Social Messaging approaches (7th edition).
System, tergabung dalam grup bertema politik di Nurgiantoro, B. (2000). Statistik Terapan Untuk
Social Messaging System (seperti WhatsApp, Penelitian Ilmu Sosial. UGM PRESS - Badan
Penerbit dan Publikasi Universitas Gadjah
90
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

Mada. Retrieved from Levi, M. & Stoker, L. (2000). Political trust and
http://ugmpress.ugm.ac.id/id/product/ekonomi trustworthiness. Annual Reviews, 3, 475-
-bisnis/statistik-terapan-untuk-penelitian-ilmu- 507.
sosial Marwell, G., Oliver, P. E., & Prahl, R. (1988).
Quintelier, E. (2007). Differences in political Social networks and collective action: A
participation between young and old people. theory of the critical mass III. American
Contemporary Politics, 13(2), 165–180. Journal of Sociology, 502-534. DOI:
https://doi.org/10.1080/13569770701562658 http://www.jstor.org/stable/2780252.
Ritonga, R. (2018). Kebutuhan Data McCafferty, D. (2011). Activism vs Slacktivism.
Ketenagakerjaan untukPembangunan Communication of the ACM. 54, 17 – 19.
Berkelanjutan. Retrieved from DOI: 10.1145/2043174.2043182.
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@a Morissan. (2014). Media sosial dan partisipasi
sia/@ro-bangkok/@ilo- sosial di kalangan generasi muda. Jurnal
jakarta/documents/presentation/wcms_346599 Visi Komunikasi, 13(1), 50-68.
.pdf Morissan. (2016). Tingkat partisipasi politik dan
Singarimbun, M., & Effendi, S. (1989). Metode sosial generasi muda pengguna media
penelitian survei. LP3ES. Jakarta: LP3ES. sosial. Jurnal Visi Komunikasi, 15(1), 96 -
Retrieved from http://library.um.ac.id/free- 113.
contents/index.php/buku/detail/metode- O’Toole, T. (2004). Explaining Young People’s
penelitian-survai-penyunting-masri- Non-participation: Towards a Fuller
singarimbun-sofian-effendi-18473.html Understanding of the Political. Paper
Sugiyono. (2015). Metode penelitian kombinasi presented at the 2004 European Consortium
(mixed methods). alfabeta. Bandung: Alfabeta. of Political Research, Uppsala, Sweden,
Retrieved from http://library.um.ac.id/free- April 13-18.
contents/index.php/buku/detail/metode- Putri, R.A. (2015). Studi golput pada pemilih
penelitian-kuantitatif-kualitatif-dan- pemula (Kasus pemilukada gubernur Riau
kombinasi-mixed-methods-sugiyono- tahun 2013 di Kelurahan Rejosari
43689.html Kecamatan Tenayan Raya). JOM FISIP,
Tumasjan, A., Sprenger, T., Sandner, P., & Welpe, 2(2), 1-10.
I. (2010). Predicting elections with twitter: Terrace, J.K. (2014). Activism in cyberspace:
What 140 characters reveal about political Millenial engagement through new media.
sentiment. In the Fourth International AAAI (Disertasi Doktoral, Wheaton College).
Conference on Weblogs and Social Media Quintelier, E. (2007). Differences in political
Predicting (pp. 174–185). AAAI . Retrieved participation between young and old
from people. Contemporary Politics, 13(2), 165-
http://www.aaai.org/ocs/index.php/ICWSM/IC 180. DOI: 10.1080/13569770701562658.
WSM10/paper/viewFile/1441/1852 Vitak, et al. (2011). It’s complicated: Facebook
Vitak, J., Zube, P., Smock, A., Carr, C. T., Ellison, Users’ Political Participation in the 2008
N., & Lampe, C. (2011). It’s Complicated: Election. Cyberpsychology, Behaviour, and
Facebook Users’ Political Participation in the Social Networking. 14(3), 107 – 115. DOI:
2008 Election. Cyberpsychology, Behavior, 10.1089/cyber.2009.0226.
and Social Networking, 14(3), 107–114. Youth Proactive. (2017). Survei Persepsi Anak
https://doi.org/10.1089/cyber.2009.0226 Muda Untuk Indonesia 2045. Diakses dari
Henn, et al. (2002). A generation apart? Youth and yproactive@gmail.com.
political participation in Britain. British Data pemilih pemula. https://news.detik.com/berita-
Journal of Politics and International jawa-timur/d-3895225/jumlah-pemilih-pemula-di-
Relations, 4(2), 167-192. DOI: pilgub-jatim-masih-1863770
10.1111/1467-856X.t01-100001. Saldana, M., Shannon, C. M., & Homero, G. D. Z.
(2015). Social Media as a Public Space for
Politics: Cross-National Comparison of

91
PROSIDING COMNEWS 2019
e-ISSN 2656-730X

News Consumption and Participatory Politik Pemilih Muda, Ed: Daniel Dakidae , 2014
Behaviors in the United State and the DEMOS JAKARTA
United Kingdom. International Journal of
Communication 9 (2015). 3304-3326
(Jurnal) The Internet and Political Participation.
Exploring the Explanatory Links, 2005,
sagepub.
.

92

Anda mungkin juga menyukai