Anda di halaman 1dari 36

REVISI

LAPORAN ASUHAN GIZI IV


STUDI KASUS ASUHAN GIZI PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kasus Asuhan Gizi IV


Dosen Pengampu :Choirun Nissa, S.Gz, M.Gizi
Fillah Fithra Dieny, S.Gz., M.Si
Deny Yudi Fitranti, S.Gz, M.Si
Ayu Rahadiyanti, S.Gz, M.PH

Disusun oleh:
DONA KUSUMAWATI
22030116120052

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I
LATAR BELAKANG
I. Kasus An. R
Anak R berusia 13 tahun laki-laki, masuk RS dengan keluhan kedua
telapak kaki membengkak. Berat badan sekarang 36 kg, tinggi badan 134
cm. Anak.R mengalami edema anasarka. Berdasarkan diagnosis dokter An.
R mengalami sindrom nefrotik. Data biokimia menunjukkan nilai Hb 14,4
g/dl, Ht 44%, albumin 1,5 g/dl, Na 132 mmol/dl, Cl 110 mmol/L, Ca 1,13
mmol/L, protein urin +4, eritrosit urin +2, kolesterol total 533 mg/dL, LDL 369
mg/dl, HDL 30 mg/dl, trigliserida 478 mg/dl. Tekanan darah An.R 110/70
mmHg, RR 24x/menit, HR 76x/menit, suhu 360C. An.R memiliki kebiasaan
makan 3x sehari dengan 3x selingan. Nasi yang dikonsumsi setiap kali
makan sebanyak 1,5 centong. An.R senang mengonsumsi lauk yang
digoreng seperti ayam goreng, telur goreng, tahu, tempe, dan ikan goreng.
An.R tidak terlalu menyukai sayur sehingga setiap kali makan hanya
mengonsumsi sayur dalam jumlah sedikit atau kurang dari ½ mangkok kecil.
Untuk sayur yang paling dikonsumsi yaitu sayur bayam, sayur sop, sayur
asem. Sementara untuk kebiasaan makan buah 1-3x setiap minggu, buah
yang paling sering dikonsumsi yaitu papaya, semangka, melon, jeruk, dan
pisang. Orang tua mengaku tidak bisa mengontrol asupan sang anak
selama 2 tahun terakhir dikarenakan An.R bersekolah di pondok pesantren.
Pemberian makan di pesantren sebanyak 3x dengan 2x selingan. Selama di
pesantren An.R memiliki kebiasaan jajan snack ringan atau lebih dikenal
dengan sebutan ‘chiki’ yang asin dan gurih tergolong sering karena An.R
mengaku menyukai makanan bercitra rasa asin dan gurih. An.R tidak
memiliki allergen terhadap makanan tertentu. Rerata asupan makan di RS
50% dari total makanan yang disajikan di plato. Medikasi yang diberikan
furosemide, metilprodinisolon.
II. Gambaran Kasus
Sindrom nefrotik adalah gabungan sekelompok gejala penyakit yang
ditandai oleh peradangan dari kapiler loop glomerulus. Manifestasi utama
dari penyakit ini adalah hematuria. Karakteristik dari sindrom nefrotik juga
ditandai dengan hipertensi dan hilangnya fungsi ginjal ringan. Penyebab
terbanyak dari penyakit ini yaitu karena infeksi streptococcal, meskipun
tidak selalu. Penyebab lainnya termasuk penyakit ginjal primer, seperti
immunoglobulin A nephropatic (IgA), nefritis herediter; dan penyakit
sekunder seperti lupus erythematosus sistemik (SLE), vaskulitis, dan
glomerulonephritis (GN) terkait dengan endokarditis, abses, atau terinfeksi
ventrikuloperitoneal shunts.
Sindrom nefrotik terdiri dari sekelompok penyakit yang disebabkan
dari hilangnya penghalang glomerulus untuk menyaring protein. Kehilangan
protein menyebabkan hipoalbuminemia dengan edema dan mengakibatkan
hiperkolesterolemia, hiperkoagulabilitas, dan abnormalitas metabolism
tulang. Lebih dari 95% kasus sindrom nefrotik berasal dari tiga penyakit
sistemik yaitu diabetes mellitus, sistemik lupus erythematosus (SLE), dan
amiloidosis; dan dari empat penyakit yang terutama dari ginjal: (1) minimum
change disease (hanya terlihat dengan mikroskop elektron), (2) nefropati
membranosa, (3) glomerulosklerosis fokal, dan(4) glomerulonefritis
membranoproliferatif. Meskipun fungsi ginjal dapat memburuk selama
perjalanan penyakit ini, tetapi bukan secara konsisten.1
BAB II
SKRINING

A. Pemilihan Metode Skrining

Skrining gizi bertujuan untuk menentukan seseorang beresiko malnutrisi


atau tidak,mengidentifikasi individu-individu yang membutuhkan terapi gizi
segera, mencegah agar seseorang yang masih sehat tidak menderita masalah
gizi, dan menghindari komplikasi lebih lanjut jika seseorang telah menderita
masalah gizi. Sebagian besar alat skrining terdiri dari 3 pertanyaan meliputi
penurunan BB, penurunan asupan makanan, dan tingkat keparahan penyakit.
Ada beberapa macam alat yang digunakan dalam proses skrining yaitu
meliputi MUST (Malnutrition Universal Screening Tools), NRS (Nutritional Risk
screening), MNA (Mini Nutritional Asessment), SNAQ (Short Nutritional
Asessment Quisioner), STAMP (Screening Tools Asessmentn of Malnutrition in
Pediatric), PYMS (Pediatric Yorkhill Malnutrition Score) dan SGA (Subjective
Global Asessment). Alat skrining harus memiliki validitas yang tinggi, maka
harus mencakup semua komponen yang berhubungan dengan masalah gizi
yang akan dihadapi, sehingga dapat didapatkan solusi dan terapi yang paling
tepat. Alat skrining juga harus pratis, tidak berlebihan, dan harus terkait dengan
langkah-langkah khusus sebagai tindak lanjutdari skrining. Dari alat skrining
bisa didapatkan tiga macam hasil yaitu pasien tidak beresiko malnutrisi, tetapi
harus dilakukan skrining ulang setelah jangka waktu tertentu, pasien beresiko
malnutrisi sehingga dibutuhkan rencana terapi gizi untuk mengatasinya, pasien
beresiko malnutrisi, namun memiliki masalah fisiologis yang menyebabkan
terapi gizi tidak dapat diberikan.
Pada kasus ini saya memilih untuk menggunakan alat skrining PYMS.
PYMS merupakan instrumen terpilih karena cukup sederhana, lengkap dalam
menilai faktor-faktor yang mungkin berperan pada status nutrisi, dan
validitasnya sudah banyak diuji oleh berbagai studi di berbagai negara dan
pada berbagai kondisi. Penilaian nutrisi mini merupakan alat spesifik yang
didesain untuk tujuan mengidentifikasi risiko malnutrisi yang dapat digunakan
bagi anak-anak. PYMS dikembangkan berdasarkan acuan dari ESPEN
(European Society Parenteral Enteral Nutrition) dengan mengevaluasi 4
komponen. Komponen yang dimaksud adalah riwayat penurunan asupan
makan selama satu minggu sebelumnya, BMI, riwayat penurunan berat badan,
dan kaitan penyakit dengan kebutuhan gizi paien. Analisis validitas dinilai
dengan menggunakan baku emas penilaian status gizi (riwayat makan,
pengukuran antropometri, penilaian fisik).
Alat skrining gizi ini memiliki 4 kategori yang harus diamati dan diukur.
Masing-masing kategori memiliki skor maksimal 2. Total skor dari keseluruhan
gejala menandakan status risiko malnutrisi pasien. Skor 0 menunjukkan pasien
tidak beresiko atau risiko rendah malnutrisi, skor 1 menandakan risiko sedang
malnutrisi, dan skor ≥ 2 menandakan resiko tinggi malnutrisi.

