Anda di halaman 1dari 41

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH SUMBAWA
NOMOR :
TANGGAL :

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMTAN PASIEN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna
memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan
orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat
mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik,
lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan.
Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan
mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RSUD
Sumbawa secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar
menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan
kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSUD Sumbawa
dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Sumbawa. Buku
pedoman tersebut merupakan konsep dan program
peningkatan mutu pelayanan RSUD Sumbawa, yang disusun
sebagai acuan bagi pengelola RSUD Sumbawa dalam
melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit. Dalam buku pedoman ini diuraikan tentang prinsip
upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya
dan dilengkapi dengan indikator mutu.

B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman pelaksanaan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien di RS.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman dalam pelayanan Komite Mutu
sehingga lebih terprosedur.
b. Sebagai pelaksanaan sistem monitoring pelayanan rumah
sakit melalui indikator mutu pelayanan rumah sakit.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan Komite Mutu
meliputi pelayanan sebagai berikut:
1. Konsep Dasar Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
2. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Sumbawa
3. Pengendalian Kualitas Pelayanan
4. Prinsip Dasar Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
5. Fokus Utama Upaya Peningkatan Mutu
6. Pengorganisasian
7. Ketenagaan
8. Sistem Manajemen Data
9. Pelatihan PMKP
10. Pemilihan Area Prioritas
11. Pengukuran Mutu
12. Evaluasi Pelayanan Kedokteran
13. Analisa Data
14. Validasi Data
15. Manajemen Risiko
16. Monitoring dan Evaluasi
D. Batasan Operasional
1. Indikator mutu adalah suatu cara untuk menilai
penampilan suatu kegiatan yang berkaitan dengan mutu,
dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan
variable yang digunakan untuk menganalisis suau
perubahan. Menurut WHO, indikator adalah variable untuk
mengukur perubahan.
2. Kamus Profil Indikator Mutu adalah kumpulan profil yang
ada di dalam indikator mutu sebagai acuan dalam
pelaksanaan pelayanan. Kamus profil indikator berisi poin-
poin indikator mutu dari tiap unit rumah sakit dimana
didalamnya mencakup judul, dimensi mutu,
tujuan, definisi operasional, nominator, denominator,
frekuensi pengumpulan data, periode analisa, sumber data,
PIC, standar dari indikator mutu sebagai acuan dalam
pelaksanaan indikator mutu.
3. Sosialisasi Indikator Mutu adalah proses pemberitahuan isi
dari indikator mutu pada unit terkait untuk
dilaksanakan di unit masing-masing. Hasil pencapaian
indikator mutu disosialisasikan kepada unit terkait agar
unit tersebut dapat melakukan tindak lanjut atas angka
capaian indikator mutu yang telah didapat.
4. Trial Indikator Mutu adalah proses uji coba indikator mutu
pada unit terkait untuk dinilai validitas, reliabel, sensitivitas
dan spesifik pada suatu indikator mutu yang telah dibuat.
5. Implementasi Indikator Mutu adalah suatu tindakan atau
pelaksanaan dari sebuah indikator mutu yang sudah
disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap
fix.
6. Validasi Indikator Mutu adalah sebuah data atau informasi
yang sesuai dengan keadaan senyatanya. Hasil pelaksanaan
indikator mutu pada unit terkait dilakukan pembuktian
dengan cara yang sesuai bahwa setiap prosedur, kegiatan
atau mekanisme yang digunakan dalam prosedur dan
pengawasan apakah sudah mencapai hasil yang
diinginkan/sesuai target (minimal sesuai dengan standar
pelayanan minimal rumah sakit).
7. Pencatatan dan Pelaporan Indikator Mutu adalah
melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan
indicator mutu unit dan melaporkan data tersebut kepada
Direktur berupa laporan lengkap pelaksanaan indikator
mutu dengan menggunakan format yang ditetapkan.
8. Analisis Data Indikator Mutu adalah instrumen atau data
yang diorganisir, diklasifikasi sampai pengambilan
keputusan yang digunakan dalam setiap langkah untuk
mengukur hasil akhir.
9. Rapat Pimpinan Indikator Mutu Baik Insidentil/ bulanan
atau Tri Wulan adalah koordinasi yang dilakukan oleh
pimpinan unit yang berkaitan dengan indikator mutu pada
unit tersebut.
10. Benchmarking Indikator Mutu dengan Rumah Sakit yang
setipe adalah proses yang sistematis dan berdasarkan data
untuk peningkatan berkesinambungan yang melibatkan
perbandingan dengan pihak internal dan atau eksternal
untuk mengidentifikasi, mencapai, dan mempertahankan
best practice. Benchmarking terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu
Internal benchmarking dan eksternal.
a. Internal benchmarking adalah membandingkan proses
yang sama pada area yang berbeda dalam satu
organisasi, dalam periode tertentu.
b. Eksternal benchmarking adalah membandingkan
performa, target atau proses dengan antara satu atau
lebih organisasi.
11. Publikasi Data Indikator Mutu adalah penyiaran dan
pemaparan macam-macam indikator mutu kepada unit-unit
terkait agar dilaksanakan di lapangan. Publikasi antara lain
dapat dilaksanakan melalui website, media informasi,
mading dan sosialisasi baik tertulis maupun lisan.
12. Evaluasi Dan Tindak Lanjut (Monitoring Dan Evaluasi)
Indikator Mutu adalah proses analisis, penilaian dan
pengumpulan informasi secara sistematis dan kontinyu
terhadap indikator mutu sehingga dapat dijadikan koreksi
untuk penyempurnaan indikator mutu selanjutnya.
13. Pelaporan ke Direktur adalah melaporkan hasil dari kegiatan
yang dilakukan oleh Komite PMKP kepada Direktur.
Pelaporan dilaksanakan setiap tri bulan sekali.
14. Manajemen Tata Kelola Mutu adalah kombinasi proses dan
struktur yang diterapkan oleh Komite Mutu untuk
menginformasikan, mengarahkan, mengelola, dan
memantau kegiatan PMKP dalam rangka pencapaian tujuan.
Manajemen tata kelola mutu terdiri atas kebijakan/
panduan/ pedoman/ SPO tentang mutu, berupa sosialisasi,
implementasi, monitoring dan evaluasi.

