Anda di halaman 1dari 35

JURNAL PR AKTIKUM K O SM ET IK A

Formulasi Sediaan Body Lotion


REYNA®

Oleh:

Kelompok I

I Putu Bagus Mahaparadipa ( 0808505001 )


N i Made A r y Sukmawati ( 0908505002 )
Pande Nyoman Handayani ( 0908505052 )
G. A. P. Candra Dewi ( 0908505054 )
N i Made Asih Wiradewi ( 0908505068 )
Charli Chanjaya ( 0908505073 )

JURUSAN FARMASI
F A KU LT A S MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN A L AM
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Lotion

Lotion adalah sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut) yang mengandung air
lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat, yaitu sebagai sumber lembab bagi kulit,
memberi lapisan minyak yang hampir sama dengan sebum, membuat tangan dan badan
menjadi lembut, tetapi tidak berasa berminyak dan mudah dioleskan. Hand and body lotion
(losio tangan dan badan) merupakan sebutan umum bagi sediaan ini di pasaran (Sularto, et al,
1995).
Lotion dapat juga didefinisikan sebagai suatu sediaan dengan medium air yang
digunakan pada kulit tanpa digosokkan. Biasanya mengandung substansi tidak larut yang
tersuspensi, dapat pula berupa larutan dan emulsi di mana mediumnya berupa air. Biasanya
ditambah gliserin untuk mencegah efek pengeringan, sebaliknya diberi alkohol untuk cepat
kering pada waktu dipakai dan memberi efek penyejuknya (Anief, 1984). Wilkinson 1982
menyebutkan, lotion adalah produk kosmetik yang umumnya berupa emulsi, terdiri dari
sedikitnya dua cairan yang tidak tercampur dan mempunyai viskositas rendah serta dapat
mengalir dibawah pengaruh gravitasi. Lotion ditujukan untuk pemakaian pada kulit yang
sehat.
Jadi, lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang
distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya. Lotion
dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair
memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah
menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada
permukaan kulit (Lachman et al., 1994).

1.2 Formulasi Lotion


Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi dan
humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari l emak maupun minyak dari tanaman,
hewan maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba, minyak parafin, lilin
lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa surfaktan anionik, kationik maupun
nonionik. Humektan bahan pengikat air dari udara, antara lain gliserin, sorbitol, propilen
glikol dan polialkohol (Jellineck, 1970).
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Lotion

Lotion adalah sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut) yang mengandung air
lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat, yaitu sebagai sumber lembab bagi kulit,
memberi lapisan minyak yang hampir sama dengan sebum, membuat tangan dan badan
menjadi lembut, tetapi tidak berasa berminyak dan mudah dioleskan. Hand and body lotion
(losio tangan dan badan) merupakan sebutan umum bagi sediaan ini di pasaran (Sularto, et al,
1995).
Lotion dapat juga didefinisikan sebagai suatu sediaan dengan medium air yang
digunakan pada kulit tanpa digosokkan. Biasanya mengandung substansi tidak larut yang
tersuspensi, dapat pula berupa larutan dan emulsi di mana mediumnya berupa air. Biasanya
ditambah gliserin untuk mencegah efek pengeringan, sebaliknya diberi alkohol untuk cepat
kering pada waktu dipakai dan memberi efek penyejuknya (Anief, 1984). Wilkinson 1982
menyebutkan, lotion adalah produk kosmetik yang umumnya berupa emulsi, terdiri dari
sedikitnya dua cairan yang tidak tercampur dan mempunyai viskositas rendah serta dapat
mengalir dibawah pengaruh gravitasi. Lotion ditujukan untuk pemakaian pada kulit yang
sehat.
Jadi, lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang
distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya. Lotion
dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair
memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah
menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada
permukaan kulit (Lachman et al., 1994).

1.2 Formulasi Lotion


Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi dan
humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari l emak maupun minyak dari tanaman,
hewan maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba, minyak parafin, lilin
lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa surfaktan anionik, kationik maupun
nonionik. Humektan bahan pengikat air dari udara, antara lain gliserin, sorbitol, propilen
glikol dan polialkohol (Jellineck, 1970).
Dalam pembuatan lotion, faktor penting yang harus diperhatikan adalah fungsi dari
lotion yang dlinginkan untuk dikembangkan. Fungsi dari lotion adalah untuk
mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan dan membersihkan, mencegah kehilangan
air, dan mempertahankan bahan aktif (Setyaningsih, dkk., 2007). Lotion juga dipakai untuk
menyejukkan, mengeringkan, anti pruritik dan efek protektif dalam pengobatan dermatosis
akut. Sebaiknya tidak digunakan pada luka yang berair sebab akan terjadi caking dan
runtuhan kulit serta bakteri dapat tetap tinggal di bawah lotion yang menjadi cake (Anief,
1984). Komponen-komponen yang menyusun lotion adalah pelembab, pengemulsi, bahan
pengisi, pembersih, bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet (Setyaningsih, dkk., 2007).
Proses pembuatan lotion adalah dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang larut
dalam fase air pada bahan-bahan yang larut dalam fase lemak, dengan cara pemanasan dan
pengadukan (Schmitt, 1996). Bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam pembuatan lotion
adalah sun screen, humektan, thickening, mineral oil, setil alkohol, silikon dan preservatif.
Sun screen berfungsi sebagai ultra violet filter, yaitu melindungi kulit dari panas matahari
juga bahan dasar pembuatan krim/ lotion. Gliserin sebagai humektan berfungsi menahan air di
bawah lapisan kulit agar tidak keluar sehingga mencegah kehilangan air yang berlebihan.
Mineral oil dan silikon berfungsi sebagai pelembab ( moisturizing) kulit. (Setyaningsih, dkk.,
2007).
Setil alkohol berfungsi sebagai surfaktan, emolient dan pelembab (Setyaningsih, dkk.,
2007). Selain itu, setil alkohol pada sedian lotion berfungsi sebagai thickening agent (Rowe,
et al., 2003) dengan konsentrasi 2%, 6 % dan 10%. Thickening merupakan pengental yang
berfungsi sebagai pengikat fasa minyak dan fasa air yang terkait dengan Hidrofil Lipofil
Balance ( H L B ) . Thickening agent adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu
formula, yang berfungsi sebagai bahan pengental atau pengeras di dalam formula lotion.
Bahan pengental atau thickening agents digunakan untuk mengatur kekentalan produk
sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetik dan mempertahankan kestabilan dari
produk tersebut (Mitsui, 1997). Bahan pengental yang digunakan dalam pembuatan skin
lotion bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Umumnya water soluble
polymers digunakan sebagai bahan pengental yang diklasifikasikan sebagai polimer alami,
semi sintetis polimer, dan polimer sintetis (Mitsui, 1997). Menurut Schmitt (1996), bahan
pengental polimer seperti gum alami, derivat selulosa dan karbomer lebih sering digunakan
dalam sistem emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan. Penggunaan bahan
pengental dalam pembuatan skin lotion biasanya digunakan dalam proporsi yang kecil yaitu
dibawah 2,5% (Strianse, 1996).
1.3 Perbedaan Body Lotion, Body Cream dan Body Butter
Semua pelembap tubuh ( moisturizer) dibuat dengan karakteristik tersendiri sehingga
memiliki kombinasi air, tipe minyak, dan emolien (pengencer) yang berbeda satu sama
lainnya. Untuk mendapatkan hasilyang terbaik pemilihan pelembap harus sesuai dengan
kondisi kulit. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memilih pelembab tubuh yang tepat
bagi antara lain : seberapa kering kulit tubuh, iklim tempat tinggal, dan bagian tubuh mana
yang paling membutuhkan pelembap (Aifen, 2011).
Secara garis besar, ada tiga jenis pelembab tubuh yang dapat pili h, anrata lain :
1.3.1 Body Lotion
Body Lotion merupakan sediaan yang paling encer dibandingkan dengan pelembap
lainnya. Lotion yang baik adalah tidak terlalu greasy (berminyak) saat digunakan dan dapat
menyerap dengan cepat saat dioleskan di kulit. Lotion merupakan pilihan paling tepat jika
membutuhkan pelembap yang ringan atau bila digunakan untuk seluruh tubuh. Karena
bentuknya ringan dan tidak meninggalkan residu, lotion bisa digunakan di pagi hari tanpa
perlu khawatir bisa menempel di pakaian. Lotion baik digunakan apabila berada di iklim
yang lembap atau ketika cuaca mulai panas (Aifen, 2011).
1.3.2 Body Cream
Body Cream bentuknya lebih pekat dibanding lotion dan mengandung lebih banyak
minyak pelembap. Kri m tubuh (body cream) ini paling baik digunakan di kulit yang paling
kering, seperti lengan dan kaki, yang tak memiliki banyak kelenjar minyak ketimbang dada
dan punggung. Jika terdapat jerawat di dada dan punggung artinya kulit memiliki minyak
alami yang cukup. Jadi, penggunaan krim dihindari di daerah ini. Krim digunakan jika
menemukan ada kulit yang mengelupas karena kering meski sudah menggunakan lotion.
Penggunaan krim yang lebih pekat diperlukan pada cuaca dingin atau sedang bepergian ke
daerah kering. Untuk mengunci kelembapan, krim tubuh digunakan segera setelah mandi
(Aifen, 2011).
1.3.3. Body Butter
Body Butter memiliki proporsi minyak paling tinggi. Karena itu bentuknya sangat
kental mirip margarin atau mentega. Biasanya body butter memiliki kandungan shea butter,
cocoa butter, dan coconut butter. Bentuk pelembap seperti ini bisa jadi sangat berminyak dan
sulit dioleskan, maka akan sangat baik jika dioleskan di daerah yang amat kering dan
cenderung pecah misalnya sikut, lutut, dan tumit. Untuk menghindari ceceran residu yang
amat berminyak dan bisa menempel ke mana-mana, lebih baik gunakan body butter di malam
hari (Aifen, 2011).
BAB II
SIFAT FISIKO-KIMIA BAHAN

2.1 Minyak Zaitun


a. Pemeriaan : Minyak zaitun berupa cairan jernih, tidak berwarna atau
berwarna kuning transparan. Minyak zaitun murni diperoleh
minyak zaitun diperoleh dengan penyulingan minyak zaitun
mentah sehingga isi gliserida minyak tidak berubah. Suatu
antioksidan yang cocok dapat ditambahkan (Rowe et al, 2003).
b. Kandungan : Minyak zaitun mengandung asam lemak tak jenuh dalam kadar
yang tinggi (utamanya asam oleat dan polifenol), vitamin E dan
vitamin K (Rowe et al, 2003).
c. Penggunaan : Minyak zaitun banyak digunakan pada kosmetik dan sediaan
farmasi topikal. Telah digunakan dalam formulasi topikal
sebagai emolien dan untuk membuat kulit radang menjadi
mulus, untuk melembutkan kulit dan kerak di eksim; digunakan
untuk minyak pijat, dan untuk melunakkan kotoran telinga
(Rowe et al, 2003).
d. Kelarutan : Sedikit larut dalam etanol (95%); larut dengan eter,
o
kloroform, light petroleum (50-70 C), dan karbon disulfida
(Rowe et al, 2003).
o
e. Stabilitas : Ketika didinginkan, minyak zaitun menjadi keruh sekitar 10 C,
o
dan menjadi massa seperti butter pada 0 C (Rowe et al, 2003).
f. Penyimpanan : Minyak zaitun harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, di
tempat sejuk dan kering (Rowe et al, 2003).
g. Inkompatibilitas : Minyak zaitun dapat disaponifikasi oleh hidroksida alkali
karena mengandung asam lemak tak jenuh dalam kadar tinggi,
minyak zaitun rentan terhadap oksidasi dan tidak kompatibel
dengan agen oksidasi (Rowe et al, 2003).
2.2 Asam Stearat
a. Bobot molekul : 284.47 g/mol (Rowe et al, 2003).
b. Pemeriaan : asam stearat berbentuk padat, berupa kristal padat atau serbuk

putih atau kekuningan, mengkilap, bau lemah (Rowe et al,


2003).
c. Penggunaan : Pada penggunaan topikal, asam stearat digunakan sebagai agen
pengemulsi dan agen untuk meningkatkan kelarutan (Rowe et
al, 2003).
o
d. Titik lebur : 69-70 C (Rowe et al, 2003).
e. Koefisien partisi : Log (minyak : air) = 8,2 (Rowe et al, 2003).

