Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI LAKI 7 TAHUN DENGAN MATA KANAN DAN KIRI


KONJUNGTIVITIS ALERGI

Diajukan guna memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji Kasus : dr. Arnila Novitasari Saubig, Sp.M


Pembimbing : dr. Dedeh Kurniasih
Dibacakan oleh : Diah Ayu Siti Sarah
Dibacakan tanggal : 3 Februari 2020

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Diah Ayu Siti Sarah


NIM : 22010116130200
Judul Kasus : Seorang Laki Laki 7 Tahun dengan Mata Kanan dan Kiri
Konjungtivitis Alergi
Penguji : dr. Arnila Novitasari Saubig, Sp.M
Pembimbing : dr. Dedeh Kurniasih

Semarang, 3 Februari 2020

Pembimbing, Penguji,

dr. Dedeh Kurniasih dr. Arnila Novitasari Saubig, Sp.M


BAB I
PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva. Penyakit ini dapat terjadi


pada anak anak maupun pada orang dewasa. Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis
dibagi menjadi konjungtivitis infeksi dan non infeksi. Virus dan bakteri adalah penyebab
infeksi paling umum. Konjuntivitis non infeksius mencakup konjungtivitis alergi, toksik,
serta peradangan sekunder akibat penyakit lain. Keluhan utama pasien adalah mata
merah. Keluhan dapat disertai rasa gatal, rasa mengganjal dan sekret mata.1
Di Amerika Serikat, dari 3% kunjungan di departemen penyakit mata, 15%
merupakan keluhan konjungtivitis alergi (Marlin, 2009). Konjungtivitis alergi biasanya
disertai dengan riwayat alergi, dan terjadi pada waktu-waktu tertentu. Walaupun
prevalensi konjungtivitis alergi tinggi, hanya ada sedikit data mengenai epidemiologinya.
Hal ini disebabkan kurangnya kriteria klasifikasi, dan penyakit mata yang disebabkan
oleh alergi umumnya tercatat di departemen penyakit alergi.2
Di Indonesia dari 135.749 kunjungan ke departemen mata, total kasus
konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva sebanyak 99.195 kasus dengan jumlah
46.380 kasus pada laki-laki dan 52.815 kasus pada perempuan. Konjungtivitis termasuk
dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2009, tetapi belum ada data
statistik mengenai jenis konjungtivitis yang paling banyak yang akurat.3
Berikut ini laporan kasus mata kanan dan kiri konjungtivitis alergi pada laki-laki
7 tahun yang berobat ke Puskesmas Gunung Pati.
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : An. ABS
Usia : 7 Tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : Laki – Laki
No. CM : 120116710
Alamat : Gunung Pati
Pekerjaan : Pelajar
Debitur : JKN Non PBI

ANAMNESIS
Hari/Tanggal : Rabu, 29 Januari 2020 Pukul 09.00 WIB
(Alloanamnesis) di Poli Mata Puskesmas Gunung Pati
Keluhan Utama : Mata Merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
±1 hari SMRS, pasien mengeluhkan mata kanan dan kiri memerah semenjak bangun
tidur. Keluhan disertai rasa gatal, nrocos dan keluar kotoran mata. Pasien mencoba
mengurangi keluhan dengan meneteskan obat tetes mata dari warung, namun mata masih
tetap merah. Pasien merupakan seorang pelajar dan sering memiliki kegiatan di lapangan.
Keluhan batuk pilek (+), demam (-), pandangan kabur (-), dan mata cekot cekot (-). Orang
tua pasien juga mengatakan bahwa biasanya setelah makan, mata pasien terkadang
bengkak tanpa disertai mata merah, kemudian dapat hilang tanpa pemberian obat, tetapi
orang tua tidak pernah tau makanan yang menyebabkan mata bengkak.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat sakit mata merah sebelumnya (-)
 Riwayat alergi (+)
 Riwayat menggunakan softlens (-)
 Riwayat aktivitas fisik (+)
 Riwayat trauma (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat rinitis (-)
 Riwayat dermatitis (-)
 Riwayat berenang di kolam umum tanpa menggunakan kacamata renang (-)
 Riwayat batuk pilek sebelum keluhan saat ini (+)
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa (-)
Riwayat Sosio Ekonomi :
 Riwayat keluhan serupa di lingkungan sekolah dan rumah (-)
 Pasien merupakan seorang pelajar, tinggal bersama orangtua.
 Pembiayaan dengan JKB Non PBI
 Kesan ekonomi cukup

