Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

SEJARAH KERAJAAN BULELENG

DISUSUN OLEH:

1. Fatmariah Sudarming
2. Jihan Nabila Iskandar
3. Inra
4. Frisca Anastasia
5. Latifa
6. M. Fuad Munir
7. Desi Natalia

SMAN 8 MAKASSAR
TAHUN AJARAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Sejarah Kerajaan Buleleng”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah “Sejarah Kerajaan Buleleng” ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 22 Februari 2020

Penyusun
SEJARAH BULELENG

Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali Utara yang didirikan sekitar pertengahan abad
ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti
Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepaskisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah-wilayah
Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit. Setelah kemerdekaan Republik
Indonesia, Kerjaan Buleleng berstatus sebagai Daerah Tingkat II Buleleng.

I Gusti Anglurah Panji Sakti

I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gede Pasekan adalah putra I
Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji
wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah
Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota.
Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit,
ke desa asal ibunya, Desa Panji.

I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang
pengaruhnya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti
Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena perebutan
kekuasaan.

Daftar raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Buleleng:

Wangsa Panji Sakti (1660-?)

Jangka Awal Akhir


Nama Keterangan
hidup memerintah memerintah

Gusti Anglurah Panji Sakti 1660 1697/99


Gusti Panji Gede Anak dari Gusti Anglurah Panji
1697/99 1732
Danudarastra Sakti

Anak dari Gusti Panji Gede


Gusti Alit Panji 1732 1757/65
Danudarastra

Gusti Ngurah Panji 1757/65 1757/65 Anak dari Gusti Alit Panji

Gusti Ngurah Jelantik 1757/65 1780 Anak dari Gusti Ngurah Panji

Keponakan dari Gusti Made


Gusti Made Singaraja 1793 ?
Jelantik

Wangsa Karangasem (?-1849)

Jangka Awal Akhir


Nama Keterangan
hidup memerintah memerintah

Anak dari Gusti Gede Ngurah


Anak Agung Rai ? 1806
Karangasem

Gusti Gede Karang 1806 1818 Saudara dari Anak Agung Rai

Gusti Gede Ngurah Pahang 1818 1822 Anak dari Gusti Gede Karang

Gusti Made Oka Sori 1822 1825 Anak dari Gusti Gede Karang

Gusti Ngurah Made


1825 1849 Keponakan dari Gusti Gede Karang
Karangasem

Wangsa Panji Sakti (1849-Sekarang)

Jangka Awal Akhir


Nama Keterangan
hidup memerintah memerintah
Gusti Made Rahi 1849 1853 Keturunan dari Gusti Ngurah Panji

Gusti Ketut Jelantik 1854 1872 Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik

Anak Agung Putu


1929 1944 Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik
Jelantik

Anak Agung Nyoman Anak dari Anak Agung Putu Jelantik;


1944 1947
Panji Tisna Periode Pertama

Anak Agung Ngurah Saudara dari Anak Agung Nyoman


1947 1950
Ketut Jelantik Panji Tisna

Anak Agung Nyoman Anak dari Anak Agung Putu Jelantik;


1950 1978
Panji Tisna Periode Kedua

Anak Agung Ngurah Cucu dari Anak Agung Nyoman Panji


2004
Brawida Tisna

Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak
rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada
tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng
Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga
dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah
kolonial Belanda.

Kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Buleleng:

Kehidupan Politik

Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong,
Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menklukan
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari
Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan pemeerintahan baru.

Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana
memiliki 3 putra yaitu, Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Yang nantinya
Airlangga akan menjadi raja terbesar di Medang Kemulan, Jawa Timur. Menurut prasasti yang
terdapat di pura Batu Madeg, Raja Udayan menjlain hubungan erat dengan Dinasti Isyana di
Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya
Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Raja Udayana digantikan oleh putranya
Marakatapangkaja.

Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebenaran hukum


karena selalu melindungi rakyatnya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat
peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di
Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya yaitu
Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan Raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Ia berhasil
menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan dari dalam maupun
luar kerajaan.

Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasehat pusat
yang disebut pakirankiran I jro makabehan. Badan ini berkewajiban memberikan tafsirandan
nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul.

Kehidupan Ekonomi

Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan


kehidupan masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian
terdapat bebrapa istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah,
parlak (sawah kering), (gaga) ladang, kebwan (kebun), dan lain sebagainya.

Perdagangan antarpulau di Buleleng juga sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan
banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk
Buleleng. Komoditas yang terkenal di Buleleng adlah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan
bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan 30 ekor kuda dengan saudagar
dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah
maju sebab kuda merupakan binatang yang besar sehingga memerlukan kapal yang besar pula
untuk mengangkutnya.

Kehidupan Agama

Agama Hindu Syiwa mendominasu kehidupan masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi


megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan
ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di
Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang.
Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua
Gajah dan stupa di pura Pegulingan.

Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada
masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja.
Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa.

Kehidupan Sosial Budaya

Dalam kehidupan sosial, masyarakat Bali, tidak terlepas dari agama yang dianutnya yaitu agama
hindu (mempunyai pengaruh yang paling besar) dari Budha sehingga keadaan sosialnya sebagai
berikut
1. Terdapat pembagian golongan/kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya
2. Masing-masing golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama disbanding
keagamaan
3. Pada masa Anak Wungsu dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande
besi, pande emas, dan pande tembaga dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat
rumah tangga, senjata, perhiasan dan lain-lain.

Hasil budaya kerajaan Bali antara lain berupa


1. Prasasti
2. Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
3. Arca misalnya arca durga
4. Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara
Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
5. Pada zaman Jayasakti agam Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri
disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
6. Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan
Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai