CONTOH Proposal
CONTOH Proposal
PENDAHULUAN
ekonomi untuk meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing di tingkat lokal,nasional, maupun
internasional. Dengan globalisasi yang menyatukan pasar dan kompetisi investasi internasional
meningkatkan tantangan sekaligus peluang bagi semua perusahaan baik kecil, menengah maupun
besar. Untuk menghadapai globalisasi maka diperlukan daya saing yang kuat. Daya saing
merupakan kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk
menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan
Indonesia sebagai negara maritim, memiliki kekayaan kelautan yang luar biasa. Salah satu
kekayaan laut yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat adalah potensi perikanan.
Potensi perikanan di Indonesia sangat besar, mencapai 6,7 juta ton per tahun. Pemanfaatan potensii
perikanan tersebut baru sebesar 59% dari total kekayaan perikanan yang ada sehingga belum
bentuk segar sebesar 43,1%, beku sebesar 30,40%, pengalengan sebesar 13,17% dan olahan lain
sebesar 12,8%. Pemanfaatan dalam bentuk olahan ikan antara lain berupa ikan asin, ikan asap,
ikan pindang dan produk fermentasi seperti terasi, petis dan sebagainya. Pengasapan ikan sebagai
salah satu produk olahan ikan belum mendapatkan perhatian secara maksimal. Sementara
masyarakat Indonesia. Akan tetapi tidak semua wilayah Indonesia dapat tercukupi kebutuhannya
dari protein karena ketersediaan ikan per kapita belum terdistribusi secara merata. Pengolahan
dapat membuat ikan menjadi awet dan memungkinkan untuk didistribusikan dari pusat produksi
ke pusat konsumen. Namun, selama 20 tahun terakhir, produksi ikan yang diolah baru sekitar 23-
47 persen, dan dari jumlah tersebut sebagian besar merupakan pengolahan tradisional. Berdasarkan
statistik menunjukkan bahwa 49,99 persen pemanfaatan ikan laut adalah dalam bentuk produk
persyaratan yang sulit dipenuhi oleh perikanan skala kecil, yaitu pasokan bahan baku yang
bermutu tinggi dalam jenis ukuran yang seragam, dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan
kapasitas industri. Kondisi ini menggambarkan bahwa pengolahan tradisional masih mempunyai
prospek untuk dikembangkan. Prospek ini didukung oleh masih tersedianya sumber daya ikan di
pusat produksi, tingginya permintaan di pusat konsumsi, sederhananya teknologi, serta banyaknya
Indonesia kaya akan berbagai jenis produk tradisional yang biasanya memiliki kekhasan
atau keunikan dari segi bentuk, bau dan rasa. Produk tradisional dari suatu daerah sulit untuk
ditemukan di daerah lain, kecuali untuk produk tertentu yang sudah dikenal secara luas, seperti
ikan asin, ikan asap dan kerupuk ikan. Kadang – kadang untuk produk yang sama dikenal dengan
nama berbeda di daerah lain, seperti ikan asap dikenal dengan nama ikan sale di Sumatera Selatan,
ikan asar di Maluku dan ikan fufu di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Walaupun demikian,
selama ini ikan olahan tradisional masih mempunyai citra buruk di mata konsumen, karena
rendahnya mutu dan nilai nutrisi, tidak konsistennya sifat fungsional, serta tidak adanya jaminan
mutu dan keamanan bagi konsumen. Dalam ilmu teknologi pangan, sifat fungsional didefinisikan
sebagai suatu sifat dalam makanan yang berkaitan dengan daya guna dan keinginan konsumen
(Sikorski et al., 1998). Rasa, bau, warna, tekstur, kelarutan, penyerapan, dan penahanan air,
kerenyahan, elastisitas, nilai nutrisi, dan daya awet merupakan sifat fungsional penting bagi ikan
olahan, sedangkan harga, ketersediaan serta jenis dan bentuk olahan bukan merupakan sifat
Pembangunan perikanan budidaya mempunyai peluang yang sangat besar dilihat dari
lingkungan strategis dan potensi sumberdaya yang tersedia, yakni berupa peningkatan jumlah
penduduk dunia yang membutuhkan semakin banyak penyediaan ikan, pergeseran pola konsumsi
masyarakat dunia ke produk perikanan, tuntutan penyediaan makanan bermutu tinggi dan
memenuhi syarat kesehatan, keunggulan komparatis terhadap pasar dunia karena letaknya yang
relatif dekat dengan negara tujuan ekspor seperti Jepang, dan memiliki potensi sumber daya lahan
yang sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. (KKP, 2009). Peluang pengembangan
perikanan budidaya sangat terbuka lebar, baik dilihat dari sisi potensi sumberdaya yang cukup
besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan, maupun dan sisi permintaan pasar. Dari sisi potensi
sumber daya lahan yang tersedia, Propinsi Sulawesi Tenggara dengan garis pantai dan ditunjang
dengan kondisi iklim tropisnya sangat memungkinkan untuk pelaksanaan aktivitas usaha
pembudidayaan ikan sepanjang tahun, serta memiliki potensi sumberdaya lahan budidaya laut.
