KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberkati kami sehingga karya ilmiah yang berjudul “
Menganalisis Kesalahan Penulisan Bahasa Indonesia Pada Media Luar di Kota Banda Aceh JL. P
Diponegoro” dapat terselesaikan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu kami dalam proses pembuatan karya ilmiah ini dan berbagai sumber yang telah
kami pakai sebagai data dan fakta pada karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini ditulis untuk memenuhi
tugas mata kuliah umum bahasa Indonesia (MKU-BI) di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pengetahuan, Universitas Syiah Kuala. Karya ilmiah ini berisi tentang analisis mengenai kesalahan
penulisan bahasa Indonesia pada media luar ruang di kota Banda Aceh Jl. P Diponegoro.
Kami mengakui bahwa dalam menyelesaikan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna karena tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna. Kami
telah melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Dimana kami
juga memiliki keterbatasan kemampuan. Oleh karena itu, seperti yang telah dijelaskan bahwa kami
memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, kami bersedia menerima kitik dan saran dari pembaca
yang budiman. Kami akan menerima semua kritikan dan saran yang membangun sehingga kami
dapat memperbaiki karya ilmiah kami di masa yang akan datang. Semoga karya ilmiah berikutnya
dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik. Kami berharap dengan terselesaikannya karya
ilmiah ini akan memberi banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari karya ini. Semoga
dengan adanya karya ilmiah ini dapat mengurangi bahkan menghilangkan penggunaan kata bahasa
yang salah pada media luar ruang.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 4
2.1 Ejaan 12
2.2 Pemakaian Huruf 13
2.2.1 Pemakaian Huruf Kapital 13
2.2.2 Pemakaian Huruf Miring 14
2.2.3 Gabungan Kata 15
2.2.4 Kata Depan di, ke, dan dari 15
2.3 Akronim 15
2.4 Angka 16
2.5 Pemakaian Tanda baca 16
2.5.1 Tanda Titik 16
2.5.2 Tanda Koma 16
2.5.3 Tanda Seru 17
2.5.4 Tanda Garis Miring 17
2.6 Penulisan Unsur Serapan 17
2.7 Diksi (Pilihan Kata) 18
2.8 Aturan Penulisan Huruf 19
2.8.1 Pemenggalan Kata 19
2.8.2 Penulisan Kata Depan dan Partikel 20
2.8.3 Penulisan Gabungan Kata 20
2.8.4 Penulisan Kata Ulang 20
2.8.5 Kata-kata Berejaan Kembar 21
4.2 Pembahasan 30
4.2.1 Sinonim 30
4.2.2 Pemborosan Kata ( Pleonasme) 31
4.2.3 Tanda Baca 32
4.2.4 Angka Bilangan 34
4.2.5 Penggunaan Bahasa Asing 38
4.2.6 Bahasa Baku dan Tidak Baku 40
4.2.6.1 Bahasa Indonesia Baku 41
4.2.6.2 Bahasa Indonesia Tidak Baku 43
4.2.6.3 Contoh-contoh Kesalahan Berbahaa 44
4.2.6.4 Taksonomi Kateegori Linguistik 44
4.2.6.5 Taksonomi Siasat Permukaan 44
4.2.6.6 Taksonomi Kompratif 45
4.2.6.7 Taksonomi Efek Komunitatif 46
4.2.7 Penggunaan Huruf Tebal dan Huruf Miring 47
4.2.7.1 Huruf Tebal 48
4.2.7.2 Huruf Miring 49
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 50
5.2 Saran 50
4
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah dipakai oleh
masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum belanda menjajah Indonesia.Bahasa Indonesia
merupakan bahasa nasional yang digunakan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Bahasa
Indonesia juga merupakan alat komunikasi yang digunakan seluruh manusia di dunia. Bahasa tidak
hanya digunakan untuk berkomunikasi secara lisan namun juga melalui tulisan.
Bahasa merupakan media yang digunakan untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan sebagai
identitas diri, baik sebagai individu maupun berkelompok. Bahasa dapat menggiring kita
menembus ruang dan waktu. Bahasa mampu merekam berbagai hal seperti adat istiadat, tradisi,
globalisasi, dan sebagainya dalam bentuk lisan maupun tulisan. Semua itu merupakan fungsi
bahasa. Saat kita menulis, banyak hal yang sangat penting untuk kita sepakatkan. Beberapa
contohnya yaitu penggunaan tanda baca, struktur kalimat dan lain-lain.
Bahasa Indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan masyarakt. Tidak hanya pelajar dan
mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa tulisan
sebagai salah satu wacana yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya mensyaratkan seorang
penulis untuk menguasai kaidah-kaidah bahasa, khususnya penggunaan EYD. Karena dengan
penguasaan terhadap kaidah EYD, dapat dipastikan pesan informasi yang disampaikan dalam
tulisannya dapat dengan mudah dipahami oleh pembacanya (Syarif Yunus, 2012).
Bahasa Indonesia adalah bahasa terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peran bahasa
itu antara lain bersarang pada ikrar tiga sumpah pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami poetera dan
poetry Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia”. Pertimbangan tempat
yang terkemuka di antara beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing sangat penting bagi
penuturnya sebagai bahasa ibu.
Tanda baca merupakan suatu keterampilan dalam menulis yang sudah diajarkan di tingkat
pendidikan dasar. Dengan harapan mahasiswa dapat menggunakan kemampuan menulisnya
tersebut di tingkat selanjutnya, namun dalam pelaksanaannya banyak mahasiswa yang tidak
mengerti tata cara penggunaan tanda baca tersebut sehingga perlu dilakukan pengulangan di setiap
jenjang pendidikan dan semakin memperdalam pengetahuannya tersebut agar bias diterapkan di
masa perkuliahan, perkantoran, dan kehidupan sehari-hari. Dimasa perkuliahan sangat sering
melakukan pembuatan karya tulis baik itu skirpsi, makalah, maupun thesis yang membutuhkan
kemampuan berbahasa yang baik.
Tanda baca sangat sring digunakan di dalam kehidupan sehari-hari baik di dalam perkantoran
maupun perkuliahan. Namun,dimlapangan banyak terjadi kesalahan pnggunaan tanda baca seperti
kesalahan penggunaan tanda titik, tanda koma, tanda titik koma, tanda titik dua, hubung, pisah
5
ellipsis, kurung, Tanya, seru, kurung siku, petik, petik tunggal, garis miring, serta penyingkat, yang
akan mengubah makna an tujuan dari kalimat yang dibuat tersebut.
Cikal bakal bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara berawal dari
pernyataan sikap politik pemuda nusantara dengan ikrar sumpah pemuda. Dalam kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, disamping menjadi alat komunikasi antar etnis yang
mempunyai bahasa daerah masing-masing sebagai bahasa pertama, bahasa indonesia juga telah
menjadi alat komunikasi efektif bagi terjalinnya hubungan antar etnis di Indonesia. Oleh karena
itu pengetahuan tentang bahasa baku cukup penting untuk mempelajari bahasa Indonesia secara
menyeluruh yang akhirnya bias diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar sehingga
identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.
Dalam bahasa Indonesia itu ada yang disebut bahasa bbaku. Diamana bahasa baku merupakan
standar penggunaan bahasa yang dipakai dalam bahasa Indonesia. Istilah bahasa baku telah dikenal
oleh masyarakat secara luas. Namun pengenalan istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami
secara komprehensif konsep dan makna istilah bahasa baku itu. Hal itu terbukti bahwa masih
banyak orang atau masyarakat berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik dan benar.