B. Pengisian Kuisioner

FORMULIR SKRINING GIZI ANAK

PEDIATRIC YORKHILL MALNUTRITION SCORE (PYMS)


Tanggal Pemeriksaan
Nama : An. R 13
Tgl. Lahir :- Umur
tahun
No. RM : Berat Badan 36 kg
Tgl. Lahir J Jenis Kelamin : Laki-laki Tinggi Badan/Panjang 134
Badan cm
BMI
No Kriteria Skor
Status Antropometri
- BB/TB untuk anak < 5 tahun ≥ (- 2 SD) 0
1.
- BMI/U untuk anak ≥ 5 tahun < (- 2 SD) 2 2

Kehilangan atau penurunan berat Tidak ada 0 0


2.
badan akhir akhir ini Ada 2
Makan seperti biasa 0
Ada penurunan 1 1
Asupan makan dalam satu minggu
3. Tidak makan sama
terakhir
sekali atau sangat 2
sedikit
Tidak 0 0
4. Anak sakit berat *)
Ya 2
Skor total 3
Tanpa resiko
Kesimpulan Resiko rendah
Resiko tinggi 
Skrining ulang 1 minggu
kemudian
Skrining ulang 3 hari lagi
Tindakan
Rujuk ke dietisien/dokter
divisi nutrisi dan penyakit 
metabolik
Nama
Ahli Gizi
Tanda tangan

Keterangan:
*) Penyakit yang beresiko terjadi gangguan gizi diantaranya : dirawat di HCU/ ICU,
penurunan kesadaran, kegawatan abdomen (pendarahan, ileus, peritonitis, asites
massif, tumor intraadomen besar, post opreasi), gangguan pernapasan berat,
keganansan dengan komplikasi, gagal jantung, gagal ginjal kronik, gagal hati,
diabetes mellitus, atau kondisi sakit berat lainnya.
Skor ≥ 1 : Risiko tinggi, perlu asesmen lebih lanjut oleh dietesien dan / atau dokter
divisi gizi
Skor 1 : Risiko rendah, perlu dilakukan skrining kembali setelah 3 hari
Skor 0 :Tanpa resiko, perlu dilakukan skrining kembali setelah 1 minggu
C. Membuat kesimpulan kuisioner
Berdasarkan hasil skrining pasien dengan menggunakan PYMS
diperoleh total skor yaitu 3, ini menandakan bahwa An. R menderita
malnutrisi atau mempunyai risiko tinggi terhadap malnutrisi sehingga perlu
di asesmen lebih lanjut oleh dietesien / ahli gizi.
BAB III
ASESMEN (PENGKAJIAN GIZI)
A. Antropometri (AD)

Domain Data Interpretasi


AD 1.1.1 Height/lenght 134 cm
AD 1.1.2 Weight 36 kg Berat badan
dengan edema
BB kering = BBA – koreksi
odema anasarka
= 36 – (30% x 36)
= 36 – 10,8
= 25,2 kg
AD 1.1.6 Growth pattern
indices / percentile
ranks
 IMT / U Z score =
14,03−18,2 Kurus
18,2−16,4

= - 2,3

Kesimpulan : Dari data antropometri Anak R memiliki status gizi yang dapat
dikategorikan kurus berdasarkan Z score IMT/U (Z score – 2,3).

B. Biokimia (BD)

Domain Data Nilai normal Interpretasi


BD 1.2.5 Sodium 132 mmol/L 135-145 mmol/L Rendah
BD 1.2.6 Chloride 110 mmol/L 98-110 mmol/L Normal
BD 1.2.9 Calcium 1,13 mmol/L 2,2-2,6 mmol/L Rendah
(Hipokalsemia)
BD 1.7.2 HDL 30 mg/dL >40 mg/dL Rendah
BD 1.7.3 LDL 369 mg/dL < 100 mg/dL Tinggi
BD 1.7.5 Total 533 mg/dL < 200 mg/dL Tinggi
Cholesterol
BD 1.7.7 Triglycerides 478 mg/dL < 150 mg/dL Tinggi
BD 1.10.1 14,4 g/dL 13,5-17,5 g/dL Normal
Hemoglobin
BD 1.10.2 Hematocrit 44% 41-53% Normal
BD 1.11.1 Albumin 1,5 g/dL 4-5,8 g/dL Rendah
(Hipoalbumin)
Protein urin +4 Proteinuria
Eritrosit urin +2 Hematuria

Kesimpulan : Berdasarkan dari data hasil pemeriksaan biokimia An.R memiliki


nilai natrium yang rendah, mengalami hipokalsemia, dan hipoalbumin yang
ditunjukkan dengan nilai calcium dan albumin yang rendah. An.R juga mengalami
dyslipidemia yang ditunjukkan dengan tingginya nilai LDL, kolestrerol total, dan
trigliserida, sedangkan nilai HDL rendah. Hasil pemeriksaan biokimia juga
menunjukkan bahwa An.R mengalami proteinuria dan hematuria.