f. Kelarutan : sangat larut dalam benzen, karbon tetraklorida, kloroform, dan


eter; larut dalam etanol 95%, hexan, dan propilen glikol; praktis
tidak larut dalam air (Rowe et al, 2003).
g. Stabilitas : Asam stearat adalah material yang stabil, antioksidan juga dapat
ditambahkan pada asam stearat (Rowe et al, 2003).
h. Penyimpanan : Pada wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk dan kering
(Rowe et al, 2003).
i. Inkompatibilitas : Asam stearat tidak tercampurkan dengan kebanyakan logam
hidroksida dan basa, agen pereduksi, dan agen pengoksidasi.
Basis ointment yang dibuat dari asam stearat dapat
menunjukkan pengeringan atau penggumpalan berkaitan
dengan reaksi ketika dicampurkan dengan garam zink atau
garam kalsium. Asam stearat tidak tercampurkan dengan obat
naproxen (Rowe et al, 2003).

2.3 Gliserin
a. Bobot molekul : 92.09 g/mol (Rowe et al, 2003).
b. Pemeriaan : Gliserin tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan
higroskopis, rasa manis (Rowe et al, 2003).
c. Penggunaan : Pada sediaan topikal dan kosmetik, gliserin digunakan terutama
sebagai humektan dan emolien. Gliserin digunakan sebagai
pelarut atau kosolven pada krim dan emulsi (Rowe et al, 2003).
o
d. Titik lebur : 17,8 C (Rowe et al, 2003).
e. Kelarutan : Larut dalam air, etanol dan metanol; sedikit larut dalam aseton;
praktis tidak larut dalam benzen, kloroform, dan minyak;
kelarutan dalam eter 1:500; kelarutan dalam etil asetat 1:11
(Rowe et al, 2003).
f. Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis, gliserin murni tidak mudah
dioksidasi oleh atmosfer di bawah kondisi penyimpanan biasa,
tapi akan terdekomposisi oleh panas dan akan berevolusi
menjadi zat yang toksik. Campuran gliserin dengan air, etanol
95%, dan propilen glikol stabil secara kimia. Gliserin
membentuk kristal jika disimpan pada temperatur rendah,
o
kristal tidak meleleh sampai penghangatan hingga 20 C (Rowe
et al, 2003).
g. Penyimpanan : Gliserin dapat disimpan pada wadah kedap udara, di tempat
sejuk dan kering (Rowe et al, 2003).
h. Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak apabila dicampur dengan agen
pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida, atau potasium
permanganat. Dalam larutan cair, hasil reaksi pada kecepatan
lebih lambat dengan membentuk beberapa produk oksidasi.
Penghilangan warna hitam pada gliserin terjadi pada pemaparan
sinar, atau pada kontak dengan zink oksida atau bismut nitrat.
Adanya besi pada gliserin bertanggung jawab menjadikan
warna campuran yang mengandung fenol, salisilat, dan tanin
menjadi lebih gelap. Gliserin membentuk kompleks asam borat,
asam gliseroborik, yang lebih kuat daripada asam borat (Rowe
et al, 2003).

2.4 Trietanolamin
a. Bobot molekul : 149,19 (Rowe et al, 2003).
b. Pemeriaan : Trietanolamina tak berwarna, berwarna kuning pucat, cairan
kental, memiliki sedikit bau amoniak. Trietanolamina adalah
campuran basa terutama 2,20,200-nitrilotriethanol, meskipun
juga mengandung dietanolamina dan jumlah yang lebih kecil
dari monoetanolamina (Rowe et al, 2003).
c. Penggunaan : Trietanolamina banyak digunakan dalam formulasi farmasi
topikal, terutama dalam pembentukan emulsi. Ketika dicampur
dalam proporsi equimolar dengan asam lemak, seperti asam
stearat atau asam oleat, trietanolamina membentuk sabun
anionic dengan pH sekitar 8, yang dapat digunakan sebagai
agen pengemulsi untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air
yang halus, stabil. Konsentrasi yang biasanya digunakan untuk
emulsifikasi adalah 2- 4 % v / v trietanolamina dan 2-5 kali dari
asam lemak. Dalam kasus minyak mineral, 5% v/v
trietanolamina akan diperlukan, dengan peningkatan yang tepat
dalam jumlah asam lemak yang digunakan. Persiapan
yang mengandung sabun trietanolamina cenderung gelap pada
penyimpanan. Namun, perubahan warna dapat dikurangi
dengan menghindari paparan cahaya dan kontak dengan logam
dan ion logam (Rowe et al, 2003).
d. pH : 10,5 (larutan 0,1N) (Rowe et al, 2003).
o
e. Titik lebur : 20-21 C (Rowe et al, 2003).

f. Kelarutan : Dapat bercampur dengan aseton, metanol, air, dan karbon


tetraklorida, kelarutan 1:24 dalam benzen, kelarutan 1:63 dalam
etil eter (Rowe et al, 2003).
g. Penyimpanan : Trietanolamin dapat berubah menjadi coklat apabila terpapar
udara atau cahaya. 85% trietanolamin cenderung akan terbagi-
o
bagi pada suhu di bawah 15 C, Homogenitas trietanolamin
dapat dipulihkan dengan penghangatan dan pencampuran
sebelum digunakan. Trietanolamin disimpan pada wadah kedap
udara, terlindung dari cahaya dan ditempat kering (Rowe et al,
2003).
h. Inkompatibilitas : Trietanolamin akan bereaksi dengan asam mineral dan
membentuk garam kristalin dan ester. Dengan asam lemak yang
lebih tinggi, trietanolamin akan membentuk garam yang larut
dalam air dan mempunyai karakteristik sabun. Trietanolamin
juga akan bereaksi dengan tembaga dan membentuk garam
kompleks. Penghilangan warna dan presipitasi dapat terjadi
karena adanya garam logam berat. Trietanolamin dapat bereaksi
dengan reagen seperti tionilklorda untuk menggantikan gugus
hidroksi dengan halogen, produk reaksi ini sangat t oksik (Rowe
et al, 2003).