Teknologi produk tradisional perikanan dicirikan dengan suatu gambaran yang kurang
baik, yaitu produk tradisional diolah dengan tingkat sanitasi dan higiene yang rendah,
menggunakan bahan mentah dengan tingkat mutu atau kesegaran yang rendah, keamanan
pangannya tidak terjamin, teknologi yang digunakan secara turun-temurun, dan perusahaan
dikelola oleh keluarga dengan tingkat kemampuan manajemen kurang memadai. Keadaan ini
dapat diperbaiki dengan menggunakan cara pengolahan yang benar (GMP), melakukan
rasionalisasi dan standardisasi mulai dari bahan baku dan bahan pembantu, proses, hingga produk
akhir, serta menegakkan prinsip sanitasi dan higiene yang baik (SSOP). Pengembangan
pengolahan ikan tradisional memerlukan pembinaan yang diawali dari riset, diseminasi, serta
pengasapan termasuk cara pengawetan ikan yang telah diterapkan secara turun temurun. Istilah
pengasapan (smoking) diartikan untuk penyerapan bermacam-macam senyawa kimia yang berasal
dari asap kayu ke dalam daging ikan, disertai dengan setengah pengeringan dan biasanya didahului
dengan proses penggaraman. Pengasapan juga sering dikombinasikan dengan pengeringan sinar
matahari dan atau perlakuan pendahuluan dengan penggaraman. Jadi, istilah smoke
curing meliputi seluruh proses yang dimulai dari tahap persiapan bahan mentah sampai ke
pengasapan terakhir yang mengakibatkan perubahan bahan mentah sampai ke pengasapan terakhir
yang mengakibatkan perubahan warna, flavor, dan tekstur ikan. Sedangkan tujuan pengasapan
dalam pengawetan ikan adalah untuk mengawetkan dan member warna serta asap yang khusus
pada ikan.
Suhu pengasapan bervariasi di berbagai tempat tergantung permintaan konsumen dan tipe
unit pengasapan yang digunakan. Ada lima jenis proses pengasapan yaitu, pengasapan dingin(cold
smoking), pengasapan hangat (warm smoking), pengasapan panas (hot smoking), pengasapan cair
(liquid smoking), dan pengasapan listrik (electric smoking). Tetapi sebagian besar produk diolah
menggunakan pengasapan panas (hot smoking), yaitu suhu pengasapan yang menyebabkan produk
yang diolah masak. Sekarang telah dikembangkan teknologi pengasapan dengan menggunakan
asap cair (cuka kayu) yang menghasilkan produk dengan flavor yang lebih seragam dibandingkan
dalam perdagangan produk perikanan saat ini. Persaingan antarproduk di pasaran sangat
ditentukan oleh kedua hal tersebut. Tidak jarang, produk perikanan dapat menyebabkan keracunan
dan kematian terhadap konsumen atau ditolak negara pengimpor karena tidak memenuhi
persyaratan keamanannya. Mutu produk ditentukan oleh performance produk secara organoleptik,
kimiawi, fisik dan mikrobiologis. Cara yang paling mudah untuk penentuan mutu produk adalah
secara organoleptik, sedangkan untuk penentuan mutu secara kimiawi, mikrobiologis dan fisik
memerlukan peralatan dan waktu yang relatif lama untuk memperoleh hasilnya.
Salah satu daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara yang menjadi penghasil ikan asap adalah
Lalonggasumeeto pada tahun 1980an termasuk desa tertinggal, namun perkembangan usaha
pengasapan ikan membawa desa ini menjadi salah satu desa percontohan yang bisa mengangkat
Warga desa sebelumnya lebih banyak bekerja sebagai buruh tani, namun seiring
perkembangan usaha pengasapan ikan, beralih bekerja sebagai penambak ikan dan pengasap ikan.
Sedikitnya terdapat 7 tempat usaha baik perorangan di rumah sendiri maupun di rumah asap yang
telah dibangun modern, dengan tenaga kerja per rumah bisa mencapai 1 - 3 orang.
Ikan segar yang diolah menjadi ikan asap di datangkan dari daerah sekitar seperti Desa
Batu Gong,Watunggarandu dan Desa-desa atau Kecamatan lainnya. Jenis ikan yang bisa di asap
antara lain ikan manyung (N.Thalassinus), ikan pari (Aetobatus spp.), ikan tongkol (Euthynnus
allecterates), ikan lele (Clarias Batrachus) dan ikan bandeng (Chanos chanos). Rata-rata
pengasapan ikan oleh satu pengasap adalah sebanyak 50 kg sampai 60 kg per bulan. Pengadaan
bahan baku ini diperoleh melalui pedagang ikan segar yang datang ke desa.
Suatu unit usaha pengasapan ikan sangat tergantung kepada beberapa faktor, antara lain
adalah faktor sumber daya ikan (ikan mentah) sebagai bahan baku yang akan diolah menjadi ikan
asap, faktor bahan bakar yang digunakan dalam proses pengolahan pengasapan ikan, faktor tungku
yang dipakai sebagai alat untuk memanggang ikan mentah menjadi ikan asap, serta tenaga kerja
yang melakukan kegiatan pemanggangan tersebut. Semua itu merupakan faktor produksi yang
saling mendukung dalam usaha pengasapan ikan. Adanya keterbatasan tersedianya sumberdaya
perikanan yang dimiliki memerlukan adanya pengaturan yang dapat mengoptimalkan penggunaan
sumberdaya tersebut dan permasalahan yang dihadapi sebagai subyek pengambil keputusan dalam
usaha pemenuhan berbagai tujuan hidupnya. Sementara itu sumberdaya yang dimiliki serta
kemampuan untuk menganalisis faktor lingkungan yang kompleks sangat terbatas. Pemilihan
variabel variabel seperti ikan mentah, tungku, tempurung kelapa, tenaga kerja, dan modal adalah
faktor faktor produksi tersebut menjadi bagian utama dalam usaha pengasapan ikan dan tidak dapat
dipisahkan. Atas dasar kondisi tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu
untuk mengetahui
1. Bagi Akademisi.
mempengaruhi dan pendapatan industri kecil pada usaha pengasapan ikan di Desa
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti yang relefan dengan judul ini.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka ruang lingkup penelitian ini di
batasi pada faktor yang mempengaruhi pendapatan industi kecil usaha pengasapan ikan di Desa
TINJAUAN PUSTAKA
penggaraman, pengeringan, dan pengasapan. Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling
berperan adalah asap yang dihasilkan dari hasil pembakaran kayu (Sutoyo, 1987).
perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar
alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar
serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air
yang ada di permulaan tubuh kita, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan
Sutoyo (1987), berpendapat bahwa, ada dua cara pengasapan yaitu pengasapan panas dan
pengasapan dingin, semuanya tergantung jumlah panas yang digunakan. Selain itu,berkembang
pula cara pengasapan yang tergolong baru berupa pengasapan elektrik dan pengasapan liquit yang
dikenal dengan asap cair. Jenis ikan yang diasap bermacam-macam, diantaranya ikan tongkol, ikan
cakalang, ikan mujair dan ikanbandeng. Pada perang dunia II pengasapan ikan dimaksudkan
sebagai usaha pengawetan, maka pada masa itu pengasapan ikan Berkembang sebagai usaha
pengolahan sehingga rasa, aroma, warna dan tekstur menjadi tujuan utama. Berkembang pula cara
yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin (cold smoking), namun dewasa ini
seiring dengan perkembangan jaman pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan elektrik
serta pengasapan cair (liquid). Lebih jelas mengenai jenis - jenis pengasapan adalah sebagai
berikut :
Pengasapan Panas
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan
dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap. Pengasapan panas dengan
mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 70-100oC. Karena suhunya tinggi, waktu
pengasapan pun lebih pendek. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat
mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang
digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC,
Pengasapan Dingin
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan
dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran
kayu), dengan suhu sekitar 40 – 50 oC dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua
minggu. Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada
suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat
mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi
masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan masih
tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah kembali
Pengasapan Elektrik
Ikan asap dengan asap dari pembakaran gergaji (serbuk gergaji) yang dilewatkan medan
listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun mengalami tahap pengeringan untuk mempersiapkan
permukaan ikan menerima partikel asap, kemudian tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada
ruang pengasap dipasang kayu melintang dibagian atas dan dililiti kabel listrik. Ikan digantung
Pengasapan cair
Menurut Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan (2009) proses pengasapan secara langsung
yang umum dilakukan oleh perajin ikan asap memiliki kelemahan, di antaranya produksi asap
sulit dikendalikan dan pencemaran asap dapat mengganggu kesehatan pekerja dan lingkungan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan proses pengasapan yang aman dan bebas
pencemaran, tetapi tujuan proses pengasapan tetap tercapai. Salah satu alternatif ialah pengasapan
menggunakan asap cair, yaitu dispersi uap dalam cairan sebagai hasil kondensasi asap dari pirolisis
kayu. Menurut (Mubarokhah, 2008) asap cair atau liquid smoke merupakan kondensat alami
bersifat cair dari hasil pembakaran kayu yang mengalami aging dan filtrasi untuk memisahkan
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari
destilasi kering terhadap kayu. pada destilasi tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan
hasilnya diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam dapur secukupnya, kemudian ikan
direndam dalam larutan asap tersebut selama beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan
pada pengasapan liquid, adalah konsentrasi, suhu larutan asap, serta waktu perendaman, setelah
itu ikan dikeringkan ditempat teduh (Adawyah, 2007). Senyawaan hasil pirolisa itu dari asap cair
merupakan kelompok fenol, karbonit dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat
antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu mencegah pem-bentukan spora dan
pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta menghambat
kehidupan virus. Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan (Waluyo, 2002).
a) Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi yang lebih
tinggi.
Menurut Adawyah (2007), alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua buah drum yang
dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum
yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi
sebagai pendingin diisi dengan air untuk membantu proses pendinginan asap.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengasapan menurut Wibowo (1996), antara lain
Suhu Pengasapan
Pada awal pengasapan, ikan masih basah dan permukaan kulitnya diselimuti lapisan air.
Dalam keadaan ini asap akan mudah menempel pada lapisan air permukaan ikan. Agar
penempelan dan pelarutan asap dapat berjalan efektif, suhu pengasapan awal sebaiknya rendah.
Jika dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan tubuh ikan akan cepat menguap dan
daging ikan akan cepat matang. Kondisi ini akan menghambat proses penempelan asap sehingga
pembentukan warna dan aroma asap kurang baik. Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik,
suhu pengasapan dapat dinaikkan untuk membantu proses pengeringan dan pematangan ikan.
Kelembaban Udara
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah 60% - 70% dan
suhunya sekitar 29° C. Jika Rh yang lebih tinggi dan 79% proses pengeringan selama pengasapan
berjalan lambat karena panas dari hasil pembakaran masih belum mampu mengurangi
kelembaban. Sebaliknya jika Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat matang.
Jenis Kayu
Jenis kayu menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada akhirnya menentukan mutu
ikan asap. Untuk pengasapan dingin sebaiknya menggunakan serbuk gergaji dari jenis kayu keras
sedangkan untuk pengasapan panas menggunakan batang atau potongan kayu keras dari jenis kayu
jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin atau damar seperti kayu pinus kurang baik untuk
pengasapan karena menghasilkan rasa pahit pada ikan, sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.
Biasanya dengan penggaraman ikut menentukan mutu pengasapan. Faktor lain yang
berpengaruh adalah mutu ikan yang akan diasap, jumlah asap dan ketebalan asap. Mutu ikan akan
berpengaruh karena bila ikan yang diasap sudah mengalami kemunduran mutu maka produk yang
dihasilkan juga akan tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan jumlah asap dan ketebalan asap akan
berpengaruh pada cita rasa, bau, dan warna. Semakin tebal asap semakin baik pula produk yang
akan dihasilkan.
Menurut Moeljanto (1992), cara yang paling mudah untuk menilai mutu ikan asap adalah
dengan menilai mutu organoleptiknya. Mutu ikan asap bergantung pada tingkat
organoleptik bahan baku, sedangkan ikan yang bermutu adalah ikan yang memiliki nilai
organoleptik yang tinggi tanpa adanya perubahan tekstur pada ikan. Sehingga jika ikan itu
Menurut Wibowo (1996), ada lima parameter sensorik utama yang perlu dinilai dalam uji
organoleptik ikan, yaitu penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur. Di setiap daerah telah banyak
dijumpai unit – unit pengolahan pengasapan ikan, hal itu disebabkan oleh berhasilnya mereka
mengolah dan menghasilkan produk yang memiliki cita rasa yang enak dan berkualitas baik.
selain tekstur dagingnya yang menarik dan rasanya enak ikan juga mengandung protein yang
tinggi. Namun demikian ikan pula memiliki beberapa kekurangan, salah satunya yaitu ikan
mudah membusuk bila tidak ditangani dengan cepat setelah ditangkap. Maka dari itu hal-hal yang
berkaitan dengan usaha pengawetan khususnya pengasapan ikan sangat perlu dipaparkan lebih
dalam. (Sutoyo,1987).
