Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

TINEA KAPITIS

Oleh :

Andi Ridho Azmi 1840312286

Muhammad Abdul Razak 1840312644

Preseptor :

Dr. dr. Satya Wydya Yenny, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

dr. Gardenia Akhyar, Sp.KK, FINSDV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2019
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan
Infeksi jamur dapat superfisial, subkutan dan sistemik, tergantung pada
karateristik dari host. Dermatofita merupakan kelompok jamur yang terkait secara
taksonomi. Kemampuan mereka untuk membentuk lampiran molekul keratin dan
menggunakannya sebagai sumber nutrisi memungkinkan mereka untuk berkoloni
pada jaringan keratin, masuk kedalam stratum korneum dari epidermis, rambut,
kuku dan jaringan pada hewan. Infeksi superfisial yang disebabkan oleh dematofit
yang disebut dermatofitosis, dimana dermatimicosis mengacu pada infeksi jamur.1

Banyak cara untuk mengklasifikasikan jamur superfisial, tergantung habitat


dan pola infeksi. Organisme geofilik berasal dari tanah dan hanya sesekali
menyerang manusia, biasanya memalui kontak langsung dengan tanah.1

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit kepala yang disebabkan oleh jamur
dermatofit. Tinea kapitis biasanya terjadi terutama pada anak – anak, meskipun
ada juga kasus pada orang dewasa yang biasanya terinfeksi Trichophyton
tonsurans. Tinea kapitis juga dapat dilihat pada orang dewasa sengan AIDS.1,2

1.2 Epidemologi

Insiden penyakit ini sepertinya meningkat di Amerika utara dan Eropa. Di


Negara seperti Ethopia, dimana akses perawatan medis yang sulit tingkat infeksi
telah mencapai lebih dari 25%. Pathogen yang dominan bervariasi sesuai lokasi
geografis. Di Amerika utara dan Inggris jamur antropolitik seperti Trichophiton
tonsurans ditemukan pada 90% kasus. Jamur zoofilik seperti Microsporum canis
ditemukan di Eropa, terutama di Mediterania dan Eropa tengah.3

1.3 Etiologi

Dermatofit ectothrix biasanya menginfeksi pada perifolikuler stratum


korneum, menyebar keseluruh dan kedalam batang rambut dari pertengahan

1
sampai akhir rambut sebelum turun ke folikel untuk menembus folikel rambut dan
diangkut keatas pada permukaannya. Biasanya disebabkan spesies dermatofita
seperti golongan Trichopiton dan Microsporum.3

1.4 Gambaran Klinis

Gambaran tinea kapitis tergantung dari etiologinya.

1.4.1 Grey patch ringworm


Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum
dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang
kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi
pusat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi
abu – abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mulai patah dan terlepas dari akarnya,
sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah
tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat
– tempat ini terlihat sebagai grey patch. 4

Gambar 1.1 Tampilan Grey patch 4

1.4.2 Kerion
Adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa
pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang
padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum

2
gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat. Agak kurang bila
penyebabnya Tricophyton tonsurans, dan sedikit sekali bila penyebabnya adalah
Tricophyton violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan
berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang – kadang
dapat terbentuk.4

Gambar 1.2 Tampilan kerion 4

1.4.3 Black Dot Ringworm


Terutama disebabkan oleh Tricophyton tonsurans dan Tricophyton
violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan
yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah
tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh
spora. Ujung rambut yang hitam didalam folikel rambut ini memberi gambaran
khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang patah, kalau tumbuh kadang – kadang
masuk ke bawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk
mendapat bahan biakan jamur.4

Gambar 1.3 Tampilan Black Dot Ringworm 4

3
1.5 Diagnosis
Diagnosis klinis dari infeksi dermatofit dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan mikroskopis dapat membuktikan infeksi jamur dalam beberapa menit,
tidak sering kali memungkinkan untuk spesiasi atau untuk mengidentifikasi
kerentanan terhadap agen. Evaluasi mikroskopis juga dapat menghasilkan hasil
negatif palsu, dan kultur jamur sebaiknya dilakukan ketika diduga adanya infeksi
klinis dermatofit.1

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1.6.1 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan lesi yang melibatkan kulit kepala atau jenggot dengan
menggunakan lampu wood mungkin memperlihatkan gambaran pteridin dari
pathogen tertentu. Jika demikian, rambut dengan flouresensi tersebut harus
diperiksa lebih jauh. Perlu diketahui bahwa organisme ektotrik seperti
Microsporum canis dan Microsporum audouinii akan tampak flouresensi pada
pemeriksaan lampu wood, sedangkan organisme endotrik, Tricophyton tonsurans
tidak tampak flouresensi. 1
Flouresensi positif terinfeksi oleh Microsporum audouinii, Microsporum
canis, Microsporum femgineum, Microsporum distorturn, dan Trichopiton
schoenleinii. Pada ruangan yang gelap kulit dibawah lampu ini berflouresensi
agak biru. Ketombe umumnya cerah putih kebiruan. Rambut yang terinfeksi
berflouresensi hijau terang atau kuning kehijauan.5 Pada pemeriksaan mikroskopi,
rambut harus dicabut tidak di potong melihat di mikroskop dengan pemeriksaan
KOH 10 – 20%.1

1.6.2 Pemeriksaan Kultur


Spesiasi jamur didasarkan pada karakteristik mikroskopik, makroskopik
danmetabolisme organisme. Saboraud dextrose agar (SDA) adalah media isolasi
yang paling umum digunakan dan sebagai basis untuk gambaran yang paling
morfologi. Namun kontaminasi saprobes tumbuh pesat pada media ini.1

4
1.7 Diagnosa Banding
1.7.1 Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari
oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik.
Kelainan kulit terdiri dari eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan.4

Gambar 1.4 Dermatitis Seboroik4

1.7.2 Dermatitis atopik


Keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya
sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di daerah lipatan.4

Gambar 1.5 Dermatitis Atopik4

1.8 Penatalaksanaan
Anti jamur sistemik dan topical memiliki beberapa khasiat melawan
dermatopit. Infeksi yang melibatkan rambut dan kulit memerlukan antijamur oral
untuk menembus dermatofit yang menembus folikel rambur. Pengobatan standar
tinea kapitis di amerika serikat masih menggunakan grisofulvin, triazole oral

5
(itrakonazole, flukonazol) dan terbinafin merupakan antijamur yang aman, efektif
dan memiliki keuntungan karena durasi pengobatan yang lebih pendek.1

1.8.1 Nonmedikamentosa
1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab
2. Mencegah penularan6

1.8.2 Medikamentosa
1. Topikal: tidak disarankan bila hanya terapi topikal saja. Rambut dicuci
dengan sampo antimikotik: selenium sulfida 1% dan 2,5% 2- 4 kali/minggu
atau sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu6

2. Sistemik
a. Spesies Microsporum
 Obat pilihan: griseofulvin fine particle/microsize 20-25 mg/kgBB/hari dan
ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.
 Alternatif: Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6
minggu. Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-
40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 4 minggu.
b. Spesies Trichophyton:
 Obat pilihan: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB
20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 2-4 minggu
 Alternatif : Griseofulvin 8 minggu, Itrakonazol 2 minggu, Flukonazol 6
mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu6

6
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas

Nama Pasien : AP

No. RM : 01.06.94.27

Nama Ibu Kandung : Ny. Riri N.

Umur : 4 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Belum Bekerja

Alamat : Ampang Pulai, Tarusan, Kab. Pesisir Selatan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Negeri Asal : Tarusan

Agama : Islam

Suku : Minang

No. HP : 082288557100

Tanggal Pemeriksaan : 2 Desember 2019

2.2. Anamnesis (Alloanamnesis)

Seorang pasien dibawa oleh ibunya ke bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 2 Desember 2019 dengan :

2.2.1. Keluhan utama:

Bercak-bercak putih yang terasa gatal dan semakin bertambah banyak

pada daerah kepala sejak tiga minggu yang lalu.

7
2.2.2. Riwayat penyakit sekarang

 Menurut pengakuan ibu pasien, awalnya pada kepala sisi belakang muncul

satu buah bercak putih yang terasa gatal sejak tiga minggu yang lalu.

Kemudian bercak putih tersebut menyebar ke seluruh bagian kepala dan

semakin bertambah banyak.

 Pada dua minggu yang lalu, rambut-rambut pada daerah bercak putih

tersebut rontok sendiri sehingga kulit kepala dapat terlihat.