2.5 Metil Paraben


a. Bobot molekul : 152,15 g/mol (Rowe et al, 2003).
b. Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak
berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa
terbakar (Rowe et al, 2003).
c. Penggunaan : Metilparaben dengan persentase 0,02 – 0,3% digunakan sebagai
bahan pengawet pada sediaan topikal. Metilparaben bersama
dengan metil paraben digunakan pada berbagai formul asi
sediaan farmasetika (Rowe et al, 2003).
d. Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam karbon
tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam et er terbakar
(Depkes R I , 1995).
e. Suhu lebur : 125 - 128 ° C (Rowe et al, 2003).
f. Stabilitas : Larutan cair metal paraben pada p H 3 –6 dapat disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 120°C selama 20 menit, tanpa
terdekomposisi. Larutan pH 3 –6 stabil (kurang dari 10%
terdekomposisi) sekitar 4 tahun pada temperature ruangan.
Sementara larutan pH 8 atau lebih terhidrolisis dengan cepat
(10% atau lebih sekitar 60 hari pada temperatur ruangan)
(Rowe et al, 2003).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes R I , 1995).
h. Inkompatibilitas : Aktivitas anti bakteri metal paraben dan paraben lainnya akan
menurun jika terdapat surfaktan ninionik, seperti polisorbat 80,
yang dapat menghasilkan misel. Walaupun propilenglikol
(10%) menunjukkan potensi pada aktivitas antibakteri paraben
dalam keberadaan surfaktan nonionik dan mencegah in teraksi
antara metal paraben dan polisorbat 80. Inkompatibilitas
dilaporkan terjadi dengan substansi lain seperti bentonit,
magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak
essensial, sorbitol, dan atropin. Metil paraben juga bereaksi
dengan beberapa gula dan gula alkohol. Absorpsi metal paraben
oleh plastik. Polietilen dengan berat jenis rendah dan tinggi
tidak menyerap metal paraben. Metil paraben kehilangan
warnanya dengan keberadaan tembaga dan terhidrolisi s dengan
basa lemah dan asam kuat (Rowe et al, 2003).

2.6 Propil Paraben


a. Bobot molekul : 180,20 g/mol (Rowe et al, 2003).
b. Pemerian : Serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe et
al, 2003).
c. Penggunaan : Propilparaben dengan persentase 0,01 – 0,6% digunakan
sebagai bahan pengawet pada sediaan topikal. Propil paraben
bersama dengan metil paraben digunakan pada berbagai
formulasi sediaan farmasetika (Rowe et al, 2003).
d. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter, sukar larut dalam air mendidih (Depkes R I , 1995).
e. Suhu lebur : 95 - 98 ° C (Depkes R I , 1979).
f. Stabilitas : Larutan propilparaben berair pada pH 3-6 dapat disterilisasi
dengan autoklaf tanpa terjadi dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan
berair stabil (terdekomposisi kurang dari 10%) untuk
penyimpanan pada suhu kamar selama 4 tahun, sementara pada
pH di atas 8 dapat cepat terhidrolisis (10% atau le bih setelah
penyimpanan selama 60 hari pada suhu kamar) (Rowe et al,
2003).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes R I , 1995).
h. Inkompatibilitas : Aktivitas antibakteri propil paraben akan menurun jika terdapat
surfaktan ninionik yang dapat menghasilkan misel. Walaupun
propilenglikol (10%) menunjukkan potensi pada aktivitas
antibakteri paraben dalam keberadaan surfaktan nonionik dan
mencegah interaksi antara metal paraben dan polisorbat 80.
Inkompatibilitas dilaporkan terjadi dengan substansi lain seperti
magnesium aluminium silikat, magnesium trisilikat, tembaga
oksida, tragakan, dan ultramarin biru hingga mampu
mengurangi daya pengawet propilparaben. Absorpsi
propilparaben oleh plastik. Propilparaben kehilanga n warnanya
dengan keberadaan tembaga dan terhidrolisis dengan basa
lemah dan asam kuat (Rowe et al, 2003).