Sutoyo (1987), menjelaskan cara dan peralatan yang digunakan dalam pengasapan ikan
Hanya jenis-jenis ikan tertentu saja yang bisa diawetkan dengan cara pengasapan diantaranya
golongan ikan tuna, dan ikan bandeng. Didaerah pesisir sering kita jumpai pengawetan ikan
dengan cara pengasapan. Ikan yang sering di konsumsi sebagai pengasapan adalah ikan tongkol
Dalam pengolahan hasil perikanan dengan cara pengasapan dibutuhkan bahan baku yang
berupa ikan tongkol yang segar dan berkualitas baik agar tidak merugikan konsumen. Dan dalam
pemilihan ikan tongkol yang segar tersebut diperlukan beberapa penanganan atau seleksi terlebih
dahulu. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang mulai membusuk dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tanda-Tanda Ikan Segar Dan Ikan Yang Mulai Membusuk
Organ
Ikan Segar Ikan Yang Mulai Busuk
Tubuh
Kenyal/padat, menandakan
bila daging ditekan dengan jari busuk, bila ditekan dengan jari
Daging
tidak tampak bekas lekukan, tampak bekas lekukan,mudah
daging melekat kuat pada lepas dari tulang, lembek dan isi
kenyal.
a. Sentra industri kecil merupakan suatu wilayah yang didalamnya terjadi pengelompokan industri-
industri kecil yang sejenis atau memilki kaitan erat diantara industri kecil tersebut, dimana wilayah
kerjanya tidak dibatasi oleh wilayah administrasi saja tetapi ditentukan oleh wilayah industri kecil
itu sendiri.
b. Non sentra industri kecil mempunyai pengertian bahwa letak-letak industri tersebar atau tidak
mengelompok.
c. Indutri kecil mempunyai suatu kegiatan industri baik, yang berbentuk kelompok atau tidak yang
berlokasi di desa sesuai dengan tipologi desanya dan biasanya yang dimiliki oleh petani atau
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (dalam Tambunan, 2003: 307)
mendefinisikan usaha kecil, termasuk usaha mikro sebagai suatu badan usaha milik warga negara
Indonesia, baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih, tidak
termasuk tanah dan bangunan sebanyak-banyaknya Rp 200 juta dan atau mempunyai NT (Nilai
Tambah) atau hasil penjualan rata-rata per tahun sebanyak Rp1 milyar dan usaha tersebut berdiri
sendiri.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
mendefinisikan usaha kecil sebagai kegiatan ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak
langsung
dari usaha menengah atau usaha besar serta memenuhi kriteria antara lain: kekayaan bersih tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan Rp 300 sampai
a. Kendala intern yang meliputi: kualitas sumber daya manusia pengusaha sendiri yang masih
lemah, dan biasanya mengandalkan tenaga kerja terampil serta kurangnya tenaga kerja terdidik,
kurangnya permodalan, lemahnya akses ke pangsa pasar yang lebih luas, lemah dalam penguasaan
teknologi, kurang baiknya sistem manajemen, organisasi, dan kurangnya kerjasama dengan
b. Kendala ekstern, yang meliputi: iklim usaha yang kurang kondusif dan kurangnya pembinaan
atau dukungan dari pemerintah secara terpadu, adanya eksapansi usaha atau perusahaan-
c. Selain itu kendala utama yang saat ini sedang dihadapai oleh pengusaha adalah ketersediaan
bahan baku, serta perlindungan hak-hak mereka dalam mendapatkan bahan baku, selain itu adanya
perbedaan yang cukup signifikan dari usaha hulu ke hilir yang terlihat mencolok.
Industri kecil merupakan usaha ekonomi yang tersebar luas di seluruh daerah, sebagian dilakukan
oleh golongan ekonomi lemah. Oleh karenanya, industri kecil penting peranannya dalam hal
pemerataan dari perluasaan penyerapan tenaga kerja, perluasan kesempatan berusaha, sampai
Sastrosoenarto (2006:237), menggolongkan jenis industri kecil berdasarkan kegiatan industri kecil
sebagai berikut:
Teori produksi adalah teori yang mempelajari berbagai macam input pada tingkat teknologi
tertentu yang menghasilkan sejumlah output tertentu (Sudarman dalam Sisno, 2002). Sasaran dari
teori produksi adalah untuk menentukan tingkat produksi yang optimal dengan sumber daya yang
ada.
Menurut Aziz N. (2003), teori produksi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu yang
pertama, teori produksi jangka pendek dimana apabila seseorang produsen menggunakan faktor
produksi maka ada yang bersifat variabel dan yang bersifat tetap. Kedua, teori produksi jangka
panjang apabila semua input yang digunakan adalah input variabel dan tidak terdapat input tetap,
sehingga dapat diasumsikan bahwa ada dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (TK) dan
modal (M).