 Pasien memiliki kebiasan bermain tanah di lingkungan sekitar rumah dan

saat bermain pasien tidak memakai alas kaki.

 Pasien tidak pernah kontak dengan kucing dan anjing yang memiliki bulu

rontok.

 Pasien memiliki riwayat kontak dengan teman bermain di sekitar rumah

dengan bercak putih dikepala yang semakin meluas dan disertai dengan

rontoknya rambut sama seperti pasien.

 Riwayat peminjaman dan pemakaian topi dari orang lain tidak ada.

 Riwayat pangkas rambut terakhir sebelum sakit lupa.

 Riwayat konsumsi obat-obatan dalam jangka lama disangkal.

 Pasien rutin berkeramas sebanyak dua kali sehari.

 Bercak-bercak merah yang disertai rasa gatal di bagian tubuh lain

disangkal.

 Riwayat pengobatan sebelumnya pasien diberikan salep pikangsuang dua

kali sehari oleh ibunya, namun keluhan pasien tidak berkurang, terakhir

pasien mendapatkan salep tersebut dua hari yang lalu.

8
 Riwayat berobat ke Puskesmas dan dokter tidak ada.

 Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan asma.

2.2.3. Riwayat penyakit dahulu

 Pasien tidak pernah mengalami bercak putih pada kepala yang disertai

dengan kerontokan rambut sebelumnya.

 Pasien tidak pernah mengalami bercak kemerahan yang disertai rasa gatal

sebelumnya

 Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, asma dan hidung berair

pada pagi hari.

2.2.4. Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat keluarga pasien yang memiliki bercak putih pada kepala yang

disertai dengan kerontokan rambut tidak ada

 Riwayat keluarga pasien yang memiliki keluhan bercak merah yang

disertai rasa gatal pada kulitnya tidak ada

 Riwayat keluarga dengan riwayat alergi makanan, asma dan hidung berair

pada pagi hari tidak ada

2.3. Pemeriksaan fisik

2.3.1. Status generalisata

 Keadaan umum : Sakit Ringan

 Kesadaran : Komposmentis

9
 Status gizi : BB : 13 kg

TB : 102 cm

 Kepala : Tidak ada kelainan

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

 Hidung : Tidak ada kelainan

 Pemeriksaan Toraks : Tidak ada kelainan

 Pemeriksaan Abdomen : Tidak ada kelainan

 Pemeriksaan Ekstremitas : Tidak ada kelainan

2.3.2. Status Dermatologikus

 Lokasi : Kepala

 Distribusi : Tidak khas

 Bentuk : Bulat, tidak khas.

 Susunan : Tidak khas.

 Batas : Tegas

 Ukuran : Numular, Plakat.

 Efloresensi : makula hipopigmentasi dengan skuama putih halus

10
Foto Klinis :

Tampak Depan Tampak Belakang

Tampak Atas Tampak Sisi Kiri

2.3.3. Status venereologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan.

2.3.4. Kelainan selaput : Tidak ada kelainan.

2.3.5. Kelainan rambut : rambut mudah patah dan berubah warna

menjadi ke abu-abuan

11
2.3.6. Kelainan kuku : Tidak ada kelainan.

2.4. Resume

Seorang pasien laki-laki usia 4 tahun dibawa oleh ibunya berobat ke

bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada

tanggal 2 Desember 2019 dengan bercak-bercak putih yang terasa gatal dan

semakin bertambah banyak pada daerah kepala sejak tiga minggu yang lalu.

Menurut pengakuan ibu pasien, awalnya pada kepala sisi belakang muncul satu

buah bercak putih yang terasa gatal sejak tiga minggu yang lalu. Kemudian bercak

putih tersebut menyebar ke seluruh bagian kepala dan semakin bertambah banyak.

Pada dua minggu yang lalu, rambut-rambut pada daerah bercak putih tersebut

rontok sendiri sehingga kulit kepala dapat terlihat. Pasien memiliki kebiasaan

bermain tanah di lingkungan sekitar rumah tanpa alas kaki. Pasien memiliki

riwayat kontak dengan teman bermain di sekitar rumah dengan bercak putih

dikepala yang semakin meluas dan disertai dengan rontoknya rambut sama seperti

pasien.