C. Physical (PD)

Domain Data Nilai Normal Interpretasi


PD 1.1.4 Extremities, Kedua telapak kaki
muscles, and bones membengkak dan
mengalami edema
anasarka
PD 1.1.9 Vital Signs
 Suhu tubuh 360C 36,5-37,50C Normal
 Tekanan Darah 110/70 mmHg < 90 Normal
Persentil TD = 83,75
 Nadi 76x/menit 60-100x/menit Normal
 Respiratory rate 24x/menit 16-20x/menit Tinggi

Kesimpulan : Berdasarkan data fisik, diketahui bahwa An.R mengalami edema


anasarka dan kedua telapak kaki membengkak. Pasien juga mengalami sesak
napas ditunjukkan dengan nilai respiratory rate yang tinggi.

D. Food History (FH)


 Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)

Domain Asupan Kebutuhan Interpretasi


FH 1.2.2.1 Amount of  Nasi 1,5 ctg
food  Ayam goreng
 Telur goreng
 Tahu goreng
 Tempe goreng
 Ikan goreng
 Sayur kurang
dari ½ mgk kecil
(bayam, sop,
asem)
 Buah 1-
3x/minggu
(papaya,
semangka,
melon, jeruk,
dan pisang)
FH 1.2.2.2 Types of Karbohidrat, lauk
food/meals hewani, lauk nabati,
sayur, dan buah
FH 1.2.2 3 Meal/snack 3 kali sehari dengan 3x
pattern selingan
FH 1.2.2.5 Food variety Gemar mengkonsumsi
snack ringan (chiki)

Kesimpulan: Dari data asupan makan pasien sebelum masuk rumah sakit, dapat
diketahui bahwa pasien senang mengonsumsi lauk yang digoreng, namun pasien
tidak terlalu menyukai sayur dan hanya mengonsumsi kurang dari ½ mangkok
kecil. Pasien juga menyukai snack ringan (chiki) yang bercitra rasa asin dan gurih.

 Masuk Rumah Sakit (MRS)

Domain Asupan Kebutuhan Interpretasi


FH 1.2.2.1 Amount of Asupan makan 50% dari Adanya
food total makanan yang penurunan
disajikan asupan makan
FH 3.1.1 Prescription  Furosemide  Obat untuk
medication use  Metilprodinisolon mengurangi
cairan
berlebih
dalam tubuh
(edema)
 Jenis obat
kortikosteroi
d yang
dapat
menekan
sistem
kekebalan
tubuh dan
mengurangi
reaksi
peradangan
serta
gejalanya,
seperti
pembengka
kan, nyeri,
atau ruam

Kesimpulan : Dari data diatas, setelah masuk rumah sakit asupan makan pasien
mengalami penurunan yaitu 50% dari total makanan yang disajikan di plato. Obat
yang diberikan yaitu furosemide dan metilprodinisolon.

E. Client History (CH)

Domain Data Interpretasi


CH 1.1.1 Age 13 tahun
CH 1.1.2 Gender Laki-laki
CH 1.1.6 Education Bersekolah di pondok
pesantren
CH 1.1.7 Role in family
Sebagai anak

Pasien mengalami
CH 2.1.4 Excretory sindrom nefrotik

CH 3.1.4 Social & Penanganan lebih


medical support lanjut ke rumah sakit

Kesimpulan : Berdasarkan data riwayat personal, diketahui bahwa An.R berusia


13 tahun, bersekolah di pondok pesantren. Didiagnosis medis mengalami sindrom
nefrotik sehingga mendapat penanganan lebih lanjut ke rumah sakit.
COMPARATIVE STANDARD

Domain Data MRS Interpretasi


CS 1.1.1 Estimasi Total 1142,75 kkal Kebutuhan yang
kebutuhan Energy seharusnya dipenuhi
CS 1.1.2 Metode estimasi Schofield Karena An. R telah
kebutuhan terdiagnosis
CS 2.1 Estimasi kebutuhan 47,83 gram Kebutuhan yang
lemak seharusnya dipenuhi
(25% dari total
kebutuhan)
CS 2.2 Estimasi kebutuhan 32,65 gram Kebutuhan yang
protein seharusnya dipenuhi
(1 g/kgBB)
CS 2.3 Estimasi kebutuhan 290,23 gram Kebutuhan yang
karbohidrat seharusnya dipenuhi
(Pengurangan dari
energi, protein, dan
lemak)
BAB IV
DIAGNOSIS GIZI
PROBLEM ETIOLOGI SIGN/SYMTOMPS
Keterbatasan daya
Rendahnya asupan makan
penerimaan makanan
Ketidakcukupan asupan yaitu 50% dari total
secara fisik akibat
oral (NI-2.1) makanan yang disajikan di
adanya edema
plato
anasarka
Rendahnya asupan
energy yaitu hanya 50% IMT/U pasien sebesar -2,3
Underweight (NC-3.1)
dari kebutuhan saat SD
masuk rumah sakit
Rendahnya nilai albumin
(1,5 g/dL), adanya protein
dalam urin (proteinuria) dan
Perubahan nilai eritrosit dalam urin
Sindrom nefrotik dan
laboratorium terkait gizi (hematuria), serta tingginya
dislipidemia
(NC-2.2) nilai LDL (369 mg/dL),
kolesterol total (533 mg/dL),
trigliserida (478 mg/dL), dan
rendahnya HDL (30 mg/dL)
Orang tua pasien yang
tidak bisa mengontrol
Kurangnya pemantauan Kurangnya dukungan asupan makan pasien
diri (NB-1.1) orang tua dikarenakan pasien
bersekolah di pondok
pesantren
BAB V