Dalam ilmu ekonomi, terdapat tiga masalah pokok berupa mencari jawaban atas
pertanyaan 1). Apa (what) yang akan diproduksi dan berapa jumlahnya. 2). Bagaimana (how) cara
menghasilkan/memproduksi baran dan atau jasa tersebut. 3). Untuk siapa (for whom) barang dan
atau jasa tersebut dihasilkan/diproduksi. Perusahaan yang akan menghasilkan suatu produk
menghadapi keterbatasan sumber daya (faktor produksi), sehingga perusahaan memilih alternatif
terbaik yang akan digunakan untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Cara perusahaan
menghasilkan produk yang diinginkan tergambar dalam proses produksi. Setiap proses produksi
memiliki elemen utama sistem produksi yaitu input, proses dan output. Input merupakan
sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi, proses merupakan cara yang digunakan untuk
menghasilkan produk dan output merupakan produk yang ingin dihasilkan. Keterkaitan antara
Sedangkan produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang dan jasa yang
disebut input diubah menjadi barang-barang dan jasa lain yang disebut output. Banyak jenis
aktivitas yang terjadi dalam proses produksi, meliputi perubahan bentuk, tempat dan waktu
antara input dan output ini dapat diberi ciri dengan menggunakan suatu fungsi produksi. Fungsi
produksi adalah suatu hubungan matematis yang menggambarkan suatu cara dimana jumlah dari
hasil produksi tertentu tergantung pada jumlah input tertentu yang digunakan (Bishop &
Toussaint, 1986).
Sugiarto, dkk. (2002), menyebutkan bahwa produksi merupakan suatu kegiatan yang
mengubah input menjadi output. Kegiatan produksi tersebut di dalam ekonomi biasa dinyatakan
dalam fungsi produksi, dimana fungsi produksi ini menunjukkan jumlah maksimum output yang
dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Lebih lanjut
Gunawan, dkk. (1997), mengatakan bahwa produksi mencakup setiap pekerjaan yang menciptakan
atau menambah nilai dan guna suatu barang atau jasa. Agar produksi yang dijalankan dapat
menciptakan hasil, maka diperlukan beberapa faktor produksi (input). Dan untuk menghasilkan
output, maka faktor-faktor produksi yang merupakan input perlu diproses bersama-sama dalam
suatu proses produksi (metode produksi). Hubungan teknis antara input dan output digambarkan
Adapun Pindyck dan Rubinfeld (1995), berpendapat bahwa produksi adalah perubahan
dari dua atau lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output (produk). Dalam kaitannya
dengan pertanian, produksi merupakan esensi dari suatu perekonomian. Untuk berproduksi
diperlukan sejumlah input yaitu adanya kapital, tenaga kerja dan teknologi. Dengan demikian
terdapat hubungan antara produksi dengan input berupa output maksimal yang dihasilkan dengan
Faktor produksi atau input merupakan hal yang mutlak harus ada untuk menghasilkan
suatu produksi. Dalam proses produksi, seorang pengusaha dituntut mampu menganalisa teknologi
tertentu yang dapat digunakan dan bagaimana mengkombinasikan beberapa faktor produksi
sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh hasil produksi yang optimal dan efisien.
Untuk mempermudah dalam melakukan analisis, Faried (1991), semua faktor produksi
dianggap tetap kecuali tenaga kerja, sehingga pengaruh faktor produksi terhadap kuantias produksi
dapat diketahui secara jelas. Artinya, kuantitas produksi dipengaruhi banyaknya tenaga kerja yang
digunakan dalam proses produksi. Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang dianggap
konstan, dan banyaknya faktor produksi ini tidak dipengaruhi oleh banyaknya hasil produksi.
Sedangkan faktor produksi variabel adalah faktor produksi yang dapat berubah kuantitasnya
selama proses produksi atau banyaknya faktor produksi yang dipergunakan tergantung pada hasil
produksi. Dalam proses produksi akan terdapat faktor produksi yang bersifat variabel maupun
tetap apabila periode produksinya merupakan jangka pendek. Sedangkan untuk proses produksi
Menurut Suryawati (2004), faktor-faktor produksi (input) diperlukan oleh perusahaan atau
produsen untuk melakukan proses produksi. Input dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yakni :
1. Input Tetap, yaitu input yang tidak dapat diubah jumlahnya dalam jangka panjang, misalnya
gedung, lahan.
2. Input Variabel, yaitu input yang dapat diubah-ubah jumlahnya dalam jangka pendek,
Untuk mencapai tingkat output tertentu, dalam jangka pendek hanya bias dilakukan
pengkombinasian input tetap dengan mengubah-ubah jumlah input variabel. Sedangkan dalam
jangka panjang, pengusaha atau produsen dimungkinkan untuk mengubah jumlah input tetap
sehingga dapat dikatakan dalam jangka panjang semua input adalah merupakan input variabel.
Dalam usaha pengasapan ikan, terdapat beberapa faktor produksi (input) yang mempengaruhi
Ikan Mentah
Ikan mentah merupakan faktor produksi yang utama dalam melakukan usaha pengasapan
ikan. Ikan mentah sebagai bahan baku pembuatan ikan asap ada beberapa macam, antara lain ikan
Pari (P) dan ikan Manyung. Kedua jenis ikan tersebut paling lazim dibuat ikan asap. Ukuran untuk
bahan baku ikan mentah yang dipakai dalam penelitian ini adalah kilogram (kg), bukan
berdasarkan jumlah banyaknya ekor ikan ataupun besar kecilnya masing-masing ekor ikan, karena
ikan mentah yang akan diasap dibuat potongan-potongan yang jumlahnya berbeda untuk setiap
Tungku
Tungku merupakan alat yang digunakan sebagai sarana pemanggangan dalam proses
pengasapan ikan mentah menjadi ikan asap. Dalam penelitian ini yang menjadi ukuran adalah
banyaknya tungku yang dimiliki oleh pengusaha indusri pengasapan ikan yang dihitung dengan
jumlah biji/buah.
Tempurung Kelapa
Dalam proses produksi pengasapan ikan memerlukan bahan bakar yang menghasilkan asap
yang banyak. Tempurung kelapa merupakan bahan bakar yang dapat digunakan dalam proses
pengasapan ikan, karena asap dari bara arang tempurung kelapa mempunyai suhu yang lebih tinggi
dari arang kayu. Sedangkan bara api tidak dapat digunakan untuk pengasapan ikan karena ikan
asap yang dihasilkan kualitasnya tidak akan baik (gosong dan rasanya pahit). Adapun ukuran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah karung. Setiap pengusaha pengasapan ikan menggunakan
Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang perlu diperhitungkan dalam proses produksi
dalam jumlah yang cukup. Dalam penelitian ini ukuran yang dipakai untuk tenaga kerja adalah
jam kerja. Jam kerja ditentukan dari jumlah orang yang bekerja dalam 1 (satu) hari dikalikan
produksi sampai menghasilkan produk berupa ikan asap yang siap jual.