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada hari Rabu, 29 Januari 2020 Pukul 09.00 WIB di Poliklinik
Mata Puskesmas Gunung Pati
Status Praesens :
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital : TD : 110/67mmHg RR : 18x/menit
Nadi : 83x/menit Suhu : 36,5˚C
BB/TB : 14 Kg / 1,28 meter
Kepala : Mesocephal, Pembesaran kelenjar preaurikuler -/-
Thorax : tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan nnll : Pre aurikula -/-
Submandibula -/-
Status Ophtalmologi :

Tabel 1. Status Ophtalmologi


MATA KANAN MATA KIRI
6/6 VISUS 6/6
Tidak dilakukan KOREKSI Tidak dilakukan
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas ke PARESE / PARALYSE Gerak bola mata bebas ke
segala arah segala arah
Sikatrik (-) SUPERCILIA Sikatrik (-)
Hiper/hipopigmentasi (-) Hiper/hipopigmentasi (-)
Krusta (-) Krusta (-)
Edema (+), nodul (-), nyeri PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), nodul (-), nyeri
tekan (-), spasme (-) tekan (-), spasme (-)
Edema (-), bekas luka (-) PALPEBRA INFERIOR Ed ema (-), bekas luka (-)
Injeksi konjungtiva (+), CONJUNGTIVA Injeksi konjungtiva (+),
papil (+), folikel (-), sekret PALPEBRALIS papil (+), folikel (-), sekret
(+) serous, (+) serous,
pseudomembran (-) pseudomembran (-)
Sekret (+) serous CONJUNGTIVA Sekret (+) serous
FORNICES
Injeksi konjungtiva (+), CONJUNGTIVA BULBI Injeksi konjungtiva (+),
kemosis, sekret (+) serous kemosis, sekret (+) serous
Intak SCLERA Intak
Jernih, defek(-) CORNEA Jernih, defek(-)
Van herick grade 3, CAMERA OCULI Van herick grade 3,
Tyndall effect (-) ANTERIOR Tyndall effect (-)
Kripte (+), sinekia (-) IRIS Kripte (+), sinekia (-)
Bulat, sentral, reguler, PUPIL Bulat, sentral, reguler,
diameter 3mm, RP (+) N diameter 3mm, RP (+) N
Jernih LENSA Jernih
Cemerlang FUNDUS REFLEKS Cemerlang
Tidak dilakukan FUNDUSKOPI Tidak dilakukan
TDig Normal TENSIO OCULI TDig Normal
Tidak dilakukan SISTEM CANALIS Tidak dilakukan
LACRIMALIS
Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan

Oculi Dextra Oculi Sinistra

RINGKASAN :
Seorang laki-laki usia 7 tahun datang dengan keluhan kemerahan pada kedua mata sejak
±1 hari SMRS. Kedua mata disertai rasa gatal, nrocos dan keluar kotoran mata. Pasien
mencoba mengurangi keluhan dengan meneteskan obat tetes mata dari warung, namun
mata masih tetap merah. Pasien merupakan seorang pelajar dan sering memiliki kegiatan
di lapangan. Keluhan batuk pilek (+), demam (-), pandangan kabur (-), mata cekot-cekot
(-) dan aktivitas diluar ruangan (+). Orang tua pasien juga mengatakan bahwa biasanya
setelah makan, mata pasien terkandang bengkak tanpa disertai mata merah, kemudian
dapat hilang tanpa pemberian obat, tetapi orang tua tidak pernah tau makanan yang
menyebabkan mata bengkak.
Pemeriksaan fisik :
Status generalis dan status internus dalam batas normal.
Status oftalmologi :
Oculi Desxtra Oculi Sinistra
6/6 VISUS 6/6
Injeksi konjungtiva (+), KONJUNGTIVA Injeksi konjungtiva (+),
papil (+), folikel (-), sekret PALPEBRA papil (+), folikel (-), sekret
(+) serous (+) serous
Sekret (+) serous KONJUNGTIVA Sekret (+) serous
FORNIKS
Injeksi konjungtiva (+), KONJUNGTIVA BULBI Injeksi konjungtiva (+),
kemosis (-). Sekret (+) kemosis (-). Sekret (+)
serous serous

DIAGNOSIS KLINIS :
 ODS konjungtivitis alergi

DIAGNOSIS BANDING :
 ODS konjungtivitis et causa virus
 ODS konjungtivitis et causa bakteri

TERAPI :
 Kompres dingin pada kedua mata 4-6x sehari selama 15-20 menit untuk
mengurangi bengkak
 Tetes mata artificial (sodium chloride 4,4mg dan kalium chloride 0,8mg) 1 tetes
pada masing-masing , 4 kali sehari
PROGNOSIS :
Tabel 2. Prognosis
Mata kanan Mata kiri
Quo ad visam Ad bonam Ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam Ad bonam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Ad bonam Ad bonam

USUL :
 Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana yang diberikan dan prognosis.

EDUKASI :
 Menjelaskan pada pasien bahwa penyakitnya disebabkan oleh alergi, sehingga
penyakit ini dapat berulang jika terpapar oleh alergen.
 Menjelaskan pada pasien agar menjaga kesehatan dan kebersihan mata
 Pasien diminta untuk meneteskan, meminum dan menggunakan obat secara
teratur dan menjaga daya tahan tubuh, dengan memakan makanan yang bergizi
dan istirahat yang cukup untuk mempercepat penyembuhan penyakit.
 Membatasi aktivitas fisik di lapangan.
BAB III
PEMBAHASAN
I. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
goblet yang berfungsi membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri
atas tiga bagian, yaitu:
 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus.
 Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera.
 Konjungtiva fornises atau forniks yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.4

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva


II. Histologi Konjungtiva
Konjungtiva terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan epitelium, adenoid dan
fibrosa.
Lapisan epitelium merupakan lapisan terluar konjungtiva dengan struktur
yang bervariasi di setiap regio. Epitel konjungtiva marginal terdiri atas lima lapis
epitel gepeng berlapis dan pada konjungtiva tarsal terdiri atas dua lapis epitel
silindris dan gepeng. Konjungtiva forniks dan bulbar terdiri atas tiga lapis epitel
yaitu sel silindris, sel polihedral dan sel kuboid, sedangkan pada konjungtiva
limbal terdiri atas berlapis-lapis sel gepeng.
Lapisan adenoid merupakan lapisan limfoid yang berfungsi dalam respons
imun di permukaan mata. Lapisan itu disebut conjunctiva associated lymphoid
tissue (CALT), terdiri atas limfosit dan leukosit yang dapat berinteraksi dengan
mukosa sel epitel melalui sinyal resiprokal yang dimediasi oleh growth factor,
sitokin dan neuropeptida.
Lapisan fibrosa terdiri atas jaringan kolagen dan fibrosa serta pembuluh
darah dan konjungtiva.
Konjungtiva palpebra diperdarahi oleh pembuluh darah palpebran,
sedangkan konjungtiva bulbar memperoleh darah dari arteri siliaris anterior.
Persyafaran sensorik konjungtiva berasal dari cabang nervus kranialis V.5,6

Gambar 2. Histologi Konjungtiva


III. Definisi Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupi belakang kelopak dan bola mata dalam bentuk akut maupun
kronis.4
IV. Gambaran Klinis Konjungtivitis
Gambaran klinis konjungtivitis secara umum sebagai berikut7:
1. Hiperemia, disebabkan dilatasi pembuluh darah konjungtiva posterior.
2. Sekret, berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah eksudat
(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.
3. Kemosis, mengesankan konjungtivitis alergika namun dapat terjadi pada
konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada
konjungtivitis adenovirus.
4. Epifora, sebagai reaksi dari badan asing pada konjungtiva atau kornea atau
merupakan iritasi toksik.
5. Pseudoptosis, kelopak sukar terangkat akibat beban kelopak yang disebabkan
karena adanya infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena
edema pada palpebra superior.
6. Folikel, penimbunan cairan dan sel limfoid di bawah konjungtiva. Terlihat
sebagai benjolan yang besarnya kira-kira 1mm. Lebih sering ditemukan pada
daerah forniks karena mengandung banyak jaringan limfoid.
7. Hipertrofia papila, timbunan sel radang subkonjungtiva yang berwarna merah
dengan pembuluh di tengahnya.
8. Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila diangkat akan
berdarah.
9. Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah.
10. Limfadenopati preaurikulers
V. Perbedaan Jenis Konjungtivitis
Tabel 3. Perbedaan gambaran klinis konjungtivitis
TANDA BAKTERI VIRAL ALERGI TOKSIK
Inj. Konjungtiva Mencolok Sedang Ringan - Ringan -
sedang sedang
Hemoragi + + - -
Kemosis ++ +/- ++ +/-
Eksudat Purulen atau Serous Mukoid, -
mukopurulen lengket, putih
Pseudomembran +/- +/- - -
Papil +/- - + -
Folikel - + - + (medikasi)
Nodus + ++ - -
preaurikuler
Panus - - - (kecuali -
vernal)
Gatal Minimal Minimal Hebat
Air mata Sedang Profuse Sedang
Pewarnaan Bakteri, PMN Monosit, Eosinofil
usapan Limfosit
VI. Konjungtivitis Alergi
a. Definisi dan Etiologi
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk konjungtivitis non infeksi
akibat reaksi alergi terhadap alergen.4
b. Patofisiologi
Konjungtivitis alergi merupakan terminologi yang digunakan untuk
menjelaskan proses inflamasi konjungtiva yang dapat disebabkan oleh faktor
alergi. Umumnya proses konjungtivitis alergi melibatkan reaksi
hipersensitivitas tipe 1, dimana alergen berekasi dengan IgE, menstimulasi
degranulasi sel mast dan melepaskan mediator inflamasi.
Respon alergi dimulai ketika alergen dikenali oleh antigen precenting
cell (APC) di mana APC akan mempresentasikan alergen ke sel T CD4. Sel
T ini kemudian akan berpolarisasi ke T helper type 1 (Th1) dan T helper type
2 (Th2). Th2 akan memproduksi beberapa interleukin, seperti IL-4 dan IL-
13 yang menstimulasi sel B untuk memproduksi IgE dari IgM. Aktivasi sel
mast sebagai hasil multivalent allergen cross-linking cell surface IgE dengan
reseptor sel mast FceRI. Sel mast yang ada di konjungtiva melepaskan
histamin dan mensintesis secara lokal mediator seperti prostaglandin D2,
leukotrien C4, tryptase, chymase, carboxypeptidase A, cathepsin G dan
platelet-activating factor, suatu agen kemotaksis eosinofil yang sangat kuat.
Pada semua bentuk alergi mata, respon klinis terjadi karena aktivasi sel
mast, baik melalui reaksi antigen-sel mast atau melaui sel limfosit T yang
melepaskan mediator-mediator inflamasi. Pada bentuk yang lebih ringan
seperti SAC dan PAC, jumlah sel mast saja yang meningkat, sementara pada
VKC dan AKC, terjadi peningkatan sel mast dan sel T.
Alergen yang menginduksi alergi pada pasien atopik dimulai dengan
fase respon awal yang timbul pada menit ke-15 hingga 30 dengan
meningkatnya kadar histamin, triptase, leukotrien dan esosinofil di air mata.
Enam hingga 24 jam (fase lambat) setelah paparan, timbul puncak kedua
kadar histamin dan eosinofil. Molekul adhesi jaringan E-selectin dan ICAM-
1 juga meningkat, konsisten dengan peningkatan granulosit dan eosinofil di
konjungtiva. IgE diproduksi oleh konjungtiva di bawah kontrol sel mast.
Kebanyakan pasien dengan alergi okular, di mana pasien mempunyai
riwayat atopi pada keluarga, didapatkan peningkatan kadar alergen-IgE
spesifik di serum dan air mata. Pada fase lambat ini juga mulai terjadi
kerusakan jaringan.
c. Klasifikasi Konjungtivitis Alergi
Klasifikasi konjungtivitis alergi antara lain:
 Konjungtivitis Atopik
Merupakan inflamasi konjungtiva yang dihubungkakn dengan
dermatitis atopik. Timbul pada usia remaja dan berlanjut hingga dekade
4/5.8
 Konjungtivitis vernal
konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang
mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Merupakan penyakit yang
terjadi biasanya pada musim panas, biasanya berhubungan dengan
asma, eksim dan rinitis. Mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun
dan merupakan penyakit musiman. Keparahan akan berkurang saat usia
semakin bertambah.4,8
 Konjungtivitis flikten
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap
bakteri atau antigen tertentu yang diperantarai oleh reaksi
hipersensitivitas tipe 4. Kelainan ini sering ditemukan pada anak-anak
yang biasanya kurang gizi atau sering mengalami radang saluran nafas.
 Konjungtivitis iatrogenik
Konjungtivitis yang terjadi akibat pengobatan yang diberikan oleh
dokter.
 Sindrom Steven Johnson
Sindrom steven johnson adalah suatu penyakit eritema multigorm yang
berat. Penyakit ini sering ditemukan pada orang usia muda sekitar 35
tahun. Penyebabnya diduga suatu reaksi pada orang yang mempunyai
predisposisi alergi terhadap obat-obat sulfonamid, barbiturat, salisilat.4
d. Pemeriksaan Mata
1. Penilaian tajam penglihatan, bertujuan untuk menilai tajam penglihatan
masih normal atau mengalami penurunan akibat permasalahan pada
mata. Penilaian tajam penglihatan menggunakan kartu snellen, dan
bahkan hitung jari, lambaian tangan dan senter bila diperlukan.
2. Penilaian penyebab mata merah, menggunakan bantuan loupe dan senter.
Permeriksaan dimulai dari inspeksi dan palpasi kulit regio periorbita,
kemudian bagian kelopak mata dan konjungtiva tarsal. Dari pemeriksaan
tersebut dapat dideteksi keberadaan proptosis, malfungsi kelopak mata,
atau keterbatasan gerakan bola mata. Setelah menilai keadaan pada regio
tersebut, pemeriksaan beralih ke konjungtiva bulbi untuk mulai
membedakan injeksi konjungtiva atau silier. Pada mata merah tanpa
penurunan visus umumnya ditemukan injeksi konjungtiva dan/ atau
perdarahan subkonjungtiva, serta gambaran khas konjungtivitis
berdasarkan etiologinya. Bila mata merah dan penurunan visus selalu
disertai denan injeksi episklera dan injeksi konjungtiva.
3. Penilaian karakteristik air mata, karakteristik air mata yang perlu
diketahui adalah bentuk dan sifat sekresi, serta membaginya menjadi
kategori sesuai jumlahnya (banyak/sedikit), karakter (purulen,
mukopurulen, mukous)
4. Penilaian kornea, bertujuan untuk menilai kejernihan dan regularitas
permukaan kornea. Bila didapatkan kekeruhan pada kornea, perlu
ditentukan jenis kekeruhan pada kornea pasien. Pemeriksaan
menggunakan bantuan senter atau tes placido. Pemeriksaan lanjutan
dapat menggunakan tes fluorescein sebagai pemeriksaan keutuhan epitel
kornea dengan metode pewarnaan.
5. Penilaian kedalaman bilik mata depan, menilai bilik mata depan
termasuk dalam kategori dangkal atau dalam. Selain itu, pemeriksaan ini
bertujuan mendeteksi keberadaan lapisan darah atau pus di bilik mata
depan.
6. Penilaian pupil, bertujuan menilai besar pupil, adanya mid-dilatasi,
miosis dan refleks pupil langsung dan tidak langsung.
e. Tatalaksana
Pendekatan tatalaksana pasien dengan konjungtivitis alergi dapat dilakukan:
1. Komunikasi dan edukasi pasien tentang perjalanan penyakit, lama
penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Pencegahan terhadap alergen dan modifikasi lingkungan, seperti
menghindari debu yang ada baik di luar rumah maupun dalam rumah,
mencegah sinar dan panas matahari secara langsung dengan
menggunakan pelindung mata (topi atau kacamata)
3. Antihistamin topikal, untuk mengurangi rasa gatal dan kemerahan.
Pemberian dosis sebanyak 4 kali sehari, dan jika digunakan jangka
panjang dapat mengiritasi mata
4. Stabilisator sel mast, mencegah degranulasi sel mast karena paparan
alergen
5. NSAID, untuk mengurangi hiperemia konjungtiva
6. Pemberian air mata buatan (artificial tears), seperti cendo lyteers ED
yang berisi sodium chloride dan kalium chloride.
7. Kompres dingin untuk mengurangi bengkak.9
f. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada penyakit ini adalah ulkus pada
kornea dan infeksi sekunder.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada laporan kasus ini, seorang pasien laki laki usia 7 tahun didiagnosis menderita
ODS konjungtivitis atopik berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Dari gejala dan keluhan yang didapat berdasarkan anamnesis, tidak didapatkan