“ kita berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam situasi
yang tidak esmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku”. (Pateda, 1997:30).
Slogan “pergunakanlaj bahasa Indonesia dengan baik dan benar”, tanpaknya mudah
diucapkan, namun maknanya tidak jelas. Slogan itu hanyalah suatu retorika yang tidak berwujud
nyata, sebab masih diartikan bahawa di segala tempat kita harus menggunakan bahasa baku.
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh masyarakat kadang-kadang kurang dipahami kaidah dan
aturan yang ada. Bahasa yang sesuai dengan aturan kaidah penulisan yang ada bahasa baku.
Kata baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah
ditentukan. Sebagai sumber utama bahasa baku adalah kamus besar bahasa Indonesia. Kata baku
digunakan dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara
tepat. Pengertian kata baku perlu dipahami agar bias berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Salah satu tujuan bahasa adalah mempersatukan bangsa. Dengan menggunakan kata baku yang
baik dan benar, secara tidak langsung mampu mempersatukan masyarakat-masyarakat daerah
menjadi satu bangsa.
Pengertian kata baku secara umum adalah sebuah kata yang sesuai dengan pedoman atau
kaidah bahasa yang sudah ditentukan di Indonesia, kata baku umumnya sering digunakan untuk
kalimat yang resmi, baik itu dalam suatu tulisan maupun dalam sebuah penggungkapan kata-kata.
Sedangkan suatu kata dianggap tidak baku apabila kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia. Tidak bakunya sebuah kata tidak hanya diakibatkan oleh salah penulisan saja,
melainkan juga diakibatkan oleh pengucapan yang salah dan juga karena penyusupan suatu
kalimat yang tidak tepat. Umumnya, kata tidak baku sering digunakan dalam kehiduppan sehari-
hari.
Bahasa baku adalah salah satu dari variasi bahasa yang diangkat dan disetujui ragam bahasa
yang akan dibuat kayu pengukur sebagai bahasa yang baik dan benar-benar dalam komunikasi
yang dilakukan resmi, baik lisan maupun tulisan. Selain untuk keperluan penggunaan resmi, ragam
6
bahasa baku menurut Gravin dan Mathoit (1956: 785-787) juga memiliki fungsi lain yang
berfungsi sebagai sosial politik, yaitu:
1. Fungsi pemersatu
2. Fungsi pemisah
3. Fungsi harga diri
4. Fungsi persetujuan rujuk
Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian,
bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses
menerima penutur orang dengan seluruh masyarakat itu. Sebagian besar orang bukan saja tidak
sadar aka nada dialek bahasa Indonesia, lebih suka juga upotia yang hanya mengenal satu ragam
bahasa Indonesia dari Sabang sampai Marauke.
Kajian tentang kesalahan penggunaan tanda baca dan kata baku ini sering sekali kita jumpai
baik dimedia massa maupun media elektronik. Dalam kehidupan sehari-hari pun, terkadang sering
kita mendengar orang-orang yang menggunakan bahasa yang tidak baku dalam kegiatan-kegiatan
resmi dalam penulisanpun masih banyak terjadi kesalahan penggunaan tanda baca, sehingga
mengakibatkan ketidaksesuaian penggunaan tanda baca yang sesuai dengan aturan.
Disadari atau tidak, penggunaan bahasa akan berubah sesuai dengan kebutuhan penuturnya.
Di zaman sekarang banyak sekali masyarakat bahkan pelajar yang kurang pemahaman dalam
menempatkan kata ataupun kalimat dengan benar. Baik disadari atau tidak, penggunaan kata yang
sering digunakan oleh masyarakat tidak tepat penggunaannya. Disamping itu, ketidaktepatan kerap
membingungkan masyarakat dalam menggunakan bahasa baku.
Masyarakat atau pelajar seringkali tidak memperdulikan ketepatan dalam penggunaan kata atau
kalimat. Apakah itu sesuai aturan atau tidak, yang terpenting tujuan dan maksud mereka
tersampaikan. Oleh karena itu, menyebabkan banyak tulisan-tulisan disepanjang jalan seperti
spanduk, papan nama, baliho, plakat, pamflet dan brosur banyak ditemukan kata yang tidak baku
dan juga ditemukan kesalahan dalam penulisan tanda baca yang tidak sesuai dengan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Hal itu yang menyebabkan dalam sebuah tulisan kerap tidak
sesuai dengan bahasa baku ataupun Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Seiring berkembangnya waktu, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
percakaapan sehari-hari seperti pada sekolah dasar hingga perguruan tinggi mulai tersamarkan
dengan pencampuran bahasa lokal maupun asing dengan bahasa Indonesia itu sendiri. Hal itu
sudah cukup pelik, dikarenakan sudah semakin sedikitnya kesadaran anak bangsa terhadap
pentingnya membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Melihat dari tren
pergaulan saat ini dalam percakapan sehari-hari, bahasa Indonesia sudah disisipi pengaruh bahasa
daerah, kata serapan dari bahasa inggris maupun bahasa pergaulan yang sedang naik daun, yaitu
bahasa gaul. Atas dasar tersebut, peneliti memulai penelitiannya melalui observasi atau
pengamatan mengenaik kesalahan yang terjadi pada “penulisan media luar ruang di jalan P.
Diponegoro”
Dalam bahasa baku terdapat standar yang harus dipenuhi dalam penggunaan ragam bahasa,
standar tersebut ialah penggunaan tata bahasa dan ejaan bahasa Indonesia yang benar. Tata bahasa
7
Indonesia yang baku salah satunya meliputi penggunaan kata, dan EBI yang sesuai dengan kaidah
baku.
Bagi seorang pelajar menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan benar adalah keharusan.
Karena ragam bahasa baku/standar digunakan dan dipelajari disekolah/institusi pendidikan. Yang
kesesuaian penggunaannya harus dipehatikan.persoalan permartabatan bahasa dari sastra
Indonesia dari tahun ke tahun senantiasa selalu berubah sesuai dengan perkembangan dan tuntunan
masyarakat. Persoalan yang cukup mendasar terkait dengan permartbatan bahasa antara lain,
kehidupan masyarakat Indonesia telah berubah baik sebagai akibat tantanan kehidupan yang baru,
seperti pemberlakuan pasar bebas dalam rangka globalisasi, akibat perkembangan teknologi
informasi yang sangat pesat maupun pemberlakuan otonomi daerah. Interaksi global dalam
berbagai bidang dewasa ini menurut Warsiman dan Rosyida (2009, p.2) tidak bias dihindari.
Akibatnya proses transaksi nilai-nilai global dengan sendirinya akan terjadi.
Secara empiris, kenyataan membuktikan akhir-akhir ini terutama dalam kaitannya dengan
munculnya fenomena merosotnya komitmen mmasyarakat dalam berbagai lapisan khususnya
masyarakat pelajar pada segala jenjang pendidikan terhadap etika kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa serta bernegara. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya praktisi yang
mencampuradukkan penggunaan bahasa Indonesia atau bahkan menggunakan penggunaan bahasa
asing dalam percakapan sehari-hari.
