Anda di halaman 1dari 42

REVISI

LAPORAN ASUHAN GIZI IV


STUDI KASUS ASUHAN GIZI PADA PASIEN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK
AKUT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kasus Asuhan Gizi IV


Dosen Pengampu :Choirun Nissa, S.Gz, M.Gizi
Fillah Fithra Dieny, S.Gz., M.Si
Deny Yudi Fitranti, S.Gz, M.Si
Ayu Rahadiyanti, S.Gz, M.PH

Disusun oleh:
DONA KUSUMAWATI
22030116120052

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I
LATAR BELAKANG
I. Kasus An. A
An. A berusia 2 tahun 8 bulan merupakan anak pertama dari 1
bersaudara mengidap penyakit leukimia limfoblastik akut (ALL) kemotrapi
minggu ke 10. Berdasarkan pengukuran antropometri, diketahui An. A
memiliki BB 14 kg dan TB 93 cm. Sehari-hari An. A bermain bola dan
bermain dengan teman-teman di lingkungan tempat tinggalnya. Pada bulan
Maret An. A terlihat sangat lemah, lesu dan mengakibatkan kondisi menjadi
drop, lalu An. A dibawa ke salah satu rumah sakit swasta dan dilakukan
transfusi darah. Namun sebulan kemudian An. A kembali lemah kondisinya
dan mengharuskan melakukan transfusi darah. Kondisi An. A tidak kunjung
membaik dan harus melakukan transfusi darah kembali pada bulan Mei.
Setelah itu An. A dirujuk di RSUP DR. KARIADI untuk melakukan
pemiriksaan biopsi, dan setelah melakukan biopsi An. A didiagnosis
menderita leukimia limfoblastik akut (ALL) dan harus melakukan
kemoterapi. Hasil pemeriksaan laboratorium diketahui:
13,2
Kreatinin 0,67 mg/d Hemoglobin
g/dL
Natrium 141 mmol/L Hematokrit 40,3 %
Klorida 102 mmol/L MCV 88,6 fL
Kalium 5,5 mmol/L Ureum 23 mg/L
Kalsium 2,42 mmol/L GDS 85 mg/L

Sebelum sakit An. A memiliki nafsu makan yang sangat baik. An. A
mendapatkan ASI hingga umur 2 minggu, setelah itu diberikan susu formula
dikarenakan ibu An. A bekerja. An. A mendapatkan MP-ASI berupa
makanan formula kemasan serelac diusia 5 bulan dengan frekuensi
pemberian 3 kali sehari, pada usia 9 bulan An. A mulai diberikan makanan
berupa nasi tim, lauk, sayur dan ditambah mengonsumsi susu S-26 Gold.
An. A makan 3 kali dalam sehari dengan sumber karbohidrat utama nasi,
biasanya An. A makan dengan 1 centong nasi. Sayur yang sering
dikonsumsi An. A adalah sayur sup yang berisikan wortel, kentang dan kol.
Untuk sumber protein hewani An. A sangat gemar sekali mengonsumsi telur
ayam, An. A dapat mengonsumsi 2 sampai 3 telur ayam dalam sehari,
pengolahan telur ayam biasanya di goreng. susu dengan frekuensi 3 kali
sehari yang diberikan pada waktu bangun tidur, siang hari dan sebelum
tidur malam, susu yang diberikan ditambahkan madu kurma TJ sebanyak 1
sendok makan. Ibu An. A juga selalu memberikan madu murni TJ sebanyak
2 sendok makan sehari . Selain itu juga An. A juga gemar mengonsumsi
bakso, biasanya bakso yang di makan 4- 5 biji sedang. An. A suka
mengkonsumsi jajanan seperti macaroni (goreng sendiri) dan choco crunch
tanpa susu. Hasil perhitungan asupan SMRS: Energi 1534 kkal; Protein
49,8 g; Lemak 50 g; Karbohidrat 171,2 g.
Semenjak masuk rumah sakit dan melakukan kemoterapi, masuk minggu
ke-8, An. A mengalami penurunan nafsu makan. makanan pagi dari RS
sangat jarang dikonsumsi, hanya mengkonsumsi roti isi selai. Saat makan
siang dan sore An. A hanya makan setengah porsinya saja, tergantung lauk
yang diberikan. Namun, masih mau mengkonsumsi susu formula. An. A
sangat gemar sekali konsumsi putih telur ayam. Hasil perhitungan MRS:
Energi 1164 kkal; Protein 38,2 g; Lemak 29,6 g; Karbohidrat 184,2 g.
II. Gambaran Kasus
Leukemia Limfoblastik Akut adalah salah satu jenis keganasan yang
terjadi pada sel darah dimana terjadi proliferasi berlebihan dari sel darah
putih. LLA merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan pada
anak usia 2-5 tahun dan akan terus meningkat seiring berkembangnya
usia. Pada kasus LLA anak, tingkat kesembuhan dengan pengobatan
kemoterapi sangat besar hampir mencapai 80% sedangkan pada orang
dewasa lebih rendah tingkat kesembuhannya karena banyaknya
pengobatan yang mengalami multi-drug resistance (MDR).1
Leukemia limfoblastik akut (LLA) dapat mengenai seluruh sistem
organ.2 Insiden LLA adalah sekitar 25% dari seluruh keganasan pada anak
berusia kurang dari 15 tahun. Dengan kemajuan pengobatan kemoterapi,
angka kesembuhan LLA mengalami peningkatan secara dramatis dalam 10
tahun terakhir sehingga dapat mencapai 75% sampai 80%.1 Gangguan
elektrolit dan metabolik yang timbul selama kemoterapi merupakan salah
satu yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan anak dengan
LLA.
BAB II
SKRINING