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
251/MENKES/SK/VII/2012 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 436/SK/VI/1993 tentang
Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan
Standar Pelayanan Medis.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 417/Menkes/Per/II/2011
tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1438/PER/Menkes/IX/2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 129/MENKES/PER/VII/2009
Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
BAB II
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RSUD SUMBAWA

Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat


kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah sakit
secara wajar, efisien dan efektifserta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosiobudaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah
dan konsumen.
Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa
tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan.
A. Mutu Pelayanan RSUD Sumbawa
1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada
beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan apa
hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau
jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan
(commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan
pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi
dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar,
efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio
budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan dan masyarakat konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut
pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu
mutu adalah multidimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome
Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan
produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit
antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai
suatu system. Menurut Donabedian, pengukuran mutu
pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunkan 3
variabel:
a. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan pelayanan kesehatan seperti: tenaga, dana,
obat, fasilitas, peralatan, teknologi, organisasi, dan lain-
lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan
dukungan input yang bermutu pula.
b. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan
dengan konsumen (pasien). Adalah apa yang dilakukan
oleh dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien:
evaluasi, diagnosis, perawatan, konseling, pengobatan,
tindakan, penanganan jika terjadi penyulit, follow up.
Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung
terhadap mutu asuhan.
c. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan,
merupakan perubahan yang terjadi pada konsumen
(pasien), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan
tenaga profesi lain terhadap pasien dalam arti perubahan
derajat kesehatan dan kepuasan terhadap provider.
Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada
mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya
outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur atau
proses yang buruk.
RSUD Sumbawa adalah suatu institusi pelayanan
kesehatan yang kompleks. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di RSUD Sumbawa menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun
jenis disiplin. Agar RSUD Sumbawa mampu melaksanakan
fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber
daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis
maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan
meningkatkan mutu, RSUD Sumbawa harus mempunyai
suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua
tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSUD
Sumbawa diawali dengan penilaian akreditasi RSUD
Sumbawa yang mengukur dan memecahkan masalah pada
tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RSUD Sumbawa
harus menetapkan standar input, proses, output, dan
outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang
telah ditetapkan. RSUD Sumbawa dipacu untuk dapat
menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai
kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar
ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RSUD
Sumbawa yang menilai dan memecahkan masalah pada
hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja
RSUD Sumbawa tidak dapat diketahui apakah input dan
proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.
Indikator RSUD Sumbawa disusun dengan tujuan untuk
dapat mengukur kinerja mutu RSUD Sumbawa secara
nyata.

B. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Sumbawa


Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat
diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif
dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan,
memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan
keluarnya, sehingga mutu pelayanan akan menjadi lebih baik.
Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah
kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan
sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu
pelayanan akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya
peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur
di termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf
penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang
melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan
sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang
lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu
rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan
tujuan dari upaya peningkatan mutu pelayanan:
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif
dan integratif yang menyangkut input, proses dan output
secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan
menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,
dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan
sehingga pelayanan yang diberikan di berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
a. Umum:
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya
peningkatan mutu pelayanan secara efektif dan efisien
agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
b. Khusus:
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan melalui:
1) Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
2) Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi
dan standar pelayanan yang dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan
pasien.
3) Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian
dan pengembangan pelayanan kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik,
indikator yang berorientasi pada waktu dan indikator ratio
yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi
(efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
maka disusunlah strategi sebagai berikut:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep
dasar dan prinsip mutu pelayanan sehingga dapat
menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu
di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi
sumber daya manusia diRumah Sakit Prima Husada,
serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu diRumah Sakit Prima
Husada, termasuk di dalamnya menyusun program mutu
dengan pendekatan PDSA cycle.
5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu
proses siklus (daur) yang berkesinambungan. Langkah
pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi masalah.
Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari
seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan
kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan
masalah ini.
Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang
ada terdapat penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah
maka bisa dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar
pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang
tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan
masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih
tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan
berulang mulai tahap pertama.
BAB III
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan


menggambarkan diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan
(fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk
menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci.
Diagram tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah
sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan,
mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab
terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut (Koentjoro,
2007). Diagram tulang ikan diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 3.1. Diagram Tulang Ikan

Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:


1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan
(kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip
ikan (manusia, mesin/peralatan, metode, material, lingkungan
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab
masalah pada setiap komponen struktur dan proses tersebut.

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang


harus dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran
perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang
diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya
adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk
menciptakan kepuasan pelanggan (quality of customer’s
satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di
Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu
pada siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus
“Plan-Do-Study-Action” (P-D-S-A) = Relaksasi (rencanakan–
laksanakan–periksa–aksi). Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai “siklus
Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart
beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam
perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A lebih sering
disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang
yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-S-A adalah
alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus
menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap
manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement)
secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke
keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian
organisasi, seperti tampak pada gambar 2.
Dalam gambar 2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang
akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan
tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas
dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan
yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan
identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan
perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar
pelayanan.
Gambar 3.2. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA

Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan


peningkatan perbaikan berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship
between Control and Improvement under P-D-S-A Cycle)
diperlihatkan dalam gambar 3. Pengendalian kualitas
berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem
informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat
dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam
gambar 4.

Plan Do Study
Action

Follow-
Corrective up
Action

Improvement

Gambar 3.3. Relationship Between Control and Improvement


Under P-D-C-A Cycle
(1) Plan
Menentukan
Actionn Tujuan dan
(6) sasaran
Mengambil
tindakan (2)
yang tepat Menetapkan
Metode untuk
Mencapai tujuan

Menyelenggarakan
(5) Pendidikan dan
latihan

Memeriksa akibat
Study (4)
pelaksanaan
(3)
Melaksanakan
pekerjaan
Do

Gambar 3.4 Siklus PDSA

Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas


dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada
kebijakan yang ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut
ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis
informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus
pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan
kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan
yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,
semakin rinci informasi.
2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan →
Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan
berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk
mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku
untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan
untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan
metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan
penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.
3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk
standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait,
dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami
standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi
yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat
mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu,
ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan
modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam
pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar
kerja yang telah ditetapkan.
5. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan
dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti
standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal
yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar
apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan
manakah penyimpangan dan manakah yang bukan
penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar
kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh
karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari
pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari
penyebabnya.
6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk
menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah
ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus
ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor
penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan
konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan
sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan
partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas
pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang
menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri
sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata
bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang
dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan
juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas
pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara
bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan
dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian
kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya
terhadap outcome, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses
pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,
hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas
dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan
proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik
antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung
jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari
kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah


pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan
indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur
mutu pelayanan
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga
menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variabel
yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang
baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.
Standar:
1. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh
seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh
mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi
yang sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas,
berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan
maka harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih banyak untuk menilai proses dan outcome
daripada input.
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan
kelompok daripada untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah
Sakit lain, baik di dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek
yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung
untuk dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas
yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan:
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
BAB V
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU

Fokus utama upaya peningkatan mutu RSUD Sumbawa


terintegrasi dengan Panduan Patient Safety RSUD Sumbawa yang
menerapkan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
A. Kepemimpinan dan Perencanaan
Pimpinan RSUD Sumbawa dalam berperan aktif dalam kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
1. Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan RSUD
Sumbawa.
2. Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien RSUD
Sumbawa.
3. Telah dibentuk panitia mutu dan keselamatan pasien untuk
menjadi ‘penggerak’ dalam hal mutu dan keselamatan
pasien.
4. Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas
agenda dalam rapat jajaran Direktur maupun rapat-rapat
manajemen rumah sakit.
5. Pimpinan melalui panitia mutu dan keselamatan pasien
membuat perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Tugas dan
program kerja panitia mutu dan keselamatan pasien secara
lengkap dijabarkan dalam Pedoman Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien.
6. Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di RSUD Sumbawa melalui pelatihan yang
disesuaikan.
7. Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien melalui laporan dari panitia
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
8. Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien setiap 3 bulan
(dalam rapat evaluasi triwulan) dan setiap akhir tahun
(dalam laporan tahunan).
B. Manajemen Proses Klinik
Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di RSUD Sumbawa adalah untuk mengurangi risiko
dalam proses asuhan klinis.
1. Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik
klinik dan atau clinical pathway.
2. Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan RSUD Sumbawa.
3. Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut di
review setiap tahun dan dilakukan perbaikan apabila perlu.
4. Melakukan audit medik minimal 1 x 1 tahun untuk melihat
kepatuhan dan adanya perbaikan.

C. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan Mutu dan


Keselamatan Pasien.
RSUD Sumbawa telah menetapkan indikator yang harus
dipenuhi oleh semua unit. Indikator tersebut terdiri dari
Indikator Manajerial, Indikator Mutu Pelayanan dan Indikator
Patient Safety (Insiden yang harus dicatat). Indikator patient
safety terdapat dalam Panduan Patient Safety RSUD Sumbawa
Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan
Keselamatan Pasien:
1. Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan
pemenuhan indikator kinerja manajerial dan mutu yang
sudah ditetapkan sesuai dengan kebijakan/ pedoman/
acuan yang digunakan di rumah sakit (alur pelaporan
terlampir).
2. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan
indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah
ditetapkan.
3. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan
tersebut kepada Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien
setiap bulan.
4. Unit yang terkait:
a. Bagian Pengadaan
b. Bagian Keuangan
c. Instalasi Rekam Medis
d. Instalasi Farmasi
e. Instalasi Laboratorium
f. Instalasi Radiologi
g. Instalasi Rehabilitasi Medik
h. Instalasi Gizi
i. Unit Pelayanan Darah
j. IPSRS
k. Instalasi Rawat Jalan
l. Instalasi Rawat Inap
m. Instalasi Kamar Operasi
n. Instalasi UGD
o. Panitia PPI
p. Panitia Ponek
q. Panitia K3
r. Pelayanan TB
5. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD
Sumbawasecara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan
evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan
pasien yang dipergunakan di Prima Husada
6. Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator
utama yang sensitif untuk dianalisa lebih jauh sesuai
dengan keadaan rumah sakit. Indikator utama ini direview
setiap tahun dan diganti apabila perlu. Pemilihan ini
didasarkan pada konsensus antara pimpinan dengan panitia
mutu dan keselamatan pasien.
7. Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
a. Proses utama yang kritikal
b. Proses risiko tinggi
c. Proses yang cenderung bermasalah
8. Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan Keselamatan
Pasien:
a. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD
Sumbawamelakukan pencatatan kegiatan yang telah
dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada
Direktur Rumah Sakit secara berkala.
b. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Sumbawa
melakukan analisa terhadap kegiatan pemenuhan
indikator, dengan cara membandingkan secara internal,
yaitu dengan bulan sebelumnya dan dengan standar
yang telah ditetapkan.
c. Dilakukan validasi data oleh Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien apabila terdapat:
1) Indikator atau proses yang baru diberlakukan
2) Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka
pemenuhan indikator
3) Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan
indikator
4) Data yang dianggap meragukan
5) Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap
semua data indikator dan dilaporakan dalam laporan
triwulan panita PMKP.
6) Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama.
d. Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan
untuk melihat bagaimana data dikumpulkan dan dicatat.
Apabila diperlukan dilakukan pengumpulan data
kembali oleh individu yang berbeda.

D. Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu dan Keselamatan


Pasien: Manajemen Risiko
Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan
dengan menggunakan pendekatan proaktif dalam
melaksanakan manajemen risiko di semua unit/ bagian RSUD
Sumbawa. Analisis risiko merupakan proses untuk mengenali
bahaya (hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi
kegawatan dari bahaya tersebut.
Langkah-langkah manajemen risiko:
1. Identifikasi Risiko
2. Menetapkan prioritas risiko
3. Analisis risiko
4. Pengelolaan risiko
5. Evaluasi

Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan dibawah ini:

Gambar 5.1 Diagram Manajemen Risiko

Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RSUD Sumbawa


antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide,
mengelompokkan, memprioritaskan dan memberikan arah
dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish
bone, Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check
sheet)
a. Root Causes Analysis (RCA)
Langkah-langkah melakukan RCA:
1) Investigasi kejadian
2) Rekonstruksi kejadian
3) Analisis sebab :mengidentifikasi penyebab masalah
4) Menyusun rencana tindakan
5) Melaporkan proses analisis dan temuan
b. Bagan alir/diagram alur/flow chart:
Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari
suatu proses spesifik yang dipakai untuk mengidentifikasi
masalah, menganalisis masalah serta menentukan “ideal
path” dalam perencanaan perbaikan.
Simbol-simbol yang digunakan pada Bagan Alir ditunjukan
pada gambar dibawah ini:

Awal/ akhir
proses Penghubung

Kegiatan
Keputus
an

Gambar 5.2 Simbol yang digunakan

c. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)


Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara
rinci dan mengenali model-model adanya
kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan
penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan
mencari solusi dengan melakukan perubahan
disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
1) Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2) Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow
chart yang rinci
3) Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode),
identifikasi efek yang mungkin terjadi ke pasien (the
effect)
4) Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek
tersebut ke pasien (RPN)
5) Melakukan root cause analysis dari failure mode
6) Desain ulang proses
7) Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8) Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang
tadi

Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)


S O D
Severity Occurence Detectable (Terdeteksi)
(Keparahan) (Keseringan)
1. Minor 1. Hampir tidak 1. selalu terdeteksi
2. Moderate pernah terjadi 2. sangat mungkin
3. Minor Injury 2. jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal 4. sering 4. Kemungkinan kecil
injury/death 5. sangat sering dan terdeteksi
pasti 5. Tidak mungkin terdeteksi

Pelaksanaan:
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana
dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk kemudian
menyusun rencana tindak lanjutnya.
1) Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan
identifikasi apabila ditemukan permasalahan dalam
pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta
pengelolaan insiden.
2) Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu
kali dalam setahun dan dibuat dokumentasinya, dengan
menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.
BAB VI
PENGORGANISASIAN

1. Direktur rumah sakit membentuk Komite PMKP atau bentuk


organisasi lainnya untuk mengelola kegiatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan sesuai dengan uraian tugas.
2. Direktur rumah sakit menetapkan penanggung jawab data di
tiap- tiap unit kerja.
3. Individu di dalam komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya
dan penanggungjawab data telah dilatih serta kompeten.
BAB VII
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam upaya mempersiapkan tenaga komite mutu yang
handal, perlu kiranya melakukan kegiatan menyediakan dan
mempertahankan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat bagi
organisasi. Atas dasar tersebut perlu adanya perencanaan
SDM, yaitu proses mengantisipasi dan menyiapkan perputaran
orang ke dalam, di dalam dan ke luar komite.
Tujuannya adalah mendayagunakan sumber-sumber
tersebut seefektif mungkin sehingga pada waktu yang tepat
dapat disediakan sejumlah orang yang sesuai dengan
persyaratan jabatan.
Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan oganisasi dalam mencapai
sasarannya melalui strategi pengembangan kontribusi
BAB VIII
SISTEM MANAJEMEN DATA

1. Rumah sakit mempunyai referensi yang dipergunakan untuk


meningkatkan mutu asuhan klinis dan proses kegiatan
manajemen lebih baik.
2. Komite medis dan komite keperawatan mempunyai referensi
peningkatan mutu asuhan klinis terkini.
3. Rumah sakit mempunyai regulasi sistem manajemen data
program PMKP yang terintegrasi.
4. Rumah sakit menyediakan teknologi, fasilitas, dan dukungan
lain untuk menerapkan sistem manajemen data di rumah sakit
sesuai dengan sumber daya yang ada di rumah sakit.
5. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data dan
informasi untuk mendukung asuhan pasien, manajemen
rumah sakit, pengkajian praktik profesional, serta program
mutu dan keselamatan pasien secara menyeluruh
6. Kumpulan data dan informasi disampaikan kepada badan di
luar rumah sakit sesuai dengan peraturan dan perundangan-
undangan.
7. Rumah sakit berkontribusi terhadap database ekternal dengan
menjamin keamanan dan kerahasiaan.
BAB IX
PELATIHAN PMKP

1. Rumah sakit mempunyai program pelatihan PMKP yang


diberikan oleh narasumber yang kompeten.
2. Pimpinan di rumah sakit termasuk komite medis dan komite
keperawatan telah mengikuti pelatihan PMKP.
3. Semua individu yang terlibat dalam pengumpulan, analisis,
dan validasi data telah mengikuti pelatihan PMKP, khususnya
tentang sistem manajemen data.
4. Staf di semua unit kerja termasuk staf klinis dilatih sesuai
dengan pekerjaan mereka sehari-hari.
BAB X
PEMILIHAN AREA PRIORITAS

1. Komite PMKP memfasilitasi pemilihan prioritas pengukuran


pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
2. Komite PMKP melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan
pengukuran mutu di unit pelayanan serta pelaporannya.
3. Komite PMKP melaksanakan supervisi terhadap progres
pengumpulan data sesuai dengan yang direncanakan.
4. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para kepala
bidang/divisi dalam memilih dan menetapkan prioritas
pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
5. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator area klinis.
6. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator area manajemen.
7. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator sasaran keselamatan pasien.
BAB XI
PENGUKURAN MUTU

1. Rumah sakit mempunyai regulasi pengukuran mutu dan cara


pemilihan indikator mutu di unit kerja yang antara lain
meliputi butir.
2. Setiap unit kerja dan pelayanan telah memilih dan
menetapkan indikator mutu unit
3. Setiap indikator mutu telah dilengkapi profil indikator
4. Setiap unit kerja melaksanakan proses pengumpulan data dan
pelaporan.
5. Pengukuran mutu prioritas tersebut dilakukan menggunakan
indikator-indikator mutu sebagai berikut:
a. Indikator mutu area klinis (IAK) yaitu indikator mutu yang
bersumber dari area pelayanan;
b. Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu
yang bersumber dari area manajemen;
c. Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien yaitu
indikator mutu yang mengukur kepatuhan staf dalam
penerapan sasaran keselamatan pasien dan budaya
keselamatan.
6. Pimpinan unit kerja melakukan supervisi terhadap proses
pengumpulan data dan pelaporan serta melakukan perbaikan
mutu berdasar atas hasil capaian indikator mutu.
7. Setiap indikator yang ditetapkan dilengkapi dengan profil
indikator.
8. Profil indikator yang dimaksud ayat pasal meliputi:
a) Judul indikator
b) Definisi operasional
c) Tujuan dan dimensi mutu
d) Dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator
e) Numerator, denominator, dan formula pengukuran
f) Metodologi pengumpulan data
g) Cakupan data
h) Frekuensi pengumpulan data
i) Frekuensi analisis data
j) Metodologi analisis data
k) Sumber data
l) Penanggung jawab pengumpul data
m) Publikasi data
9. Direktur rumah sakit dan komite PMKP melakukan supervisi
terhadap proses pengumpulan dan analisis data.
10. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran
dengan melakukan evaluasi panduan praktik klinis, alur
klinis, atau protokol di prioritas pengukuran mutu rumah
sakit.
11. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5
(lima) panduan praktik klinis, alur klinis atau protokol di
prioritas pengukuran mutu rumah sakit.
12. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit
klinis pada panduan praktik klinis/alur klinis prioritas di
tingkat rumah sakit.
BAB XII
EVALUASI PELAYANAN KEDOKTERAN

1. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran


2. Evaluasi pelayanan kedokteran ditetapkan oleh Ketua
Kelompok Staf Medis paling sedikit 5 (lima) prioritas sebagai
panduan standardisasi proses asuhan klinis yang dimonitor
oleh Komite Medik.
3. 5 (lima) evaluasi pelayanan kedokteran dapat berupa panduan
praktik klinis, alur klinis (clinical pathway), dan/atau protokol
klinis, dan/atau prosedur, dan/atau standing order.
4. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5
(lima) panduan prak k klinis, alur klinis atau protokol di
prioritas pengukuran mutu rumah sakit.
5. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit
klinis pada panduan praktik klinis/alur klinis prioritas di
tingkat rumah sakit.
BAB XIII
ANALISIS DATA

1. Rumah sakit mempunyai regulasi analisis data


2. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data, analisis,
dan menyediakan informasi yang berguna untuk
mengidentifikasi kebutuhan perbaikan.
3. Analisis data telah dilakukan menggunakan metode dan teknik
statistik yang sesuai dengan kebutuhan.
4. Analisis data telah dilakukan dengan melakukan perbadingan
dari waktu ke waktu di dalam rumah sakit, dengan melakukan
perbandingan database eksternal dari rumah sakit sejenis atau
data nasional/internasional, dan melakukan perbandingan
dengan standar serta praktik terbaik berdasar atas referensi
terkini.
5. Pelaksana analisis data, yaitu staf komite PMKP dan
penanggung jawab data di unit pelayanan/kerja sudah
mempunyai pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang
tepat sehingga dapat berpar sipasi dalam proses tersebut
dengan baik.
6. Hasil analisis data telah disampaikan kepada direktur, para
kepala bidang/divisi, dan kepala unit untuk di tindaklanjuti.
7. Komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya telah
mengumpulkan dan menganalisis data program PMKP
prioritas.
8. Ada bukti direktur rumah sakit telah menindaklanjuti hasil
analisis data
9. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan
perbaikan di rumah sakit secara keseluruhan.
10. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan efiiensi
penggunaan sumber daya.
BAB XIV
VALIDASI DATA

1. Rumah sakit mempunyai regulasi validasi data


2. Rumah sakit telah melakukan validasi data pada pengukuran
mutu area klinis yang baru dan bila terjadi perubahan sesuai
dengan regulasi.
3. Rumah sakit telah melakukan validasi data yang akan
dipublikasikan di web site atau media lainnya termasuk
kerahasiaan pasien dan keakuratan sesuai dengan regulasi.
4. Rumah sakit telah melakukan perbaikan berdasarkan hasil
validasi data
BAB XV
MANAJEMEN RISIKO

1. Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko


2. Rumah sakit mempunyai da ar risiko di ngkat rumah sakit
3. Rumah sakit telah membuat strategi untuk mengurangi risiko
yang ada,
4. Rumah Sakit telah melakukan analisis efek modus kegagalan /
FMEA setahun sekali pada proses berisiko tinggi yang
diprioritaskan.
5. Rumah sakit telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis
modus dampak kegagalan (FMEA).
BAB XVI
MANAJEMEN RISIKO

1. Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko


2. Rumah sakit mempunyai da ar risiko di ngkat rumah sakit
3. Rumah sakit telah membuat strategi untuk mengurangi risiko
yang ada,
4. Rumah Sakit telah melakukan analisis efek modus kegagalan /
FMEA setahun sekali pada proses berisiko tinggi yang
diprioritaskan.
5. Rumah sakit telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis
modus dampak kegagalan (FMEA).
BAB XVII
MONITORING DAN EVALUASI

1. Rumah sakit telah membuat rencana perbaikan terhadap


mutu dan keselamatan berdasar atas hasil capaian mutu.
2. Rumah sakit telah melakukan uji coba rencana perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pasien.
3. Rumah sakit telah menerapkan/ melaksanakan rencana
perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien.
4. Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan bersifat
efektif dan berkesinambungan.
5. Bukti perubahan-perubahan regulasi yang diperlukan dalam
membuat rencana, melaksanakan, dan mempertahankan
perbaikan.
6. Keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan laporan
PMKP.
BAB XVIII
PENUTUP

Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai


pedoman bagi rumah sakit untuk melakukan pengukuran,
evaluasi dan tindak lanjut terhadap Indikator RS. Pedoman ini
diharapkan dapat diterapkan oleh RS dan menjadi pedoman
bersama dalam mengukur Indikator rumah sakit.
Hasil pengukuran indikator rumah sakit tersebut
kedepannya diharapkan dapat diakses dan dipublikasikan untuk
perbaikan internal rumah sakit dan eksternal untuk bukti
akuntabilitas pada masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam
tahap perkembangan sehingga tidak menutup kemungkinan
adanya masukan demi tercapainya perbaikan bagi buku pedoman
ini

DIREKTUR RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH SUMBAWA

DEDE HASAN BASRI

Anda mungkin juga menyukai