Hal senada diungkapkan oleh Lestari (2015,p.1) bolehkah kita menggabungkan atau
merangkaikan istilah asing dengan istilah bahasa Indonesia dalam satu rangkaian frasa? Atau
haruskah ditulis dalam dua bahasa yang berbeda secara terpisah? Misalnya, Jatim park. Jatim
menggunakan istilah Indonesia, yaitu jawa timur, sedang park menggunakan istilah asing,
taman/kebun. Bukankah seharusnya ditulis secara dilingual, yaitu taman jawa timur atau eastjava
park. Ketidakkonsistenan kita dalam berbahasa menimbulkan terjadinya kesalahan disana-sini.
Ada yang salah hurufnya, spasi, dan lain sebagainya.
Kesalahan seperti ini dapat dikatakan sebagai wujud kesalahan berbahasa menurut setiawakti
(2010,p.15) adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulis yang menyimpang dari
faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakat dan
menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia. Istilah kesalhan berbahasa memiliki pengertian
yang beragam, Corder(1985,p.1-35) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan
berbahasa, yaitu: 1) lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penuturan beralih cara untuk
menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan atau kalimat selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk
berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan “slip of the pen” kesalahan ini terjadi akibat
ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya, 2) eror adalah kesalahan berbahasa akibat
penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code) 3) mistake adalah kesalahan
berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi
tertentu.
Atas dasar tersebut, peneliti ingin menyampaikan perihal penggunaan bahasa Indonesia yang
tepat dalam proses komunikasi tulis melalui media luar ruang yang ada di jalan P. Diponegoro.
Media luar ruang merupakan media berukuran besar yang dipasang ditempat-tenpat terbuka seperti
8
di pinggir jalan, di keramaian atau tempat-tempat khusus lainnya, seperti di dalam bus kota,
gedung, pagar tembok, dan sebagainya (Tejiptono,2008,p.2043). media luar ruang memiliki
banyak jenis menurut Ghifary(2014, p.32-33) ada Sembilan jenis media luar ruang, yaitu poster,
billboard atau baliho, spanduk, balon udara, videotron/megatron,transit ad, kiosk,painted wall,
dan neo box.
Penulisan iklan pada spanduk, balihoh, dan lain-lain ini banyak sekali didapati kesalahan
penulisan untuk itu, peneliti tergerak untuk melakukan penelitian pada media luar ruang yang ada
di jalan P Diponegoro. Alasan memilih media luar ruang di jalan P Diponegoro ini sebagai data
penelitian, yaitu pertama media luar seperti balihoh dan spanduk lebih mudah di temukan di
bandingkan dengan di media elektronik. Kedua, rentang waktu pemasangannya lebih lama. Ketiga,
media luar ruang menjangkau semua lapisan masyarakat. Keempat, penelitian terhadap media luar
ruang di jalan P Diponegoro ini sejauh pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan.
Dalam karya ilmiah ini akan dibahas mengenai kesalahan tanda baca dan kata baku pada media
luar ruang yang telah diambil pada tanggal 25 Oktober 2019 di jalan P Diponegoro, untuk lebih
lengkapnya akan dibahas pada bab berikutnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, ditemukan permasalahan yang berkaitan dengan kesalahan
penulisan pada media luar ruang di jalan P Diponegoo adalah sebagai berikut:
1. Apa saja kesalahan penulisan yang banyak digunakan pada media luar ruang di Jalan P
Diponegoro?
2. Apa saja kata tidak baku yang sering digunakan pada media luar ruang di jalan P
Diponegoro?
3. Apa saja kesalahan tanda baca yang banyak ditemukan di media luar ruang di jalan P
Diponegoro?
4. Bagaimana penempatan tanda baca yang sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia?
5. Apa definisi tanda baca?
6. Apa saja jenis-jenis tanda baca?
7. Apa definisi kata baku?
4. Memberikan informasi kepada pembaca agar mengetahui kata baku yang harus di gunakan
pada media luar ruang di jalan P Diponegoro.
5. Memberikan informasi kepada pembaca agar dapat menempatkan penggunakan tanda baca
yang sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia.
6. Memberikan informasi kepada pembaca agar dapat menggunakan kata yang benar yang
sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia. Sehingga kesalahan-kesalahan dalam penggunaan
kata, tanda baca tidak terulang lagi pada kegiatan menulis pada media luar ruang.
7. Memberikan informasi tentang definisi tanda baca dan jenis-jenis tanda baca.
8. Mendeskripsikan definisi kata baku.
Manfaat yang dapat kita ambil dari karya ilmiah ini antara lain:
1. Hasil-hasil analisis ini diharapkan dapat membantu pembelajaran bahasa Indonesia yang
baik dan benar sesuai dengan aturan ejaan bahasa Indonesia bagi penulis dan pembaca.
2. Untuk menambah wawasan tentang penggunaan tanda baca yang baik dan benar.
3. Untuk mengurangi kesalahan yang terjadi dalam penggunaan tanda baca yang tidak sesuai
dengan kaidah ejaan bahasa Indonesia.
Penelitian ini dilakukan di jalan P Diponegoro. Pelaksaan penelitian berlangsung selama dua
minggu yaitu dari tanggal 22 oktober 2019 sampai 5 november 2019. Subjek penelitian yaitu media
luar ruang di jalan P Diponegoro. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif menurut Strauss dalam Golafshani
(2003, p. 600) yaitu suatu jenis penelitian tentang segala hal yang hasil penelitiannya tidak melalui
prosedur statistik atau hitungan. Sedangkan, pendekatan deskriptif dalam penelitian ini bertujuan
membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat populasi atau
objek tertentu ubtuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan
antarvariabel (Kriantono, 2008, p. 67-68).
Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan cara mengkaji dokumen yang
berupa huruf, tanda baca, singkatan, akronim, dan unsur asing pada media luar ruang di jalan P
Diponegoro ysang terjadi kesalahan penulis dan melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan rekam, simak, dan catat untuk memperoleh data mengenai bentuk kesalahan. Data
difalidasi dengan menggunakan teknik tri anggulasi sumber, selanjutnya data dianalisis melalui
analisis interaktif yang terdiri dari empar tahap yaitu pengumpula data, penarikkan simpulan atau
verifikasi.
Analisis penggunaan kata dan tata bahasa baku pada tulisan ini, dilakukan dengan analisis dan
observasi. Sebagai alat bantu digunakan kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan
10
berbahasa yang ditetapkan oleh pusat bahasa Indonesia, yaitu tata bahasa baku bahasa Indonesia,
ejaan bahasa Indoenesia, dan kamus besar bahasa Indonesia. Selain itu, digunakan juga media
elektronik seperti telepon seluler dan laptop sebagai alat dokumentasi dari kegiatan observasi.
11
BAB II
LANDASAN TEORETIS
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa kata yang artinya bernuansa dengan kesalahan,
yaitu; penyimpangan, pelanggaran, dan kekhilafan. Keempat kata itu dapat dideskripsikan artinya
sebagai berikut:
1) Kata “salah” diantonimkan dengan “betul”, artinya apa yang dilakukan tidak betul, tidak
menurut norma, tidak menurut aturan yang ditentukan. Hal tersebut mungkin disebabkan
oleh pemakai bahasa yang belum tahu atau tidak tahu terdapat norma, kemungkinan yang
lain adalah kekhilafan. Jika kesalahan ini dikaitkan dengan penggunaan kata, ia tidak tahu
kata yang tepat dipakai.
2) “Penyimpangan” dapat diartikan menyimpang dari norma yang telah ditetapkan. Pemakai
bahasa menyimpang karena tidak mau, enggan, malas mengikuti norma yang ada.
Sebenarnya, pemakai bahasa tersebut tahu norma yang benar, tetapi dia memakai norma
lain yang dianggap lebih sesuai dengan konsepnya. Kemungkinan lain penyimpangan
disebabkan oleh keinginan yang kuat yang tidak dapat dihindari karena satu dan lain hal.
Sikap berbahasa ini cenderung menuju ke pembentukkan kata, istilah, slang, jargon, bisa
juga prokem.
3) “Pelanggaran” terkesan negatif karena pemakai bahasa dengan penuh kesadaran tidak mau
menurut norma yang telah ditentukan, sekalipun dia mengetahui bahwa yang dilakukan
berakibat tidak baik. Sikap tidak disiplin terhadap media yang digunakan seringkali tidak
mampu menyampaikan pesan dengan tepat.
4) “Kekhilafan” merupakan proses psikologis yang dalam hal ini menandai seseorang khilaf
menerapkan teori atau norma bahasa yang ada pada dirinya, khilaf mengakibatkan sikap
keliru memakai. Kekhilafan dapat diartikan kekeliruan. Kemungkinan salah ucap, salah
susun karena kurang cermat (Setyawati, 2010:13- 14).
Apa yang dimaksud kesalahan berbahasa? Terdapat dua ukuran dalam menjawab pertanyaan
tersebut, yaitu:
Menurut Tarigan dalam Setyawati (2010: 19-20), kesalahan berbahasa dalam bahasa
Indonesia dapat diklarifikasikan menjadi:
Berdasarkan tataran linguistik, kesalahan berbahasa dapat diklarifikasikan menjadi: kesalahan
berbahasa di bidang fonologi, morfologi, sintaksis (frasa, klausa, kalimat), semantik, dan wacana.
1. berdasarkan kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa dapat diklarifikasikan
menjadi kesalahan berbahasa dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
2. Berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan dapat berwujud kesalahan berbahasa
secara lisan dan secara tertulis.
3. Berdasarkan penyebab kesalahan tersebut terjadi dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan
berbahasa karena pengajaran dan kesalahan berbahasa karena interferensi, dan
4. kesalahan berbahasa berdasarkan frekuensi terjadinya dapat diklarifikasikan atas kesalahan
berbahasa yang paling sering, sering, sedang, kurang, dan jarang terjadi.
2.1 Ejaan
Secara khusus ejaan dapat diartikan sebagai pelambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf,
baik berupa huruf demi huruf maupun huruf yang telah disusun menjadi kata, frasa, atau kalimat.
Secara umum ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang mengtur pelambangan bunyi bahasa,
termasuk pemisahan dan penggabungannya, yang dilengkapi pula dengan penggunan tanda baca.
(Azwardi, 2018:15)
Ejaan adalah keseluruhan ketentuan yang mengatur pelambangan bunyi bahasa, termasuk
pemisahan dan penggabungannya, yang dilengkapi pula dengan penggunaan tanda baca
(mustakim,1992:1).Dalam suatu bahasa sistem ejaan lazimnya mempunyai 3 aspek, yaitu:
1. Aspek fonologis yang menyangkut pelambangan fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
2. Aspek morfologis yang menyangkut pelambangan satuan satuan morfomis
3. Aspek sintasis yang menyangkut pelambangan ujaran dengan tanda baca.
Biasanya ejaan itu bukan hanya soal perlambangan fonem dengan huruf saja, tetapi juga
mengatur cara penulisan kata dan penulisan kalimat beserta dengan tanda-tanda bacanya (Chaer,
2006:36).
Sejalan dengan pendapat Chaer, Setyawati (2010: 155) juga mengatakan bahwa ejaan tidak
hanya berkaitan dengan cara mengeja suatu kata, tetapi yang lebih utama berkaitan dengan cara
mengatur penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar, misalnya penggunaan tanda baca pada
satuan-satuan huruf, kata, kelompok kata, atau kalimat.
Masalah ejaan pada hakikatnya merupakan kaidah bahasa tulis. Dengan kata lain, ejaan adalah
seperangkat aturan tentang keseluruhan sistem penulisan bahasa dengan menggunakan huruf, kata,
dan tanda baca sebagai sarananya.
EYD merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan
keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada
ketepatan dan kejelasan makna. EYD sangat berperan sebagai pemersatu bangsa sebab ejaan yang
telah ditetapkan ini merupakan bahasa tulis yang telah resmi digunakan di Indonesia. Selain itu,
13
EYD juga dapat digunakan sebagai pedoman dalam beraktivitas berbahasa terutama dalam
berbahasa resmi, baik, dan benar, serta dapat dijadikan sebagai pengendali perkembangan bahasa
Indonesia terhadap pengaruh bahasa asing dan IPTEK. Sementara itu, tujuan penggunaan EYD
adalah agar penggunaan dan penulisan bahasa sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga tidak
ada lagi kesenjangan antara pengucapan atau penulisan kalimat dan makna asli dari kalimat
tersebut. Kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD), meliputi pemakaian huruf,
penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca. Berikut ini akan dijelaskan
keempat kaidah tersebut.
3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan
dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
a) Islam
b) Quran
c) Allah
d) Weda
e) Yang Mahakuasa
f) Alkitab
g) Yang Maha Pengasih
h) Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
i) Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
14
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Eskimo
suku Sunda
bahasa Indonesia
6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas
seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Bacalah majalah
Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.
7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam
penyapaan. Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
Waridah (2008:12-13) mengemukakan bahwa terdapat tiga aturan dalam pemakaian huruf
miring, yaitu sebagai berikut:
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama, buku, majalah, dan surat kabar
yang dikutip dalam tulisan
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama
karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya
15
Menurut Depdikbud (2009:15-16), ada beberapa kaidah dalam penulisan gabungan kata, yaitu
sebagai berikut:
Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya : Acapkali
Adakalanya
Alhamdulilah
Padahal
Menurut Tarigan (tanpa tahun:81-82), kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata
seperti kepada dan daripada.
2.3 Akronim
Depdikbud (2009:19-21) Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal,
gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf, dan suku kata dari deret yang diperlukan sebagai
kata.
1) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital. Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
FKIP Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
2) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Misalnya:
Iwapi
16
2.4 Angka
Arifin dan Amran (1995:59-61) menyatakan bahwa ada beberapa kaidah dalam penggunaan
angka dan lambang, yaitu sebagai berikut:
1) Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut. dua ratus tiga puluh
lima (235)
tiga perempat ( )
tiga dua pertiga ( )
delapan tiga perlima ( )
2) Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut. Abad ke-20 ini
dikenal juga sebagai abad teknologi. Presiden Reagan mengirimkan 250 orang wartawan.
3) Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut.
Sutan Takdir Alisyahbana adalah pujangga tahun 30-an.
Bolehkah saya menukar uang dengan lembaran 1000-an?
Angkatan Balai Pustaka sering disebur Angkatan Tahun 20-an.
1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
1) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan suatu kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata hubung seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan.
3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dengan induk kalimat jika anak
kalimat mendahului induk kalimatnya.
17
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Masakan!
Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya. (Depdikbud, 2009:48). d) Tanda Garis Miring
(/) Berdasarkan Depdikbud (2009:51)
1) Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa
satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat II/10
Tahun anggaran 1985/1986
2) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap.
Misalnya:
Mahasiswa/mahasiswi
Pada dasarnya sebagian kosakata bahasa Indonesia berasal dari bahasa asing yang kemudian
disesuaikan penulisannya dalam kaidah bahasa Indonesia sehingga disebut sebagai kata serapan.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua
golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, exploitation, home, homme.
Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih
mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia.
Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya (Waridah, 2008:16). Menurut
Rosidi (2008:10), penyerapan kata dari bahasa asing dapat melalui adopsi, adaptasi, kreasi, dan
18
terjemahan. Melalui adopsi, kata dari bahasa asing langsung diserap ke dalam bahasa Indonesia
karena telah „sesuai‟ dengan kaidah bahasa Indonesia, misalnya: jarab, jenazah (bahasa Arab);
halte, diagram (bahasa Belanda); koh, suhu (bahasa Cina); bola, tinta (bahasa Portugis); dan bus,
biodata (bahasa Inggris). Melalui adaptasi, bahasa Indonesia menyerap dari bahasa asing melalui
penyesuaian fonem, misalnya: kabil dari qabil, akademis dari academisch, dan garpu dari garfo.
Melalui kreasi, bahasa Indonesia menyerap kosakata bahasa asing hanya konsepnya, bukan
kemiripan bentuk luarnya atau makna harfiahnya, misalnya parkir gratis dari free parking, jatuh
tempo sebagai padanan dari due date, buku petunjuk periklanan sebagai padanan dari advertising
directory, dan back street dari sembunyi-sembunyi, sedangkan melalui terjemahan misalnya garis
polisi terjemahan dari police line, pertemuan teknik merupakan terjemahan dari technical meeting.
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk
digunakan dalam kalimat atau wacana. Pemilihan kata dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata
yang artinya hampir sama atau bermiripan. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang
tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok.
Cocok dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak
bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya. Diksi adalah ketepatan pilihan kata.
Penggunaan ketepatan pilihan kata dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang
terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa
kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu
mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Keraf dalam Heryati, dkk. (2013:45) menurunkan tiga kesimpulan utama mengenai diksi,
antara lain sebagai berikut.
1) Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat.
2) Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna
dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai atau
cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
3) Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan penguasaan sejumlah besar kosa
kata atau perbendaharaan kata bahasa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa diksi adalah pemilihan dan pemakaian kata oleh pengarang dengan
mempertimbangkan aspek makna kata yaitu makna denotatif dan makna konotatif sebab
sebuah kata dapat menimbulkan berbagai pengertian.
Mustakim (1994:42-58) mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan
dalam mengungkapkan gagasan. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1) Ketepatan, yaitu berkaitan dengan kemampuan dengan keammpuan memilih kata yang
dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, dan gagasan itudapat diterima secara tepat
oleh pembaca ataupun pendengar.
19
Jadi, ketepatan, kecermatan, keserasian, dan kelaziman penggunaan kata-kata dalam sebuah
kalimat sangat diutamakan dalam menulis.
Menurut Widjono, 2012:126), pengguna bahasa harus pula memperhatikan kesesuaian kata
agar tidak merusak makna, suasana, dan siuasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang
berlangsung.
Adakalanya kata harus dipenggal, misalnya karena pindah baris,atau untuk keperluan lain
.Kata-kata seperti labrak, keprok,dan caplok sering dipenggal menjadi la-brak, ke-prok, dan ca-
plok.Cara pemenggalan tersebut salah, dan yang benar adalah lab-rak,kep-rok, dan cap-lok.Kata-
kata serapan, seperti geografi, moderator, danmusikus, sering dipenggal menjadi ge-o-graf-i, mo-
de-rat-or, danmu-sik-us. Padahal kata-kata ini seharusnya dipenggal menjadi ge-o-gra-fi, mo-de-
20
ra-tor, dan mu-sik-us. Padahal kata-kata ini seharusnya dipenggal menjadi ge-o-gra-fi, mo-de-ra-
tor, mu-si-kus.
Kata depan di dan ke terpisah dengan kata yangmengikutinya. Berbeda dengan penulisan
awalan di dan ke yang harus digabung dengan kata dasarnya.
Digabung:
1) dipasar
2) dirumah
3) dirumah sakit
Dipisah:
1) di tangkap
2) di kubur
3) di pukul
Unsur kata-kata yang bisa berdiri sendiri penulisannya dipisah. Sedangkan kata-kata yang
tida bisa berdiri sendiri penulisannya digabung.
Dipisah:
1) Buku tulis
2) Luar negeri
3) Garam dapur
Digabung:
1) Antarkota
2) Prasyarat
3) Prasejarah
1) Kata ulang dihasilkan dari proses perulangan dan ditulis secara lengkap dengan
menggunakan tanda hubung.
Contoh: Lari-lari, Ragu-ragu, kadang-kadang, dan sebagainya.
2) Kata ulang yang berubah bunyi.
21
Dewasa ini banyak di jumpai kata yang cara penulisannya bermacam-macam. Misalnya,
disamping ahli ada akhli, disamping doa ada do‟a, disamping masalah ada mas‟alah dan ada
juga masualah.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
Secara umum metode penelitian atau metode ilmiah adalah sebuah prosedur atau langkah-
langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. 1 Secara terperinci, Almack
mendefisikan metode ilmiah sebagai sebuah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran. 2. Berangkat dari pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa adanya metode penilitian memiliki fungsi yang sangat penting dan menjadi
pedoman untuk mengerjakan suatu penelitian, agar dapat menghasilkan karya tulis yang maksimal.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan sampel tulisan pada media luar
ruang di Jalan P Diponegoro, Banda Aceh. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampel
purposif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah rekam, simak, dan catat. Validasi data
dengan menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah
model analisis interaktif yang meliputi empat komponen, yaitu pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi. Simpulan penelitian ini sebagai berikut. Pertama, unsur kebahasaan
yang sering terjadi kesalahan berbahasa dalam media luar ruang yaitu kesalahan pada aspek
pemakaian tanda baca, khususnya tanda titik (.), penulisan kata depan di, penggunaan kata pukul
dan jam, dan singkatan. Kedua, jenis kesalahan pemakaian istilah asing didominasi dengan
penggunaan bahasa Inggris dan bahasa Aceh. Kedua bahasa tersebut digunakan bersamaan pada
setiap kata atau frasa bahasa Indonesia. Ketiga,hasil penelitian ini sesuai jika digunakan sebagai
materi ajar matapelajaran bahasa Indonesia di jenjang Sekolah Menengah Pertama, khususnya
pada materi tentang ejaan dan istilah asing (unsur serapan).