A. Pemilihan Metode Skrining

Skrining gizi bertujuan untuk menentukan seseorang beresiko malnutrisi


atau tidak,mengidentifikasi individu-individu yang membutuhkan terapi gizi
segera, mencegah agar seseorang yang masih sehat tidak menderita masalah
gizi, dan menghindari komplikasi lebih lanjut jika seseorang telah menderita
masalah gizi. Sebagian besar alat skrining terdiri dari 3 pertanyaan meliputi
penurunan BB, penurunan asupan makanan, dan tingkat keparahan penyakit.
Ada beberapa macam alat yang digunakan dalam proses skrining yaitu
meliputi MUST (Malnutrition Universal Screening Tools), NRS (Nutritional Risk
screening), MNA (Mini Nutritional Asessment), SNAQ (Short Nutritional
Asessment Quisioner), STAMP (Screening Tools Asessmentn of Malnutrition in
Pediatric), PYMS (Pediatric Yorkhill Malnutrition Score) dan SGA (Subjective
Global Asessment). Alat skrining harus memiliki validitas yang tinggi, maka
harus mencakup semua komponen yang berhubungan dengan masalah gizi
yang akan dihadapi, sehingga dapat didapatkan solusi dan terapi yang paling
tepat. Alat skrining juga harus pratis, tidak berlebihan, dan harus terkait dengan
langkah-langkah khusus sebagai tindak lanjutdari skrining. Dari alat skrining
bisa didapatkan tiga macam hasil yaitu pasien tidak beresiko malnutrisi, tetapi
harus dilakukan skrining ulang setelah jangka waktu tertentu, pasien beresiko
malnutrisi sehingga dibutuhkan rencana terapi gizi untuk mengatasinya, pasien
beresiko malnutrisi, namun memiliki masalah fisiologis yang menyebabkan
terapi gizi tidak dapat diberikan.
Pada kasus ini saya memilih untuk menggunakan alat skrining PYMS.
PYMS merupakan instrumen terpilih karena cukup sederhana, lengkap dalam
menilai faktor-faktor yang mungkin berperan pada status nutrisi, dan
validitasnya sudah banyak diuji oleh berbagai studi di berbagai negara dan
pada berbagai kondisi. Penilaian nutrisi mini merupakan alat spesifik yang
didesain untuk tujuan mengidentifikasi risiko malnutrisi yang dapat digunakan
bagi anak-anak. PYMS dikembangkan berdasarkan acuan dari ESPEN
(European Society Parenteral Enteral Nutrition) dengan mengevaluasi 4
komponen. Komponen yang dimaksud adalah riwayat penurunan asupan
makan selama satu minggu sebelumnya, BMI, riwayat penurunan berat badan ,
dan kaitan penyakit dengan kebutuhan gizi paien. Analisis validitas dinilai
dengan menggunakan baku emas penilaian status gizi (riwayat makan,
pengukuran antropometri, penilaian fisik).
Alat skrining gizi ini memiliki 4 kategori yang harus diamati dan diukur.
Masing-masing kategori memiliki skor maksimal 2. Total skor dari keseluruhan
gejala menandakan status risiko malnutrisi pasien. Skor 0 menunjukkan pasien
tidak beresiko atau risiko rendah malnutrisi, skor 1 menandakan risiko sedang
malnutrisi, dan skor ≥ 2 menandakan resiko tinggi malnutrisi.

B. Pengisian Kuisioner

FORMULIR SKRINING GIZI ANAK

PEDIATRIC YORKHILL MALNUTRITION SCORE (PYMS)


Tanggal Pemeriksaan
Nama : An. A 2
Tgl. Lahir :- tahun
No. RM : Umur
8
Tgl. Lahir JJenis Kelamin : Laki-laki bulan
Berat Badan 14 kg
Tinggi Badan/Panjang 93
Badan cm
BMI
No Kriteria Skor
Status Antropometri 0
- BB/TB untuk anak < 5 tahun ≥ (- 2 SD) 0
1.
- BMI/U untuk anak ≥ 5 tahun < (- 2 SD) 2
Kehilangan atau penurunan berat Tidak ada 0 0
2.
badan akhir akhir ini Ada 2
Makan seperti biasa 0
Ada penurunan 1 1
Asupan makan dalam satu minggu
3. Tidak makan sama
terakhir
sekali atau sangat 2
sedikit
Tidak 0
4. Anak sakit berat *)
Ya 2 2
Skor total 3
Tanpa resiko
Kesimpulan Resiko rendah
Resiko tinggi 
Skrining ulang 1 minggu
kemudian
Skrining ulang 3 hari lagi
Tindakan
Rujuk ke dietisien/dokter
divisi nutrisi dan penyakit 
metabolik
Nama
Ahli Gizi
Tanda tangan

Keterangan:
*) Penyakit yang beresiko terjadi gangguan gizi diantaranya : dirawat di HCU/ ICU,
penurunan kesadaran, kegawatan abdomen (pendarahan, ileus, peritonitis, asites
massif, tumor intraadomen besar, post opreasi), gangguan pernapasan berat,
keganansan dengan komplikasi, gagal jantung, gagal ginjal kronik, gagal hati,
diabetes mellitus, atau kondisi sakit berat lainnya.
Skor ≥ 1 : Risiko tinggi, perlu asesmen lebih lanjut oleh dietesien dan / atau dokter
divisi gizi
Skor 1 : Risiko rendah, perlu dilakukan skrining kembali setelah 3 hari
Skor 0 :Tanpa resiko, perlu dilakukan skrining kembali setelah 1 minggu
C. Membuat kesimpulan kuisioner
Berdasarkan hasil skrining pasien dengan menggunakan PYMS
diperoleh total skor yaitu 3, ini menandakan bahwa An. A menderita
malnutrisi atau mempunyai risiko tinggi terhadap malnutrisi sehingga perlu
di asesmen lebih lanjut oleh dietesien / ahli gizi.
BAB III
ASESMEN (PENGKAJIAN GIZI)
A. Antropometri (AD)

Domain Data Interpretasi


AD 1.1.1 Height/lenght 93 cm
AD 1.1.2 Weight 14 kg
AD 1.1.6 Growth pattern
indices / percentile ranks
 BB / U 14−13,7
Z score = 15,4−13,7 Gizi baik
 TB / U = 0,17
 BB / TB 93−93,4
Z score = 93,4−89,9
 IMT / U Normal
= - 0,11
14−13,6
Z score = 14,7−13,6 Normal
= 0,36
16,18−15,7
Z score = 17−15,7
Normal
= 0,36

Kesimpulan : Dari data antropometri Anak A memiliki status gizi yang dapat
dikategorikan sebagai gizi baik berdasarkan Z score BB/U (Z score 0,17).
Sedangkan berdasarkan TB/U (Z score -0,11), BB/TB (Z score 0,36), dan IMT/U (Z
score 0,36) status gizi An. A dikategorikan normal.

B. Biokimia (BD)

Domain Data Nilai normal Interpretasi


BD 1.2.1 BUN 23 mg/L 10 – 20 mg/L Tinggi
(Hiperuremia)
BD 1.2.2 Kreatinin 0,67 mg/dL 0,3 – 0,7 mg/dL Normal
BD 1.2.5 Sodium 141 mmol/L 135-145 mmol/L Normal
BD 1.2.6 Chloride 102 mmol/L 98-110 mmol/L Normal
BD 1.2.7 Potassium 5,5 mmol/L 3,5-5,5 mmol/L Normal
BD 1.2.9 Calcium 2,42 mmol/L 9-11,5 mmol/L Rendah
(Hipokalsemia)
BD 1.5.2 Glucose 85 mg/L 70-200 mg/dL Normal
casual
BD 1.10.1 13,2 g/dL 10,5 – 13,5 g/dL Normal
Hemoglobin
BD 1.10.2 Hematocrit 40,3% 29 – 40% Normal
BD 1.10.3 MCV 88,6 fL 73 – 101 fL Normal
(Mean Corpuscular
Volume)

Kesimpulan : Berdasarkan dari data hasil pemeriksaan biokimia An.A mengalami


hiperuremia dan hipokalsemia yang ditunjukkan dengan nilai BUN yang
dikategorikan tinggi dan memiliki nilai calcium yang rendah.

C. Physical (PD)

Domain Data Nilai Normal Interpretasi


PD 1.1.1 Overall Secara fisik Mengakibatkan
Appearance terlihat lemas dan kondisi An. A
lesu namun menjadi drop.
kesadaran masih
baik
Kesimpulan : Berdasarkan data fisik, diketahui bahwa An.A secara fisik terlihat
lemas dan lesu namun kesadaran masih baik dan mengakibatkan kondisi An. A
menjadi drop.

D. Food History (FH)


 Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)

Domain Asupan Kebutuhan Interpretasi


FH 1.1.1.1 Total Energy 1534 kkal / hari 114,72% Lebih
terpenuhi
Intake
FH 1.2.1.1 Oral Fluids  Susu formula S-
26 Gold 3x/hari
FH 1.2.2.1 Amount of  Nasi tim 1 ctg
food  Sayur sup
berisikan wortel,
kentang, dan
kol
 Telur ayam 2-3
btr dalam sehari
 Madu kurma TJ
1 sdm
 Madu murni TJ
2 sdm/hari
 Bakso 4-5 bj
sdg
 Macaroni
 Choco crunch
tanpa susu
FH 1.2.2.2 Types of Karbohidrat, lauk
food/meals hewani, dan sayur
FH 1.2.2 3 Meal/snack 3 kali sehari
pattern
FH 1.2.2.5 Food variety Gemar mengkonsumsi
bakso dan jajanan
seperti macaroni
(goreng sendiri) dan
choco crunch tanpa
susu
FH 1.2.3.1 Breastmilk An. A hanya menerima
Intake ASI selama 2 minggu

FH 1.2.3.2 Infant Konsumsi makanan

Formula Intake formula serelac diusia


5 bulan
FH 1.5.1.1 Total Fat 50 gram 134,62% Lebih
terpenuhi
FH 1.5.2.1 Total Protein 49,8 gram 99,32% Cukup
terpenuhi
FH 1.5.3.1 Total 171,2 gram 85,35% Cukup
terpenuhi
Carbohydrate
FH 7.1.4 Breastfeeding Pemberian makanan
problems tambahan sudah
dilakukan sejak umur 5
bulan.

Kesimpulan: Dari data asupan makan pasien sebelum masuk rumah sakit, dapat
diketahui bahwa asupan energi dan lemak berlebih, sedangkan asupan protein
dan karbohidrat cukup. An. A hanya menerima ASI selama 2 minggu dan diberikan
susu formula. An. A juga mulai diberikan MP ASI sejak berusia 5 bulan.
 Masuk Rumah Sakit (MRS)

Domain Asupan Kebutuhan Interpretasi


FH 1.1.1.1 Total Energy 1164 kkal 67,36% Kurang
terpenuhi
Intake
FH 1.2.1.1 Oral Fluids Susu Formula
FH 1.2.2.1 Amount of  Roti isi selai
food  Konsumsi putih
telur ayam
FH 1.5.1.1 Total Fat 29,6 gram 61,67% Kurang
terpenuhi
FH 1.5.2.1 Total Protein 38,2 gram 58,95% Kurang
terpenuhi
FH 1.5.3.1 Total 184,2 gram 71,06% Kurang
terpenuhi
Carbohydrate

Kesimpulan : Dari data diatas, setelah masuk rumah sakit zat gizi makro yang
dikonsumsi pasien kurang dari kebutuhan. Pasien hanya mengonsumsi roti isi selai
dan putih telur ayam, serta susu formula.

E. Client History (CH)

Domain Data Interpretasi


CH 1.1.1 Age 2 tahun 8 bulan
CH 1.1.2 Gender Laki-laki

CH 1.1.7 Role in family Sebagai anak

Pasien mengalami
CH 2.1.7 leukimia limfoblastik
Hematology/oneology akut (ALL)
CH 2.2.1 Medical Kemoterapi dan

Treatment transfusi darah

CH 3.1.4 Social & Penanganan lebih


medical support lanjut ke rumah sakit

Kesimpulan : Berdasarkan data riwayat personal, diketahui bahwa An.A berusia 2


tahun 8 bulan didiagnosis medis mengalami leukimia limfoblastik akut (ALL) dan
sudah menjalankan kemoterapi serta transfusi darah sehingga mendapat
penanganan lebih lanjut ke rumah sakit.
Comparative Standard

Domain Data SMRS Data MRS Interpretasi


CS 1.1.1 Estimasi Total 1337,17 kkal 1728,03 kkal Kebutuhan yang
kebutuhan Energy seharusnya
dipenuhi
CS 1.1.2 Metode estimasi Menggunakan Nelson Karena An. A
kebutuhan telah terdiagnosis
CS 2.1 Estimasi 37,14 gram 48 gram Kebutuhan yang
kebutuhan lemak seharusnya
dipenuhi (25%
dari total
kebutuhan)
CS 2.2 Estimasi 50,14 gram 64,80 gram Kebutuhan yang
kebutuhan protein seharusnya
dipenuhi (15%
dari total
kebutuhan)
CS 2.3 Estimasi 200,58 gram 259,20 gram Kebutuhan yang
kebutuhan karbohidrat seharusnya
dipenuhi (60%
dari total
kebutuhan)
BAB IV
DIAGNOSIS GIZI
PROBLEM ETIOLOGI SIGN/SYMTOMPS
Rendahnya asupan energi
Peningkatan kebutuhan
(67,36%), protein (58,95%),
Ketidakcukupan asupan zat gizi dikarenakan
lemak (61,67%), dan
oral (NI-2.1) adanya penyakit
karbohidrat (71,06%)
katabolik
setelah masuk rumah sakit
Tingginya nilai BUN (23
Perubahan nilai
Hiperuremia dan mg/L) dan rendahnya nilai
laboratorium terkait gizi
hipokalsemia kalsium (2,42 mmol/L) dari
(NC-2.2)
nilai normalnya
Orang tua memberikan MP-
Kurangnya Pengetahuan
Pemilihan dan ASI diusia 5 bulan serta
yang berhubungan
pengolahan makanan seringnya mengolah
dengan zat gizi /
yang kurang baik makanan dan jajanan yang
makanan (NB-1.1)
cenderung digoreng.
BAB V

INTERVENSI GIZI

A. Perencanaan (Planning)
1. Tujuan Intervensi Gizi
a. Memperbaiki asupan pasien baik dari segi makronutrien maupun
mikronutrien sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
b. Memperbaiki nilai laboratorium dengan cara mengatur asupan protein
baik hewani maupun nabati dan meningkatkan asupan vitamin D serta
kalsium sehingga laboratorium seperti hiperuremia dan hipokalsemia
bisa kembali mendekati normal
c. Memperbaiki progresivitas penyakit pasien dengan cara memberikan
asupan kaya antioksidan lewat vitamin dan mineral seperti vitamin C,
vitamin A, vitamin E, besi, dan seng
d. Meningkatkan pengetahuan keluarga pasien mengenai pola dan
pemilihan makan yang tepat, serta mendorong perubahan perilaku
untuk jangka panjang
2. Preskripsi Diet
a. Jenis diet : Diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP)
b. Rute pemberian makanan : Oral
c. Konsistensi Makanan : Lunak
d. Frekuensi pemberian makanan : 3 kali makan utama, 3 kali selingan
e. Rekomendasi gizi
- Energi diberikan sebesar : 1728 kkal
- Lemak sebesar 25% dari kebutuhan energi : 48 gram
- Protein sebesar 15% dari kebutuhan energi : 64,80 gram
- Karbohidrat sebesar 60% dari kebutuhan energi : 259,20 gram
- Cairan diberikan sebesar 1200 ml per hari sesuai AKG 2013
- Serat diberikan sebesar 16 gram per hari sesuai AKG 2013
- Vitamin A diberikan sebesar 400 mcg per hari sesuai AKG 2013
- Vitamin C diberikan sebesar 40 mg per hari sesuai AKG 2013
- Vitamin E diberikan 6 mg per hari sesuai AKG 2013
- Zat besi diberikan sebesar 8 mg per hari sesuai AKG 2013
- Seng diberikan sebesar 4 mg per hari sesuai AKG 2013

B. Implementasi
1. Pemberian diit
a. Modifikasi bentuk makanan
Makanan yang diberikan melalui jalur oral dikarenakan tidak
mengalami masalah dalam penerimaan asupan melalui oral, dan
makanan yang diberikan dalam konsistensi lunak untuk meningkatkan
asupan pasien hingga sesuai dengan kebutuhan.
b. Modifikasi zat gizi
- Energi diberikan secara bertahap sebesar 700 kkal, lalu
ditingkatkan menjadi 1200 kkal, 1700 kkal
- Lemak diberikan sebesar 48 gram diutamakan lemak baik seperti
omega 3 yang ada pada ikan. Serta mengurangi asupan lemak
jenuh seperti yang ada pada fastfood dan gorengan untuk
memperbaiki nilai asupan lemak pasien yang tinggi
- Protein diberikan sebesar 65 gram yang terdiri dari protein hewani
dan protein nabati dengan proporsi seimbang. Protein heme
diberikan karena memiliki bioavailabilitas tinggi sehingga
menunjang sintesis hemoglobin dan sel darah merah
- Karbohidrat diberikan sebesar 260 gram dengan memberikan jenis
karbohidrat kompleks yang mudah dicerna.
- Cairan diberikan sebesar 1200 ml untuk menjaga berfungsinya sel
dalam tubuh dan salah satu efek samping dari kemoterapi adalah
mual dan muntah, jika gejala ini berkepanjangan akan
menyebabkan anak mengalami dehidrasi sehingga keseimbangan
cairan dalam tubuh akan terganggu.
- Serat diberikan sebesar 16 gram berupa serat larut air yang
berfungsi sebagai antioksidan yang banyak terdapat pada sayur
dan buah
- Vitamin A diberikan sebesar 400 mcg per hari karena vitamin A
berperan sebagai pemadam radikal bebas (antioksidan) karena
mampu menghentikan reaksi berantai radikal bebas dengan
menjebaknya.
- Vitamin C diberikan sebesar 40 mg per hari karena vitamin C
adalah zat gizi yang penting sebagai antioksidan dan dapat
menurunkan efek samping radikal bebas dan sebagai pendukung
penyerapan zat besi karena memudahkan reduksi ferri menjadi
ferro sehingga mudah diserap dalam usus halus untuk
meningkatkan nilai Hb dan Ht.
- Vitamin E diberikan sebesar 6 mg per hari karena vitamin E juga
berperan sebagai antioksidan yang banyak ditemukan pada
kacang-kacangan dan sayuran hijau seperti bayam dan brokoli.
- Zat besi diberikan sebesar 8 mg per hari karena pemberian zat
besi dapat meningkatkan sintesis hemoglobin di dalam darah.
- Seng diberikan sebesar 4 mg per hari karena seng berperan
dalam produksi hormone thymulin hormone yang berperan dalam
maturasi dan differensiasi sel T dengan induksi aktivasi sel T dan
aktivasi makrofag guna melakukan bacterial clearance.
- Menghindari makan telur, ayam, ikan yang belum matang dimasak
serta makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi.
c. Rekomendasi Menu
Contoh Menu Diet TETP
E : 1635,6 P : 66,3 gr L : 50 gr KH : 236 gr

Waktu Bahan Makanan Berat URT Penukar Menu Makanan


Pagi Nasi 100 gr 1 gls 1P Nasi tim
Pukul Daging sapi 35 gr 1 ptg sdg 1P Bola-bola
07.00 daging
WIB Tempe 50 gr 2 ptg sdg 1P Tempe orek
Gambas 50 gr ½ gls ½P Sayur bening
Bayam 50 gr ½ gls ½P bayam + oyong

Minyak 10 gr 2 sdt 2P

Selingan Kacang hijau 20 gr 2 sdm 1P Bubur kacang


Pukul Gula pasir 10 gr 1 sdm 1P hijau
10.00
WIB
Siang Nasi 150 gr 1 ½ gls 1½ P Nasi tim
Pukul Ikan Mas 40 gr 1 ptg bsr 1P Ikan mas
13.00 bumbu kuning
55 gr
WIB Tahu ½ bj sdg ½ P Pepes tahu
Caisim 100 gr 1 gls 1P Tumis caisim
Minyak 2 sdt 2P
10 gr
Papaya 110 gr 1 ptg bsr 1P Pepaya
Selingan Roti 70 gr 2 iris 1P Roti isi selai
Pukul Selai kacang 15 gr 1 sdm 1P kacang
16.00
WIB
Malam Nasi 150 gr 1 ½ gls 1½ P Nasi tim
Pukul Telur ayam 55 gr 1 btr 1P Semur telur
19.00 Tempe 50 gr 2 ptg sdg 1P Perkedel tempe
WIB Wortel 50 gr ½ gls ½P Sayur soup
Kentang 50 gr ½ bh sdg ¼ P
Brokoli 50 gr ½ gls ½ P
Minyak 10 gr 2 sdt 2P
Pisang 50 gr 1 bh kcl 1P Pisang

Selingan Melon 190 gr 1 ptg bsr 1P Melon potong


malam
Pukul
21.00
WIB

2. Edukasi Gizi
a. Tujuan
- Meningkatkan pengetahuan orang tua pasien mengenai penyakit
yang dialami pasien saat ini
- Meningkatkan pengetahuan orang tua pasien mengenai pemilihan
makanan yang tepat sesuai kondisi pasien saat ini dan dapat
menunjang penyembuhan pasien
- Meningkatkan pengetahuan orang tua pasien mengenai makanan
yang perlu dihindari oleh pasien karena dapat meningkatkan
progresivitas penyakit
b. Sasaran : Keluarga Pasien
c. Materi
- Pemaparan Penyakit Leukemia limfoblastik akut (LLA)
- Pemilihan diet yang sesuai dengan kondisi pasien
- Pemaparan makanan yang perlu dihindari pasien seperti makanan
yang belum matang dimasak
3. Konseling Gizi
a. Tujuan
- Memberikan pemahaman kondisi pasien kepada keluarga
- Membantu dan memantau keluarga agar dapat memberikan
makanan sesuai prinsip diet yang diberikan dari rumah sakit untuk
pasien
b. Sasaran : Keluarga Pasien
c. Materi
- Menjelaskan tujuan dan prinsip diet yang dijalani pasien
- Diskusi mengenai pemilihan makanan yang cocok untuk pasien
- Memberikan motivasi pada keluarga pasien agar dapat
membantu menjalankan diet dengan baik dan dapat dilanjutkan
apabila pasien telah pulang nantinya
4. Koordinasi dengan tim kesehatan lain
a. Dokter
Koordinasi dengan dokter dapat memudahkan untuk
mendapatkan informasi mengenai diagnosis pasien, perkembangan
kondisi klinis pasien, serta efek pengobatan terhadap nilai elektrolit
dan zat gizi pasien.
b. Perawat
Membantu pencatatan perkembangan kondisi klinis pasien yang
nantinya dicatat di dalam catatan rekam medis dan dilaporkan kepada
ahli gizi untuk penyesuaian diet sesuai dengan penerimaan pasien.
c. Ahli Gizi
Membantu dalam penentuan diet yang dilaksanakan oleh pasien
sesuai dengan intervensi yang telah ditentukan oleh ahli gizi, konseling
mengenai kebiasaan makan pasien, pemberian saran pola makan
yang tepat agar membaiknya kondisi pasien yang diberikan kepada
keluarga pasien. Selain itu pentingnya kolaborasi ahli gizi dengan
dokter dalam mengetahui ada tidaknya interaksi obat, pengobatan,
dan makanan pasien agar pengobatan baik secara medis maupun
asupan dapat berjalan dengan efektif.
BAB VI
MONITORING EVALUASI GIZI
Indikator Metode Target Pencapaian

Monitoring dan
EvaluasiFood History
Makanan yang Comestock 80% makanan yang
disajikan habis disajikan habis

Kebutuhan energy Recall 24 jam Energy yang diasup


tercukupi minimal 80% secara
bertahap

Kebutuhan Recall 24 jam Energy yang diasup


karbohidrat tercukupi minimal 80% secara
bertahap

Kebutuhan protein Recall 24 jam Energy yang diasup


tercukupi minimal 80% secara
bertahap

Kebutuhan lemak Recall 24 jam Energy yang diasup


tercukupi minimal 80% secara
bertahap

Kebutuhan Recall 24 jam Vitamin A 400 mcg


mikronutrient Vitamin C 40 mg
tercukupi Vitamin E 6 mg
Zat besi 8 mg
Seng 4 mg
Mikronutrien lain
tercukupi minimal 80%

Monitoring dan Evaluasi


Antropometri data
Berat badan normal Menimbang berat badan An. A dapat
secara rutin. mempertahankan BB
normal sehingga tidak
mengalami gizi kurang
atau gizi lebih.

Monitoring dan Evaluasi


Data Fisik
Lemas mulai Melihat Aktifitas sehari Pasien sudah mampu
berkurang melakukan aktifitas
fisik harian dengan
skala ringan.

Monitoring dan Evaluasi


data Biokimia
Hasil Biokimia Tes Laboratorium Hasil tes biokimia pada
berangsur normal pasien berangsur
normal,terutama :
BUN 10-20 mg/L
Calcium 9-11,5 mmol/L

Monitoring dan Evaluasi


Hasil Perilaku dan
Lingkungan terkait Gizi
Motivasi dan Edukasi dan Konseling Gizi Meningkatnya motivasi
perubahan sikap setiap minggu keluarga dibuktikan
mulai ada dengan memberikan
makanan yang tepat
dan teratur sehingga
asupan An.A tidak
mengalami penurunan
terus-menerus

Meningkatnya Edukasi dan Konseling Gizi Keluarga memahami


pengetahuan gizi setiap minggu makanan apa saja
keluarga pasien yang dianjurkan dan
terkait penyakit yang harus dihindari
pasien oleh pasien.

Meningkatnya Edukasi dan Konseling Gizi Keluarga mulai


pengertian terhadap setiap minggu mengerti dengan diet
pemilihan dan yang dianjurkan dan
pengolahan mau menjalankan diet
makanan yang diberikan kepada
An.A
BAB VII
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus An. A, menggunakan skrining gizi PYMS (Pediatric Yorkhill
Malnutrition Score). PYMS dikembangkan berdasarkan acuan dari ESPEN
(European Society Parenteral Enteral Nutrition) dengan mengevaluasi 4
komponen. Komponen yang dimaksud adalah riwayat penurunan asupan makan
selama satu minggu sebelumnya, BMI, riwayat penurunan berat badan, dan kaitan
penyakit dengan kebutuhan gizi pasien. Berdasarkan hasil skrining pasien,
diperoleh total skor yaitu 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa An. A menderita
malnutrisi atau mempunyai risiko tinggi terhadap malnutrisi sehingga perlu di
asesmen lebih lanjut oleh dietesien / ahli gizi.
Berdasarkan kajian Antropometri diperoleh data antropometri adalah tinggi
badan yaitu 93 cm, berat badan aktual yaitu 14 kg. Berdasarkan perhitungan
didapat status gizi pasien An. A tergolong normal dengan BB/U 0,17 SD, TB/U -
0,11 SD, BB/TB 0,36 SD, dan IMT/U 0,36 SD. Sedangkan pada data biokimia,
diketahui bahwa An. A mengalami hiperuremia yang ditandai dengan tingginya
nilai BUN dan mengalami hipokalsemia yang ditandai dengan rendahnya nilai
kalsium.
An. A didiagnosis mengalami Leukemia limfoblastik akut (LLA). Leukemia
Limfoblastik Akut adalah salah satu jenis keganasan yang terjadi pada sel darah
dimana terjadi proliferasi berlebihan dari sel darah putih. LLA merupakan kasus
keganasan yang paling sering ditemukan pada anak usia 2-5 tahun dan akan
terus meningkat seiring berkembangnya usia. Pada kasus LLA anak, tingkat
kesembuhan dengan pengobatan kemoterapi sangat besar hampir mencapai 80%
sedangkan pada orang dewasa lebih rendah tingkat kesembuhannya karena
banyaknya pengobatan yang mengalami multi-drug resistance (MDR).1
Leukemia limfoblastik akut (LLA) dapat mengenai seluruh sistem organ.2
Insiden LLA adalah sekitar 25% dari seluruh keganasan pada anak berusia kurang
dari 15 tahun. Dengan kemajuan pengobatan kemoterapi, angka kesembuhan LLA
mengalami peningkatan secara dramatis dalam 10 tahun terakhir sehingga dapat
mencapai 75% sampai 80%.1 Gangguan elektrolit dan metabolik yang timbul
selama kemoterapi merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap
keberhasilan pengobatan anak dengan LLA. Gangguan elektrolit dan metabolik
sering ditemukan pada pasien anak dengan keganasan hematologi termasuk
LLA.3,4 Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh proses leukemik, infiltrasi sel-sel
leukemia ke organ (khususnya tulang) maupun lisis sel-sel leukemia akibat
pemberian obat-obat sitostatika, dan dapat terjadi sebelum, selama maupun
sesudah pemberian kemoterapi.5 Beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasi
sebelumnya menunjukkan bahwa gangguan elektrolit dan metabolik yang sering
ditemukan pada anak dengan leukemia limfoblastik akut antara lain hiperkalemia,
hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia dan azotemia.5,6
Kemoterapi menyebabkan lisis sel-sel leukemia, yang diikuti dengan
pelepasan bahan-bahan intraseluler, seperti kalium, fosfat, kalsium dan asam
nukleat. Karena kandungan fosfat dan kalium di dalam sel leukemia empat kali
lebih banyak dibandingkan kandungan fosfat dan kalium di dalam limfosit matur,
maka pelepasan fosfat dan kalium yang berlebihan akibat lisis sel-sel leukemia
menyebabkan terjadinya hiperfosfatemia dan hiperkalemia. Hiperfosfatemia akan
meningkatkan presipitasi kristal kalsium-fosfat di tubulus ginjal, sehingga
menyebabkan terjadinya nefrokalsinosis, obstruksi urin dan deposit jaringan.
Sebagai konsekuensi dari hiperfosfatemia dan presipitasi kalsium-fosfat dapat
terjadi hipokalsemia dan menurunnya fungsi ginjal yang ditandai dengan adanya
azotemia. Sedangkan asam nukleat purin yang dilepas ke ruang ekstraseluler
akan mengalami degradasi menjadi xantin, yang kemudian dimetabolisme
menjadi asam urat. Hiperurisemia akan timbul bila katabolisme purin melebihi
kapasitas ekskresi ginjal.6
Gangguan elektrolit tidak selalu disertai dengan gejala klinis, sehingga
jarang memerlukan terapi. Meskipun tidak mengancam jiwa, tetapi gangguan
elektrolit akibat pemberian kemoterapi berpotensi menimbulkan efek kardiotoksik
(chemotherapy-related cardiotoxic) dan nefropati yang berlanjut menjadi gagal
ginjal akut. Pada kenyataannya, beberapa laporan kasus menunjukkan bahwa
komplikasi fatal seperti kematian mendadak akibat aritmia atau disritmia malignant
dapat terjadi pada pasien leukemia sebagai efek sinergistik antara obat sitostatika
dan kelainan elektrolit.7
Beberapa laporan penelitian yang telah dipublikasi menyebutkan bahwa
anak dengan LLA yang tergolong risiko tinggi memiliki risiko yang lebih besar
untuk mengalami gangguan elektrolit dan metabolik, yang dapat berlanjut menjadi
sindrom lisis tumor dan gagal ginjal.8
Hipokalsemia pada pasien LLA pada umumnya terkait dengan
hipoalbuminemia, hiperfosfatemia maupun resistensi hormon paratiroid ginjal.8,9
Terbukti dari publikasi hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab
hipokalsemia adalah multifaktorial, antara lain malnutrisi, malabsorpsi,bakteremia
maupun efek samping obat-obat sitostatika.3-5 Pada pasien LLA dengan
insufisiensi ginjal akut atau kronik yang telah ada sebelumnya, terdapat
kecenderungan terjadi hiperkalemia, dan bahkan disertai dengan kelainan elektrolit
dan metabolik lainnya seperti hiperfosfatemia, hipokalsemia, azotemia dan
hyperuricemia. Fenomena itu dikenal sebagai sindrom lisis tumor yang termasuk
salah satu kegawatdaruratan di bidang onkologi.10
Berdasarkan pengkajian data klinis/fisik diketahui bahwa An. A mengalami
lemas dan lesu namun kesadaran masih baik dan mengakibatkan kondisi An. A
menjadi drop. Sedangkan, berdasarkan pengkajian riwayat gizi sebelum masuk
rumah sakit diketahui bahwa asupan energi dan lemak An. A berlebih, sedangkan
asupan protein dan karbohidrat cukup. An. A hanya menerima ASI selama 2
minggu dan diberikan susu formula. An. A juga mulai diberikan MP ASI sejak
berusia 5 bulan dan An. A cenderung mengonsumsi makanan yang diolah dengan
cara digoreng yang disajikan oleh ibunya. Sedangkan berdasarkan pengkajian
riwayat gizi setelah masuk rumah sakit diketahui bahwa zat gizi makro yang
dikonsumsi pasien kurang dari kebutuhan. Pasien hanya mengonsumsi roti isi selai
dan putih telur ayam, serta susu formula.Turunnya asupan makan, dikarenakan
pasien mengalami penurunan nafsu makan.
Berdasarkan pengkajian data riwayat pasien diketahui bahwa An.A berusia
2 tahun 8 bulan didiagnosis medis mengalami leukimia limfoblastik akut (ALL) dan
sudah menjalankan kemoterapi serta transfusi darah sehingga mendapat
penanganan lebih lanjut ke rumah sakit.
Setelah melakukan beberapa tahap assessment, maka didapat beberapa
diagnosis gizi yaitu sebagai berikut :
1. Ketidakcukupan asupan oral (NI-2.1)
Ketidakcukupan asupan oral berkaitan dengan peningkatan kebutuhan zat
gizi dikarenakan adanya penyakit katabolic ditandai dengan rendahnya
asupan energi (67,36%), protein (58,95%), lemak (61,67%), dan karbohidrat
(71,06%) setelah masuk rumah sakit.
2. Perubahan nilai laboratorium terkait gizi (NC-2.2)
Perubahan nilai laboratorium terkait gizi berkaitan dengan hiperuremia dan
hipokalsemia ditandai dengan tingginya nilai BUN (23 mg/L) dan rendahnya
nilai kalsium (2,42 mmol/L) dari nilai normalnya.
3. Kurangnya Pengetahuan yang berhubungan dengan zat gizi / makanan
(NB-1.1)
Kurangnya Pengetahuan yang berhubungan dengan zat gizi / makanan
berkaitan dengan pemilihan dan pengolahan makanan yang kurang baik
ditandai dengan orang tua memberikan MP-ASI diusia 5 bulan serta
seringnya mengolah makanan dan jajanan yang cenderung digoreng.

Dari beberapa masalah gizi yang dialami An. A, maka diberikan intervensi
yang bertujuan untuk memperbaiki asupan zat gizi An. A seperti zat gizi makro
maupun mikro agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi tubuh, memperbaiki nilai
laboratorium dengan cara mengatur asupan protein baik hewani maupun nabati
dan meningkatkan asupan kalsium yang diasup oleh pasien sehingga laboratorium
seperti BUN dan kalsium bisa kembali mendekati normal, selain itu juga untuk
mengurangi progresivitas penyakit pasien yaitu dengan meningkatkan pemberian
asupan tinggi antioksidan seperti vitamin dan mineral (vitamin A, vitamin C,
vitamin E, seng, dan selenium).
Terdapat juga intervensi lain yang diberikan kepada keluarga pasien yaitu
edukasi dan konseling gizi, hal ini bertujuan untuk membantu meningkatkan
pengetahuan keluarga pasien mengenai penyakit yang dialami pasien dan
penyebabnya, meningkatkan pengetahuan keluarga pasien mengenai pemilihan
makanan dan cara pengolahan makanan yang tepat dan sesuai dengan kondisi
pasien saat ini sehingga dapat mengurangi progresivitas penyakit, meningkatkan
pengetahuan mengenai pola makan yang tepat baik dari segi usia pasien serta
untuk meningkatkan motivasi keluarga pasien untuk terus menjalankan diet bagi
An. A yang diberikan dari rumah sakit serta memantau pola makan An. A saat
sudah berada di rumah.
Jenis diet yang diberikan pada An. A yaitu diet TETP sebesar 1700 kkal
dengan konsistensi lunak melalui oral. Frekuensi pemberian makan 6 kali sehari
dengan pembagian 3 kali makan utama dan 3 kali selingan dengan tujuan
peningkatan asupan pasien karena pasien perlu diberikan makan sedikit demi
sedikit namun sering.
Dari segi pemberian diit, pemberian zat gizi makro mengacu pada
pemberian diet untuk pasien kanker yang mana karbohidrat diberikan sebesar
60%, lemak diberikan sebesar 25% dan protein 15% karena umumnya pasien
membutuhkan protein tinggi untuk regenerasi dan perbaikan sel yang rusak dan
untuk peningkatan kebutuhan dikarenakan adanya penyakit katabolik. Pemberian
zat gizi mikro diutamakan pada masalah yang dialami yang mana membutuhkan
tinggi antioksidan, dan perbaikan nilai kalsium. Maka diberikan vitamin A, vitamin
C, E, selenium, seng, dan kalsium. Vitamin A, C, E, dan selenium sebagai
antioksidan karena memiliki kemampuan untuk menghambat dan mengikat radikal
bebas, dan seng sebagai maturase limfosit T untuk fungsi bacterial clearance.
Pemberian diit juga mempertimbangkan makanan yang perlu dihindari
seperti telur, ayam, ikan yang belum matang dimasak. Selain itu, dalam
menangani penurunan nafsu makan dengan memberikan makanan sesuai
kesukaan anak, makan makanan dalam porsi kecil tapi sering, serta selingan
sekitar 2-3 jam, makan camilan tinggi kalori dan protein seperti keju, biskuit,
sandwiches, kue muffins atau scones, dan perbanyak minum air seperti susu, jus
dan sup untuk mengindari risiko dehidrasi.
Tahap selanjutnya adalah monitoring dan evaluasi, pada kasus ini
monitoring dan evaluasi yang dilakukan adalah monitoring dan evaluasi food
history, monitoring dan evaluasi antropometri data, monitoring dan evaluasi data
fisik, monitoring dan evaluasi data biokimia, dan yang terakhir monitoring dan
evaluasi hasil perilaku dan lingkungan terkait gizi.
BAB VIII
KESIMPULAN
Pasien berusia 2 tahun 8 bulan mengalami leukimia limfoblastik akut
(ALL) dan harus melakukan kemoterapi. Berdasarkan kondis fisik pasien
lemah, lesu, dan mengakibatkan kondisinya menjadi drop. Berdasarkan data
antropometri seperti BB/U, TB/U, BB/TB, dan IMT/U dikategorikan normal.
Dari masalah gizi tersebut diagnosis gizi yang ditetapkan bagi pasien
adalah ketidakcukupan asupan secara oral, perubahan nilai laboratorium
terkait gizi, dan kurangnya pengetahuan terkait makanan dan gizi.
Berdasarkan permasalahan gizi tersebut, pasien diberikan diet Tinggi
Energi Tinggi Protein (TETP) dimana diet tersebut memberikan kalori
sebanyak 1700 kkal secara bertahap dengan konsistensi lunak yang diberikan
melalui oral untuk meningkatkan asupan pasien dikarenakan adanya
penurunan nafsu makan dengan frekuensi pemberian makan yaitu 3x makan
utama dan 3x makan selingan. Selain itu menghindari makanan yang
memperparah penyakit leukimia limfoblastik akut (ALL) serta memberikan
makanan yang kaya antioksidan untuk mengurangi stress oksidatif. Intervensi
juga diberikan kepada keluarga pasien melalui edukasi dan konseling
mengenai pemilihan, pemberian, dan cara pengolahan makanan yang baik
bagi pasien. Diharapkan pasien mengalami perkembangan kesembuhan lewat
nilai lab yang membaik, dan fisik yang semakin baik, serta adanya perubahan
perilaku serta pengetahuan keluarga pasien terkait gizi mengenai pemilihan,
pemberian, dan cara pengolahan makanan yang baik.
BAB IX
LAMPIRAN