keluhan nyeri, fotofobia, dan pandangan kabur. Pandangan kabur dapat muncul bila ada
gangguan pada fungsi refraksi, media refrakta atau saraf optikus sehingga pada kasus
kecurigaan keterlibatan ketiga komponen tersebut dapat disingkirkan. Keluhan utama
mata merah tanpa disertai penurunan visus masih dapat didiagnosis banding dengan
penyakit mata seperti konjungtivitis, pterigium, perdarahan subkonjungtiva, benda asing
di konjungtiva, dan episkleritis-skleritis.
Penegakkan diagnosis konjungtivitis atopik dilihat berdasarkan data dari
anamnesis sacred seven dan fundamental four. Keluhan utama mata merah baru saja 1
hari menandakan bahwa proses yang terjadi merupakan proses akut. Orang tua pasien
mengatakan bahwa di lingkungan sekitar tidak ada yang menderita mata merah serupa
sehingga diangnosis konjungtivitis viral atau bakteri dapat disingkirkan. Sebelumnya,
pasien terkadang mengalami mata bengkak tanpa disertai mata merah setelah makan dan
sembuh sendiri tanpa pemberian obat dan didapatkan faktor resiko seperti pasien sering
melakukan aktivitas di luar ruangan dapat menjadi data dasar yang mengerucutkan arah
diagnosis menuju konjungtivitis alergi..
Pada anamnesis didapatkan datang dengan keluhan kemerahan pada kedua mata
sejak ±1 hari SMRS. Kedua mata disertai rasa gatal, nrocos dan keluar kotoran mata.
Pasien mencoba mengurangi keluhan dengan meneteskan obat tetes mata dari warung,
namun mata masih tetap merah. Pasien merupakan seorang pelajar dan sering memiliki
kegiatan di lapangan. Keluhan batuk pilek (+), demam (-), pandangan kabur (-), mata
cekot-cekot disangkal (-) dan aktivitas diluar ruangan (+). Orang tua pasien juga
mengatakan bahwa biasanya setelah makan, mata pasien terkadang bengkak tanpa
disertai mata merah, kemudian dapat hilang tanpa pemberian obat, tetapi orang tua tidak
pernah tau makanan yang menyebabkan mata bengkak.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan pembesaran limfonodi preaurikuler dan
tidak didapatkan adanya demam. Pada pemeriksaan oftalmologi kedua mata didapatkan
adanya palpebra bengkak (+), injeksi konjungtiva (+), sekret (+) serous.
Pada pasien ini diberikan terapi berupa kompres dingin pada kedua mata,
pemberian tetes mata artificial (sodium chloride 4,4mg dan kalium chloride 0,8m)g pada
kedua mata. Kompres dingin pada kedua mata 4-6 kali sehari selama 15-20 menit untuk
mengurangi bengkak. Pemberian tetes mata artificial untuk membantu menghilangkan
debris dan mengurangi iritasi.
Pada pasien ini diberikan edukasi bahwa pasien mengalami peradangan pada
selaput lendir bola mata yang disebut dengan konjungtivitis yang kemungkinan
dikarenakan alergi. Selain itu juga dijelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang
dideritanya tidak menular tetapi dapat kambuh jika terpapar oleh alergen. Pasien juga
diminta untuk menjaga kesehatan, kebersihan mata, tidak mengucek mata, menjaga
kebersihan rumah dan untuk mengurangi kegiatan diluar ruangan. Pasien diminta untuk
meneteskan obat secara teratur dan rajin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Solano D, Czyz CN. Viral Conjunctivitis. [Updated 2019 Dec 16]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470271/
2. Majmudar. 2010. Conjunctivitis, Alergic, Departement of Ophthalmology: Rush.
Presbytarian-St. Luke’s Medical Center.
dari: hhtp://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview.\
3. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit
Mata. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2004
4. Ilyas, Sidarta dan Sri Rahayu Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
5. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. Oxford American
Handbook of Ophtalmology. New York: Oxford University Press; 2011
6. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology Edisi ke-4. New Delhi: New Age
Internasional; 2007
7. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya
Medika; 2000
8. Supriyatno, Bambang dkk. 2012. Current Management in Pediatric Allergy and
Respiratory Problems. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
9. La Rosa M, Lionetti E, Reibaldi M, Russo A, Longo A, Leonardi S, Tomarchio
S, Avitabile T, Reibaldi A. Allergic conjunctivitis: a comprehensive review of the
literature. Ital J Pediatr. 2013 Mar 14;39:18. doi: 10.1186/1824-7288-39-18.
PMID: 23497516; PMCID: PMC3640929.

Anda mungkin juga menyukai