Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN

Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai


pada anak. Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju
maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan
pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan, terutama polusi baik indoor
maupun outdoor. Serangan asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan
mengancam kehidupan. Berbagai faktor menjadi pencetus timbulnya serangan
asma, antara lain adalah olahraga, alergen, infeksi, perubahan suhu yang mendadak,
atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, debu polusi, dan lain-
lain. Selain itu, berbagai faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prevalensi
asma suatu tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosioekonomi, dan faktor
lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi prevalensi asma, derajat
penyakit asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan, dan kematian
akibat penyakit asma.

Berdasarkan laporan kasus yang diperoleh, pasien bernama An. Rehan yang
berumur 12 tahun ini datang ke RSUD Pakuan Bogor dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 hari yang lalu. Keluhan pasien disertai batuk dan muntah sebanyak 5 kali
berupa makanan yang dimakan. Batuk yang dialami disertai dahak dan sesak nafas
yang terjadi pada pasien sampai bibir berwarna kebiruan, disertai suara mengi, dan
tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Batuk dan sesak dirasakan terutama bila
udara dingin atau bila pasien kelelahan karena terlalu aktif atau banyak beraktivitas.
Sesak dan batuk yang dirasakan oleh pasien semakin memberat pada saat malam
hari terutama saat udara dingin, serta berkurang setelah diberikan obat sirup batuk
pilek.

Sebelumnya pasien juga sering mengalami sesak nafas terutama pada


malam hari pada usia 10 tahun. Pasien sempat dirawat di rumah sakit, dikatakan
menderita radang paru, kemudian sembuh. Sekitar 3 bulan setelah keluar dari rumah
sakit, keluhan batuk dan sesak kembali timbul, namun pasien hanya dibawa berobat
ke bidan dan mendapat obat sirup batuk pilek, kemudian pasien kembali sembuh.
Pada 5 bulan lalu, keluhan batuk dan sesak nafas kembali timbul, pasien hanya
diberi obat sirup batuk pilek dan sembuh. Namun saat ini keluhan sesak nafas dan
batuk pasien kembali timbul lebih sering dari pada sebelumnya dan juga sesak nafas
yang dialami pasien disertai dengan bibir kebiruan, sehingga pada akhirnya pasien
dibawa ke rumah sakit.
Pasien memiliki riwayat alergi dingin dan terdapat riwayat asma, alergi
debu dan dingin pada keluarga pasien, yaitu pada ibu dan nenek pasien. Namun
pasien tidak memiliki riwayat perokok pada keluarganya.
Berdasarkan laporan kasus tersebut, terdapat beberapa faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya asma pada pasien ini. Dilihat dari gender, pasien laki-laki
memiliki risiko asma lebih tinggi dibandingkan perempuan. Dilihat dari faktor usia
pertama kali serangan, pasien mendapatkan serangan pertama pada usia 10 tahun
dan serangan saat ini pada usia 12 tahun. Pada waktu serangan, sesak dan batuk
dirasakan memberat pada malam hari terutama saat udara dingin. Berdasarkan
riwayat atopi, pasien memiliki riwayat alergi terhadap suhu dingin. Pada riwayat
keluarga didapatkan adanya riwayat asma dan atopi pada ibu dan nenek pasien dari
pihak ibu.

Berdasarkan teori, didapatkan serangan berulang (episodik), timbul dan


memberat pada malam hari (nokturnal), terdapat pencetus berupa udara dingin, dan
adanya riwayat asma serta atopi pada ibu dan nenek pasien. Pada pemeriksaan fisik
pasien asma sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan
bentuk anatomi thoraks. Pada inspeksi dapat ditemukan napas cepat, kesulitan
bernapas, menggunakan otot napas tambahan di dada (retraksi subcostal). Pada
auskultasi (suara di dalam tubuh pasien) dapat ditemukan mengi (wheezing), dan
ekspirasi memanjang. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa diagnosis
dari laporan kasus yang diperoleh adalah asma bronkial.

Dari diagnosis tersebut, akhirnya pasien diberi resep obat oleh dokter. Resep
obat tersebut terdiri dari 3 jenis obat yaitu Ventolin Nebules 2,5 mg, Bisolvon Sol
dan Ecosol NaCl 0,9 %. Penggunaan obat tersebut diberikan dengan bantuan alat
nebulizer, hal ini dikarenakan kondisi pasien akhir-akhir ini pada keluhan sesak
nafasnya semakin sering kambuh atau timbul, selain mempermudah pasien dalam
pengobatan, pemberian obat dengan bantuan alat nebulizer juga meringankan biaya
dibandingkan harus bolak-balik ke rumah sakit.

Ventolin merupakan obat yang digunakan untuk meringankan gejala-gejala


asma dengan cepat pada saat serangan asma berlangsung dan mampu mengobati
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Ventolin mengandung zat aktif
Salbutamol yaitu obat golongan bronkodilator (agonis selektif beta-2 adrenergik)
yang bekerja dengan cara melemaskan otot-otot di sekitar saluran pernafasan yang
menyempit sehingga oksigen dapat mengalir lebih lancar menuju paru-paru.

Bisolvon Solution mengandung Bromhexine HCl. Obat ini digolongkan


sebagai agen mukolitik, yaitu obat yang berfungsi mengencerkan dahak, dan
membantu pengeluaran dahak pada penderita batuk berdahak. Obat ini juga
digunakan untuk mengobati radang pada bronkus akut maupun kronis, seperti
emfisema, bronkitis dan bronkitis asmatik. Obat ini dapat digunakan untuk oral
maupun digunakan sebagai cairan untuk nebulizer.

NaCl merupakan sebuah zat yang digunakan untuk nebulizer sebagai obat
yang memiliki fungsi atau kegunaan untuk mengencerkan dahak. Biasanya dosis
NaCl untuk nebulizer diberikan kepada pasien yang menderita penyakit asma berat,
setelah pasien tersebut melakukan terapi inhalasi dengan menggunakan
bronkodilator dapat dilanjutkan dengan cairan NaCl sebanyak 0,9% dengan
menggunakan nebulizer selama 20-30 menit sebanyak 3-4 kali sehari. Biasanya
NaCl dapat dijadikan sebagai campuran atau tambahan obat ventolin nebulizer.

Dengan mengunakan cara nebulizer, dapat sangat membantu pasien dalam


mencegah dan mengatasi serangan asma. Dengan menggunakan cara ini tentunya
menggunakan obat nebulizer yang memiliki fungsi atau kegunaan yang berbeda-
beda setiap obatnya. Nebulizer adalah alat yang mengubah obat cair menjadi uap.
Saat pasien bernapas lewat masker, uap obat akan masuk ke dalam paru-paru untuk
memperbaiki pernapasan. Nebulizer umum digunakan sebagai pengobatan asma
kronis, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Selain untuk pengobatan
asma, alat ini juga dapat digunakan untuk penderita penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK), infeksi paru, dan reaksi alergi berat.

Nebulizer terdiri dari kompresor udara, wadah kecil untuk obat cair, dan
tabung yang menghubungkan kompresor udara ke wadah obat. Di atas wadah obat
terdapat corong atau masker yang akan digunakan untuk menghirup kabut.
Biasanya, alat ini terdiri dari dua versi yaitu yang menggunakan listrik dan
menggunakan baterai.

Cara menggunakan nebulizer yang tepat akan memungkinkan obat bekerja


efektif mengobati asma untuk pasien. Langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu
dengan mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir untuk mencegah
kuman ikut masuk ke paru-paru melalui nebulizer. Lalu disiapkan obat yang akan
digunakan yaitu Ventolin Nebules 2,5 mg sebanyak 1 ampul dan Bisolvon Solution
sebanyak 2 mL. Jika obat sudah dicampur, tuang langsung ke dalam wadah obat
nebulizer. Jika belum, masukkan satu per satu dengan menggunakan pipet atau alat
suntik. Tambahkan Ecosol NaCl 0,9 % sebanyak 10 tetes berdasarkan resep dokter.
Kemudian hubungkan wadah obat ke mesin dan juga masker ke bagian atas wadah.
Letakkan masker hingga menutupi hidung dan mulut. Selanjutnya hidupkan mesin
kemudian tarik napas dengan hidung dan keluarkan perlahan melalui mulut Pasien
bisa mengakhirinya saat tidak ada lagi uap yang keluar, hal ini menandakan obat
sudah habis.
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah pemberian β2-agonis kerja cepat
dengan penambahan larutan NaCl 0,9% secara nebulisasi yang diberikan sebanyak
1 kali. Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis, yaitu untuk
menentukan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu
dapat dilakukan dengan cepat dan jelas. Setelah dilakukan nebulisasi dan pemberian
obat, keluhan sesak pada pasien semakin berkurang dan keadaan pasien berangsur
baik, sehingga satu hari setelah diberikan resep obat pasien semakin dirawat pasien
dapat dipulangkan.

Menurut alur tatalaksana serangan asma pada anak, pada tatalaksana awal
seharusnya dilakukan nebulisasi β2-agonis 1-2x selang 20 menit dan nebulisasi ke
dua ditambah dengan antikolinergik. Pada pasien ini setelah dilakukan nebulisasi
pertama, keluhan sesak mulai berkurang, kemudian dilakukan observasi selama 20
menit, dan keluhan mengi berangsur hilang. Sehingga pemberian nebulisasi ke dua
tidak diberikan. Pemberian antibiotik dan antiemetik pada pasien ini kurang tepat.
Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda infeksi baik dari gejala maupun tanda
klinis. Keluhan muntah pada pasien terjadi karena adanya batuk. Pada anak dengan
gejala batuk, dalam paru-paru akan memproduksi lendir berlebih. Lendir kemudian
akan masuk ke dalam saluran cerna dan dikeluarkan melalui muntah. Karena
penjelasan di atas, maka penggunaan antiemetik pada kasus kurang tepat. Untuk
keluhan batuk sebaiknya diberikan terapi mukolitik untuk pengeluaran lendir, yaitu
ambroxol dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.

Prognosis pada penderita ini baik, didukung oleh kepustakaan yang


mengatakan bahwa jika setelah nebulisasi 1 kali respon baik dan setelah diobservasi
selama 1-2 jam perbaikan klinis stabil maka pasien boleh dipulangkan. Tetapi jika
gejala timbul lagi, klinis tetap belum membaik atau memburuk pasien tetap
diobservasi dan dirawat. Pada pasien ini terdapat perbaikan klinis dan setelah
diobservasi secara klinis keadaan pasien stabil. Namun perlu diperhatikan
pencegahan terhadap faktor pencetus berupa alergi dingin dan membatasi aktivitas
berlebihan agar keluhan tidak timbul kembali.

Simpulan
Pasien anak laki-laki berusia 3 tahun didiagnosis asma bronkial derajat
ringan episodik jarang. Tatalaksana medikamentosa pada pasien ini kurang tepat.
Menurut alur tatalaksana serangan asma pada anak, pada tatalaksana awal
seharusnya dilakukan nebulisasi β2-agonis 1-2x selang 20 menit dan nebulisasi ke
dua ditambah dengan antikolinergik. Tatalaksana nebulisasi pemberian β2-agonis
kerja cepat dengan penambahan larutan NaCl 0,9% sudah tepat. Namun untuk
pemberian ampicillin 400 mg/8 jam dan ranitidin injeksi 6,25 mg/12 jam tidak tepat.
Pada kasus ini sebaiknya diberikan ambroxol dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis. Sedangkan untuk tatalaksana non medikamentosa berupa
edukasi terhadap pencegahan faktor pencetus berupa alergi terhadap udara dingin
dan membatasi aktivitas berlebihan sudah tepat.

Anda mungkin juga menyukai