Produksi
Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Untuk usaha pengasapan
ikan produk yang dihasilkan adalah berupa ikan asap yang siap jual dan siap untuk dimasak.
Ukuran produksi dari usaha pengasapan ikan adalah kg. Setiap pengusaha industri pengasapan
ikan menjual produknya berdasarkan jumlah kg ikan asap yang diproduksi. Kemudian harga ikan
asap yang dihasilkan oleh masing-masing pengusaha berbeda untuk setiap kgnya, tergantung
kualitas produk ikan asap yang dihasilkan, sehingga pendapatan masing-masing pengusaha juga
berlainan.
Ditinjau dari segi rumah tangga perusahaan, maka pendapatan pada prinsipnya mempunyai
sipat menambah atau menaikkan nilai kekayaan pemilik perusahaan, baik dalam bentuk
penerimaan maupun tagihan atau pendapatan adalah semua barang, jasa dan uang yang diperoleh
atau diterima oleh seseorang atau masyarakat dalam suatu periode tertentu dan biasanya diukur
dalam satu tahun yang diwujudkan dalam skop nasional (nasional income) dan ada kalanya dalam
skop individual yang disebut pendapatan perkapita (personal income). Untuk memperjelas
pendapatan masyarakat adalah nilai seluruh barang-barang dan jasa-jasa yang oleh suatu
masyarakat dalam waktu satu tahun. Dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan
masyarakat adalah sejumlah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat atau
daerah dalam satu periode tertentu. Jadi pada prinsipnya, pendapatan seorang masyarakat dalam
pendapat regional, karena masyarakat tersebut merupakan pemilik faktor produksi yang digunakan
berupa uang atau materi lainnya yang diperoleh dari pemanfaatan modal atau kekayaan.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan seseorang adalah jumlah
penggunaan kekayaan atau jasa-jasa yang dimiliki baik dalam bentuk uang maupun yang
berbentuk materi lainnya. Komaruddin (1996:72) mengemukakan bahwa pendapatan adalah uang
atau materi atau tabungan yang kesemunya timbul dari penggunaan faktor-faktor produksi.
Pendapatan pada hakekatnya merupakan balas jasa dari jasa-jasa yang dikorbankan termasuk di
dalamnya upah, sewa tanah, bunga modal, deviden, honorarium, laba dan pensiun. Selanjutnya
Boediono (2000:198) pendapat atau income seorang warga adalah hasil penjualan dari faktor-
faktor produksi yang dimiliki kepada sektor produksi. Dalam arti sederhana pendapatan dapat pula
diartikan sebagai total penerimaan produksi setelah dikurangi dengan semua biaya (pengeluaran).
penerapan pendapatan dalam masyarakat merupakan suatu masalah yang saling berhubungan,
peningkatan taraf hidup berarti memenuhi kebutuhan konsumsi nyata, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Dia juga menjelaskan bahwa tingkat taraf hidup diartikan sebagai tingkat
kesejahteraan. Sedangkan kesejahteraan itu sendiri dapat diartikan sebagai kemakmuran yang juga
berarti cukup atau tidak kekurangan. Berdasarkan pengertian di atas maka pendapatan adalah hasil
penggunaan/penjualan faktor-faktor produksi atau aset yang dimiliki atau dengan kata lain
pendapatan diartikan sebagai hasil kerja seseorang, baik dalam bentuk penggunaan kekayaan
suatu usaha yang dikelola. Menurut Patong dalam Gafar (1992:9) mengemukakan bahwa besarnya
pendapatan tunai dari suatu usaha dapat menggambarkan kemajuan ekonomi usaha dalam
spesialisasi dan pembagian kerja. Untuk mengetahui suatu usaha apakah berhasil atau tidak maka
dapat dilihat dari pendapatan yang diperoleh selama masa produksi berlangsung.
Untuk mempertahankan hidup seorang maka dia harus memiliki sejumlah pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs). Hal ini selaras dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Bertha dalam Ridwan A. (2000:13) bahwa untuk mempertahankan hidupnya,
manusia harus memenuhi kebutuhan pokoknya (primer needs) seperti makan, pakaian,
perumahan, kesehatan dan lain-lain, yang semuanya diambil dari lingkungan sekitarnya. Bahan
baku mana yang kemudian diolah melalui kemampuan penguasaan manusia, dengan maksud untuk
meningkatkan nilai dari bahan baku tadi dan kemudian untuk segera dimanfaatkan bagi
perolehan yang berasal dari balas jasa yang diterima setelah mereka melakukan pekerjaannya,
apakah dia sebagai tukang kayu, petani, pedagang, buruh/pegawai dan lain-lain.
Seseorang mau bekerja apa saja guna selama dia masih mampu untuk melakukan pekerjaan
itu demi untuk memperoleh pendapatan, karena pendapatan seseorang ditentukan oleh besar
kecilnya skala usaha yang mereka lakukan. Hal ini juga berlaku pada masyarakat yang bekerja,
maka dikatakan besar kecilnya pendapatan yang diperoleh seseorang ditentukan oleh waktu kerja
dan kekuatan fisik mereka (Kartasapoetra dalam I Ketut Suena 2003). Dengan demikian semakin
banyak waktu yang mereka manfaatkan dan didukung dengan kesehatan fisik yang cukup
memadai maka pendapatan yang diperoleh juga akan semakin tinggi sehingga tingkat kemampuan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan pengertian pendapatan adalah hasil
penjualan atau penggunaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya, atau dengan kata lain
pendapatan pekerja adalah sebagai hasil kerja baik dalam bentuk penggunaan maupun jasa-jasanya
yang dinilai dengan uang. Tingkat pendapatan pekerja mempunyai hubungan yang erat dengan
tingkat kesejahteraan, dimana para pekerja yang tinggi pendapatannya tentu akan memiliki tingkat
1) Jumlah faktor produksi yang dimiliki dan disumbangkan dalam proses produksi, semakin
banyak faktor produksi yang digunakan maka semakin besar pula pendapatan yang akan diterima.
2) Harga pokok produksi, hal ini turut pula menentukan besar kecilnya pendapatan yang
diterima pemilik faktor produksi, semakin tinggi harga faktor produksi maka akan semakin tinggi
3) Efisiensi kerja, juga turut mempengaruhi pendapatan, karena efisiensi kerja merupakan
jumlah pekerjaan yang berhasil diselenggarakan oleh seorang pekerja. Umumnya dapat dikatakan
semakin tinggi efisiensi kerja akan semakin tinggi pula tingkat pendapatannya.
peningkatan pendapatan yaitu kondisi sumberdaya alam, kondisi sumberdaya manusia dan kondisi
kelembagaan atau usaha. Selanjutnya Muksidar (2005:13) mengemukakan bahwa ada empat faktor
yang mempengaruhi pendapatan yaitu modal, tenaga kerja, peralatan kerja dan skill. Dalam arti
sederhana pendapatan dapat pula diartikan sebagai total penerimaan setelah dikurangi dengan
semua biaya (pengeluaran). Balas jasa yang diterima oleh pemilik faktor produksi yang dihitung
dalam jangka waktu tertentu, bentuk dan jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama yaitu
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberi kepuasan, disamping itu pendapatan
berfungsi pula untuk mencukupi kegiatan lain dan memenuhi kewajiban-kewajiban. Pendapatan
tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti hasil penjualan jasa, hasil penjualan barang
Dalam pengembangan usahatani secara umum tidak terlepas dari persoalan biaya, sehingga
seorang petani bila ingin memperoleh keuntungan yang sesuai maka diperlukan perencanaan yang
matang dalam pengambilan keputusan untuk memilih jenis usahatani yang cocok dan sesuai
dengan kondisi lahan. Biaya produksi dapat didefinisikan sebagai pengeluaran yang dilakukan
oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan
2006). Pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Sumarsono (2007:20) bahwa biaya
produksi perusahaan dapat diartikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk
memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang
diproduksi perusahan. Menurut Soekartawi (1995:76) biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu biaya tetap (sewa tanah, pembelian alat-alat pertanian) dan biaya yang tidak tetap (biaya
pembelian pupuk, obat-obatan, upah tenaga kerja). Sedangkan Tuwo (1989:21) mengemukakan
bahwa biaya (cost) merupakan keseluruhan nilai masukan (input) yang dilakukan dalam proses
adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi
dan bahan-bahan penunjang lainnya yang akan digunakan agar produk-produk tertentu yang telah
direncanakan dapat terwujud dengan baik. Biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output
tertentu merupakan nilai yang harus dikorbankan dari alternatif penggunaan dalam proses
produksi. Biaya produksi akan selalu muncul dalam setiap kegiatan ekonomi dimana usahanya
berkaitan dengan produksi, kemunculan itu sangat berkaitan dengan diperlukannya faktor-faktor
(1995:11) mengemukakan bahwa biaya adalah pengorbanan nilai yang memberikan sumbangan
yang berfaedah untuk memproduksi barang dan jasa yang tidak dapat dihindarkan dan diduga
sebelumnya, pengorbanan yang dimana kalau dihubungkan dengan proses produksi dapat
dijelaskan bahwa pengorbanan itu merupakan biaya yang dikorbankan untuk memproduksi
barang-barang ekonomis yang nantinya akan diperhitungkan sebagai bahan dari harga
pokok. Menurut Mulyadi (1990:7) menyatakan bahwa biaya dilihat dari sudut akutansi, biaya
berkenaan dengan seluruh pengeluaran, biaya, depresiasi dan berbagai catatan biaya secara
pembukuan, sedangkan dari sudut ekonomi biaya berkenaan dengan besarnya balas jasa yang
setara dengan penggunaannya. Pengertian lain tentang biaya yang dikemukakan oleh Mulyadi
(1990:7) yaitu mencakup biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit yaitu pengeluaran
aktual yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli atau menyewa yang dipergunakan dalam
proses produksi, sedangkan biaya implisit yaitu nilai input yang dimiliki dan digunakan oleh
pemerintah. Beban dihitung berdasarkan jumlah penggunaan aktiva dari pertambahan kewajiban,
yang berkaitan dengan produksi dan pengiriman barang serta memberikan biaya-biaya yang telah
habis dipakai. Berdasarkan dari sifat biaya dalam hubungannya dengan jumlah produksi maka
1. Biaya Tetap (fixed cost) yaitu biaya yang harus dikeluarkan dengan jumlah yang tetap
berapaun jumlah output yang dihasilkan. Biaya ini tidak tidak berpengaruh oleh besar kecilnya
produksi.
2. Biaya Variabel (variable cost) yaitu biaya yang dikeluarkan berubah-ubah menurut tinggi
rendahnya output yang dihasilkan. Biaya ini sangat tergantung pada besarnya output yang
dihasilkan.