Dari hasil pemeriksaan, pada daerah kepala ditemukan adanya lesi dengan

distribusi tidak khas, berbentuk bulat-tidak khas, susunan tidak khas, berbatas

tegas, ukuran sebesar nummular hingga plakat dengan efloresensi makula

hipopigmentasi dengan skuama putih halus.

2.5. Diagnosis Kerja : Suspek Tinea Kapitis

2.6. Diagnosis Banding : Dermatitis seboroik, Alopesia areata

12
2.7. Pemeriksaan Laboraturium dan Anjuran

 Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan lampu Wood

Flouresensi : Hijau Kekuningan

13
Pemeriksaan KOH

o Rambut kepala

Hasil : tidak ditemukan spora endotrik dan eksotrik

 Pemeriksaan Anjuran

Kultur Jamur

2.8. Diagnosis : Tinea kapitis tipe Gray Patch

2.9. Tatalaksana :

 Tatalaksana umum

1. Menjaga kebersihan kepala dan badan dengan mandi serta

keramas teratur

2. Menhindari pemakaian alat mandi secara bersama seperti

penggunaan handuk bersama dengan pasien

3. Menjelaskan pengobatan diberikan dalam jangka yang lama

hingga 2 minggu setelah dinyatakan sembuh secara klinis.

14
 Tatalaksana khusus
o Terapi sistemik
 Griseofulvin 1 X 250 mg selama 14 hari, diminum 14 hari
 Cetirizin 10 mg 1 kali sehari, jika gatal.
o Terapi topikal
 Sampo Ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu

2.10. Prognosis
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functtionam : bonam
Quo ad kosmetikum : bonam

2.11. Resep

dr. M. Abdul Razak


Praktek Umum/SIP: 216/DKK/SIP/2019
Hari: Senin- Jum’at/ Jam: 19.00-21.00
Alamat: Jl. Perintis Kemerdekaan No 94, Padang
No. Telp: (0751) 7012345
Padang, 2 Desember 2019

R / Griseofulvin 250 mg
m.f. pulv.dtd. No. XIV
S1 dd pulv I (malam)
R / Ketokonazol sampo 2% No. I
S. q.o.d. applic loc dol
R / Cetirizin 3,25 mg
m.f.pulv.dtd. No. X
Sprn. S1 dd pulv I

Pro : AS
Usia : 4 tahun
Alamat : Tarusan, Pesisir Selatan

15
BAB III

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki usia 4 tahun yang dibawa berobat

oleh ibunya ke Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang

pada tanggal 2 Desember 2019 dengan keluhan bercak-bercak putih yang terasa

gatal dan semakin bertambah banyak pada daerah kepala sejak tiga minggu yang

lalu. Dilakukan alloanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

pada pasien ini.

Penegakkan diagnosis tinea kapitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tinea atau dermatofitosis merupakan penyakit

pada jaringan yang mengandung zat tanduk seperti stratum korneum pada

epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.

Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien saat datang ke poli adalah

bercak-bercak putih yang terasa gatal dan semakin bertambah banyak pada

daerah kepala sejak tiga minggu yang lalu.

Tinea memiliki berbagai jenis sesuai dengan bagian tubuh yang terkena,

seperti tinea kapitis yang mengenai kulit dan rambut kepala; tinea pedis yang

mengenai kaki; tinea manus yang mengenai tangan; tinea unguium yang mengenai

kuku jari tangan dan kaki; tinea kruris yang mengenai daerah genitokrural, sekitar

anus, bokong dan kadang-kadang sampai ke perut bagian bawah; serta tinea

korporis yang mengenai kulit bagian lain yang tidak termasuk pada tinea kapitis,

pedis, manus, unguium, dan kruris. Pada pasien ditemukan adanya kelainan pada

daerah kepala pasien sehingga dapat diduga pasien terkena tinea kapitis.

16
Menurut keterangan ibu pasien, mulanya bercak putih yang terasa gatal

muncul pada tiga minggu yang lalu yang kemudian bercak putih tersebut

menyebar ke seluruh bagian kepala dan semakin bertambah banyak. Pada dua

minggu yang lalu, rambut-rambut pada daerah bercak putih tersebut rontok sendiri

sehingga kulit kepala dapat terlihat dan kepala tampak botak sebagian. Perjalanan

penyakit pasien mengarah pada salah satu jenis tinea kapitis yaitu jenis gray patch.

Pada pasien ditemukan adanya kebiasaan suka bermain tanah di lingkungan

sekitar rumah tanpa menggunakan alas kaki. Pasien juga memiliki riwayat kontak

dengan teman bermain yang memiliki bercak putih dikepala yang semakin meluas

dan disertai dengan rontoknya rambut sama seperti pasien. Kedua hal tersebut

merupakan faktor risiko dan dasar penyebab dari kelainan kulit pasien.

Pada pemeriksaan status generalis tidak ditemukan adanya kelainan dan

status venerologi tidak ditemukan kelainan. Pada status dermatologikus

ditemukan adanya lesi dengan distribusi tidak khas, berbentuk bulat-tidak khas,

susunan tidak khas, berbatas tegas, ukuran sebesar numular hingga plakat dengan

efloresensi makula hipopigmentasi dengan skuama putih halus. Pada pasien juga

ditemukan adanya alopesia areata pada daerah lesi. Berdasarkan gambaran status

dermatologikus dan adanya alopesia areata, pada pasien dapat kita diagnosis kerja

dengan tinea kapitis tipe gray patch.

Berdasarkan pemeriksaan rutin yang dilakukan, yaitu pemeriksaan

mikologis langsung dengan pemeriksaan lampu wood dengan eflouresensi hijau

kekuningan dan pada pemeriksaan dengan KOH 20% ditemukan tidak ditemukan

spora eksotrik dan endotrik. Pemeriksaan anjuran pada pasien ini yaitu kultur

jamur.

17
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

maka pada pasien ini dapat kita diagnosis dengan tinea kapitis tipe gray patch.

Tatalaksana untuk tinea jenis ini adalah dengan terapi non farmakologis dan

farmakologi. Terapi non-farmakologi yang dapat diberikan pada pasien tersebut

adalah dengan memberikan edukasi mengenai penyakitnya dan edukasi mengenai

pemberian obat oral dan topikal, serta menjelaskan bahwa pengobatan yang

diberikan akan terus berlangsung lama hingga 2 minggu setelah penderita

dinyatakan sembuh secara klinis.

Terapi medikamentosa yang diberikan adalah pemberian obat sistemik dan

obat topikal. Obat sistemik yang dapat diberikan adalah griseofulvin dengan dosis

10-25 mg/kgBB/hari yang diberikan 1-2 kali sehari dengan lama pengobatan

bergantung kepada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan imunitas penderita.

Selain itu juga diberikan cetirizin untuk mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi

pada penderita tersebut.

Obat topikal yang bisa diberikan adalah sampo ketokonazole 2% yang

diberikan setiap 2 hari sekali. Pemberian obat topikal bertujuan untuk

mempercepat waktu penyembuhan di samping diberikan obat sistemik.

Pengobatan pada pasien tinea baik berupa obat sistemik maupun obat topikal

sebaiknya diteruskan 2 minggu setelah setelah dinyatakan sembuh secara klinis.

Prognosis pasien ini adalah quo ad sanam bonam, quo ad vitam bonam, quo ad

cosmeticum bonam dan quo ad fuctionam bonam.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Verma. S, Heffernan. MP. 2008. Fungal Disease. In, Fitzpatrick’s


Dermatology in General Medicine. Ed.7th. Vol 1 & 2. New York, Amerika.
P.1807-1818
2. Hay.R.J, Ashbee.H.R . Mycology . In, Rook’s Text Book Of Dermatology.
Ed.7th. Vol 1 & 4. New Salford, Manchester. P.36.25- 36.27.
3. Chan. YC, Friedlander.SF. Journal of New Treatment for Tinea Capitis.
[online] 2010, diakses 2 Desember 2019 http://www.mjms.ukim.edu.mk
4. Djuanda A, Prof.Dr.dr, Hamzah M,dr, Aisah,Prof.Dr.dr. 2007 Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin.Ed5th. Jakarta, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia..P.59.95.20
5. James.WD, Berger TG, Elston Dm. 2006. disease resulting from fungi and
yeasts. In, Andrewa Diseases of The Skin:Clinical
Dernatilogi.Ed10th.Kanada. P297-299
6. Widaty, S., dkk. 2017. Panduan praktik klinis bagi dokter spesiaslis kulit
dan kelamin di Indonesia. PERDOSKI. Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai