Anda di halaman 1dari 40

ANALISIS VEGETASI DENGAN METODE GARIS, METODE TITIK,

DAN METODE KUADRAT

Laporan Praktikum
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi
Dibimbing oleh Drs. Agus Dharmawan, M.Si dan Farid Akhsani, S.Si., M.Si

Oleh :

Kelompok 5 Offering C 2018

Adera Suri Wardani (180341617544)


Gracia Filia Mulyono (180341617560)
Hendrawan (180341600135)
Naily Adniya Rochmy (180341617575)
Rahma Nur Aini Berlian (180341617547)
Siti Widyawati (180341617501)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PRODI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI

Februari 2020
A. Topik : Analisis veggetasi dengan metode garis, metode titik, dan metode
kuadrat
B. Tujuan :

1. Untuk Mengetahui frekuensi, kerapatan, dan dominansi suatu tipe vegetasi


yang diamati di sekitar lingkungan FMIPA UM melalui metode garis

2. Mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) setiap jenis tumbuhan pada suatu
vegetasi melalui metode gais

3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap dominansitumbuhan.

4. Mahasiswa dapat menggunakan variabel dominansi dan frekuensi yang


diaplikasikan pada metode titik.

5. Mahasiswa dapat memberi nama suatu vegetasi berdasarkan Indeks Nilai


Pentingnya (INP) pada metode titik.

6. Mahasiswa dapat memahami analisis vegetasi dengan metode tanpa plot

7. menjelaskan cara menetukan analisis vegetasi pada metode kuadran.

8. mengetahui nilai frekuensi, dominansi dan kerapatan suatu spesies metode


kuadarn.

9. Menjelaskan cara menentukan analisis vegetasi metode kuadran.

C. Dasar Teori

Ekosistem alam merupakan sesuatu yang memilki keterkaitan habitat alami


tempat berlindungnya seluruh makhluk hidu (manusia, tumbuhan, dan hewan).
Makhluk hidup tersebut tersebar dalam suatu komunitas tertentu, dimana mereka
saling berinteraksi satu dengan lainnya. Ekosistem memiliki manfaat yang besar
untuk pemenuhan kebutuhan manusia, pemanfaatan sumber daya alam di ekosistem
tersebut tentu-nya akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan terhadap
ekosistem, sehingga pada akhirnya akan mengubah komunitasnya. Keadaan ini
dapat mengganggu sistem dan keseimbangan struktur fungsional. Oleh karena itu,
kesatuan dan keseimbangan struktur fungsional ini harus dipertahankan dalam
setiap pemanfaatan dan pengelolaan suatu ekosistem (Maridi, 2015). Vegetasi
adalah kumpulan dari berbagai jenis tumbuhan dalam skala kecil yang hidup dan
tumbuh bersama-sama pada suatu tempat dimana antara individu penyusunnya
terdapat interaksi yang tidak dapat dipisahkan, baik diantara tumbuhan maupun
dengan hewan yang hidup dan tinggal dalam vegetasi dan lingkungan tersebut.
Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu tumbuhan saja
melainkan membentuk suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan di mana lebih
dari satu individu saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu
komunitas tumbuh-tumbuhan ( Cahyanto, 2014)

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempalajari susunan dan komposisi


vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat dan tumbuhan. Melalui
analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan. Dalam analisis vegetasi yang dihitung yaitu
kerapatan relatif, kerapatan mutlak, frekuensi relatif, frekuensi mutlak, dominansi
relatif, dominansi mutlak dan indeks nilai penting. Analisis vegetasi menurut
Susanto (2012) Satuan vegetasi yang dipelajari dalam analisis vegetasi be-rupa
komunitas tumbuhan yang merupa-kan asosiasi konkret dari semua spesies
tumbuhan yang menempati suatu habitat. Hasil analisis vegetasi tumbuhan
disajikan secara deskriptif mengenai komposisi spe-sies dan struktur komunitasnya.
Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies
tetapi namun juga dipengaruhi oleh jumlah individu dari tiap spesies organisme.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi


kuantitatif mengenai struktur dan komposisi dari masyarakat tumbuhan. Tetapi
secara garis besarnya pengukuran dan pengambilan contoh atau analisis vegetasi
dapat dilakukan dengan dua metode yaitu: A) Metode petak contoh ( plot) atau area
(kwadrat), dan 4. B) Metode tanpa petak contoh ( Plot-less method). Berikut adaah
Penjelasan mengenai metode dalam analisis vegetasi

1. Metode garis

Menentukan vegetasi suatu komunitas dapat dengan menggunakan metode


transek garis/metode garis. Transek merupakan jalur sempit atau garis melintang
pada lahan yang akan dipelajari/diselidiki. Metode transek digunakan untuk
mengetahui hubungan perubahan lingkungan dan perubahan vegetasi serta untuk
mengetahui hubungan vegeterasi yang ada disuatu lahan secara cepat. Dalam hal
ini, pengunaan panjang gais disesuaikan dengan keadaan vegetasi di tempat tersebut
semangkin sederhana vegetasi maka garis yang digunakan semakin pendek. Analiss
vegetasi di hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50m-100m,
sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5m10m, hal
ini sesuaikan dengan tingkat kompeksitas vegetasi didaerah tersebut. Apabila
metode ini digunakan pada vegetasi yang tidak komleks, maka panjang garis
digunakan dengan panjang 1 m. Garis transek merupakan garis sampling yang
dibentangkan menyilang pada sebuah bentukan atau beberapa bentukan. Transek
dapat dipakai dalam studi altituide untuk mengetahui perubahan komunitas yang
ada. Dalam sistem analisisnya metode garis harus melewati variable-variabel
kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (Indeks
Nilai Penting) yang akan dipakai untuk memberi nama suatu vegetasi. Kerapatan
dinyatakan sebagai jumlah individu dalam spesies atau jenis yang sama terkena
garis tersebut. Kerimbunan ditentukan berdasarkan banyaknya individu tumbuhan
yang menutupi panjang garis dan dapat merupakan presentase perbandingan
individu tumbuhan menutupi garis terhadap garis yang dibuat (Sari, dkk., 2018).

2. Metode Titik

Daerah penelitian yang menggunakan metode ini dibuat suatu garis lurus
sesuai arah kompas. Diambil titik-titik pengu-kuran di sepanjang garis itu dengan
interval tertentu. Pada tiap titik pengukuran dipilih tumbuhan yang terdekat.
Selanjutnya tumbuhan kedua sebagai pasangan dipilih tumbuhan yang terdekat
dengan pohon pertama yang terletak pada sektor lainnya, yaitu sebelah lain dari
garis kompas yang dibuat pertama jarak yang diukur adalah jarak antara kedua
tumbuhan tersebut. Dari hasil pengukuran tersebut dapat dihitung kerapatan,
frekuensi dan dominansinya (Oktaviani & Yanuwiadi, 2016). Metode acak
berpasangan ini dapat disajikan seperti pada gambar berikut

Gambar 1.1 metode acak berpasangan


Sumber : Sundra, 2016
3. Metode Kwadran (Point Quarter Method)

Metode Kwadran (Point Quarter Method) Metode ini sama dengan metode
jalur (transek), diterapkan untuk melakukan penelitian (pengumpulan data) vegetasi
yang memiliki tingkat struktur berbeda dari zone depan sampai belakang. jenis
tertentu yang menjadi ciri khas pada zone tersebut menandakan karakteristik zona
vegetasinya. Misalnya pada hutan bakau (Mangrove) yang memiliki zonasi mulai
dari zone depan sampai belakang berturut-turut zona : Avicennia, Sonneratia,
Rhizophora dan Bruguiera/Exocaria. Demikian pula untuk vegetasi yang tumbuh
pada tingkat kemiringan secara bertingkat (0 – 500m, 500 – 1000 m, 1000-2000m
dst). Pada metode ini dibuat suatu seri titik-titik yang ditentukan di lapangan pada
interval jarak tertentu sepanjang garis lurus, atau bisa juga secara acak. Biasanya
seri titik itu dibuat dibuat berupa garis lurus searah dengan mata angin (kompas).
Tititk-titik itu merupakan suatu pusat padanya dibuat empat buah kuadran.
Tumbuhan yang akan dianalisis adalah satu pohon dari setiap kdran yang jaraknya
terdekat dengan titik pusat. Pada metode ini perlu dilakukan pengukuran terhadap
pohon terdekat dengan titik pusat. Untuk meudahkan pelaksanaan di lapangan bisa
juga dilakukan pengukuran terhadap keliling batang pohon setinggi + 135 cm atau
setinggi dada. Dari pengukuran ini akan digunakan untuk menghitung luas basal
area. Tujuan pengukuran ini untuk menentukan dominansi suatu vegetasi (Sundra,
2016).

