Anda di halaman 1dari 3

BAHASA MELAYU DARI KEPRI UNTUK INDONESIA

BAHASA Indonesia ibarat jembatan yang berdiri kokoh dengan pondasi yang sangat
kuat. Digunakan selama berabad-abad sebagai bahasa pergaulan (lingua franca)
menjadikan bahasa ini sangat dikenal oleh beragam suku bangsa di Nusantara.
Bahasa Indonesia menjadi jembatan atau penghubung suku-suku di Indonesia untuk
menyampaikan maksudnya ketika bahasa ibu mereka sulit dipahami maknanya.
Berapakah jumlah bahasa daerah yang ada di Indonesia? Kepala Balai Bahasa
Indnesia DIY Kemendikbud Tirto Suwono (Republika, 4/3/2014), menyebutkan ada
lebih dari 726 bahasa daerah di Indonesia dan 456 di antaranya sudah dipatenkan.

Maka, sulit dibayangkan ketika orang Papua berkomunikasi dengan orang Jawa
atau orang Bali menyapa orang Ambon dan Sunda. Belum lagi setiap bahasa
daerah juga memiliki ragam dialek. Misal, di Jawa Tengah ada bahasa Banyumasan,
Solo, Keraton Yogyakarta, dll. Bahkan di Jawa Barat, meski menjadi bagian dari
pulau Jawa, bahasanya sudah berbeda, yaitu bahasa Sunda.
Ketika bahasa daerah masing-masing tak bisa menyampaikan pesan, ujungnya
bahasa isnyarat menjadi alternatif. Namun isyarat tak mampu menterjemahkan
maksud secara gamblang. Menjadikan bahasa Indonesia sebagai jembatan yang
menghubungkan ragam suku bangsa di Indonesia adalah ide brilian. Kini kita tak
perlu lagi khawatir untuk melakukan perjalanan ataupun aktivitas lain ke daerah lain
karena akan mengalami kesulitan berkomunikasi.
Dengan alasan itulah, Rumiati (26), perempuan asal Banyumas, Jawa Tengah, tak
merasa risau jika harus merantau ke Batam, dan menjadi pengajar sebuah sekolah
yang muridnya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Jika kelak nasib
membawanya menjadi seorang guru PNS dan mendapat tugas di daerah dengan
warga yang masih kental dengan bahasa daerahnya, apakah akan dijalaninya?
“Tidak masalah karena bahasa Indonesia mudah dipelajari dan saya yakin banyak
warga di sana yang sudah menggunakannya. Mereka akan membantu saya
menghubungkan dengan murid-murid di sana,” katanya beberapa waktu lalu.
Kapten Inf Edy Zendrato, asal Nias, pada mulanya mengalami kesulitan saat
melakukan tugas di daerah-daerah terpencil di Papua yang penduduknya
kebanyakan menggunakan bahasa daerah. Tapi ia banyak mendapat bantuan tokoh
masyarakat atau pelajar di darah tersebut saat menyampaikan pertanyaan kepada
masyarakat. Dengan cara apa? Berbicara mengunakan bahasa Indonesia, lalu
diterjemahkan ke dalam bahasa daerah.
“Kebingungan, itu awal saya berbicara dengan orang asli Papua. Tapi, banyak
warga di sekelilingnya yang membantu menyampaikan pesan saya ke mereka, dan
itu menakjubkan,” katanya.

Melayu Riau

Bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang cikal bakalnya adalah bahasa
melayu kuno yang digunakan sebagai bahasa Negara kerajaan Sriwijaya.
Pembaharuan bahasa melayu kuno menjadi bahasa melayu tinggi terjadi pada masa
Kesultanan Melayu Lingga-Riau.
Awalnya pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, dan akhirnya
pindah ke Riau. Sejak itulah Riau mendapat predikat sebagai pusat kerajaan Melayu
tersebut. Karena itu bahasa Melayu zaman Malaka terkenal dengan Melayu Malaka,
bahasa Melayu di zaman Johor terkenal dengan Melayu Johor dan bahasa Melayu
zaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau.
Kesultanan Lingga merupakan Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Lingga,
Kepulauan Riau, Indonesia. Berdasarkan Tuhfat al-Nafis,Sultan Lingga merupakan
pewaris dari Sultan Johor, dengan wilayah mencakup Kepulauan Riau dan Johor
(kini menjadi bagian dari Malaysia).
Kesultanan ini memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa Melayu hingga
menjadi bentuknya sekarang sebagai bahasa Indonesia. Pada masa kesultanan ini
bahasa Melayu menjadi bahasa standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar
lain di dunia, yang kaya dengan susastra dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh
besar di belakang perkembangan pesat bahasa Melayu ini adalah Raja Ali Haji,
seorang ulama, pujangga, dan sejarawan keturunan Bugis.
Raja Ali Haji dilahirkan di Selangor tahun 1808 atau 1809. Beberapa sumber
menyebutkan bahwa dia dilahirkan di Pulau Penyengat (sekarang bagian Provinsi
Kepulauan Riau). Dia adalah putra Raja Ahmad dan cucu Raja Ali Haji Fisabilillah
(saudara Raja Lumu, sultan pertama Selangor),
Di masa Raja Ali Haji (1808-1873), pada abad ke-19, bahasa Melayu kuno
mengalami modernisasi. Raja Ali Haji orang pertama yang menyusun dasar-dasar
tata bahasa Melayu, yang menjadi standar bahasa Melayu melalui karyanya,
Pedoman Bahasa. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda
Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional.
Gurindam Dua Belas (1847), mahakarya Raja Ali Haji, menjadi pembaru arus sastra
pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat
Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus
ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh
Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk.
Mengingat peran penting Raja Ali Haji dalam proses pembentukan bahasa Indonesia
modern hingga menjadi bahasa resmi Indonesia, maka wajar jika kemudian pada
rangkaian Hari Pers Nasional 2015 di Kepulauan Riau, Februari mendatang,
memasukkan tema bahasa Melayu. Ini merupakan sebuah usaha yang positif untuk
mengingatkan kembali asal muasal bahasa Indonesia yang kini kita gunakan.

Anda mungkin juga menyukai