INTERVENSI GIZI

A. Perencanaan (Planning)
1. Tujuan Intervensi Gizi
a. Memperbaiki asupan pasien baik dari segi makronutrien maupun
mikronutrien seperti vitamin dan mineral (vitamin B kompleks, C, D,
seng, besi, dan kalsium) sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
b. Meminimalisir edema dengan menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit
c. Memperbaiki nilai laboratorium dengan cara mengatur asupan protein
dan lemak sehingga hasil pemeriksaan biokimia seperti hipoalbumin
dan proteinuria dan hiperkolestrolemia bisa kembali mendekati nilai
normal
d. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan pasien serta keluarga
pasien mengenai pentingnya pemilihan makan yang baik dan tepat,
serta mendorong perubahan perilaku pasien untuk jangka panjang
2. Preskripsi Diet
a. Jenis diet : Diet Sindrom Nefrotik dan DASH Diet
b. Rute pemberian makanan : Oral
c. Konsistensi Makanan : Lunak
d. Frekuensi pemberian makanan : 3 kali makan utama, 3 kali selingan
e. Rekomendasi gizi
- Energi diberikan sebesar : 1722 kkal
- Protein diberikan sebesar 1 g/kgBB : 32,65 gram
- Lemak diberikan sebesar 25% dari kebutuhan energi : 47,83 gram
- Karbohidrat diberikan sebesar : 290,23 gram
- Cairan diberikan sebesar 1500 ml + 20 ml/kgBB atau setara
dengan 1500 ml + 20 ml (5,2 kg) = 1604 ml
- Serat diberikan sebesar 35 gram per hari sesuai AKG 2013
- Vitamin A diberikan sebesar 600 mcg per hari sesuai AKG 2013
- Vitamin C diberikan sebesar 75 mg per hari sesuai AKG 2013
- Vitamin D diberikan sebesar 15 mcg per hari sesuai AKG 2013
- Kalsium diberikan sebesar 1200 mg per hari sesuai AKG 2013
- Natrium diberikan sebesar 1-2 g/hari untuk mencegah hipertensi
- Kalium diberikan sebesar 4700 mg per hari sesuai AKG 2013
- Fosfor diberikan sebesar 1200 mg per hari sesuai AKG 2013
- Zat besi diberikan sebesar 19 mg per hari sesuai AKG 2013
- Seng diberikan sebesar 18 mg per hari sesuai AKG 2013

B. Implementasi
1. Pemberian diit
a. Modifikasi bentuk makanan
Makanan yang diberikan melalui jalur oral dikarenakan tidak
mengalami masalah dalam penerimaan asupan melalui oral, dan
makanan yang diberikan dalam konsistensi lunak dikarenakan pasien
mengalami sesak napas yang ditunjukkan dengan nilai respiratory rate
yang tinggi
b. Modifikasi zat gizi
- Pemberian asupan energi dilakukan secara bertahap dengan
minimal pasien dapat mengasup 80% dari total energi dalam
sehari.
- Lemak diberikan sebesar 48 gram diutamakan lemak baik seperti
omega 3 yang ada pada ikan. Serta mengurangi asupan lemak
jenuh seperti yang ada pada fastfood dan gorengan untuk
memperbaiki nilai asupan lemak pasien yang tinggi
- Protein diberikan sebesar 1 g/kgBB atau setara dengan 33 gram
yang terdiri dari protein hewani dan protein nabati dengan proporsi
seimbang. Pemberian protein yang cukup digunakan untuk
meningkatkan serum albumin dan untuk mencegah risiko gagal
tumbuh pada anak
- Karbohidrat diberikan sebesar 290 gram dengan memberikan jenis
karbohidrat kompleks yang mudah dicerna.
- Cairan diberikan sebesar 1500 ml + 20 ml/kgBB atau setara
dengan 1500 ml + 20 ml (5,2 kg) yaitu 1604 ml. Hal ini untuk
meminimalisir edema pasien.
- Serat diberikan sebesar 80% atau setara dengan 28 gram berupa
serat larut air yang berfungsi sebagai antioksidan yang banyak
terdapat pada sayur dan buah
- Vitamin A diberikan sebesar 600 mcg per hari karena vitamin A
berperan sebagai pemadam radikal bebas (antioksidan) karena
mampu menghentikan reaksi berantai radikal bebas dengan
menjebaknya.
- Vitamin C diberikan sebesar 75 mg per hari karena vitamin C
adalah zat gizi yang penting sebagai antioksidan dan dapat
menurunkan efek samping radikal bebas dan sebagai pendukung
penyerapan zat besi karena memudahkan reduksi ferri menjadi
ferro sehingga mudah diserap dalam usus halus untuk
meningkatkan nilai Hb dan Ht.
- Vitamin D diberikan sebesar 15 mcg per hari untuk mengontrol
PTH sehingga mencegah hipokalsemia lebih lanjut dan dapat
mencegah terjadinya osteoporosis dan osteopenia
- Kalsium diberikan sebesar 1200 mg per hari untuk mencegah
gangguan mineralisasi tulang dan hipokalsemia yang terjadi pada
pasien sindrom nefrotik
- Natrium diberikan sebesar 1-2 g/hari untuk mencegah hipertensi
yang sering terjadi pada pasien sindrom nefrotik dan digunakan
untuk meminimalisir terjadinya odeme yang lebih berat
- Zat besi diberikan sebesar 19 mg per hari karena pemberian zat
besi dapat meningkatkan sintesis hemoglobin di dalam darah.
- Seng diberikan sebesar 18 mg per hari karena seng berperan
dalam produksi hormone thymulin hormone yang berperan dalam
maturasi dan differensiasi sel T dengan induksi aktivasi sel T dan
aktivasi makrofag guna melakukan bacterial clearance.

c. Rekomendasi Menu
Contoh Menu diet Sindrom Nefrotik dan DASH Diet
E : 1643 kkal P : 34,8 gr L : 48,6 gr KH : 280,5 gr

Waktu Bahan Makanan Berat URT Penukar Menu Makanan


Pagi Nasi 100 gr 1 gls 1P Nasi
Pukul Telur 55 gr 1 btr 1 P Telur orak arik
07.00 Sawi hijau 100 gr 1 gls 1P Tumis sawi
WIB hijau
Tahu 55 gr ½ bj bsr ½P Pepes tahu
Minyak 5 gr 1 sdt 1P

Selingan Tepung hunkwe 25 gr 3 sdm 1/4 P Puding hunkwe


Pukul Gula pasir 13 gr 1 sdm 1P
10.00
WIB
Siang Nasi 100 gr 1 gls 1P Nasi
Pukul Ikan Mas 40 gr 1 ptg bsr 1 P Pepes ikan
13.00 Tempe 25 gr 1 ptg sdg ½P Pekedel tempe
WIB Toge 50 gr ½ gls ½ P Tumis toge +
Kacang panjang ½ gls ½P kacang panjang
50 gr
Minyak 10 gr 2 sdt 2P
110 gr
Jeruk manis 2 bh sdg 1P Buah jeruk