Penelitian ini dilakukan di Jalan P Diponegoro, Banda Aceh. Waktu pelaksanaan penelitian
berlangsung selama dua minggu dari tanggal 15 Oktober 2019 s.d 5 November 2019. Subjek
penelitian yaitu media luar ruang di Jalan P Diponegoro, Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan
tipe penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif menurut
Strauss dalam Golafshani (2003, p. 600) yaitu suatu jenis penelitian tentang segala hal yang hasil
penelitiannya tidak melalui prosedur statistik atau hitungan. Sedangkan, pendekatan deskriptif
dalam penelitian ini bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang
fakta-fakta dan sifatsifat populasi atau objek tertentu untuk menggambarkan realitas yang sedang
terjadi tanpa menjelaskan hubungan antarvariabel (Kriyantono, 2008, p. 67-68). Data dan sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Data dikumpulkan dengan cara mengkaji dokumen yang berupa huruf, tanda baca,
singkatan, akronim, dan unsur asing pada media luar ruang di Jalan P Diponegoro, Banda Aceh
yang terjadi kesalahan penulisan dan melakukan pengumpulan data dengan menggunakan rekam,
simak, dan catat untuk memperoleh data mengenai bentuk kesalahan. Data divalidasi dengan
menggunakan teknik triangulasi sumber, selanjutnya data dianalisis melalui analisis interaktif
23
yang terdiri dari empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan
simpulan atau verifikasi.
24
BAB IV
4.1 HASIL
1. Identifikasi Data
Tabel 1
Korpus Data
No. Data
1. Semoga Teguh dalam Mengemban Amanah dan terus Berkhidmat untuk
Rakyat
2. Juga menyediakan berbagai macam merek cream pemutih dan pencerah
3. MAU BUSANA MURAH, MODE MUTAKHIR, KUALITAS TINGGI ??? DI
SINI HANYA DI PASAR ATJEH
4. STOP NIKAH SIRRI !
Lindungi Hak Anda Dan Calon Buah Hati
5. Jl. Diponogoro No. 3-4 Pasar Aceh - Banda Aceh
6. PARKIR DALAM GEDUNG BASEMANT
7. DILARANG MENGINJAK RUMPUT DAN MEMASANG SEPANDUK DI
TAMAN
8. DILARANG PARKIR MOBIL RODA 4
9. JL. Diponegoro No. 10 A Shopping Center Banda Aceh
10. TOKO JAM ANDALAS
MENJUAL SEGALA MERK JAM TANGAN DAN MENERIMA SERVIS
11. RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM (QANUN KOTA
BANDA ACEH NOMOR 04 TAHUN 2012)
-RODA 2 = RP. 1000,-
-RODA 3 = RP. 1000,-
-RODA 4 = RP. 2000,-
-RODA 6 = RP. 6000,-
“MINTALAH TIKET PADA PETUGAS”
12. MAU LULUS CPNS ?
HARUS KUASAI CAT DULU !
BIAYA RP. 750.000
13. AWAS BERBAHAYA
MENTENTUH = MATI
TEGANGAN 20 KV
14. PUKUL 14:00 s.d 18:00 WIB
25
2. Klasifikasi Data
Aspek Kesalahan
Ejaan Diksi Kalimat
UNTUK TERCIPTANYA MERK DILARANG PARKIR
KOTA INDAH, MAKA : MOBIL RODA 4
3. Analisis Data
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Sinonim
Perhatikan gambar di atas! Data tersebut salah dikarenakan kata “menyentuh tidak sama
dengan mati”. Hal ini dikaitkan dengan penggunaan sinonim (persamaan kata).
AWAS BERBAHAYA
20 KWS
Secara etimologi sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’
dan syn yang berarti ‘dengan’. Secara harfiah, kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal
yang sama. Secara sistematis, Verhaar (1978) mendefinisikan sinonim sebagai ungkapan (bisa
berupa kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
Untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat digunakan, yaitu:
1. Kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, misalnya kata mati dan mampus.
2. Kata-kata yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan dan
kata menyampaikan.
3. Kata-kata yang dapat disubstitusikan dalam konteks yang sama, misalnya kami berusaha
agar pembangunan berjalan terus dan kami berupaya agar pembangunan berjalan terus.
Untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat digunakan, yaitu:
(i) Kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, misalnya kata mati dan
mampus
(ii) Kata-kata yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan
dan kata menyampaikan
(iii) Kata-kata yang dapat disubstitusikan dalam konteks yang sama, misalnya kami
berusaha agar pembangunan berjalan terus dan kami berupaya agar
pembangunan berjalan terus.
(iv) Berupa kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan
makna ungkapan lain.
Pemborosan kata atau pleonasme adalah salah satu majas dalam bahasa Indonesia. Majas
adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain.
Pleonasme adalah majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau
menambahkan keterangan yang sebenar-nya tidak dibutuhkan.
Judul berita "Pertahankan 16 Orang Pemain" merupakan salah satu contoh pemborosan kata atau
pleonasme, karena "pemain" sudah pasti "orang". Artinya, jika kata "orang" dihilangkan, maka
judul beritanya menjadi lebih efektif dan efisien, dan tidak mengubah makna.
Judul "Pertahankan 16 Pemain", tentu saja lebih efektif dan lebih efisien (serta tanpa mengurangi
atau menghilangkan makna) dibandingkan judul "Pertahankan 16 Orang Pemain"
Perhatikan beberapa gambar di atas! Dapat dilihat dari gambar-gambar di atas masih
terdapat banyak sekali kesalahan penggunaan tanda baca. Berikut akan dibahas satu per satu
penjelasan mengenai pemakaian tanda baca.
Tanda baca adalah simbol yang tidak berhubungan dengan fonem (suara) atau katadan frasa
pada suatu bahasa, melainkan berperan untuk menunjukkan struktur dan organisasi suatu tulisan,
dan juga intonasi serta jeda yang dapat diamati sewaktu pembacaan.
1. Tanda titik (.) berfungsi untuk menandai kalimat berita, atau untuk keperluan
singkatan, gelar, dan angka-angka.
Contoh: Drs. Ramli, M.Pd.
34
2. Tanda koma (,) berfungsi untuk memisahkan anak kalimat atau hal-hal yang disebutkan
dalam kalimat, juga untuk keperluan singkatan, gelar, dan angka-angka.
Contoh: jika kamu bukan hewan, jin, atau setan, maka dengarkan apa yang gurumu
katakana.
3. Tanda kutip satu (‘) berfungsi untuk mengasosiasikan suatu istilah.
Contoh : Apakah kamu sudah membaca puisi Arie Musthofa yang berjudul ‘inikah
yang dinamakan cinta’
4. Tanda petik (“…”) berfungsi untuk menandai kalimat langsung atau percakapan dalan
naskah drama.
Contoh : Budi : “hai, bagaimana kabarmu?”
5. Tanda seru (!) berfungsi untuk menegaskan , memberi peringatan bahwa kalimat yang
bertanda seru tersebt perlu untuk diperhatikan.
Contoh: jangan lakukan itu!
6. Tanda Tanya (?) berfungsi untuk melengkapi kalimat Tanya.
Contoh : kamu mau pergii kemana besok malam?
7. Tanda hubung (…-…) berfungsi untuk menghubungkan penggalan kata, kata ulang,
dan rentang suatu nilai .
Contoh: kita harus pergi bersama-sama.
8. Tanda titik dua (:) berfungsi untuk mengawali penguraian suatu kalimat.
Contoh: saya adalah manusia: punya mata, telinga, hidung, kaki, tangan, dan rambut.
Perhatikan penulisan harga pada gambar di atas! Penulisan tersebut salah. Sekarang mari
kita lihat pembahasan mengenai penggunaan angka dan bilangan.
1. Angka Arab atau angka Romawi lazim dipakai sebagai lambing bilangan atau nomor.
a. Angka Arab: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
35
b. Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M
(1.000), V (5.000), M (1.000.000)
2. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan
huruf, kecuali jika dipakai secara berurutan seperti dalam perincian.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu lebih dari satu juta buku.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang abstain.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 minibus,
dan 250 sedan.
3. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
Misalnya:
Lima puluh siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.
Tiga pemenang sayembara itu diundang ke Jakarta.
Misalnya:
5. Angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf supaya
lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Dia mendapatkan bantuan 250 juta rupiah untuk mengembangkan usahaya.
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
6. Angka dipakai untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, isi, dan waktu serta (b)
nilai uang.
36
Misalnya:
0,5 sentimeter
5 kilogram
4 Hektare
10 liter
2 tahun 6 bulan 5 hari
1 jam 20 menit
Rp5.000,00
US$3,50
7. Angka dipakai untuk menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau kamar.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15 atau
Jalan Tanah Abang 1/15
Jalan Wijaya No. 14
Hotel Mahameru, Kamar 169
Gedung Samudra, Lantai II, Ruang 201
8. Angka dipakai untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 16: 15-16
11. Penulisan angka yang mendapat akhiran-an dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an (tahun seribu Sembilan ratus lima puluhan)
uang 5.000-an (uang lima ribuan)
12. penulisan bilangan dengan angka dan huruf sekaligus dilakukan dalam peraturan
perundang-undangan, akta, dan kuitansi.
Misalnya:
Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan rupiah tiruan, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 23 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun dan pidana paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Telah diterima uang sebanyak Rp2.950.000,00 (dua juta Sembilan ratus lima
puluh ribu rupiah) untuk pembayaran satu unit televisi.
13. Penulisan bilangan yang dilambangkan dengan angka dan diikuti huruf dilakukan seperti
berikut.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (Sembilan ratus ribu
lima ratus rupiah lima puluh sen).
Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas harus
dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
14. Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf.
Misalnya:
Kelapadua
Kotonanampek
Rajaampat
38
Simpanglima
Tigaraksa
Perhatikan gambar di atas! Terdapat kesalahan dalam penulisan bahasa asingnya. Berikut
penjelasan mengenai pemakaian bahasa asing.
d) Kalangan muda Indonesia saat ini merasa dirinya lebih pandai dari pada yang lain
karena menguasai bahasa asing dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa
indonesianya kurang sempurna.
e) Pelajar Indonesia saat ini ketika ujian di pastikan nilai mata pelajaran bahasa asingnya
jauh lebih baik dari bahasa Indonesia.
Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai Bahasa Indonesia yang buruk. Hal
itu akan berdampak negatif pula pada perkembangan Bahasa Indonesia. Sebagian pemakai Bahasa
Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya kemampuan Bahasa Indonesia
dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat
lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut:
a) Kalangan muda Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-
ungkapan asing, padahal kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada
padanannya dalam Bahasa Indonesia. Misalnya, page, backround, reality, alternative, airport,
masing-masing untuk ‘halaman’, ‘latar belakang’, ‘kenyataan’, ‘kemungkinan atau
pilihan’,dan‘lapangan terbang’ atau ‘bandara’
b) Kalangan muda Indonesia menghargai Bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan
kata dan istilah asing yang “amat asing”. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam
menerapkan kata-kata asing tersebut, misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan),
syah (dianggap). Padahal kata-kata itu cukup diucapkan dan ditulis roh, insaf, pihak, pasal,
sarat,dan sah.
c) Kalangan muda Indonesia belajar dan menguasai Bahasa asing dengan baik tetapi menguasai
Bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak orang Indonesia yang mempunyai
bermacam-macam kamus Bahasa asing tetapi tidak mempunyai satu pun kamus Bahasa
Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata Bahasa Indonesia telah dikuasainya dengan baik.
Bahasa bila dianggap sebagai identitas organik seperti manusia, anggapan tentang
keorganikan Bahasa itu sendiri memang telah lama menjadi perdebatan linguis. Bahasa
dapat mati karena tekanan-tekanan bangsa lain yang hidup bersamanya atau mungkin
Bahasa lain yang hidup membawahinya. Kelebihan dalam peran dan fungsi akan
menentukan apakah Bahasa lain masih diperkenankan ikut bergerak dan bergeliat atau
40
malahan ditutup kesempatannya dan dihilangkan sama sekali peran dan fungsinya oleh
bahasa yang lebih kuat.
Bahasa Indonesia saat ini sedang bersaing bersama Bahasa asing untuk memperebutkan posisi
terkuat di bangsanya sendiri yakni Indonesia. Namun, Bahasa Indonesia terlihat jarang digunakan
bahkan cenderung diabaikan oleh pemiliknya. Sehingga terlihat jelas Bahasa Indonesia memiliki
peran dan fungsi yang lemah di dalam masyarakat. Sebagian besar dari masyarakat mengeluh akan
eksistensi Bahasa Indonesia itu sendiri dan kubur kematiannya saat ini.
Pengaruhi Bahasa asing terhadap Bahasa Indonesia tidak hanya meliputi pemungutan kata-
kata, tetapi juga meliputi struktur baik struktur morfologi ataupun sintaktis. Dari dahulu, sejak
berabad-abad yang lalu, pengaruh bahasa asing telah masuk ke dalam Bahasa Melayu yang
menjadi dasar dari Bahasa Indonesia itu sendiri berupa pengambilan kata-kata dari Bahasa
Sangskerta seperti : Naraka, puasa, pahala, agama, dewasa, dewa-dewi, durhaka, berkala, berita,
ganda, ganja, manusia, mangasa, mutiara, mesra, nyala, nama, guru, ketika, usaha, utama. Setelah
masuknya agama islam masuk pula pengaruh dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa
Melayu/Indonesia. Kata-kata seperti : abad, ajal, apal, awal, badan, berkat, biadab, hadir, paham,
hajad, jawab, jahil, khotbah, ikhtiar, wajib, kabar, khidmat, ibarat, wafat, semua itu diambil dari
Bahasa Arab. Pengaruh yang sintaksis boleh dikatakan hamper tak ada. Kalimat-kalimat Bahasa
Indonesia dalam beberapa buku terjemahan Al-Qur’an terasa dipengaruhi oleh struktur Bahasa
Arab, namun kebiasaan berbahasa seperti itu tidak lazim dalam masyarakat.
Perhatikan gambar di atas! Kata ‘sepanduk’ merupakan kata yang tidak baku. Kata
bakunya adalah ‘spanduk’. Berikut penjelasan mengenai bahasa baku dan tidak baku.
41
Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk bahasanya telah
dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau dipakai sebagai model oleh masyarakat Indonesia
secara luas.
Undang-undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dari beberapa kalimat dalam undang-undang tersebut menunjukkan bahasa baku, dan
merupakan pemakaian bahasa secara baik dan benar.
1. Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah pelafalan yang relatif
bebas atau sedikit diwarnai bahasa daerah atau dialek.
Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai bahagian morfologi bahasa
Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kata.
Misalnya:
2. Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap
di dalam kalimat.
Misalnya:
Sampai dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karena semua diangapnya penipu.
Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis
secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya:
Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku dituliskan
secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Bentuk kata ulang atau reduplikasi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku
ditulis secara jelas dan tetap sesuai dengan fungsi dan tempatnya di dalam kalimat.