2.7 Propilenglikol
a. Bobot molekul : 76,09 g/mol (Rowe et al, 2003).
b. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau, manis,
berasa sedikit tajam seperti gliserin (Rowe et al, 2003).
c. Penggunaan : Propilenglikol pada konsentrasi 15% digunakan sebagai
humektan pada sediaan topikal; 15-30% digunakan sebagai
bahan pengawet pada sediaan larutan dan semisolida;
digunakan sebagai solven atau kosolven dengan konsentrasi 10-
30% pada sediaan larutan aerosol, 10-25% pada sediaan
larutan oral, 10-60% pada sediaan parenteral, dan 5 -80% pada
sediaan topikal (Rowe et al, 2003).
d. Kelarutan : Dapat bercampur dengan aseton, kloroform, etanol 95%,
gliserin, dan air; larut 1:6 dalam eter; tidak dapat bercampur
dengan minyak mineral atau campuran minyak, tetapi dapat
dilarutkan oleh beberapa minyak essensial (Rowe et al, 2003).
e. Suhu lebur : -59°C (Rowe et al, 2003).
f. Stabilitas : Propilenglikol stabil pada suhu kamar jika disimpan pada
wadah tertutup baik, tetapi pada keadaan terbuka dan
temperatur tinggi akan teroksidasi dan menghasilkan produk
seperti propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, dan asam
asetat. Propilenglikol stabil ketika dicampur dengan etanol
95%, gliserin, atau air. Propilenglikol bersifat higroskopis
(Rowe et al, 2003).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat
sejuk dan kering (Rowe et al, 2003).
h. Inkompatibilitas : Propilenglikol tidak tercampurkan dengan reagen pengoksidasi
seperti potasium permanganat (Rowe et al, 2003).
2.8 Setil Alkohol
a. Bobot molekul : 242,44 g/mol (Rowe et al, 2003).
b. Pemerian : Berupa lilin, berwarna putih, berbentuk serpihan, granul, kubus,
bau dan rasa lemah (Rowe et al, 2003).
c. Penggunaan : Propilenglikol pada konsentrasi 2-5% digunakan sebagai
emolien; 2-5% digunakan sebagai agen pengemulsi; digunakan
sebagai agen pengeras ( Stiffening agent) pada konsentrasi 2-
10%; dan sebagai pengabsorpsi air pada konsentrasi 5 % (Rowe
et al, 2003).
d. Kelarutan : Larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutan meningkat dengan
peningkatan temperatur, praktis tidak larut dalam air. Ketika
dilelehkan dapat bercampur dengan lemak, parafin padat atau
cair, dan isoprpil miristat (Rowe et al, 2003).
e. Suhu lebur : 49°C (Rowe et al, 2003).
f. Stabilitas : Setil alkohol stabil dengan asam, alkali, cahaya, serta udara, dan
tidak menjadi tengik (Rowe et al, 2003).

g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering (Rowe
et al, 2003).
h. Inkompatibilitas : Propilenglikol tidak tercampurkan dengan agen pengoksidasi
kuat (Rowe et al, 2003).

2.9 Aqua Purificata


a. Bobot molekul : 18,02 g/mol (Depkes R I , 1995).
b. Definisi : A i r murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik,
atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi
persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain
(catatan: Air murni digunakan untuk pembuatan sediaan-
sediaan). Bila digunakan untuk sediaan steril, selain untuk
sediaan parenteral, air harus memenuhi persyaratan uji sterilitas
atau gunakan air murni steril yang dilindungi terhadap
kontaminasi mikroba. Tidak boleh menggunakan air murni
untuk sediaan parenteral. Untuk keperluan ini digunakan air
untuk injeksi, air untuk injeksi bakteriostatik ata u air steril
untuk injeksi (Depkes R I , 1995).
c. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau (Depkes R I , 1995).
d. pH : Antara 5,0 dan 7,0; lakukan penetapan secara potensiometrik
pada larutan yang ditambahkan 0,30 m L larutan kaliu m klorida
P jenuh pada 100 m L zatuji (Depkes R I , 1995).
e. Kemurnian bakteriologi : Memenuhi syarat air minum (Depkes R I , 1995).
f. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Depkes R I , 1995).
BAB III
MACAM-MACAM FORMULA

3.1 Formula Utama (Pustaka)


White oil 20%
Asam stearat 7%
Gliserin 10%
Trietanolamin 2%
Setil Alkohol 2%
Metil Paraben 0.1%
Akuades 58.9%
(Tano,1999)

3.2 Formula Alternatif


a. Formula Alternatif 1

Zaitun 42.5%
Setaric Acid 10.3%
Trietanolamin 2%
Gliserin 8,5%
Metil Paraben 0.2%
Propil Paraben 0.5%
Propilenglikol 2%
Setil Alkohol 1%
Essential oil qs
Destilled Water to 100%

b. Formula Alternatif 2
VCO 42.%
Setaric Acid 10.3%
Trietanolamin 2%
Gliserin 8,5%
Metil Paraben 0.2%
Propil Paraben 0.5%
Propilenglikol 2%
Setil Alkohol 1%
Vitamin E 0.5%
Essential oil qs
Destilled Water to 100%

c. Formula Alternatif 3
VCO 42%
Setaric Acid 11%
Trietanolamin 2%
Gliserin 8,5%
Metil Paraben 0.2%
Propil Paraben 0.5%
Propilenglikol 2%
Vitamin E 0.5%
Essential oil qs
Destilled Water to 100%

d. Formula Alternatif 4
VCO 42%
Setaric Acid 11%
Trietanolamin 2%
Gliserin 8,5%
Metil Paraben 0.2%
Propil Paraben 0.5%
Propilenglikol 2%
Essential oil qs
Destilled Water to 100%
BAB IV
PROSEDUR KERJA

4.1 Bahan
a. Zaitun
b. Setaric Acid
c. Trietanolamin
d. Gliserin
e. Metil Paraben
f. Propil Paraben
g. Propilenglikol
h. Setil Alkohol
i. Essential oil
j. Destilled Water

4.2 Alat
a. Timbangan elektrik
b. Penangas air
c. Batang pengaduk
d. Cawan porselin
e. Penjepit kayu
f. Termometer
g. Beaker glass
h. Kertas perkamen
i. Sendok tanduk
j. Pipet tetes
k. Gelas arloji
l. Mortir
m. Stamper
n. Wadah lotion
4.3 Perhitungan
a. Formula Pustaka
1. White oil

White oil 20%= 2.

Asam stearat

Asam stearat 7 % = 3.

Trietanolamin

Trietanolamin 2 % = 4.

Gliserin

Gliserin 10%= 5.

Metil Paraben

Metil Paraben 0.1%=

6. Setil alkohol

Setil alkohol 2 % = 7.

Akuades

Akuades 58,9%=

b. Formula Alternatif 1
1. Minyak Zaitun

Minyak zaitun 42,5%=

2. Asam stearat

Asam stearat 10,3%=

3. Trietanolamin

Trietanolamin 2 % = 4.

Gliserin

Gliserin 8,5%=

5. Metil Paraben

Metil Paraben 0.2%=


6. Propil Paraben

Propil Paraben 0.5%=

7. Propilenglikol

Propilenglikol 2 % = 8.