Selingan Ubi jalar kuning 67 gr ½ bj sdg ½ P Kolak ubi


Pukul Gula pasir 13 gr 1 sdm 1P
16.00 Santan encer 40 gr 1/3 gls 1P
WIB
Malam Nasi 100 gr 1 gls 1P Nasi
Pukul Daging ayam 40 gr 1 ptg sdg 1P Ayam bumbu
19.00 kuning
WIB Tahu 55 gr ½ bj bsr ½ P Gadon tahu
Brokoli 100 gr 1 gls 1P Tumis brokoli
Minyak 5 gr 1 sdt 1P
Apel 85 gr 1 bh kcl 1P

Selingan Roti 70 gr 3 iris 1P Roti selai


Pukul Selai kacang 15 gr 1 sdm 1P kacang tanah
21.00 tanah
WIB

2. Edukasi Gizi
a. Tujuan
- Meningkatkan pengetahuan pasien dan orang tua pasien
mengenai penyakit yang dialami pasien saat ini
- Meningkatkan pengetahuan pasien dan orang tua pasien
mengenai pemilihan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
saat ini dan dapat menunjang penyembuhan pasien
- Meningkatkan pengetahuan pasien dan orang tua pasien
mengenai makanan yang perlu dihindari oleh pasien karena dapat
meningkatkan progresivitas penyakit
b. Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien
c. Materi
- Pemaparan penyakit sindrom nefrotik
- Pemilihan diet yang sesuai dengan kondisi pasien
- Pemaparan makanan yang perlu dihindari pasien seperti makanan
yang tinggi lemak jenuh
- Pemaparan mengenai alternatif cara pengolahan makanan selain
digoreng seperti direbus dan dikukus
3. Konseling Gizi
a. Tujuan
- Memberikan pemahaman kondisi pasien kepada keluarga
- Meningkatkan motivasi pasien dalam menjalankan diet yang
diberikan
- Meningkatkan motivasi pasien dalam merubah perilaku makan
- Membantu dan memantau keluarga agar dapat memberikan
makanan sesuai prinsip diet yang diberikan dari rumah sakit untuk
pasien
b. Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien
c. Materi
- Menjelaskan tujuan dan prinsip diet yang dijalani pasien
- Diskusi mengenai pemilihan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien, serta membantu pasien mengatasi hambatan dalam
merubah perilaku makan
- Memberikan motivasi kepada pasien agar dapat menjalankan diet
secara konsisten
- Memberikan motivasi pada keluarga pasien agar dapat
membantu menjalankan diet dengan baik dan dapat dilanjutkan
apabila pasien telah pulang nantinya
d. Model konseling : Transtheoritical Model yang dimulai dari tahap
precontemplation, contemplation, preparation, action, dan maintenance
e. Strategi : Self Monitoring
4. Koordinasi dengan tim kesehatan lain
a. Dokter
Koordinasi dengan dokter dapat memudahkan untuk
mendapatkan informasi mengenai diagnosis pasien, perkembangan
kondisi klinis pasien, serta efek pengobatan terhadap nilai elektrolit
dan zat gizi pasien.
b. Perawat
Membantu pencatatan perkembangan kondisi klinis pasien yang
nantinya dicatat di dalam catatan rekam medis dan dilaporkan kepada
ahli gizi untuk penyesuaian diet sesuai dengan penerimaan pasien.
c. Ahli Gizi
Membantu dalam penentuan diet yang dilaksanakan oleh pasien
sesuai dengan intervensi yang telah ditentukan oleh ahli gizi, konseling
mengenai kebiasaan makan pasien, pemberian saran pemilihan
makan yang tepat agar membaiknya kondisi pasien yang diberikan
kepada keluarga pasien. Selain itu pentingnya kolaborasi ahli gizi
dengan dokter dalam mengetahui ada tidaknya interaksi obat,
pengobatan, dan makanan pasien agar pengobatan baik secara medis
maupun asupan dapat berjalan dengan efektif.
BAB VI
MONITORING EVALUASI GIZI
Indikator Metode Target Pencapaian

Monitoring dan
EvaluasiFood History
Makanan yang Comestock 80% makanan yang
disajikan habis disajikan habis

Kebutuhan energy Recall 24 jam Energy yang diasup


tercukupi minimal 80% secara
bertahap

Kebutuhan Recall 24 jam Energy yang diasup


karbohidrat tercukupi minimal 80% secara
bertahap

Kebutuhan protein Recall 24 jam Energy yang diasup


tercukupi minimal 80% secara
bertahap

Kebutuhan lemak Recall 24 jam Energy yang diasup


tercukupi minimal 80% secara
bertahap

Kebutuhan kolesterol Recall 24 jam Pemenuhan kolesterol


tercukupi < 200 mg/hari

Kebutuhan Recall 24 jam Vitamin A 600 mcg


mikronutrient Vitamin C 75 mg
tercukupi Vitamin D 15 mcg
Kalsium 1200 mg
Natrium 1-2 g/hari
Fosfor 1200 mg
Zat besi 19 mg
Seng 18 mg
Mikronutrien lain
tercukupi minimal 80%

Monitoring dan Evaluasi


Antropometri data
Berat badan normal Menimbang berat badan An. R dapat
secara rutin. meningkatkan BB
mendekati normal
sehingga tidak
mengalami gizi kurang

Monitoring dan Evaluasi


Data Fisik
Telapak kaki Pemeriksaan secara fisik Pembengkakan pada
membengkak telapak kaki pasien
mulai berkurang dan
membaik

Retensi cairan Mengontrol cairan dan Odeme pasien mulai


elektrolit berkurang dan
membaik karena
tercapainya cairan
yang normal

Monitoring dan Evaluasi


data Biokimia
Hasil Biokimia Tes Laboratorium Hasil tes biokimia pada
berangsur normal pasien berangsur
normal,terutama :
Natrium 135-145
mmol/L
Kalsium 2,2-2,6
mmol/L
LDL < 100 mg/dL
HDL > 40 mg/dL
Kolesterol total < 200
mg/dL
Trigliserida < 150
mg/dL
Albumin 4-5,8 g/dL
Protein urin negative
Erotrosit urin negative

Monitoring dan Evaluasi


Hasil Perilaku dan
Lingkungan terkait Gizi
Motivasi dan Edukasi dan Konseling Gizi Meningkatnya motivasi
perubahan sikap setiap minggu pasien dan keluarga
mulai ada dibuktikan dengan mau
mendengarkan ahli gizi
dan berusaha untuk
sembuh serta
dukungan keluarga
memberikan makanan
yang tepat dan teratur
sehingga asupan An.R
tidak mengalami
penurunan terus-
menerus

Meningkatnya Edukasi dan Konseling Gizi Pasien dan Keluarga


pengetahuan gizi setiap minggu memahami makanan
pasien dan keluarga apa saja yang
pasien terkait dianjurkan dan yang
penyakit pasien harus dibatasi oleh
pasien.

Meningkatnya Edukasi dan Konseling Gizi Pasien dan Keluarga


pengertian terhadap setiap minggu mulai mengerti dengan
pemilihan dan diet yang dianjurkan
pengolahan dan mau menjalankan
makanan diet yang diberikan
kepada An.R
BAB VII
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus An. R, menggunakan skrining gizi PYMS (Pediatric Yorkhill
Malnutrition Score). PYMS dikembangkan berdasarkan acuan dari ESPEN
(European Society Parenteral Enteral Nutrition) dengan mengevaluasi 4
komponen. Komponen yang dimaksud adalah riwayat penurunan asupan makan
selama satu minggu sebelumnya, BMI, riwayat penurunan berat badan, dan kaitan
penyakit dengan kebutuhan gizi pasien. Berdasarkan hasil skrining pasien,
diperoleh total skor yaitu 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa An. R menderita
malnutrisi atau mempunyai risiko tinggi terhadap malnutrisi sehingga perlu di
asesmen lebih lanjut oleh dietesien / ahli gizi.
Berdasarkan kajian Antropometri diperoleh data antropometri adalah tinggi
badan yaitu 134 cm, berat badan actual (odeme anasarka) yaitu 36 kg, sehingga
didapatkan berat badan kering sebesar 25,2 kg. Berdasarkan perhitungan didapat
status gizi pasien An. R tergolong kurus dengan IMT/U -2,3 SD. Sedangkan pada
data biokimia, diketahui bahwa An. R mengalami hiponatremia, hipokalsemia, dan
hipoalbumin yang ditandai dengan rendahnya nilai natrium, kalsium, albumin dari
nilai normalnya. Sedangkan nilai LDL, kolesterol total, dan trigliserida pasien
tergolong tinggi dan HDL pasien rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien juga mengalami dyslipidemia. Dan pasien juga mengalami proteinuria serta
hematuria.
An. R didiagnosis mengalami Sindrom Nefrotik. Sindrom nefrotik adalah
gabungan sekelompok penyakit yang ditandai oleh peradangan dari kapiler loop
glomerulus. Manifestasi utama dari penyakit ini adalah hematuria. Karakteristik dari
sindrom nefrotik juga ditandai dengan hipertensi dan hilangnya fungsi ginjal ringan.
Penyebab terbanyak dari penyakit ini yaitu karena infeksi streptococcal, meskipun
tidak selalu. Penyebab lainnya termasuk penyakit ginjal primer, seperti
immunoglobulin A nephropatic (IgA), nefritis herediter; dan penyakit sekunder
seperti lupus erythematosus sistemik (SLE), vaskulitis, dan glomerulonephritis
(GN) terkait dengan endokarditis, abses, atau terinfeksi ventrikuloperitoneal
shunts.1
Sindrom nefrotik terdiri dari sekelompok penyakit yang disebabkan dari
hilangnya penghalang glomerulus untuk menyaring protein. Kehilangan protein
menyebabkan hipoalbuminemia dengan edema dan mengakibatkan
hiperkolesterolemia, hiperkoagulabilitas, dan abnormalitas metabolism tulang.
Lebih dari 95% kasus sindrom nefrotik berasal dari tiga penyakit sistemik yaitu
diabetes mellitus, sistemik lupus erythematosus (SLE), dan amiloidosis; dan dari
empat penyakit yang terutama dari ginjal: (1) minimum change disease (hanya
terlihat dengan mikroskop elektron), (2) nefropati membranosa, (3)
glomerulosklerosis fokal, dan (4) glomerulonefritis membranoproliferatif. Meskipun
fungsi ginjal dapat memburuk selama perjalanan penyakit ini, tetapi bukan secara
konsisten.1
Rusaknya salah satu komponen fungsional ginjal tersebut menyebabkan
proteinuria yang salah satu akibatnya hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia
menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular, sehingga
terjadi ekstravasasi cairan ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.2,3
Turunnya volume plasma di dalam intravaskular merupakan stimulasi timbulnya
retensi air dan natrium renal sebagai usaha tubuh untuk mempertahankan agar
volume dan tekanan intravaskular tetap normal. Retensi cairan selanjutnya
mengakibatkan pengenceran plasma yang dapat menurunkan tekanan onkotik
plasma sehingga mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial. Volum
intravaskular yang kurang merangsang sekresi renin untuk menstimulasi aktivitas
renin-angiotensin-aldosteron sehingga produksi urin menjadi berkurang, pekat dan
kadar natrium rendah akibat retensi natrium dan air.3-5
Sedangkan Hiperlipidemia muncul akibat kadar albumin yang rendah di
dalam darah. Hal ini memacu sel hati untuk meningkatkan sintesis albumin yang
disertai dengan peningkatan produksi lipoprotein melalui jalur yang berdekatan.
Hiperlipidemia juga disertai oleh penurunan degradasi lemak karena hilangnya
alfa-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Kadar lipid secara spontan kembali
normal seiring dengan perbaikan kadar albumin.2,4,5
Rasio kejadian sindrom nefrotik paling sering terjadi pada usia 2-6 tahun, Di
Indonesia sendiri, kejadian sindrom nefrotik terjadi pada anak usia dibawah 14
tahun. Penderita biasanya memeriksakan diri karena keluhan bengkak yang
diawali di sekitar mata, bisa disertai keadaan asites, edema anasrka, sesak, sakit
perut, infeksi saluran nafas atas, eksantema, dan atropi, hematuria, hipertensi,
peningkatan ureum, dan peningkatan kreatinin sementara.6
Berdasarkan pengkajian data klinis/fisik diketahui bahwa An. R mengalami
pembengkakan pada telapak kaki dan edema anasarka. Sedangkan, berdasarkan
pengkajian riwayat gizi sebelum masuk rumah sakit diketahui bahwa pasien
senang mengonsumsi lauk yang digoreng, namun pasien tidak terlalu menyukai
sayur dan hanya mengonsumsi kurang dari ½ mangkok kecil. Pasien juga
menyukai snack ringan (chiki) yang bercitra rasa asin dan gurih. Sedangkan
berdasarkan pengkajian riwayat gizi setelah masuk rumah sakit diketahui bahwa
asupan makan pasien mengalami penurunan yaitu 50% dari total makanan yang
disajikan di plato. Turunnya asupan makan, dikarenakan pasien mengalami
penurunan nafsu makan Obat yang diberikan yaitu furosemide dan
metilprodinisolon. Furosemide adalah obat golongan diuretik yang digunakan untuk
membuang cairan atau garam berlebih di dalam tubuh melalui urine dan
meredakan pembengkakan yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati,
penyakit ginjal atau kondisi terkait. Sedangkan metilprodinisolon adalah salah satu
jenis obat kortikosteroid yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh dan
mengurangi reaksi peradangan serta gejalanya, seperti pembengkakan, nyeri, atau
ruam. Obat ini biasanya digunakan untuk mengatasi peradangan (inflamasi) dalam
berbagai penyakit, misalnya penyakit Crohn, kolitis ulseratif, alergi, arthritis
rheumatoid, asma, multiple sclerosis, serta jenis-jenis kanker tertentu.
Berdasarkan data riwayat personal, diketahui bahwa An.R berusia 13 tahun,
bersekolah di pondok pesantren. Didiagnosis medis mengalami sindrom nefrotik
sehingga mendapat penanganan lebih lanjut ke rumah sakit.
Setelah melakukan beberapa tahap assessment, maka didapat beberapa
diagnosis gizi yaitu sebagai berikut :

1. Ketidakcukupan asupan oral (NI-2.1)


Ketidakcukupan asupan oral berkaitan dengan keterbatasan daya
penerimaan makanan secara fisik akibat adanya edema anasarka ditandai
dengan rendahnya asupan makan yaitu 50% dari total makanan yang
disajikan di plato
2. Underweight (NC-3.1)
Underweight berkaitan dengan rendahnya asupan energi pasien yaitu 50%
dari kebutuhan saat masuk rumah sakit ditandai dengan IMT/U pasien
sebesar -2,3 SD
3. Perubahan nilai laboratorium terkait gizi (NC-2.2)
Perubahan nilai laboratorium terkait gizi berkaitan dengan sindrom nefrotik
dan dyslipidemia ditandai dengan rendahnya nilai albumin (1,5 g/dL),
adanya protein dalam urin (proteinuria) dan eritrosit dalam urin (hematuria),
serta tingginya nilai LDL (369 mg/dL), kolesterol total (533 mg/dL),
trigliserida (478 mg/dL), dan rendahnya HDL (30 mg/dL)
4. Kurangnya pemantauan diri (NB-1.1)
Kurangnya pemantauan diri berkaitan dengan kurangnya dukungan orang
tua ditandai dengan orang tua pasien tidak bisa mengontrol asupan makan
pasien dikarenakan pasien bersekolah di pondok pesantren

Dari beberapa masalah gizi yang dialami An. R, maka diberikan intervensi
yang bertujuan untuk memperbaiki asupan pasien baik dari segi makronutrien
maupun mikronutrien seperti vitamin dan mineral (vitamin B kompleks, C, D, seng,
besi, dan kalsium) sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien, meminimalisir
edema dengan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, memperbaiki nilai
laboratorium dengan cara mengatur asupan protein dan lemak sehingga hasil
pemeriksaan biokimia seperti hipoalbumin dan proteinuria dan hiperkolestrolemia
bisa kembali mendekati nilai normal, dan meningkatkan kesadaran pasien dan
keluarga pasien mengenai pentingnya pemilihan makan yang tepat, serta
mendorong perubahan perilaku untuk jangka panjang.
Terdapat juga intervensi lain yang diberikan kepada pasien dan keluarga
pasien yaitu edukasi dan konseling gizi, hal ini bertujuan untuk membantu
meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit yang
dialami pasien dan penyebabnya, meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
pasien mengenai pemilihan makanan dan cara pengolahan makanan yang tepat
dan sesuai dengan kondisi pasien saat ini sehingga dapat mengurangi
progresivitas penyakit, meningkatkan pengetahuan mengenai pola makan yang
tepat baik dari segi usia pasien serta untuk meningkatkan motivasi keluarga pasien
untuk terus menjalankan diet bagi An. R yang diberikan dari rumah sakit serta
memantau perilaku makan An. R saat sudah berada di rumah.
Jenis diet yang diberikan pada An. R yaitu diet sindrom nefrotik dan DASH
Diet sebesar 1722 kkal dengan konsistensi makanan lunak melalui oral. Frekuensi
pemberian makan 6 kali sehari dengan pembagian 3 kali makan utama dan 3 kali
selingan dengan tujuan peningkatan asupan pasien karena pasien perlu diberikan
makan sedikit demi sedikit namun sering.
Dari segi pemberian diit, pemberian zat gizi makro mengacu pada
pemberian diet untuk pasien sindrom nefrotik yang mana protein diberikan sebesar
1 g/kgBB (cukup) dikarenakan pasien membutuhkan protein untuk meningkatkan
nilai albumin dan untuk meminimalisir risiko gagal tumbuh, serta agar tidak
memperberat kerja ginjal dan meminimalisir keluarnya protein dalam urin. Lemak
diberikan sebesar 25% diutamakan lemak baik seperti omega 3 yang ada pada
ikan. Serta mengurangi asupan lemak jenuh seperti yang ada pada fastfood dan
gorengan untuk memperbaiki nilai asupan lemak pasien yang tinggi. Sedangkan
asupan karbohidrat diperoleh dari sisa pengurangan energi, protein, dan lemak
diutamakan karbohidrat kompleks agar mudah dicerna. Pemberian zat gizi mikro
diutamakan pada masalah yang dialami yang mana membutuhkan tinggi
antioksidan, perbaikan nilai kalsium, dan pembatasan natrium. Maka diberikan
vitamin A, vitamin C, D, besi, seng, dan kalsium. Vitamin A dan C sebagai
antioksidan karena memiliki kemampuan untuk menghambat dan mengikat radikal
bebas. Vitamin D digunakan untuk mengontrol PTH, dan seng sebagai maturase
limfosit T untuk fungsi bacterial clearance. Cairan juga harus dikontrol untuk
meminimalisir edema yang dialami pasien. Pemberian cairan pada pasien sebesar
1500 ml + 20 ml (5,2 kg) yaitu 1604 ml.
Pemberian diit juga mempertimbangkan makanan yang perlu dibatasi
seperti makanan tinggi lemak jenuh dan tinggi natrium. Selain itu, dalam
menangani penurunan nafsu makan dengan memberikan makanan sesuai
kesukaan anak, makan makanan dalam porsi kecil tapi sering, serta selingan
sekitar 2-3 jam.
Tahap selanjutnya adalah monitoring dan evaluasi, pada kasus ini
monitoring dan evaluasi yang dilakukan adalah monitoring dan evaluasi food
history, monitoring dan evaluasi antropometri data, monitoring dan evaluasi data
fisik, monitoring dan evaluasi data biokimia, dan yang terakhir monitoring dan
evaluasi hasil perilaku dan lingkungan terkait gizi.
BAB VIII
KESIMPULAN
Pasien berusia 13 tahun mengalami sindrom nefrotik. Berdasarkan
kondisi fisik terlihat bahwa ada pembengakakan pada telapak kaki dan adanya
odema anasarka. Berdasarkan data antropometri IMT/U pasien dikategorikan
kurus (-2,3 SD).
Dari masalah gizi tersebut diagnosis gizi yang ditetapkan bagi pasien
adalah ketidakcukupan asupan secara oral, underwight, perubahan nilai
laboratorium terkait gizi, dan kurangnya pemantauan diri.
Berdasarkan permasalahan gizi tersebut, pasien diberikan diet sindrom
nefrotik dan DASH diet dimana diet tersebut memberikan kalori sebanyak 1722
kkal dengan konsistensi makanan lunak yang diberikan melalui oral
dikarenakan pasien memiliki nilai respiratory rate yang tinggi sehingga
makanan dalam bentuk lunak dapat mempermudah pasien untuk mengasup
makanan, dengan frekuensi pemberian makan yaitu 3x makan utama dan 3x
makan selingan. Selain itu menghindari makanan yang memperparah penyakit
sindrom nefrotik serta memberikan makanan yang dapat meminimalisir
progresifitas penyakit pasien. Intervensi juga diberikan kepada keluarga pasien
melalui edukasi dan konseling mengenai pemilihan, pemberian, dan cara
pengolahan makanan yang baik bagi pasien. Diharapkan pasien mengalami
perkembangan kesembuhan lewat nilai lab yang membaik, dan fisik yang
semakin baik, serta adanya perubahan perilaku serta pengetahuan keluarga
pasien terkait gizi mengenai pemilihan, pemberian, dan cara pengolahan
makanan yang baik sesuai kondisi pasien.
BAB IX
LAMPIRAN

BB Aktual = 36 kg
TB = 134 cm
BB kering = BBA – koreksi odema anasarka

= 36 – (30% x 36)

= 36 – 10,8

= 25,2 kg

14,03−18,2
IMT/U = 18,2−16,4

= - 2,3 SD (Kurus)

BBI = (TB-100) – (10%(TB-100))


= (134-100) – (10% (134-100))
= 34 – 3,4
= 30,6 kg
Adjusted Body Weight = ((Actual BW-standard BW) x FFM) + Standard BW
= ((36-30,6) x 0,38) + 30,6
= 2,052 + 30,6
= 32,65
BMR (Rumus Schofield) = 16,25 (BB) + 1,372 (TB) + 515,5
= 16,25 (32,65) + 1,372 (134) + 515,5
= 530,5625 + 183,848 + 515,5
= 1229,91
TEE = BMR x Faktor Stress
= 1229,91 x 1,4
= 1722 kkal

Kebutuhan Zat Gizi


Protein = 1 g/kgBB
= 1 x 32,65
= 32,65 gram (1 kkal = 4 gram)
= 130,6 kkal
Lemak = 20-25%
= 25% x 1722
= 430,5 / 9 (1 kkal = 9 gram)
= 47,83 gram
Karbohidrat = Energi – ( Protein + Lemak)
= 1722 – (130,6 + 430,5)
= 1722 – 561,1
= 1160,9 / 4 (1 kkal = 4 gram)
= 290,23 gram

 ANALISIS ZAT GIZI MENU

Zat Gizi Asupan Kebutuhan Kecukupan


Energi 1697 kkal 1722 kkal 98,55%
Protein 34,8 g 32,65 g 106,6%
Lemak 48,6 g 47,83 g 101,60%
Karbohidrat 280,5 g 290,23 g 96,65%
Vitamin A 1705,3 mcg 600 mcg 284,22%
Vitamin C 159,5 mg 75 mg 212,7%
Vitamin D 1,6 mcg 15 mcg 11%
Kalsium 404,2 mg 1200 mg 33,7%
Besi 9,7 mg 19 mg 51%
Seng 4,3 mg 18 mg 24%

 LEAFLET

Gambar 1. Leaflet tampak depan


Gambar 2. Leaflet tampak belakang
DAFTAR PUSTAKA
1. Mahan dan Raymond J L. Krause’s Food & The Nutrition Care Process. Ed
14. Elsevier. Canada. 2017
2. Anonymous. Nephrotic Syndrome. Clinical Key Elsevier. https:// www.
Clinicalkey. com/topics/nephrology/nephrotic-syndrome.html diakses pada
tanggal 8 April 2019
3. Gordillo R, Spitzer A. The Nephrotic Syndrome. America Academy of
Pediatrics. 2009;30:94-105
4. Park SJ, Shin J. Complications of Nephrotic Syndrome. Korean J Pediatr.
2011;54:322-328
5. Hogg RJ, Portman RJ, Milliner D, Lemley KV, Eddy A, Ingelfinger J.
Evaluation and Management of Proteinuria and Nephrotic Syndrome In
Children: Recommendation From a Pediatrics Nephrology Panel
Established at the National Kidney Foundation Conference on Proteinuria,
Albuminuria, Risk, Assessment, Detection, and Elimination (PARADE).
American Journal of Pediatrics. 2000;105:1242
6. Noer, MS. Sindrom Nefrotik Idiopatik. Kompendium Nefrologi Anak. Badan
Penerbit IDAI. Jakarta. 2011

Anda mungkin juga menyukai