Gangguan Obsesif Kompulsif
Gangguan Obsesif Kompulsif
Supervisor:
dr. Kartidjo, Sp.KJ
Oleh :
Saeful Ambari S.Ked
NPM. 09310150
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul gangguan obsesif kompulsif (Obsessive
Compulsive Disorder), yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh
kepaniteraan klinik senior bagian ilmu kesehatan jiwa RSUD dr. Soekarjo
Tasikmalaya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Definisi............................................................................................... 3
B. Epidemiologi...................................................................................... 4
C. Etiologi............................................................................................... 4
D. Diagnosis............................................................................................ 8
E. Gambaran klinis.................................................................................. 13
F. Terapi.................................................................................................. 14
G. Perjalanan penyakit dan Prognosis..................................................... 19
H. Contoh Kasus....................................................................................... 20
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................... 21
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Menurut Skoog, suatu studi di Swedia menemukan bahwa meskipun
kebanyakan pasien OCD menunjukkan perbaikan, banyak juga yang terus
berlanjut mempunyai simtom gangguan hidup ini sepanjang hidup mereka. 4 DSM
IV membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif bila orang terganggu oleh
obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya sedemikian rupa sehingga
menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih dari satu jam dalam
sehari, atau secara signifikan mengganggu hal-hal rutin yang normal,
mengganggu fungsi kerja atau sosial.
Gangguan obsesif – kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan
jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat.4
Referat ini disusun untuk menambah pengetahuan tentang apa yang
dimaksud dengan gangguan obsesif kompulsif, bagaimana mendiagnosisnya dan
terapi apa yang harus diberikan kepada pasien.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pengertian obsesi menurut Kaplan, et all., adalah pikiran, ide atau sensasi
yang muncul secara berulang-ulang. Menurut Davison &Neale, hal-hal tersebut
muncul tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak
rasional dan tidak dapat dikontrol.1
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang
mendesak ke dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesi dapat
kekhawatiran yang biasa tentang apakah pintu sudah dikunci atau belum sampai
fantasi aneh dan menakutkan tentang bertindak kejam terhadap orang yang
disayangi. Sedangkan istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls
yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif
mengakibatkan suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif dapat berupa
berulang kali memeriksa pintu yang terkunci, kompor yang sudah mati atau
menelepon orang yang dicintai untuk memastikan keselamatannya.7
6
B. Epidemiologi
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi
untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Secara
keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia
25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35
tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-
kompulsif dibandingkan orang yang menikah. Gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih.3
C. Etiologi
1. Aspek Biologis
a. Neurotransmiter
Davison & Neale (Fausiah & Widury, 2007) menjelaskan bahwa salah
satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah
keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah
serotonin.
7
Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif
dibandingkan obat lain yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain.
Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-
kompulsif belum jelas.11
b. Genetik
Penelitian pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah
secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi
secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar
dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif
menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama pasien
gangguan obsesif-kompulsif juga menderita gangguan.11
2. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau
kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan
memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya
atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya
netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan
kecemasan atau gangguan.11
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan
bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan
pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk
perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan
kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam
menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi
menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang
dipelajari.11
8
3. Faktor Psikososial
a. Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-
kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian,
sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk
perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35
persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional
pramorbid.3
b. Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis
utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter
obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan
reaksi. 3
1) Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi
seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika
terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah
dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran.
Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan
yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya.3
2) Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin
dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi
pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan
menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.
Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi
defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan
mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh
9
isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah
mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan
sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang
dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat
yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls
obsesional yang menakutkan.3
3) Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi
dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan
impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah
sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.3
10
c. Ambivalensi
Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada
anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak
merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi
yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku
melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan
yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan.3
d. Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran
awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id,
dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah
pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat
menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang
menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang
peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu
pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-
kompulsif.3
D. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten
yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai
intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan
yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata
kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
11
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,
atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran
atau tindakan lain.
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan
obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari
luar seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut
dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi
yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari
bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik),
atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,
permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,
preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,
preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat
hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika
12
terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan
depresif berat).
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu
selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. ( Kaplan & Saddock,
1993).3
13
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau
menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut,
maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila
dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi
sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas
diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain
menghilang.
e. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut.5
14
b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai
beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan
ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.5
E. Gambaran Klinis
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:
a. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi
dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
b. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi
sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.
c. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami
sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya
sendiri sebagai makhluk psikologis.
d. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi
tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk
akal.
15
e. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan
suatu dorongan yang kuat untuk menahannya.
Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil
terhadap kompulsi. Kira-kira 80 persen dari semua pasien percaya bahwa
kompulsi adalah irasional.3
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada
anak-anak dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih
dan berubah dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif
memiliki empat pola gejala yang utama. Pola yang paling sering ditemukan
adalah suatu obsesi tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai
penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi.
Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses,
urin, debu atau kuman. Pasien mungkin secara terus-menerus menggosok kulit
tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau mungkin tidak
mampu pergi keluar rumah karena takut akan kuman. Walaupun kecemasan
adaloah respon emosional yang paling sering terhadap objek yang ditakuti,
rasa malu dan rasa jijik yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan
obsesi kontaminasi biasanya percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek
ke objek atau orang ke orang oleh kontak ringan. ( Kaplan & Saddock, 1993).
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh
pengecekan yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya
kekerasan, seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu.
Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke
rumah untuk memeiksa kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri
sendiri yang obsesional, saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan
atau melakukan sesuatu.3
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran
obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya
berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela
oleh pasien. 1 Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas
atau ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara
16
harfiah menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur
wajahnya. Trikotilomania dan menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi
yang beruhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.3
F. TERAPI
1. Farmakoterapi
a. Penggolongan
1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik
Contoh: Clomipramine.
2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors)
Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine,
Citalopram.8
b. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif.
Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
1). Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari
mengalami gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri
berikut:
a. Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls
dari diri individu sendiri;
b. Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);
c. Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan
atau impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau ansietas);
d. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak
berhasil dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang
tidak lagi dilawan/dielakkan oleh penderita;
2). Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress)
atau menggangu aktivitas sehari-hari (disability)
17
Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi
seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan
kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian,
umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil
pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior
therapy).8
Clomipramine.
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg
sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap
dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek
samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat
trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi,
disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.3
SSRI.
Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja
terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan
kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh
ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang
spesifik, sehinggga tidak ada lagi neurotransmitter serotonin yang dapat
berkaitan dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan serotonin
bertahan lebih lama di celah sinaps. Pengguanaan Selective Serotonin
Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku
stereotipik , perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal
rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alas an utama
pemilihan obat-obat penghambat reuptake serotonin yang selektif adalah
kemampuan terapi. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian
fluexetine adalah nausea, disfunfsi seksual, nyeri kepala, dan mulut kering.
Toleransi SSRI yang relative baik disebabkan oleh karena sifat
18
selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan reseptor
neurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan kasus
serial terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-
gejala disruptif, dan dimulai dengan fluexetine dosis 10 mg/hari dengan
pengamatan. Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejal
cemas.6
19
Seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi,
menggunakan semua data anggota keluarga seperti tingkah laku individu
dalam keluarga. Menilai tingkah laku setiap anggota keluarga yang
mempengaruhi tingkah laku yang baik dan membina pengaruh tingkah laku
yang positif dari setiap individu.
20
pasien sehingga tindakan kompulsif tidak mungkin dilakukan misalnya
dengan memukul meja.
c. Penurunan kecemasan
Tujuan dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang
menimbulkan gejala obsesif dan kompulsif.
Hal ini dilakukan dengan desensitisasi secara sistematik yakni dengan
menghadapkan anak atau remaja pada situasi yang menakutkan (misalnya
pisau, hal-hal yang kotor, pegangan pintu dan sebagainya) secara pelan-
pelan samapai ketakutan dan kecemasan hilang atau tidak ada lagi.
21
yang lebih baik di mana penekanan onset usia dini adalah hal yang patut untuk
segera didiagnosis. Selain itu, mereka yang bergerak di bidang kesehatan
mesti memahami perbedaan antara gangguan obsesif-kompulsif dengan
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang mana untuk jenis gangguan
kepribadian biasanya dimulai pada saat dewasa muda, yaitu umur di atas 20
tahun sedangkan.10
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi
semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk
dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada
masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah
sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya
gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan
kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian
skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan
pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang
episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.1
H. Contoh Kasus
Ny. X, 34 tahun, ibu dari 2 anak, datang menemui psikolog dengan keluhan
perilaku yang mengganggu. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan,
ditemukan bahwa Ny. X disarankan ke psikolog oleh suaminya, karena
beberapa perilakunya cenderung berlebihan. Menurut Ny. X, ia adalah
pecinta kebersihan dan takut akan kuman yang ada dimana-mana. Ny. X
menceritakan, bahwa setiap hari ia mandi hingga 6 kali, dan mencuci tangan
lebih sering lagi. Setiap kali mandi, Ny. X menyabuni badannya sebanyak 5
kali; jika tidak, ia merasa belum bersih. Demikian juga jika sedang cuci
tangan, ia berkali-kali membersihkan tangan dengan sabun. Sebelum mandi
Ny. X selalu berusaha membersihkan dan menyikat lantai kamar mandi dan
kloset terlebih dahulu. Akibatnya waktu Ny. X banyak terbuang dalam
kegiatan mandi dan mencuci tangan. Ny. X memperkirakan kebiasaan itu
22
berlangsung saat ia SMA, dan makin lama makin parah. Ny. X merasa
terganggu dengan kebiasaan ini, karena membuang waktunya dan
membuatnya tidak dapat melakukan aktifitas lainnya. Namun demikian Ny. X
tidak berdaya untuk menghentikannya, dan ingin mencari pertolongan untuk
dapat mengontrol perilakunya tersebut.
23
BAB III
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
13. Marlina, S. Mahajudin. 1995. Gangguan Obsesif-Kompulsif. Tinjauan Gejala
dan Psikodinamika. Jurnal Anima, vol X, No.40, hal.44-71.
26