Setil alkohol

Setil alkohol 1 % = 9.

Essential oil = q.s


10. Destilled Water

Destilled Water 33%=

c. Formula Alternatif 2
1. V C O

V C O 42%= 2.

Asam stearat

Asam stearat 10,3%=

3. Trietanolamin

Trietanolamin 2 % = 4.

Gliserin

Gliserin 8,5%=

5. Metil Paraben

Metil Paraben 0.2%=

6. Propil Paraben

Propil Paraben 0.5%=

7. Propilenglikol

Propilenglikol 2 % = 8.

Setil alkohol

Setil alkohol 1 % = 9.

Vitamin E

Vitamin E 0,5%=
10. Essential oil = q.s
11. Destilled Water

Destilled Water 33%=

d. Formula Alternatif 3
1. V C O

V C O 42%=

2. Asam stearat

Asam stearat 11%= 3.

Trietanolamin

Trietanolamin 2 % = 4.

Gliserin

Gliserin 8,5%=

5. Metil Paraben

Metil Paraben 0.2%=

6. Propil Paraben

Propil Paraben 0.5%=

7. Propilenglikol

Propilenglikol 2 % = 8.

Vitamin E

Vitamin E 0,5%=

9. Essential oil = q.s


10. Destilled Water

Destilled Water 33,3%=

e. Formula Alternatif 4
1. Minyak Zaitun

Minyak zaitun 42%=


2. Asam stearat

Asam stearat 11%= 3.

Trietanolamin

Trietanolamin 2 % = 4.

Gliserin

Gliserin 8,5%=

5. Metil Paraben

Metil Paraben 0.2%=

6. Propil Paraben

Propil Paraben 0.5%=

7. Propilenglikol

Propilenglikol 2 % = 8.

Essential oil = q.s


9. Akuades

Akuades 34%=

4.4 Tabel Penimbangan


a. Formula Pustaka
Rentang Persen 150 Penambahan
50 gram
Nama Bahan pada yang gram bobot Fungsi
sediaan
pustaka digunakan sediaan 15%
White oil 20 10 30 34.5 fase minyak
agen
Asam Stearat 7 3.5 10.5 12.075 pengemulsi
1-20%
(stabilizer in
oil)
agen
Gliserin 10 5 15 17.25 pengemulsi
<30%
(stabilizer in
water)
Trietanolamin 2-4% 2 1 3 3.45 emolient

Setil alkohol 2 1 3 3.45 emolient &


2-5%
pelarut
Metil paraben 0,02-0,3% 0.1 0.05 0.15 0.1725 pengawet
Akuades 58.9 29.45 88.35 101.6025 Pengawet
b. Formula Alternatif 1
150 Penambahan
Rentang Persen 50 gram
gram bobot
Nama Bahan pada yang sediaan Fungsi
sediaan 15%
pustaka digunakan (gram)
(gram) (gram)
Olive oil 42.5 21.25 63.75 73.3125 fase minyak
agen
pengemulsi
Asam stearat 1-20% 10.3 5.15 15.45 17.7675
(stabilizer in
oil)
agen
pengemulsi
TEA 2-4% 2 1 3 3.45
(stabilizer in
water)
Gliserin <30% 8.5 4.25 12.75 14.6625 emolient
emolint &
Propilenglikol 5-80% 2 1 3 3.45
pelarut
Metil Paraben 0,02-0,3% 0.2 0.1 0.3 0.345 pengawet
Propilparaben 0,01-0,6% 0.5 0.25 0.75 0.8625 Pengawet
agen
pengemulsi
Setil alkohol 2-5% 1 0.5 1.5 1.725
(stabilizer in
oil)
Esensial oil qs qs qs qs Pewangi
Aqua
33 16.5 49.5 56.925 fase air
Destilata
c. Formula Alternatif 2
150 Penambahan
Rentang Persen 50 gram
gram bobot
Nama Bahan pada yang sediaan Fungsi
sediaan 15%
pustaka digunakan (gram)
(gram) (gram)
VCO 42 21 63 72.45 fase minyak
agen
pengemulsi
Asam stearat 1-20% 10.3 5.15 15.45 17.7675
(stabilizer in
oil)
agen
pengemulsi
TEA 2-4% 2 1 3 3.45
(stabilizer in
water)
Gliserin <30% 8.5 4.25 12.75 14.6625 emolint
emolint &
Propilenglikol 5-80% 2 1 3 3.45
pelarut
Metil Paraben 0,02-0,3% 0.2 0.1 0.3 0.345 pengawet
Propilparaben 0,01-0,6% 0.5 0.25 0.75 0.8625 pengawet
vitamin (zat
Vitamin E 0.5 0.25 0.75 0.8625
tambahan)
agen
pengemulsi
Setil alkohol 2-5% 1 0.5 1.5 1.725
(stabilizer in
oil
Esensial oil qs qs qs qs pewangi
Aqua
33 16.5 49.5 56.925 fase air
Destilata
d. Formula Alternatif 3
150 Penambahan
Rentang Persen 50 gram
gram bobot
Nama Bahan pada yang sediaan Fungsi
sediaan 15%
pustaka digunakan (gram)
(gram) (gram)
VCO 42 21 63 72.45 fase minyak
agen
pengemulsi
Asam stearat 1-20% 11 5.5 16.5 18.975
(stabilizer in
oil)
agen
pengemulsi
TEA 2-4% 2 1 3 3.45
(stabilizer in
water)
Gliserin <30% 8.5 4.25 12.75 14.6625 Emolint
emolint &
Propilenglikol 5-80% 2 1 3 3.45
pelarut
Metil Paraben 0,02-0,3% 0.2 0.1 0.3 0.345 Pengawet
Propilparaben 0,01-0,6% 0.5 0.25 0.75 0.8625 Pengawet
vitamin (zat
Vitamin E 0.5 0.25 0.75 0.8625
tambahan)
Esensial oil qs qs qs qs Pewangi
Aqua
33.3 16.65 49.95 57.4425 fase air
Destilata

e. Formula Alternatif 4
150 Penambahan
Rentang Persen 50 gram
gram bobot
Nama Bahan pada yang sediaan Fungsi
sediaan 15%
pustaka digunakan (gram)
(gram) (gram)
VCO 42 21 63 72.45 fase minyak
agen
pengemulsi
Asam stearat 1-20% 11.5 5.75 17.25 19.8375
(stabilizer in
oil)
agen
pengemulsi
TEA 2-4% 2 1 3 3.45
(stabilizer in
water)
Gliserin <30% 8.5 4.25 12.75 14.6625 Emolint
emolint &
Propilenglikol 5-80% 2 1 3 3.45
pelarut
Metil Paraben 0,02-0,3% 0.2 0.1 0.3 0.345 Pengawet
Propilparaben 0,01-0,6% 0.5 0.25 0.75 0.8625 Pengawet
Esensial oil qs qs qs qs Pewangi
Aquadest 33.3 16.65 49.95 57.4425 fase air
4.5 CARA KERJA
a. Formula Pustaka
1. Diawali dengan pemanasan asam stearat, white oil, dan setil alkohol dalam beker
o
gelas hingga suhu 70 C disertai dengan pengadukan.
o
2. Suhu diturunkan hingga 65 C, dimasukkan trietanolamin secara p erlahan-lahan dan
terus diaduk sampai adonan tercampur rata dalam beker gelas diatas magnetic
stirer (Adonan 1)
o
3. Gliserin dan air dipanaskan hingga suhu 80 C dalam wadah yang berbeda. Lalu
o
dilakukan pendinginan hingga suhu 65 C (Adonan 2).
4. Adonan 1 dan 2 dicampur sambil terus diaduk dengan magnetic stirer pada putaran
penuh. Pengadukan dilakukan sampai terbentuk emulsi yang halus. Kemudian
pengadukan dilanjutkan secara manual terus dilakukan sampai adonan
mengembang (Adonan 3).
o
Adonan 3 dibiarkan hingga suhu turun menjadi 40 C. Metil paraben ditambahkan
sambil terus dilakukan pengadukan sampai terbentuk emulsi yang halus. Setelah
dingin dimasukkan dalam kemasan botol plastik. (Tano,1999)

b. Formula Alternatif 1
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
2. Masukkan minyak zaitun, setil alkohol dan asam stearat ke dalam cawan porselen
lalu lelehkan dan suhu dijaga kostan (campuran A).
3. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam P ropilenglikol (Campuran B).
4. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuarn B kedalam air ( Campuran C )
o
5. Panaskan campuran C suhu 80 C.
6. Campurkan campuran A dengan campuran C dalam mortir yang telah
dihangatkankan.
7. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit kemudian aduk dengan kecepatn
sedang hingga dingin.
8. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran lotion.
9. Lotion dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat.
10. Sediaan diberi etiket.
c. Formula Alternatif 2
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
2. Masukkan virgin coconut oil, setil alkohol dan asam stearat ke dalam cawan
porselen lalu lelehkan dan suhu dijaga kostan (campuran A).
3. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam P ropilenglikol (Campuran B).
4. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuarn B kedalam air ( Campuran C )
o
5. Panaskan campuran C suhu 80 C.
6. Campurkan campuran A dengan campuran C dalam mortir yang telah
dihangatkankan.
7. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit kemudian aduk dengan kecepatn
sedang hingga dingin.
8. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran lotion.
9. Lotion dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat.
10. Sediaan diberi etiket

d. Formula Alternatif 3
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
2. Masukkan virgin coconut oil, dan asam stearat ke dalam cawan porselen lalu
lelehkan dan suhu dijaga kostan (campuran A).
3. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam P ropilenglikol (Campuran B).
4. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuarn B kedalam air (Campuran C )
o
5. Panaskan campuran C suhu 80 C.
6. Campurkan campuran A dengan campuran C dalam mortir yang telah
dihangatkankan.
7. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit kemudian aduk dengan kecepatn
sedang hingga dingin.
8. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran lotion.
9. Lotion dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat.
10. Sediaan diberi etiket
e. Formula Alternatif 4
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
2. Masukkan virgin coconut oil, dan asam stearat ke dalam cawan porselen lalu
lelehkan dan suhu dijaga kostan (campuran A).
3. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam P ropilenglikol (Campuran B).
4. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuarn B kedalam air ( Campuran C )
o
5. Panaskan campuran C suhu 80 C.
6. Campurkan campuran A dengan campuran C dalam mortir yang telah
dihangatkankan.
7. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit kemudian aduk dengan kecepatn
sedang hingga dingin.
8. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran lotion.
9. Lotion dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat.
10. Sediaan diberi etiket
BAB V
EVALUASI SEDIAAN