Analis vegetasi yang dilakukan harus disertai dengan studi kuantitatif. Studi
kuantitatif vegetasi menurut Win (2011) memberikan deskripsi tentang vegetasi,
prediksi dan klasifikasi polanya serta mengetahui kegunaan dan nilai dari spesies.
Analisis ini mengindikasikan diversitas spesies yang menggambarkan persebaran
individu spesies dalam suatu habitat. Perhitungan data dilakukan dengan
menghitung nilai indeks nilai penting (INP). Perhitungan INP mengacu pada
Sujarwo dan Darma (2011), dimana untuk tingkat pohon dan tiang dihitung dengan
persamaan INP=KR+FR+DR sedangkan untuk tingkat tumbuhan bawah dihitung
dengan persamaan INP=KR+FR. Dimana nilai KR, FR dan DR dihitung mengacu
pada Sujarwo dan Darma (2011) dengan mengunakanpersamaansebagai berikut:
Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR + DR

Cara agar dapat mengetahui hubungan antara pola vegetasi strata semak
dengan faktor lingkungan abiotik yang terukur (kelembaban udara, suhu tanah,
suhu udara, pH tanah, dan kandungan Fe di dalam tanah) digunakan metode cluster
(Arrijani, 2006). Metode cluster yang digunakan dihitung dengan computer dengan
menggunakan program SPSS versi _6. Analisis cluster merupakan Teknik
mereduksi informasi. Informasi dari sejumlah objek akan direduksi menjadi lebih
sederhana, dimana jumlah kelompok lebih kecil dari jumlah objek. Objek-objek
yang sama dikelompokkan dalam suatu kelompok sehingga mempunyai tingkat
kesamaan yang tinggi dibandingkan dengan objek dari kelompok lain. Tujuan
utama Teknik ini adalah melakukan pengelompokkan berdasarkan kriteria tertentu
sehingga objekobjek tersebut Mempunyai variasi di dalam cluster (within cluster)
relatif kecil dibandingkan variasi antar cluster (between cluster) (Natalia, 2013).

Dalam analisis vegetasi di suatu wilayah faktor abiotic memilki pengaruh


terhadap vegetasi yang tumbuh di wilayah tersebut, namun faktor abiotic tidak
memberikan pengaruh yang besar atau signifikan terhadap vegetasi di suatu
wilayah. Faktor abiotik terdiri dari faktor iklim (cahaya, suhu, curah hujan,
kelembabanudara, angin) dan faktor biotik meliputi tumbuhan, hewan dan manusia
(Hamdan,2013). Iklim mikro adalah faktor-faktor yang memberikan pengaruh
langsung terhadap fisik pada suatu lingkungan, faktor ini berupa kondisi iklim
setempat yang. Iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara dekat permukaan
bumi dengan ketinggian ± 2 meter, itu dimana permukaan bumi yang kasar dan
perbedaan suhu lebih besar sehingga pada daerah ini gerak udara lebih kecil.
perlawanan iklim yang besar pada ruang sempit dipengaruhi keadaan tanaman.
Iklim mikro meliputi suhu, kelembaban dan cahaya. Intensitas cahaya dan suhu
udara merupakan komponen iklim yang dapat diamati. Iklim mikro dapat dikatakan
mudah untuk diamati karena lingkupnya yang tidak terlalu luas dengan faktor
kondisi iklim setempat yang memberikan pengaruhlangsung terhadap fisik pada
suatu lingkungan. (Bunyamin, 2010).

Secara umum, suhu dan kelembaban tanah merupakan unsur yang


berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Lakitan (1997), suhu tanah
akan dipengaruhi oleh jumlah serapan radiasi matahari oleh permukaan tanah. Suhu
tanah pada saat siang dan malam sangat berbeda, pada siang hari ketika permukaan
tanah dipanasi matahari, udara yang dekat dengan permukaan tanah memperoleh
suhu yang tinggi, sedangkan pada malam hari suhu tanah semakin menurun
(Rayadin dkk., 2016). Lubis (2007) menambahkan suhu tanah berpengaruh
terhadap penyerapan air. Penyerapan air memepengaruhi penyerapan air, semakin
rendah suhu, maka sedikit air yang diserap oleh akar, karena itulah penurunan suhu
tanah secara tiba-tiba dapat menyebabkan kelayuan tanaman. Fluktuasi suhu tanah
bergantung pada kedalaman tanah.

Suyono dan Sudarmadi (1997) mendefinisikan kelembaban tanah adalah


jumlah air yang tersimpan di antara poripori tanah. penguapan melalui permukaan
tanah, transpirasi, dan perkolasi membuat kelembaban tanah sangat dinamis.
Karyati, dkk. (2018) menyebutkan kelembaban tanah memiliki peranan yang
penting bagi pemerintah untuk mengetahui informasi seperti potensi aliran
permukaan dan pengendali banjir, kegagalan erosi tanah dan kemiringan lereng,
manajemen sumber daya air, geoteknik, dan kualitas air. Faktor-faktor yang
menentukan kelembaban tanah adalah curah hujan, jenis tanah, dan laju
evapotranspirasi, dimana kelembaban tanah akan menentukan ketersediaan air
dalam tanah bagi pertumbuhan tanaman (Djumali & Mulyaningsih, 2014).
D. Alat dan bahan

Alat Bahan

1. Roll meter 1. Plastic


2. Kertas label
2. Kuadrat set 1x1 m
3. Kamera HP
4. Soil Termometer
5. Soil Tester
6. Alat Tulis
7. Kamera HP
8. Lux meter
9. Point Frame
E. Cara Kerja
1. Analisis Vegetasi Metode Garis

Ditentukan tempat pengamatan berupa vegetasi semak yang kompleks.

Ditenentukan titik mulai pengamatan.

Disiapkan rafia yang diikatkan pada pemberat (pasak/batu).

Diletakkan tali rafia di atas vegetasi secara horizontal.

Diamati dan dicatat data Individu yang menyentuh garis transek baik
yang terletak di atas maupun di bawah garis.
Dicatat data dari masing-masing individu yang berupa pengukuran
panjang transek yang terpotong dan lebar maksimum tajuk tumbuhan
yang diproyeksikan kedalam transek

Diidentifikasi dilaboratorium individu yang terukur yang tidak dikenal di


lapangan, Untuk hal ini harus diambil contoh herbarium.

Diukur faktor abiotik masing-masing plot.

Dihitung variabel: dominansi relatif, frekuensi relatif, kerapatan relatif,


dan indeks nilai penting.

2. Analisis Vegetasi Metode Tititk

Dipilih titik awal plot yang akan digunakan

Diletakkan point frame pada titik awal plot

Dilakukan analisis berdasarkan spesies yang ditemukan di setiap titik


kemudian dimasukkan ke dalam tabel

Dilanjutkan dengan mencari indeks nilai penting dari setiap jenis


tumbuhan

Disusun pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tubuhan nyang nilai
pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas
Diberi nama vegetasi berdasarkan dua jenis / spesies yang memiliki nilai
penting terbesar.

3. Analisis Vegetasi Metode Kuadrat

Diletakkan kuadrat ukuran 1 m2 (1 m x 1 m) di suatu vegetasi tertentu

Ditentukan persentasi suatu spesies dalam kuadran

Dihitung jumlah spesies yang ditemukan

Diidentifikasi nama spesies dari tanaman yang ditemukan

Dilakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel kerapatan, kerimbunan,


dan frekuensi.

Dilakukan perhitungan untuk mencari nilai relatif dari setiap variabel


untuk setiap tumbuhan.

Dilanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap


jenis tumbuhan.

Disusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel
dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi
diletakkan pada tempat teratas.
Tabel 2. Frekuensi Metode Titik

Plot
No Nama Spesies Total
1 2 3
1. Axonopus
√ - - 1
compressus
2. Veronica alpina L - - - 0
3. Cyperus rotundus - - - 0
4. Trifolium patens
- - - 0
schreb
5. Muehlenbeckia
- - - 0
complexa meisn
6. Cynodon dactylon - √ √ 2
7. Cerastium dubium - - - 0
8. Phyllanthus urinaria - - - 0
9. Persicaria maculosa
- - - 0
gray

Tabel 3. Analisis Data Penentuan Indeks Nilai Penting (INP) Metode Titik

DR
No Nama Spesies FM FR (%) DM INP Rank
(%)
Axonopus
1. 0,333 33,3 0,033 20 53,3 2
compressus
Cynodon
2. 0,667 66,7 0,133 80,1 146,8 1
dactylon

Perhitungan:

1. Axonopus compressus
Frekuensi mutlak = 1 = 0,333
3

Dominansi mutlak = 1 = 0,033


30
Frekuensi relatif = 0,333 x 100 % = 33,3 %
1
0,033
Dominansi relatif = x 100 % = 20 %
0,166

INP = FR + DR = 33,3 % + 20 % = 53,3 %


2. Cynodon dactylon
Frekuensi mutlak = 2 = 0,667
3

Dominansi mutlak = 4 = 0,133


30
0,667
Frekuensi relatif = x 100 % = 66,7 %
1

Dominansi relatif = 0,133 x 100 % = 80,1 %


0,166

INP = FR + DR = 66,7 % + 80,1 % = 146,8 %

Tabel 4. Frekuensi Metode Garis


Plot
No Nama Spesies Total
1 2 3
1. Axonopus
√ √ - 2
compressus
2. Veronica alpina L √ - - 1
3. Cyperus rotundus √ - - 1
4. Trifolium patens
√ √ - 2
schreb
5. Muehlenbeckia
√ - - 1
complexa meisn
6. Cynodon dactylon - - √ 1
7. Cerastium dubium - - - 0
8. Phyllanthus urinaria - - - 0
9. Persicaria maculosa
- - - 0
gray
Tabel 5. Kerapatan Metode Garis
Plot
No Nama Spesies Total
1 2 3
1. Axonopus
11 cm 84 cm - 95 cm
compressus
2. Veronica alpina L 1 cm - - 1 cm
3. Cyperus rotundus 9 cm - - 9 cm
4. Trifolium patens
22 cm 2 cm - 24 cm
schreb
5. Muehlenbeckia
6 cm - - 6 cm
complexa meisn
6. Cynodon dactylon - - 21 cm 21 cm
7. Cerastium dubium - - - 0
8. Phyllanthus urinaria - - - 0
9. Persicaria maculosa
- - - 0
gray

