KERACUNAN METANOL
Disusun Oleh :
1. Rizki Hapsari N. G1A 209160
2. Ratna Juwita G1A 209179
3. Yosefin R. G1A 209161
4. Desty Dwianti G1A 209175
5. Hananingtyas Idasa G1A 209180
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN
MEDIKOETIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
Periode 6 September – 17 Oktober 2010
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
KERACUNAN METANOL
Disusun Oleh :
1. Rizki Hapsari N. G1A 209160
2. Ratna Juwita G1A 209179
3. Yosefin R. G1A 209161
4. Desty Dwianti G1A 209175
5. Hananingtyas Idasa G1A 209180
2
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL .......................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………..............
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
BAB III. PEMBAHASAN ..............................................................................
KESIMPULAN ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... ..
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
terakumulasi di dalam tubuh yang menimbulkan asidosis metabolik. Asam format
juga menghambat respirasi seluler sehingga terjadi asidosis laktat.5
Kecepatan absorbsi dari metanol tergantung dari beberapa faktor, dua faktor
yang paling berperan adalah konsentrasi metanol dan ada tidaknya makanan dalam
saluran cerna. Metanol dalam bentuk larutan lebih lambat diserap dibanding dengan
metanol yang murni dan adanya makanan dalam saluran cerna terutama lemak dan
protein akan memperlambat absorbsi metanol dalam saluran cerna. Setelah
diabsorbsi, metanol didistribusi ke seluruh jaringan dan cairan tubuh kecuali jaringan
lemak dan tulang, disini konsentrasi metanol paling rendah. Konsentrasi metanol di
dalam darah mencapai maksimum kira-kira setengah sampai satu jam setelah metanol
dikonsumsi. Konsentrasi metanol di dalam otak setelah tercapai keseimbangan adalah
lebih sedikit dibanding dengan konsentrasi di dalam darah.5
Metanol yang telah diabsorbsi, dimetabolisme di dalam tubuh di hepar melalui
proses oksidasi. Secara normal, tubuh dapat memetabolisme 10 gms metanol murni.
Jika dikonsumsi berlebihan, konsentrasi metanol dalam darah akan meningkat dan
orang tersebut akan mulai menunjukkan keluhan dan gejala keracunan alkohol,
kecuali orang tersebut telah mengalami toleransi terhadap metanol. Metanol dalam
jumlah yang maksimum yaitu 300 ml metanol murni, dapat dimetabolisme dalam
tubuh dalam 24 jam. Keracunan metanol dapat menyebabkan gangguan pada hepar
dan ginjal.1
6
Gambar 1. Metabolisme Metanol
2.2 Manifestasi Klinis
Gejala awal yang timbul setelah keracunan metanol adalah gejala yang terjadi
karena depresi sistem saraf pusat seperti sakit kepala, pusing, mual, koordinasi
terganggu, kebingungan dan pada dosis yang tinggi tidak sadarkan diri dan kematian.
Gejala awal ini lebih ringan dari yang terjadi pada keracunan etanol.4
Bila gejala awal telah dilalui rangkaian kedua dari gejala, terjadi 10-30 jam
setelah paparan awal terhadap metanol. Akumulasi asam format pada saraf optik
dapat menyebabkan penglihatan kabur. Hilangnya penglihatan secara total dapat
disebabkan oleh berhentinya fungsi mitokondria pada saraf optik dimana terjadi
hiperemi, edema dan atropi saraf optik. Demielinisasi saraf optik juga dapat terjadi
karena penghancuran mielin oleh asam format. Akumulasi asam format didalam
darah dapat menyebabkan asidosis metabolik. Interval antara masuknya racun sampai
timbulnya gejala berhubungan dengan volume metanol yang tertelan. Kadar metanol
dalam darah mencapai puncaknya setelah 30-90 menit. Dosis letal minimal adalah 1
mg/kg bb. Asidosis merupakan faktor primer dari keracunan metanol dan depresi dari
sistem saraf pusat adalah faktor yang minor.4,5,
7
Ketika metabolime metanol telah berlangsung asidosis metabolik dengan
anion gap yang berat akan terjadi. Asidosis metabolik yang berat yang berhubungan
dengan gangguan penglihatan adalah tanda dari keracunan metanol. Pasien biasanya
mengalami penglihatan kabur, penglihatan ganda, atau perubahan dari persepsi
warna. Bisa juga terjadi pengecilan lapangan pandang dan terkadang kehilangan
penglihatan secara total. Tanda khas dari disfungsi penglihatan termasuk dilatasi
pupil dan hilangnya reflek pupil.3
Tanda dan gejala lebih lanjut dapat terjadi pernafasan dangkal, sianosis,
takipneu, koma, kejang, gangguan elektrolit dan perubahan hemodinamik yang
bervariasi termasuk hipertensi dan cardiac arrest. Dapat juga terjadi gangguan
memori yang ringan sampai berat, agitasi yang dapat berlanjut menjadi stupor dan
koma sejalan dengan memberatnya asidosis. Pada kasus yang berat dapat terjadi
kematian. Pasien yang bertahan dapat menderita gejala sisa seperti kebutaan yang
permanen atau defisit neurologis yang lain.
2.3 Penatalaksanaan Keracunan Metanol
Keracunan metanol berat biasanya dijumpai pada pecandu alkohol kronis dan
mungkin tidak dapat dikenal kecuali dijumpai gejala-gejala yang khas pada sejumlah
pasien. Karena metanol dan metabolit formatnya merupakan toksin yang lebih kuat
dari etanol, maka penting bahwa pasien yang keracunan metanol dikenali dan diobati
secepat mungkin.2
Gejala awal yang penting dari keracunan metanol ialah gangguan visual,
sering kali dijelaskan sebagai “berada dalam badai salju”. Gangguan visual
merupakan keluhan umum epidemis keracunan metanol. Keluhan penglihatan kabur
dengan kesadaran relative baik merupakan suatu petunjuk kuat untuk keracunan
metanol. Dalam kasus-kasus berat, bau formaldehid tercium melalui pernafasan dan
urin. Timbul bradikardia, koma yang lama, kejang, dan asidosis yang menetap.2
Hasil pemeriksaan fisik pada keracunan metanol biasanya tidak spesifik.
Midriasis yang menetap merupakan tanda keracunan berat. Atropi saraf optik
merupakan tanda lanjut. Penyebab kematian dalam kasus fatal ialah berhentinya
pernafasan secara mendadak. Merupakan hal yang sangat perlu untuk menentukan
8
kadar metanol dalam darah secepat mungkin bila diduga suatu keracunan metanol.
Bila dugaan klinik keracunan metanol cukup kuat, pengobatan tidak boleh terlambat.2
Kadar metanol lebih dari 50 mg/dL, merupakan indikasi mutlak untuk
hemodialis dan pengobatan dengan etanol meskipun kadar format dalam darah
merupakan indikasi yang lebih baik. Hasil laboratorium tambahan termasuk asidosis
metabolik dengan peningkatan anion gap dan osmolar gap. Etilen glikol, paraldehid,
dan salisilat juga dapat menyebabkan anion gap. Penurunan serum bilirubin
merupakan gambaran yang seragam dari keracunan metanol berat. Toksisitas etilen
glikol biasanya menyebabkan eksitasi susunan saraf pusat, peningkatan enzim-enzim
otot, dan hipokalsemia tetapi tidak ada gejala visual. Keracunan salisilat dapat segera
ditentukan dari kadar salisilat dalam darah.2
Pengobatan pertama untuk keracunan metanol, seperti pada keadaan kritis
keracunan, ialah untuk menyelenggarakan pernafasan, dengan melakukan trakeotomi
bila perlu. Muntah dapat dibuat pada pasien yang tidak koma, tidak mengalami
kejang, dan tidak kehilangan reflex muntah. Bila salah satu dari kontraindikasi ini
ada, maka harus dilakukan intubasi endotrakeal dan bilasan lambung dengan selang
berdiameter besar setelah saluran nafas terlindungi.2
Ada tiga cara yang spesifik untuk keracunan metanol berat; penekanan
metabolism oleh alkohol dehidrogenase untuk pembentukan produk-produk
toksiknya, dialisis untuk meningkatkan bersihan metanol dan produk toksiknya, serta
alkalinasi untuk menetralkan asidosis metabolik.2
Karena etanol berkompetisi untuk alkohol dehidrogenase, yang bertanggung
jawab untuk memetabolisme metanol menjadi asam format, perlu untuk menjenuhkan
enzim ini dengan etanol yang kurang toksik. Metabolism etanol yang dicirikan
tergantung pada dosis dan variabilitas yang disebabkan oleh asupan etanol kronis
memerlukan pemantauan yang berulang-ulang untuk meyakinkan konsentrasi alkohol
yang tepat. Etanol diberikan secara intravena sebagai larutan 10%. 4-Metilpirazol,
suatu penghambat alkohol dehidrogenase yang kuat, dapat berguna sebagai
penunjang dalam keracunan metanol bila tersedia penuh untuk digunakan manusia.
Akhir-akhir ini, obat ini tergolong sebagai orphan drug.2
9
Dengan dimulainya prosedur dialisis, maka etanol akan hilang dalam dialisat.
Dialisis direkomendasikan untuk pasien yang mengalami gangguan penglihatan,
kadar metanol dalam darah 50 mg % atau lebih, menelan lebih dari 60 ml metanol
dan asidosis berat yang tidak dapat dikoreksi dengan bikarbonat.2,3
Alkalinisasi adalah terapi yang paling lama dipakai bertujuan untuk mengatasi
asidosis dan diperlukan dosis yang sangat besar dari sodium bikarbonat. Karena
sistem-sistem yang bergantung pada folat bertanggung jawab dalam oksidasi
pembentukan asam format menjadi CO2 pada manusia, maka mungkin berguna untuk
memberikan asam folat kepada pasien-pasien yang keracunan metanol, meskipun
belum pernah diuji secara lengkap dalam uji klinik.2,6
10
Kelainan lain yang mungkin terjadi pada keracunan metanol adalah nekrosis
dan perdarahan pada substansia alba. Lesi pada substansia alba ini kurang spesifik
pada keracunan metanol. Penampakan postmortem pada keracunan metanol yang
kronis yaitu perubahan morfologik otak yang menyeluruh yaitu atropi kortikal dan
subkortikal. Lobus frontal adalah bagian otak yang paling peka, disini akan terjadi
kerusakan dan penyusutan bagian otak tersebut, gejala yang timbul yaitu berupa
gangguan eksekutif seperti kemampuan untuk merencanakan dan menyelesaikan
masalah.7
11
Gambar 2 CT scan pada hari ke lima menunjukkan adanya perdarahan pada
putamen.9
12
Gambar 3 CT Scan Pre –(A) dan Post kontras (B) pada hari ke 24 menunjukkan
Hilangnya volume putamen secara bilateral dan adanya lesi putamen dan
subkortikal.9
13
Gambar 4 fotografi fundus 2 bulan setelah intoksikasi metanol memperlihatkan
atropi optik dengan cakram optik yang terlihat glaucomatous dan penyempitan
lingkaran neuroretina dengan 0,9 cup pada (a) mata kanan, dan 0,7 cup pada (b)
mata kiri.10
2.6 Diagnosis
2.6.1 Pemeriksaan lab
Pemeriksaan lab pada ginjal didapatkan rendahnya kadar bikarbonat serum
karena terjadi asidosis metabolik. Peningkatan anion gap disebabkan karena
peningkatan kadar laktat dan keton, hal ini dapat terjadi kemungkinan karena
akumulasi asam format. Dapat juga terjadi peningkatan osmolar gap, hal ini bukan
merupakan temuan yang spesifik karena menunjukkan adanya suatu larutan
dengan berat molekul rendah seperti etanol, alkohol lain, mannitol, glisin, lemak
atau protein. Diagnosis definitive dari keracunan metanol dapat dilihat dari
peningkatan kadar metanol serum yang dapat diukur dengan gas chromathography
namun hal ini tidak berkorelasi dengan tingkat keracunan dan merupakan
indikator yang baik untuk prognosis.5
2.6.2 Imaging
CT scan dapat menunjukkan perubahan karakteristik dari nekrosis
putamen bilateral dengan derajat perdarahan yang bervariasi. Namun lebih sering
hasil CT scan normal. MRI adalah metode imaging yang lebih sensitive dalam
mendiagnosa keracunan metanol. Pada keracunan metanol yang baru berlangsung
selama empat minggu, MRI telah dapat menunjukkan adanya perubahan pada
putamen dan juga lesi yang berwarna putih pada lobus frontal atau oksipital. MRI
dapat digunakan untuk membedakan keracunan metanol dengan kondisi lain
seperti hipoglikemik dan keracunan karbonmonoksida.5
Temuan patologis paling karakteristik setelah keracunan metanol adalah
adanya daerah nekrosis pada putamen, dimana juga terdapat perdarahan dengan
derajat yang bervariasi. Gambaran ini bisa terlihat pada pasien yang bertahan
setelah 24 jam, nekrosis juga dapat terlihat pada substansia alba pada pasien yang
bertahan lebih dari beberapa hari.8
14
BAB III
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16