5.1 Evaluasi Fisika


5.1. 1 Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati
secara visual.
5.1. 2 Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan
diuji pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus
menunjukkan susunan yang homogen (Depkes RI, 1979).
5.1. 3 U j i Daya Sebar
Sebanyak 0,5 gram krim diletakkan dengan hati-hati di atas kertas
grafik yang dilapisi plastik transparan, dibiarkan sesaat (15 detik) dan
luas daerah yang diberikan oleh sediaan dihitung kemudian tutup lagi
dengan plastik yang diberi beban tertentu masing-masing 1, 2, dan 5 g dan
dibiarkan selama 60 detik pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan
dapat dihitung (Voigt, 1994).
Sediaan lotion yang memiliki nilai daya sebar yang baik berkisar antara
7-16cm
5.1. 4 U j i Daya Lekat
Sampel 0,25 gram diletakan diatas 2 gelas obyek yang telah ditentukan.
Kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu beban
diangkat dari gelas obyek kemudian gelas obyek dipasang pada alat uji. Alat
uji diberi beban 80 gram dan kemudian dicatat waktu pelepasannya krim dari
gelas obyek (Miranti, 2009). Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
5.1. 5 Pemisahan Fase
Formula yang telah dibuat dituang ke dalam wadah sebanyak 10 ml.
Pemisahannya diamati pada hari ke 0,1,3,7 selama 4 minggu. Cara pengukuran
persen pemisahan dapat dilihat pada :
Keterangan:
F = Persen pemisahan ( % )
Hu = Tinggi endapan air
Ho = Tinggi mula-mula
5.1. 6 U ji Viskositas
Fenomena sediaan yang mengikuti sifat aliran pseudoplstik juga akan
mengikuti sifat aliran tiksotropik. Viskositas sediaan ini dapat diukur dengan
menggunakan Viskosimeter Brookfield karena viskosimeter ini dapat
mengukur viskositas sediaan yang bersifat Non Newton dan Newton. Prinsip
kerjanya adalah dengan dengan menggunakan spindel dan motor. Setelah
motor dihidupkan maka spindel akan berputar dan diamati angka yang
ditunjukkan oleh jarum merah, dicatat. Untuk menghitung viskositasnya maka
angka yang ditunjukkan oleh jarum merah dikalikan dengan suatu faktor yang
terdapat pada brosur alat.
Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara menempatkan sediaan
krim yang akan diperiksa dalam gelas bermulut lebar 100 mL, kemudian
spindel yang sesuai (spindel No. 1) dimasukkan ke dalam sediaan sampai
terbenam. Klep pengunci dibuka dan rotor dinyalakan hingga diperoleh angka
yang stabil yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk. Pengukuran viskositas
dilakukan pada hari ke 1, 3, 7 selama 1 minggu (Gozali ,2009)
Sediaan lotion yang memiliki nilai viskositas yang baik berkisar antara
20-60 dpas serta pergeseran viskositas tidak kurang dari 30%

5.2 Evaluasi Kim ia


5.2.1 Pengukuran pH
Alat p H meter dikalibrasi menggunakan larutan dapar pH 7 dan p H 4.
Satu gram sediaan yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling
hingga 10 mL. Elektroda p H meter dicelupkan ke dalam larutan yang
diperiksa, jarum pH meter dibiarkan bergerak sampai menunjukkan posisi
tetap, pH yang ditunjukkan jarum p H meter dicatat (Depkes R I , 1995).
BAB VI
KEMASAN DAN E T I K E T

6.1 KEMASAN PRIMER

Kemasan primer sediaan berupa tube plastik dengan kapasitas 50 gram.

6.2 KEMASAN SEKUNDER

Terlampir

6.3 ETIKET

Terlampir
BAB VII
LEMBAR PENGAMATAN

7.1 U j i Organoleptis
Hari ke-
Pengujian
1 2 3 4 5 6 7

Bentuk
Bau
Warna

7.2 U j i Homogenitas
Hari ke- Hasil
1
2
3
4
5
6
7

7.3 U j i Daya L ekat


U j i ke- Waktu
1
2
3
xrata-rata

7.4 U j i Daya Sebar


Berat beban Diameter lingkaran
Tanpa beban
1 gram
2 gram
5 gram
7.5 U j i Pemisahan Fase
Hari ke- Hasil
1
2
3
4
5
6
7

7.6 U j i Viskositas (Brookfield)


Pengukuran bobot jenis
Piknometer kosong
Piknometer + krim
Volume

U j i Viskositas
Hari 1 2 3 rata-rata
No. Speed (rpm)
ke- (cP) (cP) (cP) (cP)
1

1 2
3
1
2 2
3
1
3 2
3
7.7 Pengukuran p H
Hari ke- Hasil
1
2
3
4
5
6
7
DAFTAR PUSTAKA

Aifen, Liena. 2011. Perbedaan Body Lotion, Body Cream dan Body Butter.
Available at : http://www.sekarjagatbali.com/ perbedaan-body-lotion-body-cream-
dan- body-butter/
Opened on : 2012-03-14

Anief, M. 1984. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Gazali,dolih,dkk.2009. Formulasi dan U j i Stabilitas Mikroemulsi Ketokonazole sebagai Anti


Jamur. Farmaka Vo l 7.

Jellineck, S. (1970). Formulation and Function of Cosmetic . New Y o r k : Wil ey Interscience.

Lachman, L., H.A. Lieberman, and J.L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Jilid II, Edisi III. Jakarta : Universitas Indonesia.

Miranti, L . 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia galanga)


dengan Basis Salep Larut Air terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri
Staphylococcus aureus secara In Vitr . Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhamadiyah.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic and Science. Elsevier Amsterdam Netherlands : 191-198,
335-338.

Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2003. Handbook of Pharmaceutical Exipients
London: Pharmaceutical Press.

Schmitt, W.H. 1996. Skin Care Products. In : Williams, D.F. and W.H. Schmitt (Ed).
London: Cosmetics And Toiletries Industry. 2nd Ed. Blackie Academy and
Profesional.

Setyaningsih, Owi, Erliza Hambali, dan Muharamia Nasution. 2007. Aplikasi Minyak Sereh
Wangi (Citronella Oil) dan Geraniol Dalam Pembuatan Skin Lotionpenolak Nyamuk.
Jurnal Teknologi Indonesi Vol 17(3) : 97-103.
Strianse, S. J. 1996. Hands Creams and Lotion in Cosmetics Science and Technology Vol.1.
2nd Ed. New Y o r k : Willy Interscience, a Division of John Wiley and Sons, Inc.

Sularto, S. A . dkk. 1995. Pengaruh Pemakaian Madu sebagai Penstubtitusi Gliserin dalam
Beberapa Jenis Kri m Terhadap Kestabilan Fisiknya Laporan Penelitian, L P Unpad.
Bandung: Universitas Padjajaran.

Tano, E. 1999. Teknik Membuat Kosmetik dan Tip Kecantikan Jakarta : Rineka Cipta.
Voigt, R . 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Wilkinson, J . B and Moore, R.J. 1982. Harry’s Cosmeticology. London : George Godwin.

Anda mungkin juga menyukai