Misalnya:
Kata ganti atau polaritas tutur sapa sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku
ditulis secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Pola kelompok kata kerja aspek + agen + kata kerja sebagai bahagian kalimat bahasa
Indonesia baku ditulis dan diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya:
Konstruksi atau bentuk sintesis sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia baku ditulis
atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya:
saudaranya
dikomentari
43
mengotori
harganya
Fungsi gramatikal (subjek, predikat, objek) sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia
baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Struktur kalimat baik tunggal maupun majemuk ditulis atau diucapkan secara jelas dan
tetap sebagai bahagian kalimat bahasaIndonesia baku di dalam kalimat.
Misalnya:
Kosakata sebagai bagian semantik bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara
jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya:
Ejaan resmi sebagai bahagian bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap baik kata,
kalimat maupun tanda-tanda baca sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Peristilahan baku sebagai bahagian bahasa Indonesia baku dipakai sesuai dengan Pedoman
Peristilahan Penulisan Istilah yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (Purba, 1996 : 63 – 64).
Bahasa Indonesia tidak baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak dikodifikasi,
tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat Indonesia secara luas, tetapi
dipakai oleh masyarakat secara khusus.
44
Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang pelajar.
Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau yang menyimpang dari norma baku
atau norma terpilih dari performasi bahasa orang dewasa.
Kesalahan berbahasa adalah pengguanan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang
berlaku dalam bahasa itu. Penyimpangan kaidah bahasa dapat disebabkan oleh menerapkan kaidah
bahasa dan keliru dalam menerapkan kaidah bahasa. Dalam pengajaran bahasa, dikenal dua istilah
kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake).
Menurut Tarigan (1988: 87), kesalahan berbahasa erat kaitannya dengan pengajaran bahasa,
baik pengajaran bahasa pertama maupun pengajaran kedua. Kesalahan berbahasa tersebut
mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Kesalahan berbahasa harus dikurangi bahkan
dapat dihapuskan. Kesalahan-kesalahan tersebut sering timbul dan banyak terjadi pada penulisan-
penulisan ilmiah. Ada empat pengklasifikasian atau taksonomi kesalahan berbahasa yang
dikemukakan Tarigan (1988), antara lain:
Pada makalah ini, akan dijelaskan tentang taksonomi kategori linguistik, taksonomi siasat
permukaan, taksonomi komparatif dan efek komunikatif.
Taksonomi siasat permukaan memfokuskan pada cara-cara struktur luar bahasa berubah. Para
penutur bahasa mungkin saja :
Kesalahan yang bersifat penghilangan ditandai oleh ketidakhadiran suatu butir yang
seharusnya ada dalam bahasa yang baik dan benar. Kesalahan penambahan ditandai oleh hadirnya
suatu unsur yang seharusnya tidak ada dalam ujaran yang baik dan benar. Salah formasi ditandai
oleh pemakaian bentuk morfem atau struktur yang salah. Salah susun ditandai oleh penempatan
yang tidak benar bagi suatu morfem atau kelompok morfem.
Kesalahan perkembangan adalah kesalahan-kesalahan yang sama dengan yang dibuat oleh
anak-anak yang belajar bahasa sasaran sebagai bahasa pertama
Menurut Dulay dan Burt (1974), dalam membuat analisis komparatif kesalahan anak-anak,
menyebutnya sebagai kesalahan unik (Unique errors) yang mengacu pada keunikannya bagi para
pelajar bahasa kedua. Kesalahan unik adalah kesalahan bahasa yang tidak dapat dideskripsikan
berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan intralingual. Kesalahan ini tidak dapat dilacak dari
bahasa pertama maupun bahasa kedua. Misalnya: anak kecil yang mulai belajar berbicara dalam
suatu bahasa, tidak sedikit tuturan (kata frase atau kalimat) yang tidak dapat dijelaskan dari bahasa
pertama maupun bahasa kedua.
Jika taksonomi komparatif memusatkan perhatian pada aspek-aspek kesalahan itu sendiri,
maka taksonomi efek komunikatif memandang serta menghadapi kesalahan-kesalahan dari
perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca.
Berdasarkan terganggu atau tidaknya komunikasi karena kesalahan-kesalahan yang ada, maka
dapatlah dibedakan dua jenis kesalahan, yaitu :
Yang seharusnya: Kalau kita tidak membeli beras tadi, makan apa kita sekarang.
Dalam bahasa Indonesia, contoh kesalahan lokal itu antara lain sebagai berikut:
Yang seharusnya:
Perhatikan gambar di atas! Terdapat kesalahan penggunaan huruf tebal yang tidak
sesuai pada kalimat tersebut. Berikut penjelasan mengenai penggunaan huruf tebal dan
huruf miring.
48
a. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
Misalnya:
Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan.
Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‘dan’.
Catatan
b. Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku,
bab, atau subbab. Misalnya:
Latar belakang dan masalah
Kondisi kebahasaan di Indonesia yang diwarnai oleh satu bahasa standar dan
ratusan bahasa daerah-ditambah beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggris-
membutuhkan penanganan yang tepat dalam perencanaan bahasa. Agar lebih
jelas, latar belakang dan masalah akan diuraikan secara terpisah seperti tampak
pada paparan berikut.
Latar belakang
Masyarakat Indonesia yang heterogen menyebabkan munculnya sikap
yang beragam terhadap penggunaan bahasa yang ada di Indonesia, yaitu
(1) sangga bangga terhadap bahasa asing, (2) sangat bangga terhadap
bahasa daerah, dan (3) sangat bangga terhadap bahasa Indonesia.
Masalah
Penelitian ini hanya membatasi masalah pada sikap bahasa masyarakat
Kalimantan terhadap ketiga bahasa yang ada di Indonesia. Sikap
masyarakat tersebut akan digunakan sebagai formulasi kebijakan
perencanaan bahasa yang diambiil.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur sikap bahasa
masyarakat Kalimantan, khususnya yang tinggal di kota besar terhadap
bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
49
c. Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat
kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis.
Majalah Poedjangga Baroe menggelorakan semangat kebangsaan.
Berita itu muncul dalam surat kabar Cakrawala.
Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi
Keempat (Cetakan Kedua). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
d. Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata,
kata, atau kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya:
Huruf terakhir kata abad adalah d.
Dia tidak diantar, tetapi mengantar.
Dalam bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.
e. Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau
bahasa asing.
Misalnya:
Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang
berkunjung ke Aceh.
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Weltanschauung bermakna ‘pandangan dunia’.
Ungkapan bhineka tunggal ika dijadikan semboyan Negara Indonesia.
Catatan:
(1) Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa
daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
(2) Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak
miring ditandai dengan garis bawah.
(3) Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara langsung
dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.
Catatan:
f. PUEBI 2015 menggunakan frasa bahasa daerah atau bahasa asing, sedangkan
pedoman ejaan sebelumnya memakai frasa bukan bahasa Indonesia.
PUEBI 2015 menambahkan catatan bahwa nama diri dalam bahasa asing atau bahasa
daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
50
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
Sehubungan dengan penelitian ini, dapat dikemukakan saran sebagai berikut. Pertama,
memperbaiki kualitas pada penulisan baliho, spanduk, poster, dan papan nama toko yang sesuai
dengan kaidah-kaidah penulisan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Kedua, sebelum
menerbitkan sebuah baliho, spanduk, poster, dan papan nama, harus dievaluasi kembali. Ketiga,
karena baliho, spanduk, poster, dan papan nama sudah diterbitkan, lebih baik direvisi atau dicetak
kembali.