Dalam sebuah penelitian, tidak terlepas dari penelitian terdahulu yang relevan sebagai
bahan acuan bagi peneliti selanjutnya. Oleh karena itu, berikut penulis paparkan penelian terdahulu
yang dijadikan sebagai acuan utama dan pembanding yaitu penelitian yang dilakukan oleh :
Perikanan atau Pengasapan Ikan di Jawa Tengah. Hasil analisis cobb douglass menunjukkan
bahwa estimasi model fungsi produksi yaitu : LnProd = 4,040 + 0,045LnPpk + 0,319lnBnh +
persentase dari variabel independen mempengaruhi variabel dependen sebesar 72%. Dan hipotesis
yang menyatakan bahwa variabel pupuk, benih, luas lahan, dan produktivitas rtp berpengaruh
Terhadap Produksi Industri Pengasapan Ikan Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor produksi yang mempengaruhi industri pengasapan ikan di Kota Semarang adalah
ikan mentah dan tempurung kelapa yang secara statistik signifikan pada alpha 5%, dan tenaga
kerja pada alpha 10%. Jadi, produksi industri pengasapan ikan sangat ditentukan oleh bahan baku
ikan mentah, bakan bakar tempurung kelapa dan tenaga kerja yang digunakan dalam proses
pengasapan. Sedangkan faktor produksi yang lain, yaitu tungku tidak mempengaruhi produksi
industri pengasapan ikan. Untuk mengetahui return to scale dari industri pengasapan ikan apakah
menaik, tetap atau menurun digunakan elastisitas dari b1, b2, b3 and b4. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa return to scale menaik karena (0,991 + 0,004 + 0,002 + 0,017) > 1.
Berdasarkan landasan teori dan kajian terhadap penelitian terdahulu, maka disusun suatu kerangka
pemikiran teori mengenai penelitian yang akan dilakukan. Kerangka pemikiran teori tersebut
METODE PENELITIAN
Kabupaten Konawe dengan melihat factor yang mempengaruhi pendapatan industri kecil usaha
Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan, terhitung sejak proposal ini
diseminarkan.
Rancangan penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan jenis
data, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah data penelitian yang di peroleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (di peroleh dan di catat oleh pihak lain)
berupa bukti, catatan, dan laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang di publikasikan
dan yang tidak di publikasikan sedangkan Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung
dari responden.
Data yang dibutuhkan untuk memberikan informasi dalam penelitian ini adalah Data
sekunder yang diperoleh berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi pendapatan industri
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu 7 usaha yang bekerja sebagai Usaha Pengasapan Ikan
3.4.2 Sampel
Model teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sensus, yaitu dengan
Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe yaitu sebanyak 7 usaha. Hal ini di dasarkan atas
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Observasi yaitu dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada Usaha Pengasapan Ikan
c. Kuisioner yaitu daftar pertanyaan tertulis yang dilakukan dengan cara membagikan angket
atau daftar pertanyaan pada responden atau Usaha Pengasapan Ikan Di Desa Puuwonua
d. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan alat dokumentasi maupun
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang
terdiri dariproduksi dan pendapatan pada Usaha Pengasapan Ikan Di Desa Puuwonua Kecamatan
Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe untuk mengetahui seberapa besar produksi dan pendapatan
yang diterima :
Keterangan :
1. Pengasapan Ikan adalah pengolahan ikan dengan cara menghubungkan aktifitas penggaraman,
2. Industri kecil yang di maksud Industri kecil merupakan usaha ekonomi yang tersebar luas di
3. Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil penjualan dari ikan yang diolah
menjadi ikan asap atau penerimaan hasil penjualan dikuranggi dengan biaya-biaya dalam proses
Adawyah, Rabiatun. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Aziz N., 2003, Pengantar Mikro Ekonomi, Aplikasi dan Manajemen, Banyumedia Publising, Malang.
Bambang dan Kartasapoetra. 1992. Kalkulasi dan Pengendalian Biaya Produksi. Eka Cipta : Jakarta.
Bishop, CE, dan Toussaint, WD, 1986, Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian, diterjemahkan oleh Team
Budiono, 2000, Mikro Ekonomi : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, No.1, Edisi Kedua, Cetakan
Pertanian.
Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2005. “Statistik Produksi Ikan Olahan Indonesia, 2004”.
Gunawan Sumodiningrat, Dr., M.Ec., 1997, Ekonometrika Pengantar, Edisi Pertama, Cetakan Kelima,
BPFE, Yogyakarta.
Haruwati, E.S. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional Prospek dan Peluang Pengembangan. Jurnal
Kartasapoetra dalam I Ketut Suena, 2003. Ekonomi Regional. Jakarta: Balai Pustaka.
Komaruddin. 1996. Ensiklopedia Manajemen. Jakarta: Balai Pustaka.
Lincolin Arsyad dan Adiningsih S., 2003, Ekonomi Pembangunan, Edisi Ketiga, STIE YKPN, Yogyakarta.
Mc. Eachern, William A., 2001, Ekonomi Makro, Pendekatan Kontemporer, diterjemahkan oleh Sigit
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Muksidar, 2005. Evaluasi Pendapatan Nelayan Pemanfaat Program PEMP Di Desa Taipa Kecamatan Sawa
Mulyadi, 1990. Ekonomi sumberdaya manusia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Murniyati, A. S Dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan Dan Pengawetan Ikan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Patong dalam Gafar, 1992:9. Prosedur Penelitian : Suatu Pendapatan Praktek, Rineka Cipta : Jakarta
Pindyck, Roberts dan Daniel L. Rubinfield, 1995, Microeconomics, Prentice Hall International, Inc.
Sadono Sukirno, 2003, Pengantar Teori Mikroekonomi, Edisi Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sikorski, Z., N. Haard, T. Motohiro, and B.S. Pan. 1998. “Quality In Fish Smoking and Drying, Production
Sisno, 2002, Efisiensi Usaha Tani Tembakau Berdasarkan Perbedaan Luas Lahan Garapan, Tesis,
Soekartawi, 1990, Teori Ekonomi Produksi, Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglass,
, dkk., 1995. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil. Jakarta
: UI Press.
Soeratno, dkk., 2000, Ekonomi Mikro Pengantar, STIE YKPN, Yogyakarta.
Sugiarto dkk., 2002, Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sukirno, S. 2006. Mikro ekonomi Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan. 2009. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Sutoyo, M. D. 1987. Pedoman Mengasap Ikan Cara Sederhana dan Modern. CV. Titik Terang. Jakarta
Tuwo, A. 1989. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut - Suatu Pendekatan Ekologi, Sosial-Ekonomi,
Waluyo, 2002. Studi Kelayakan Dan Efisiensi Usaha Pengasapan Ikan Dengan Asap Cair Limbah Pertanian.