Tabel 6. Dominansi Metode Garis


Plot
No Nama Spesies Total
1 2 3
1. Axonopus
11 cm 84 cm - 95 cm
compressus
2. Veronica alpina L 1 cm - - 1 cm
3. Cyperus rotundus 9 cm - - 9 cm
4. Trifolium patens
22 cm 2 cm - 24 cm
schreb
5. Muehlenbeckia
6 cm - - 6 cm
complexa meisn
6. Cynodon dactylon - - 21 cm 21 cm
7. Cerastium dubium - - - 0
8. Phyllanthus urinaria - - - 0
9. Persicaria maculosa
- - - 0
gray
Jumlah
156 cm
Total

Tabel 7. Analisis Data Penentuan Indeks Nilai Penting (INP) Metode Garis

No Nama Ranki
FM FR KM KR DM DR INP
. Spesies ng
Axonopus 0,6 25
1. 0,33 63% 0,61 61% 149% 1
compressus 7 %
Veronica 0,3 12 0,003 0,63 0,006 0,64 13,27
2. 6
alpina L 3 % 3 % 4 % %
Cyperus 0,3 12 0,005 0,58 18,38
3. 0,03 5,8% 5
rotundus 3 % 8 % %
Trifolium
0,6 25
4. patens 0,08 15% 0,15 15% 55% 2
7 %
schreb
Muehlenbec
kia 0,3 12
5. 0,02 3,8% 0,39 39% 54,8% 3
complexa 3 %
meisn
Cynodon 0,3 12
6. 0,07 13% 0,13 13% 38% 4
dactylon 3 %
Cerastium
7. - - - - - - - -
dubium
Phyllanthus
8. - - - - - - - -
urinaria
Persicaria
9. maculosa - - - - - - - -
gray
Perhitungan :

1. Axonopus compressus
a. Frekuensi mutlak = 2 =0,67
3
95
b. Dominansi mutlak = = 0,61
156
95
c. Kerapatan mutlak = = 0,33
300

d. Frekuensi relatif = 0,67 x 100% = 25%


2,67

e. Dominansi relatif = 0,61 x 100% = 61%


1

f. Kerapatan relatif = 0,33 x 100% = 63%


0,52

g. INP = 25%+61%+63% = 149%


2. Veronica alpina L
a. Frekuensi mutlak = 1 =0,33
3
1
b. Dominansi mutlak = = 0,0064
156
1
c. Kerapatan mutlak = = 0,0033
300

d. Frekuensi relatif = 0,33 x 100% = 12%


2,67

e. Dominansi relatif = 0,0064 x 100% = 0,64%


1

f. Kerapatan relatif = 0,0033 x 100% = 0,63%


0,52

g. INP = 12%+0,64%+0,63% = 13,27%


3. Cyperus rotundus
a. Frekuensi mutlak = 1 =0,33
3
9
b. Dominansi mutlak = = 0,0058
156
9
c. Kerapatan mutlak = = 0,03
300

d. Frekuensi relatif = 0,33 x 100% = 12%


2,67

e. Dominansi relatif = 0,0058 x 100% = 0,58%


1

f. Kerapatan relatif = 0,03 x 100% = 5,8%


0,52

g. INP = 12%+0,58%+5,8% = 18,38%


4. Trifolium patens schreb
a. Frekuensi mutlak = 2 =0,67
3
24
b. Dominansi mutlak = = 0,15
156
24
c. Kerapatan mutlak = = 0,08
300

d. Frekuensi relatif = 0,67 x 100% = 25%


2,67

e. Dominansi relatif = 0,15 x 100% = 15%


1

f. Kerapatan relatif = 0,08 x 100% = 15%


0,52

g. INP = 25%+15%+15% = 55%


5. Muehlenbeckia complexa meisn
a. Frekuensi mutlak = 1 =0,33
3
6
b. Dominansi mutlak = = 0,39
156
6
c. Kerapatan mutlak = = 0,02
300

d. Frekuensi relatif = 0,33 x 100% = 12%


2,67

e. Dominansi relatif = 0,39 x 100% = 39%


1

f. Kerapatan relatif = 0,02 x 100% = 3,8%


0,52

g. INP = 12%+39%+3,8% = 54,8%


6. Cynodon dactylon
a. Frekuensi mutlak = 1 =0,33
3
21
b. Dominansi mutlak = = 0,13
156
21
c. Kerapatan mutlak = = 0,07
300

d. Frekuensi relatif = 0,33 x 100% = 12%


2,67

e. Dominansi relatif = 0,13 x 100% = 13%


1

f. Kerapatan relatif = 0,07 x 100% = 13%


0,52

g. INP = 12%+13%+13% = 38%


Tabel 8. Frekuensi Metode Kuadrat
Plot Jumlah
No. Nama Spesies
1 2 3 total
Axonopus
1. √ √ √ 3
compressus
2. Veronica alpina L √ - - 1
3. Cyperus rotundus √ - - 1
Trifolium patens
4. √ √ √ 3
schreb
Muehlenbeckia
5. √ √ √ 3
complexa meisn
6. Cynodon dactylon - - √ 1
7. Cerastium dubium - - √ 1
Phyllanthus
8. - - √ 1
urinaria
Persicaria
9. - - √ 1
maculosa gray

Tabel 9. Kerapatan Metode Kuadrat

Plot Jumlah
No. Nama Spesies
1 2 3 total

Axonopus
1. 95 40 1 136
compressus
2. Veronica alpina L 1 - - 1
3. Cyperus rotundus 40 - - 40
Trifolium patens
4. 85 70 1 156
schreb
Muehlenbeckia
5. 35 10 1 46
complexa meisn
6. Cynodon dactylon - - 62 62
7. Cerastium dubium - - 2 2
Phyllanthus
8. - - 1 1
urinaria
Persicaria
9. - - 3 3
maculosa gray
Jumlah 447

Tabel 10. Dominansi Metode Kuadrat


Plot Jumlah
No. Nama Spesies
1 2 3 total
Axonopus
1. 37,1% 33,3% 1,4% 71,8%
compressus
2. Veronica alpina L 0,39% 0% 0% 0,39%
3. Cyperus rotundus 15,6% 0% 0% 15,6%
Trifolium patens
4. 33,2% 58,3% 1,4% 95,6%
schreb
Muehlenbeckia
5. 13,6% 8,3% 1,4% 23,3%
complexa meisn
6. Cynodon dactylon 0% 0% 87,3% 87,3%
7. Cerastium dubium 0% 0% 2,8% 2,8%
Phyllanthus
8. 0% 0% 1,4% 1,4%
urinaria
Persicaria
9. 0% 0% 4,2% 4,2%
maculosa gray
Jumlah 302%

Tabel 11.Analisis Data Penentuan Indeks Nilai Penting (INP) Metode Kuadrat

No F Rankin
Nama Spesies FR KM KR DM DR INP
. M g
Axonopus 27,
1. 1 20% 30% 0,24 24% 74% 2
compressus 2
Veronica 6,6 0,2 0,00 0,10
2. 1/3 0,2 6,9% 9
alpina L % % 1 %
Cyperus 6,6 8,9 0,05 20,6
3. 1/3 8 5,1% 5
rotundus % % 1 %
Trifolium 31, 31,4 85,4
4. 1 20% 34% 0,31 1
patens schreb 2 % %
Muehlenbecki
37,1
5. a complexa 1 20% 9,2 10% 0,07 7,1% 4
%
meisn
Cynodon 6,6 12, 29,4
6. 1/3 13% 0,29 49% 3
dactylon % 4 %
Cerastium 6,6 0,4 0,00 0,91 7,91
7. 1/3 0,4 7
dubium % % 9 % %
Phyllanthus 6,6 0,2 0,00 0,40
8. 1/3 0,2 7,2% 8
urinaria % % 4 %
Persicaria
6,6 0,6 1,01 8,21
9. maculosa 1/3 0,6 0,01 6
% % % %
gray

Perhitungan :
1. Axonopus compressus
a. Frekuensi mutlak = 3 =1
3

b. Dominansi mutlak = 71,8% = 0,24


302%

c. Kerapatan mutlak = 136 = 27,2


5
1
d. Frekuensi relatif = x 100% = 20%
5
0,24
e. Dominansi relatif = x 100% = 24%
0,985

f. Kerapatan relatif = 27,2 x 100% = 30%


89,4

g. INP = 20%+24%+30% = 74%


2. Veronica alpina L
a. Frekuensi mutlak = 1
3

b. Dominansi mutlak = 0,39% = 0,001


302%
1
c. Kerapatan mutlak = = 0,2
5
1/3
d. Frekuensi relatif = x 100% = 6,6%
5

e. Dominansi relatif = 0,001 x 100% = 0,10%


0,985
0,2
f. Kerapatan relatif = x 100% = 0,2%
89,4

g. INP = 6,6%+0,10%+0,2% = 6,9%


3. Cyperus rotundus
a. Frekuensi mutlak = 1
3

b. Dominansi mutlak = 15,6% = 0,051


302%
40
c. Kerapatan mutlak = =8
5

d. Frekuensi relatif = 1/3 x 100% = 6,6%


5

e. Dominansi relatif = 0,051 x 100% = 5,1%


0,985
8
f. Kerapatan relatif = x 100% = 8,9%
89,4

g. INP = 6,6%+5,1%+8,9% =20,6%


4. Trifolium patens schreb
a. Frekuensi mutlak = 3 = 1
3

b. Dominansi mutlak = 95,6% = 0,31


302%

c. Kerapatan mutlak = 156 = 31,2


5

d. Frekuensi relatif = 1 x 100% = 20%


5
0,31
e. Dominansi relatif = x 100% = 31,4%
0,985

f. Kerapatan relatif = 31,2 x 100% = 34%


89,4

g. INP = 20%+31,4%+34% =85,4%


5. Muehlenbeckia complexa meisn
a. Frekuensi mutlak = 3 = 1
3
b. Dominansi mutlak = 23,3% = 0,07
302%
46
c. Kerapatan mutlak = = 9,2
5

d. Frekuensi relatif = 1 x 100% = 20%


5
0,07
e. Dominansi relatif = x 100% = 7,1%
0,985
9,2
f. Kerapatan relatif = x 100% = 10%
89,4

g. INP = 20%+7,1%+10% =37,1%


6. Cynodon dactylon
a. Frekuensi mutlak = 1
3

b. Dominansi mutlak = 87,3% = 0,29


302%

c. Kerapatan mutlak = 62 = 12,4


5
1/3
d. Frekuensi relatif = x 100% = 6,6%
5
0,29
e. Dominansi relatif = x 100% = 29,4%
0,985

f. Kerapatan relatif = 12,4 x 100% = 13%


89,4

g. INP = 6,6%+29,4%+13% =49%


7. Cerastium dubium
a. Frekuensi mutlak = 1
3

b. Dominansi mutlak = 2,8% = 0,009


302%

c. Kerapatan mutlak = 2 = 0,4


5

d. Frekuensi relatif = 1/3 x 100% = 6,6%


5

e. Dominansi relatif = 0,009 x 100% = 0,91%


0,985
0,4
f. Kerapatan relatif = x 100% = 0,4%
89,4

g. INP = 6,6%+0,91%+0,4% =7,91%


8. Phyllanthus urinaria
a. Frekuensi mutlak = 1
3

b. Dominansi mutlak = 1,4% = 0,004


302%
c. Kerapatan mutlak = 1 = 0,2
5
1/3
d. Frekuensi relatif = x 100% = 6,6%
5

e. Dominansi relatif = 0,004 x 100% = 0,40%


0,985
0,2
f. Kerapatan relatif = x 100% = 0,2%
89,4

g. INP = 6,6%+0,40%+0,2% =7,2%


9. Persicaria maculosa gray
a. Frekuensi mutlak = 1
3

b. Dominansi mutlak = 4,2% = 0,01


302%

c. Kerapatan mutlak = 3 = 0,6


5

d. Frekuensi relatif = 1/3 x 100% = 6,6%


5
0,01
e. Dominansi relatif = x 100% = 1,01%
0,985
0,6
f. Kerapatan relatif = x 100% = 0,6%
89,4

g. INP = 6,6%+1,01%+0,6% =8,21%

Tabel 12. Pengaruh Faktor Abiotik


No Alat Plot 1 Plot 2 Plot 3
1. Soil Survey Suhu : 28° Suhu : 29° Suhu : 30°
Instrument Cahaya : low Cahaya : low Cahaya : low
Kelembapan : Kelembapan : Kelembapan :
dry dry dry
pH : 7 pH : 7 pH : 7
2. Soil Tester pH : 5,5 pH : 5 pH : 4,5
Kelembapan : Kelembapan : Kelembapan :
90% 90% 80%
3. Termohygrometer Suhu : 30° Suhu : 32° Suhu : 32°
Kelembapan : Kelembapan : Kelembapan :
76% 74% 72%
4. Lux Meter 152 lux/m 347 lux/m 351 lux/m
G. Analisis Data

Praktikum analisis vegetasi ini dilakukan dengan menggunakan tiga


metode, yaitu metode titik, metode garis, dan metode kuadrat. Praktikum ini
dilakukan di depan gedung O2 FMIPA Universitas Negeri Malang dengan
menggunakan tiga plot yang berbeda. Pada tabel dominansi metode titik, dapat
diketahui spesies tumbuhan yang benar-benar terletak di titik tersebut atau yang
proyeksinya mengenai titik tersebut. Spesies Axonopus compressus terdapat pada
plot 1 terletak di titik ke-3 pada point frame. Spesies Cynodon dactylon terdapat
pada plot 2 di titik ke-2 dan ke-10 serta terdapat pada plot 3 di titik ke-8 dan ke-9
pada point frame.

Berdasarkan data pada tabel frekuensi metode titik, dapat diketahui bahwa
ditemukan dua spesies saja. Pada plot 1 ditemukan satu spesies Axonopus
compressus. Spesies Cynodon dactylon ditemukan pada plot 2 dan plot 3. Pada tabel
analisis data penentuan indek nilai penting (INP) metode titik dapat diketahui
bahwa spesies yang ditemukan sebanyak dua jenis. Spesies Axonopus compressus
memiliki nilai frekuensi mutlak sebesar 0,333, frekuensi relatif sebesar 33,3 %,
dominansi mutlak sebesar 0,033 dan nilai dominansi relatifnya sebesar 20 %.
Indeks nilai penting spesies Axonopus compressus didapatkan dari hasil
penjumlahan frekuensi relatif dan dominansi relatif yaitu hasilnya sebesar 53,3 %.
Spesies Cynodon dactylon memiliki nilai frekuensi mutlak sebesar 0,667, frekuensi
relatif sebesar 33,3 %, dominansi mutlaknya sebesar 0,133 dan nilai dominansi
relatifnya sebesar 80,1 %. Indeks nilai penting spesies Cynodon dactylon berasal
dari penjumlahan frekuensi relatif dan dominansi relatif, hasilnya sebesar 146,8 %.

Berdasarkan data pada tabel frekuensi metode garis dapat diketahui bahwa
ditemukan 6 spesies pada plot yang berbeda-beda. Pada plot 1 ditemukan spesies
Axonopus compressus, spesies Veronica alpina L, spesies Cyperus rotundus,
spesies Trifolium patens schreb, spesies Muehlenbeckia complexa meisn. Pada plot
2 ditemukan dua spesies yaitu spesies Axonopus compressus dan spesies Trifolium
patens schreb. Pada plot 3 hanya ditemukan satu spesies saja yaitu spesies Cynodon
dactylon.
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel kerapatan metode garis,
diketahui bahwa spesies Axonopus compressus pada plot 1 kerapatannya sebesar 11
cm, sedangkan pada plot 2 kerapatannya 84 cm. Spesies Veronica alpina L
memiliki kerapatan pada plot 1 sebesar 1 cm. Spesies Cyperus rotundus pada plot
1 memiliki kerapatan sebesar 9 cm. Spesies Trifolium patens schreb pada plot 1
memiliki kerapatan 22 cm, sedangkan pada plot 2 kerapatannya 2 cm. Spesies
Muehlenbeckia complexa meisn memiliki nilai kerapatan 6 cm pada plot 1. Spesies
Cynodon dactylon memiliki nilai kerapatan 21 cm pada plot 3.

Berdasarkan tabel Dominansi metode garis diketahui bahwa ditemukan 6


spesies. Spesies Axonopus compressus pada plot 1 kerapatannya sebesar 11 cm,
sedangkan pada plot 2 kerapatannya 84 cm. Spesies Veronica alpina L memiliki
kerapatan pada plot 1 sebesar 1 cm. Spesies Cyperus rotundus pada plot 1 memiliki
kerapatan sebesar 9 cm. Spesies Trifolium patens schreb pada plot 1 memiliki
kerapatan 22 cm, sedangkan pada plot 2 kerapatannya 2 cm. Spesies Muehlenbeckia
complexa meisn memiliki nilai kerapatan 6 cm pada plot 1. Spesies Cynodon
dactylon memiliki nilai kerapatan 21 cm pada plot 3. Jumlah total nilai kerapatan
dari enam spesies tersebut yaitu 156 cm.

Berdasarkan data pengamatan, dapat diketahui nilai INP metode garis pada
suatu spesies. Spesies yang ditemukan pada metode garis ini terdapat 6 spesies.
Pada spesies Axonopus compressus memiliki nilai INP sebesar 149%, spesies
Veronica alpina L sebesar 13,27%, spesies Cyperus rotundus sebesar 18,38%,
spesies Trifolium patens schreb sebesar 55%, spesies Muehlenbeckia complexa
meisn sebesar 54,8%, dan spesies Cynodon dactylon sebesar 38%. Dalam hal ini
berarti, spesies Axonopus compressus memiliki rangking tertinggi dan spesies
Veronica alpina L memiliki rangking terendah dari ketiga plot tersebut.

Pada tabel frekuensi metode kuadrat, dapat diketahui bahwa pada plot 1
ditemukan 5 spesies, plot 2 diemukan 3 spesies, dan pada plot 3 ditemukan 7
spesies. Spesies yang ditemukan pada semua plot yaitu spesies Axonopus
compressus, Trifolium patens schreb, dan Muehlenbeckia complexa meisn. Spesies
Veronica alpina L dan Cyperus rotundus hanya ditemukan di plot 1 saja, sedangkan
spesies Cynodon dactylon, Cerastium dubium, Phyllanthus urinaria, dan
Persicaria maculosa gray hanya ditemukan di plot 3 saja. Hal ini menunjukkan
bahwa spesies yang lebih dominan yaitu spesies Axonopus compressus, Trifolium
patens schreb, dan Muehlenbeckia complexa meisn.

Pada tabel kerapatan metode kuadrat, dapat diketahui berapa jumlah spesies
yang ditemukan pada setiap plot. Spesies Axonopus compressus pada plot 1
berjumlah 95, plot 2 berjumlah 40, dan plot 3 berjumlah 1, sehingga jumlah total
spesies Axonopus compressus pada semua plot adalah 136 spesies. Spesies
Veronica alpina L hanya ditemukan di plot 1 saja dan hanya terdapat 1 spesies.
Spesies Cyperus rotundus juga hanya ditemukan di plot 1 dengan jumlah 40 spesies.
Spesies Trifolium patens schreb pada plot 1 berjumlah 85, plot 2 berjumlah 70, plot
3 berjumlah 1, sehingga jumlah total spesies Trifolium patens schreb pada semua
plot adalah 156 spesies. Selain spesies Axonopus compressus dan Trifolium patens
schreb, spesies Muehlenbeckia complexa meisn juga ditemukan pada semua plot.
Pada plot 1 spesies Muehlenbeckia complexa meisn berjumlah 35, plot 2 berjumlah
10, plot 3 berjumlah 1, sehingga jumlah total spesies Muehlenbeckia complexa
meisn adalah 46 spesies. Spesies Cynodon dactylon, Cerastium dubium,
Phyllanthus urinaria, dan Persicaria maculosa gray hanya ditemukan di plot 3 saja.
Spesies Cynodon dactylon berjumlah 62, spesies Cerastium dubium berjumlah 2,
spesies Phyllanthus urinaria berjumlah 1, dan spesies Persicaria maculosa gray
berjumlah 1. Dapat disimpulkan bahwa spesies yang paling mendominasi pada
semua plot yaitu spesies Trifolium patens schreb sebanyak 156 spesies.

Pada tabel dominansi metode kuadrat, dapat diketahui jumlah dominansi


spesies pada setiap plot. Spesies Axonopus compressus pada plot 1 sebesar 37,1%,
plot 2 sebesar 33,3%, plot 3 sebesar 1,4%, sehingga jumlah total dominansi spesies
Axonopus compressus sebesar 71,8%. Spesies Veronica alpina L terdapat pada plot
1 dengan jumlah sebesar 0,39%. Spesies Cyperus rotundus juga terdapat pada plot
1 dengan jumlah sebesar 15,6%. Spesies Trifolium patens schreb pada plot 1
sebesar 33,2%, plot 2 sebesar 58,3 %, plot 3 sebesar 1,4 % dengan jumlah total
sebesar 95,6%. Spesies Muehlenbeckia complexa meisn pada plot 1 sebesar 13,6 %,
plot 2 sebesar 8,3%, plot 3 sebesar 1,4% dengan jumlah total sebesar 23,3%. Pada
plot 3, spesies Cynodon dactylon hanya berjumlah 87,3%, spesies Cerastium
dubium hanya berjumlah 2,8%, spesies Phyllanthus urinaria hanya berjumlah
1,4%, dan spesies Persicaria maculosa gray hanya berjumlah 4,2 %. Berdasarkan
data sebelumnya, dapat disimpulkan pada metode kuadrat spesies yang paling
mendominasi adalah spesies Trifolium patens schreb.

Pada tabel analisis INP pada metode kuadrat, dapat diketahui bahwa spesies
yang ditemukan pada metode kuadrat terdapat 9 spesies. Spesies Axonopus
compressus memiliki nilai INP sebesar 74%, spesies Veronica alpina L sebesar
6,9%, spesies Cyperus rotundus sebesar 20,6%, spesies Trifolium patens schreb
sebesar 85,4%, spesies Muehlenbeckia complexa meisn sebesar 37,1%, spesies
Cynodon dactylon sebesar 49%, spesies Cerastium dubium sebesar 7,91%, spesies
Phyllanthus urinaria sebesar 7,2%, dan spesies Persicaria maculosa gray sebesar
8,21%. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa spesies Trifolium patens schreb
memiliki rangking tertinggi dan spesies Veronica alpina L memiliki rangking
terendah dari ketiga plot tersebut.

Faktor abiotik pada suatu tempat dapat diketahui dengan menggunakan


suatu alat yaitu soil survey instrument, soil tester, termohigrometer, dan lux meter.
Soil survey instrument digunakan untuk mengukur pH tanah, suhu tanah,
kelembapan tanah, dan intesintas cahaya. Soil tester digunakan untuk mengukur pH
dan kelembapan tanah. Termohygrometer digunakan untuk mengukur suhu dan
kelembapan udara. Sedangkan lux meter digunakan untuk mengukur intensitas
cahaya dan intensitas penyinaran. Dari data pengamatan, dapat diketahui bahwa
dengan menggunakan Soil Survey Instrument semua plot memiliki pH yang sama
yaitu 7 dengan suhu yang berbeda pada plot 1 sebesar 28°C, plot 2 sebesar 29°C,
dan plot 3 sebesar 30°C. Pada soil tester diketahui pada plot 1 memiliki pH 5,5 dan
kelembapan sebesar 90%, pada plot 2 memiliki pH 5 dengan kelembapan sebesar
90%, dan pada plot 3 memiliki pH 4,5 dengan kelembapan sebesar 80%. Pada
termohygrometer dapat diketahui pada plot 1 memiliki suhu sebesar 30°C dan
kelembapan sebesar 76%, plot 2 memiliki suhu sebesar 32°C dan kelembapan
sebesar 74%, plot 3 memiliki suhu sebesar 32°C dan kelembapan sebesar 72%.
Pada lux meter, dapat diketahui bahwa plot 1 memiliki intensitas penyinaran
sebesar 152 lux/m, plot 2 sebesar 347 lux/m, dan plot 3 sebesar 351 lux/m. Dapat
disimpulkan bahwa, tidak ada perbedaan yang jauh antara suhu, pH, dan
kelembapan tanah pada setiap plot yang satu dengan plot yang lain.
H. Pembahasan

1. Analisis Vegetasi Metode Garis

Selanjutnya, pengamatan yang kedua yaitu dilakukan metode analisis


vegetasi secara garis. Metode garis merupakan suatu metode pengambilan sampel
untuk analisis vegetasi yang berupa garis (Syafei, 1990). Pada pengamatan yang
kami lakukan, metode garis dilakukan dengan menggunakan pipa kuadran serta tali
rafia yang diikatkan secara vertikal dan horizontal pada sisi tengah pada masing-
masing sisi persegi pipa kuadran. Pada setiap metode dilakukan pengamatan
terhadap 3 plot, dimana masing masing plot berjarak 100 cm dan plot berukuran
panjang 100 cm juga. Perawakan vegetasi yang kami amati adalah herba,
merupakan kelompok tumbuhan sederhana, karena itu metode garis yang
digunakan dalam metode analisis yang dilakukan adalah metode garis sederhana,
menggunakan panjang garis 100 cm. Hal ini dijelaskan oleh Melalui metode garis
ini dapat diidentifikasi beberapa sifat atau karakter vegetasi diantaranya yaitu
kerapatan, frekuensi, dan dominansi suatu vegetasi tersebut. Selanjutnya, melalui
nilai yang diperoleh dari uji kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi dapat ditentukan
INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah
vegetasi. Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap faktor abiotik pada
masing-masing plot diantaranya besar suhu tanah, pH tanah, kelembabn udara, serta
intensitas cahaya.

Nilai frekuensi adalah kemunculan setiap individu pada setiap plot dibagi
jumlah plot dan nilai frekuensi relatif adalah frekuensi individu dibagi frekuensi
total dikali 100% (Mulyana, 2014). Berdasarkan hasil pengamatan kami, diperoleh
nilai frekuensi relative tertinggi adalah pada spesies Axonopus compressus dan
Trifolium patens schreb yaitu sebesar 25%. Kemudian diikuti oleh spesies Veronica
alpina L, Cyperus rotundus, Muehlenbeckia complexa meisn, dan Cynodon
dactylon yaitu 12%. Hal ini menunjukkan bahwa spesies Axonopus compressus dan
Trifolium patens schreb berdasarkan nilai frekuensinya lebih mendominasi dari
spesies lainnya. Kedua spesies ditemukan pada plot 1 dan 2, tetapi tidak ditemukan
pada plot ke 3. Ditinjau dari faktor abiotiknya, diketahui bahwa plot 3 memiliki
kondisi lingkungan dengan suhu yang lebih besar dari pada plot 1 dan 2, didukung
oleh besar kelembabaan serta intensitas cahaya yang juga lebih besar dari pada plot
3. Mengenai detail hasil pengukuran telah dijelaskan pada analisis data. Hal ini
menunjukkan bahwa intensitas cahaya meningkatkan suhu sehingga mengurangi
kelembaban, kondisi lingkungan ini kurang menguntungkan bagi tanaman karena
kandungan air rendah. Kholimah (2018) menyatakan bahwa tumbuhan herba
didefinisikan sebagai jenis tumbuhan yang mempunyai perawakan pendek, kecil,
dan mempunyai batang basah karena banyak mengandung air dan tidak berkayu
memiliki tinggi < 2 meter, termasuk ke dalam jenis rumput-rumputan, sayuran, juga
tumbuhan berbunga. Pada plot 3 tidak ditemukan jenis spesies ini karena kelompok
tumbuhan herba merupakan tumbuhan dengan batang baerair, sehingga
membutuhkan lingkungan berair pula atau yang memiliki kelembaban tinggi
sehingga dapat terus mempertahankan air di dalam tubuhnya. Selain itu, diketahui
juga bahwa nilai pH pada plot 3 lebih sedikit dari plot 1 dan 2, dan dengan demikian
maka bersifat asam, karena itu kondisi lingkungan pada plot 3 kurang
menguntungkan bagi tanaman. Lingga (2012) menjelaskan bahwa nilai pH
cenderung mempengaruhi ketersediaan unsur hara pada larutan nutrisi serta dapat
menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Jika tanah
masam akan banyak ditemukan unsur alumunium (Al) yang selain meracuni
tanaman juga mengikat phosphor sehingga tidak bisa diserap tanaman. Sedangkan
pada tanah basa banyak ditemukan unsur Na (Natrium) dan Mo (Molibdenum).
Pada pH 5,5 – 7 mikroorganisme yang menguntungkan bagi akar tanaman
diantaranya jamur dan bakteri pengurai bahan organik tumbuh dengan baik
membantu pertumbuhan tanaman Lingga (2012).

Nilai kerapatan adalah jumlah individu dibagi satuan luas plot dan nilai
kerapatan relatif adalah kerapatan tiap individu dibagi kerapatan total dikali 100%
(Mulyana, 2014). Berdasarkan hasil pengamatan kami, diperoleh nilai kerapatan
relative tertinggi adalah pada spesies Axonopus compressus dengan nilai 63%,
kemudian diikuti oleh Trifolium patens schreb, Cynodon dactylon, Cyperus
rotundus, Muehlenbeckia complexa meisn, dan Veronica alpina L. Ditinjau dari
hasil penghitungan frekuensi sebelumya, maka hasil pengamatan kami telah sesuai
dengan teori, dinyatakan oleh Martono (2012) bahwa tumbuhan yang mempunyai
nilai frekuensi relatif besar akan cenderung mempunyai nilai kerapatan relatif yang
besar pula.

Nilai dominansi adalah luas bidang dasar individu dibagi luas plot dan nilai
dominansi relatif adalah dominansi tiap individu dibagi jumlah dominansi dikali
100% (Mulyana, 2014). Berdasarkan hasil pengamatan kami, diperoleh nilai
dominansi relative tertinggi adalah pada spesies Axonopus compressus dengan nilai
61% diikuti oleh Muehlenbeckia complexa meisn, Trifolium patens schreb,
Cynodon dactylon, Cyperus rotundus,dan Veronica alpina L. Hamiddun, dkk
(2013) menyatakan bahwa indeks dominasi digunakan untuk mengetahui
pemusatan dan penyebaran jenis-jenis dominan. Apabila dominasi lebih
terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya
jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks dominasi
akan rendah (Hamiddun, dkk, 2013). Berdasarkan pernyataan ini, maka dapat
disimpulkan bahwa dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis spesies saja, yaitu
Axonopus compressus, karena setiap spesies memiliki selisih beda nilai dominasi
yang cukup besar dan tidak teratur. Hal ini dimungkinkan karena spesies tersebut
memiliki kemampuan bertahan hidup lebih baik dari spesies lain, (Martono, 2012).
Maka dapat disimpulkan bahwa spesies Axonopus compressus merupakan jenis
spesies yang paling mendominasi diantara spesies yang lain.

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks kepentingan yang


mengambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya.
Perhitungan dilakukan menggunakan analisis vegetasi yang meliputi perhitungan
kerapatan jenis, dominasi, frekuensi kehadiran, kerapatan relatif,frekuensi relatif,
dominasi relatif, yang berkisar antara 0 dan 300 tergantung pada tingkat kerapatan
dan katagori tegakan. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh nilai INP tertinggi
adalah pada spesies Axonopus compressus dengan nilai INP 149%. Dan nilai
terkecil adalah pada spesies Veronica alpina L dengan nilai INP 13,27%. Hal ini
menunjukan bahwa Axonopus compressus sangat mempengaruhi kestabilan
ekosistem tersebut. Hal ini dimungkinkan karena kemampuan beradaptasi
tumbuhan herba Axonopus compressus terhadap perubahan suhu, pH, kelembaban,
dan intensitas cahaya serta kemampuan penyerapan unsur hara yang lebih baik dari
spesies lain. Anjani (2018) menyatakan bahwa spesies Axonopus Compressus ini
merupakan jenis gulma yang termasuk dalam golongan rumput (grasses) family
Poaceae. Sembodo (2010) menjelaskan bahwa gulma merupakan tumbuhan yang
mengganggu atau merugikan kepentingan manusia sehingga manusia berusaha
untuk mengendalikannya, karena gulma dapat menyebabkan persaingan dengan
tanaman budidaya yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekurangan unsur hara
bagi tanaman yang dibudidayakan tersebut (Sembodo, 2010). Sriyani, dkk, (2014)
menambahkan bahwa gulma Axonopus compressus adalah tanaman yang tumbuh
baik di daerah yang kering, cerah agak lembab tetapi tidak basah, biasanya tumbuh
di lahan perkebunan karet, kelapa sawit, dan juga di pinggir jalan. Gulma Axonopus
compressus dapat tumbuh di daerah tropis dan sub tropis (Sriyani dkk, 2014).
Meskipin demikian, dalam klasifikasinya sebagai gulma yang dapat merugikan
organisme tumbuhan lain, gulma juga memiliki beberapa peranan yang baik dalam
kehidupan, dijelaskan oleh Bohari dan Wahidah (2015) bahwa jenis tumbuhan ini
sering digunakan sebagai padang rumput permanen, penutup tanah, dan rumput di
tanah lembab, kesuburan rendah, terutama dalam situasi teduh. Pada umumnya
tumbuh terlalu rendah untuk berguna dalam sistem potong dan bawa atau untuk
konservasi pakan ternak.

2. Analisis Vegetasi Metode Titik

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dalam 3 plot dengan masing-


masing plot terdiri dari 10 titik, diperoleh 8 spesies tumbuhan yang berbeda. 8
macam tumbuhan yang ditemukan adalah Axonopus compressus, Veronica alphina
L., Cyperus rotundus, Trifolium patens schreb, Muehlenbeckia complexa meisn,
Cynodon dactylon, Cerastium dubium, Phyllanthus urinaria, Persicaria maculosa
gray. Dari seluruh jenis tumbuhan tersebut tidak secara keseluruhan ditemukan
dalam setiap plot. Dari hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa jumlah
spesies yang paling banyak ditemukan adalah Cynodon dactylon sedangkan spesies
tumbuhan yang sedikit ditemukan adalah Axonopus compressus

Menurut Fanani, dkk. (2013), indeks nilai penting (INP) digunakan untuk
menggambarkan tingkat penguasaan yang diberikan oleh suatu spesies terhadap
komunitas dan sebaliknya. Jika pada hasil suatu analisis vegetasi menunjukkan
adanya spesies tumbuhan dengan INP terbesar, maka dapat dikategorikan spesies
tumbuhan tersebut sebagai penyusun utama komunitas. Spesies Cynodon dactylon
merupakan spesies yang mendominasi karena memiliki indeks nilai penting sebesar
146,8%, sedangkan spesies Axonopus compressus memiliki indeks nilai penting
sebesar 53,33%.

Menurut Hamidun (2011) keanekaragaman jenis herba disuatu daerah


dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti intensitas cahaya matahari, kelembaban,
pH tanah, suhu tanah, nutrisi, dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis herba.
Maisyaroh (2010) juga mengatakan bahwa perbedaan jumlah spesies disebabkan
karena adaptasi dan kebutuhan masing-masing spesies tumbuhan yang berbeda.
Pada kawasan tegakan terbuka lebih banyak ditemukan spesies tumbuhan penutup
tanah, hal ini menunjukkan bahwa daerah tegakan terbuka lebih heterogen
dibandingkan daerah tegakan tertutup. Perbedaan kondisi lingkungan ini
menyebabkan perbedaan pada jumlah spesies tumbuhan yang tumbuh pada
kawasan tersebut (Maisyaroh, 2010).

Dalam praktikum kali ini, kami melakukan analisis vegetasi yang dilakukan
dengan metode titik, garis, dan kuadran. Analisis vegetasi dilakukan di lingkungan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang,
sesuai dengan pembagian wilayah pada tiap kelompok, kelompok kami mendapat
tugas pengamatan vegetasi pada wilayah di samping gedung O2 Jurusan Kimia
Universitas Negeri Malang.

Menurut Marsono (1997) dalam Hidayat, dkk, (2017) vegetasi adalah suatu
kumpulan dari tumbuhan yang pada umumnya terdiri dari beberapa jenis yang
hidup bersama-sama dalam suatu habitat atau tempat. Pada mekanisme hidup
bersama tersebut terdapat interaksi yang sangat erat, baik interaksi antara sesama
individu penyusun vegetasi tersebut maupun organisme lainnya sehingga terjadi
suatu sistem hidup dan tumbuh yang dinamis (Hidayat, dkk, 2017). Sementara itu,
analisis vegetasi merupakan suatu cara atau metode yang dilakukan untuk
mempelajari susunan atau komposisi vegetasi (komposisi spesies) dan penampakan
bentuk (struktur) dari suatu vegetasi atau komunitas tumbuh-tumbuhan (Hidayat,
dkk, 2017). Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang
struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Syafei, 1990).
3. Analisis Vegetasi Metode Kuadrat

Dalam praktikum analisis vegetasi digunakan metode kuadrat. Pada metode


ini digunakan 3 plot dengan jarak masing-masing plot adalah 1meter dan luas plot
adalah 1x1 meter. Dalam metode ini parameternya berupa frekuensi relatif,
kerapatan relatif, dan dominansi reltif kemudian jika dijumlahkan akan diperoleh
Indeks Nilai Penting (INP), menurut Martono (2012) parameter dalam metode
kuadran antara lain: jenis, kerapatan, diameter, dan kehadiran/frekuensi. Parameter
tersebut dihitung nilai frekuensi relatif, kerapatan relatif, dan dominansi reltif
kemudian jika dijumlahkan akan diperoleh Indeks Nilai Penting (INP) (Martono,
2012).

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dengan metode kuadrat didapat nilai


frekuensi relatif tertinggi pada Trifolium patens schreb dan Axonopus compressus
yaitu 20% untuk keduanya. Dapat diartikan spesies tersebut mempunyai toleransi
yang lebar terhadap perbedaan faktor-faktor lingkungan yang ada seperti suhu,
kelembapan dan lain-lain. Nilai frekuensi adalah kemunculan setiap individu pada
setiap plot dibagi jumlah plot dan nilai frekuensi relatif adalah frekuensi individu
dibagi frekuensi total dikali 100% (Mulyana, 2014). Untuk tumbuhan yang
mempunyai toleransi yang lebar, akan terdistribusi sangat luas sehingga nilai
frekuensi relatifmya akan lebih tinggi dari tumbuhan lain (Martono, 2012).

Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan nilai kerapatan relatif


tertinggi pada Trifolium patens schreb dan Axonopus compressus masing-masing
bernilai 34% dan 30%.. Nilai kerapatan adalah jumlah individu dibagi satuan luas
plot dan nilai kerapatan relatif adalah kerapatan tiap individu dibagi kerapatan total
dikali 100% (Mulyana, 2014). Menurut Martono (2012) tumbuhan yang
mempunyai nilai frekuensi relatif besar akan cenderung mempunyai nilai kerapatan
relatif yang besar pula.

Dalam praktikum yang dilakukan didapat nilai dominansi relatif tertinggi


pada Trifolium patens schreb dan Axonopus compressus masing-masing bernilai
31,4% dan 24%. Hal ini menunjukkan spesies tersebut mampu untuk bersaing
dengan spesies lain dalam mendapatkan unsur hara dalam tanah untuk
pertumbuhannya (Martono, 2012). Menurut Mulyana (2014) nilai dominansi adalah
luas bidang dasar individu dibagi luas plot dan nilai dominansi relatif adalah
dominansi tiap individu dibagi jumlah dominansi dikali 100% (Mulyana, 2014).

Indeks nilai penting spesies Trifolium patens schreb adalah 85,4% dan
spesies Axonopus compressus adalah 74%. Nilai tersebut berarti spesies Trifolium
patens schreb dan spesies Axonopus compressus mencerminkan dominansi dan
struktur vegetasi lingkungan di depan gedung O2 FMIPA Universitas Negeri
Malang. Menurut Cahyanto, dkk. (2014) indeks Nilai Penting (INP) mencerminkan
keberadaan peran (dominansi) dan struktur vegetasi suatu tegakan hutan. Selain itu
untuk spesies Veronica alpina L. memiliki INP terkecil yaitu 6,9% hal ini dapat
disebabkan oleh kompetisi antar spesies di lingkungan tersebut.

4. Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Tumbuhan

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi persebaran tumbuhan, faktor


abiotik yang diukur dalam praktikum ini adalah suhu tanah, pH tanah, kelembapan
tanah dan intensitas cahaya matahari. Berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran
faktor abiotik pada ketiga plot dilakukan dengan tiga kali pengulangan, pada plot 1
dihasilkan rerata suhu 29ºC, pH 6,25, kelembapan tanah 83%, dan intensitas cahaya
152 lux, pada plot 2 dihasilkan rerata suhu 30,5ºC, pH 6, kelembapan tanah 82%,
dan intensitas cahaya 347 lux sedangkan pada plot 3 dihasilkan rerata suhu 31ºC,
pH 5,75, kelembapan tanah 76%, dan intensitas cahaya 351 lux.

Suatu tumbuhan mampu hidup pada rentangan faktor abiotik tertentu sesuai
dengan kemampuan fisiologisnya. Spesies tumbuhan Cynodon dactylon banyak
ditemukan pada plot 3 dengan suhu 31ºC, pH 5,75, kelembapan tanah 76%, dan
intensitas cahaya 351 lux , hal tersebut berarti faktor abiotik pada plot 3 merupakan
wilayah yang cocok untuk pertumbuhan spesies tersebut. Menurut Kartasapoetra
(2006) pada umumnya tumbuhan dapat tumbuh pada pH antara 5,0-8,0, suhu tanah
juga berpengaruh terhadap pertumbuhan akar serta kondisi air didalam tanah
(kelembapan), suhu tanah dipengaruhi oleh suhu udara, intensitas cahaya matahari
yang masuk ke tanah dan air didalam tanah.
Kesimpulan

Berdasarkan data pada tabel frekuensi metode garis dapat diketahui bahwa
ditemukan 6 spesies pada plot yang berbeda-beda. Pada plot 1 ditemukan spesies
Axonopus compressus, spesies Veronica alpina L, spesies Cyperus rotundus,
spesies Trifolium patens schreb, spesies Muehlenbeckia complexa meisn. Pada plot
2 ditemukan dua spesies yaitu spesies Axonopus compressus dan spesies Trifolium
patens schreb. Pada plot 3 hanya ditemukan satu spesies saja yaitu spesies Cynodon
dactylon. Berdasarkan data yang disajikan pada tabel kerapatan metode garis,
diketahui bahwa spesies Axonopus compressus pada plot 1 kerapatannya sebesar 11
cm, sedangkan pada plot 2 kerapatannya 84 cm. Spesies Veronica alpina L
memiliki kerapatan pada plot 1 sebesar 1 cm. Spesies Cyperus rotundus pada plot
1 memiliki kerapatan sebesar 9 cm. Spesies Trifolium patens schreb pada plot 1
memiliki kerapatan 22 cm, sedangkan pada plot 2 kerapatannya 2 cm. Spesies
Muehlenbeckia complexa meisn memiliki nilai kerapatan 6 cm pada plot 1. Spesies
Cynodon dactylon memiliki nilai kerapatan 21 cm pada plot 3. Berdasarkan tabel
Dominansi metode garis diketahui bahwa ditemukan 6 spesies. Spesies Axonopus
compressus pada plot 1 kerapatannya sebesar 11 cm, sedangkan pada plot 2
kerapatannya 84 cm. Spesies Veronica alpina L memiliki kerapatan pada plot 1
sebesar 1 cm. Spesies Cyperus rotundus pada plot 1 memiliki kerapatan sebesar 9
cm. Spesies Trifolium patens schreb pada plot 1 memiliki kerapatan 22 cm,
sedangkan pada plot 2 kerapatannya 2 cm. Spesies Muehlenbeckia complexa meisn
memiliki nilai kerapatan 6 cm pada plot 1. Spesies Cynodon dactylon memiliki nilai
kerapatan 21 cm pada plot 3. Jumlah total nilai kerapatan dari enam spesies tersebut
yaitu 156 cm. Spesies yang ditemukan pada metode garis ini terdapat 6 spesies.
Pada spesies Axonopus compressus memiliki nilai INP sebesar 149%, spesies
Veronica alpina L sebesar 13,27%, spesies Cyperus rotundus sebesar 18,38%,
spesies Trifolium patens schreb sebesar 55%, spesies Muehlenbeckia complexa
meisn sebesar 54,8%, dan spesies Cynodon dactylon sebesar 38%.

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi persebaran tumbuhan, faktor


abiotik yang diukur dalam praktikum ini adalah suhu tanah, pH tanah, kelembapan
tanah dan intensitas cahaya matahari. Berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran
faktor abiotik pada ketiga plot dilakukan dengan tiga kali pengulangan, pada plot 1
dihasilkan rerata suhu 29ºC, pH 6,25, kelembapan tanah 83%, dan intensitas cahaya
152 lux, pada plot 2 dihasilkan rerata suhu 30,5ºC, pH 6, kelembapan tanah 82%,
dan intensitas cahaya 347 lux sedangkan pada plot 3 dihasilkan rerata suhu 31ºC,
pH 5,75, kelembapan tanah 76%, dan intensitas cahaya 351 lux. Berdasarkan hasil
pengamatan tanaman yang memilki frekuensi mutlak tertinggi, dominansi mutlak
tertinggi, frekuensi relatif tertinggi, dominansi relatif tertinggi, dan INP tertinggi
adalah Cynodon dactylon

Metode tanpa plot merupakan bentuk percontohan atau sampel adalah


berupa titik karena tidak menggambarkan suatu luas area tertentu. Metode ini juga
dikenal sebagai metode analisis vegetasi tanpa plot atau “plotless method”.
Tumbuhan yang dianalisis dapat berupa hanya satu tumbuhan yang benar-benar
terletak di titik tersebut atau yang proyeksinya mengenai titik tersebut (metode
interspsi titik). Untuk analisis yang menggunakan metode kuadran dilakukan
perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi. Nilai
penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relatif dari
sejumlah variabel yang telah diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif, dan
frekuensi relatif). Berdasarkan praktikum yang dilakukan dengan metode kuadrat
didapat nilai frekuensi relatif tertinggi yaitu 20% untuk tanaman Trifolium patens
schreb dan Axonopus compressus. nilai kerapatan relatif sebesar 34% dan 30%,
nilai dominansi relatif teringgi sebesar 31,4% dan 24%, dan Indeks nilai penting
tertinggi pada metode kuadrat adalah dari spesies Trifolium patens schreb adalah
85,4% dan spesies Axonopus compressus adalah 74%. Indeks nilai penting spesies
Trifolium patens schreb adalah 85,4% dan spesies Axonopus compressus adalah
74%.
Daftar Pustaka

Arrijani, 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Jurnal Biodiversitas, 7(2), 147-153.

Anjani, N. Dwi. 2018. Resistensi Gulma Rumput Axonopus Compressus, Eleusine


Indica, dan Ottochloa Nodosa asal Perkebunan Kelapa Sawit Lampung
Selatan terhadap Glifosat. Lampung: Universitas Lampung.

Bohari, M., dan Wahidah, B. F. 2015. Identifikasi Jenis-Jenis Poaceae di Desa Samata
Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Makasar: UIN Alauddin Makassar

Bunyamin, Z. dan M. Aqil. 2010. Analisis Iklim Mikro Tanaman Jagung (Zeamays
L.) Pada Sistem Tanam Sisip. Balai Penelitian Tanaman Serealia.Sulawesi
Utara. Prosiding Pekan Serealia Nasional. 294-300

Cahyanto, T., Chairunnisa, D., & Sudjarwo, T. 2014. Analisis Vegetasi Pohon
Hutan Alam Gunung Manglayang Kabupaten Bandung. Jurusan Biologi,
8(2), 145-161

Djumali dan Mulyaningsih, S. 2014. Pengaruh Kelembaban Tanah terhadap


Karakter Agronomi, Hasil Rajangan Kering dan Kadar Nikotin Tembakau
(Nicotiana tabacum L; Solanaceae) Temanggung pada Tiga Jenis Tanah.
Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. Berita Biologi. Malang.

Febriliani, Ningsih S. M., dan Muslimin. 2013. Analisis Vegetasi Habitat Anggrek
di Sekitar Danau Tambing Kawasan Taman Nasional Lore Lindu.
Sulawesi Tengah: Universitas Tadulako.

Fanani, A., Rohman, F., & Sulasmi, E. 2013. Karakteristik Komunitas Herba Di
Hutan Jati Resort Pemangkuan Hutan (Rph) Dander Petak 12b Kabupaten
Bojonegoro. (Online), (jurnal
online.um.ac.id/.../artikel06C174076B13EA256B3892E7EEC 675). diakses
tanggal 12 Februari 2020.

Hamidun, S., & Baderan, D. 2011. Analisis Vegetasi Hutan Produksi Terbatas
Boliyohuto Provinsi Gorontalo, (Online). (repository.ung.ac.id/.../Analisis-
Vegetasi-Hutan-Produksi-Terbatas-Boliy) diakses tanggal 12 Februari 2020.
Hidayat, M., Laiyanah, Silvia, N., Putri, Y. A., dan Marhamah, N. 2017. Analisis
Vegetasi Tumbuhan Menggunakan Metode Transek Garis (Line Transect)
di Hutan Seulawah Agam desa Pulo Pemukiman Lamteuba Kabupaten
Aceh Besar. Sumatera Utara: UIN Ar-Raniry Banda Aceh Sumatera Utara.

Indriyarto. 2008. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kartasapoetra, Ance Gunarsih. 2006. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan


Tanaman (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Kholimah, Siti. 2018. Eksplorasi Tumbuhan Herba yang Berkhasiat sebagai Obat
di Blok Pemanfaatan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura
War) Kota Bandar Lampung. Lampung: Universitas Lampung.

Lakitan, B. 1997. Dasar-dasar Klimatologi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Lingga, Pinus. 2012. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Depok: Penebar
Swadaya.

Lubis, S.K. 2007. Aplikasi Suhu dan Aliran Panas Tanah. Medan : USU.

Maisyaroh, Wiwin. 2010. Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah di Taman


Hutan Raya R. Soerjo Cangar, Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam
Lestari, 1 (1): 1-9.

Martono, Djoko Setyo. 2012. Analisis Vegetasi dan Asosiasi Antara Jenis-Jenis
Pohon Utama Penyusun Hutan Tropis Dataran Rendah di Taman. Nasional
Gunung Rinjani Nusa Tenggara Barat. Madiun: Fakultas Pertanian
Universitas Merdeka Madiun.

Mulyana, Fikri. 2014. Analisis Vegetasi. Lampung: Institut Agama Islam Negeri
Raden Intan Lampung.

Maridi, Saputra, A., & Agustina, P. 2015. Analisis Struktur Vegetasi di Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali. Bioedukasii, 8(1), 28-42.

Natalia, D., & Handayani, T. 2013. Analisis Vegetasi Strata Semak Di Plawangan
Taman Nasional Gunung Merapi Pasca Erupsi Merapi 2010. Jurnal
Bioedukatika, 1(1), 62-71
Oktaviani, R., & Yanuwiadi, B. 2016. Persepsi Masyarakat Terhadap Konservasi
Spesies Riparian di Tepi Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo. Biotropika:
Journal of Tropical Biology, 4(3), 81-87.

Raharjeng, A. R. P. 2015. Pengaruh faktor abiotik terhadap hubungan kekerabatan


tanaman Sansevieria trifasciata L. Jurnal Biota, 1(1), 33-41.

Rayadin, dkk. 2016. Pendugaan Biomassa dan Cadangan Karbon. Samarinda :


Kerjasama PT Kideco Jaya Agung dan Ecositrop.

Sari, dkk. 2018. Analisis Vegetasi Tumbuhan Dengan Metode Transek (Line
Transect) Dikawasan Hutan Deudap Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.
Makalah disajikan dalam Prosiding Seminar Nasional Biotik 2018.

Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Simamora, J. M., Hikmat, A., & Zuhud, E. A. 2017. The Effect of Biotic and
Physical Environmental Factors on Total Individual of Rafflesia meijerii in
Batang Gadis National Park. Media Konservasi, 22(1), 35-41.

Sriyani, N., Lubis, A.T., Sembodo, D.R.J., Mawardi,D., Suprapto, H., Susanto, H.,
Pujisiswanto, H., Abdachi, T., dan Oki,Y. 2014. Upland Weed Flora of
Southern Sumatera. An Illustrated Weed Identification Book. Bandar
Lampung: Global Madani Press.

Sujarwo W, Darma IDP. 2011. Analisis vegetasi dan pendugaan karbon tersi mpan
pada pohon di kawasan sekitar Gunung dan Danau Batur Kintamani Bali.
Jurnal Bumi Lestari 11(1): 85-92.

Sundra, K. I. 2016. Metode Dan Teknik Analisis Flora Dan Fauna Darat. Denpasar
: Universitas Udayana.

Susanto, W. (2012). Analisis Vegetasi pada Ekosistem Hutan Hujan Tropis untuk
Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya Raden Soerjo (Wilayah
Pengelolaan Cangar-Kota Batu). Jurnal Ekologi, 30(3), 23-35.

Suyono dan Sudarmadi, 1997. Hidrologi Dasar. Fakultas Geografi. Yogyakarta :


Universitas Gadjah Mada.
Syafei, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.

Win, N. 2011. Quantitative Analysis of Forest Structure in the Middle Part of the
Goktwin Area, Northern Shan State. Universities Research Hiyrbak 4(1):
321-335.
Lampiran

Kuadran 1 Kuadran 2 Kuadran 3

Analisis menggukan Soil tester


metode garis Kuadran
pada
kuadran 1

Soil Tester Vegetasi Soil Tester


pada yang pada
kuadran ke 2 ditemukan kuadran ke 3

Anda mungkin juga menyukai