IBW ( 1 – 6 tahun) = (𝑈𝑚𝑢𝑟 (𝑡ℎ𝑛)𝑥 2) + 8

= (2.6 tahun x 2) + 8

= 13,2 kg

Untuk menentukan kebutuhan energi pada bayi dan anak dengan menggunakan
rumus Nelson :

Perhitungan Sebelum Masuk RS

1. MB = 50 x BBI

= 50 x 13,2 kg

= 660

2. Kenaikan suhu = 10% x MB

= 10% x 660

= 66

3. Pertumbuhan = 12% ( MB + Kenaikan suhu)

= 12% x (660 + 66)

= 87,12

4. Aktivitas (Ringan) = 30% x (MB + Kenaikan suhu + Pertumbuhan)

= 30% x (726 + 87,12)

= 243,936
5. SDA = 15% x (MB + Kenaikan suhu + Pertumbuhan +
Aktivitas)

= 15% x (813,12 + 243,936)

= 15% x 1057,056

= 158,5584

6. Terbuang melalui Feses = 10% x (1057,056 + 158,5584)

= 10% x 1215,6144

= 121,56144

TEE Sebelum Masuk RS = 1215,6144 + 121,56144

= 1337,17 kkal

 Kebutuhan Zat Gizi SMRS


Protein = 10-15%

= 15% x 1337,17
= 200,58 / 4 (1 kkal = 4 gram)
= 50,14 gram
Lemak = 20-25%

= 25% x 1337,17
= 334,29 / 9 (1 kkal= 9 gram)
= 37,14 gram

Karbohidrat = 60-70%

= 60% x 1337,17
= 802,302 / 4 (1 kkal = 4 gram)
= 200,58 gram
 Persentase kecukupan SMRS = asupan / kebutuhan x 100%

Energi = 1534 / 1337,17 x 100%

= 114,72%

Protein = 49,8 / 50,14 x 100%

= 99,32%

Lemak = 50 / 37,14 x 100%

= 134,62%

Karbohidrat = 171,2 / 200,58 x 100%

= 85,35%

Perhitungan Masuk RS

1. MB = 50 x BBI

= 50 x 13,2 kg

= 660

2. Kenaikan suhu = 10% x MB

= 10% x 660

= 66

3. Pertumbuhan = 12% ( MB + Kenaikan suhu)

= 12% x (660 + 66)

= 87,12
4. Aktivitas (Bedrest) = 20% x (MB + Kenaikan suhu + Pertumbuhan)

= 20% x (726 + 87,12)

= 162,624

5. SDA = 15% x (MB + Kenaikan suhu + Pertumbuhan +


Aktivitas)

= 15% x (813,12 + 162,624)

= 15% x 975,744

= 146,3616

6. Terbuang melalui Feses = 10% x (975,744 + 146,3616)

= 10% x 1122,1056

= 112,21056

TEE Masuk RS = (1122,1056 + 112,21056) X Faktor Stress

= 1234,31 kkal x 1,4

= 1728,03 kkal

 Kebutuhan Zat Gizi MRS


Protein = 10-15%

= 15% x 1728,03
= 259,2045 / 4 (1 kkal = 4 gram)
= 64,80 gram

Lemak = 20-25%

= 25% x 1728,03
= 432 / 9 (1 kkal= 9 gram)
= 48 gram

Karbohidrat = 60-70%

= 60% x 1728,03
= 1036,818 / 4 (1 kkal = 4 gram)
= 259,20 gram

 Persentase kecukupan MRS = asupan / kebutuhan x 100%

Energi = 1164 / 1728,03 x 100%

= 67,36%

Protein = 38,2 / 64,80 x 100%

= 58,95%

Lemak = 29,6 / 48 x 100%

= 61,67%

Karbohidrat = 184,2 / 259,20 x 100%

= 71,06%

 HASIL RECALL
Hasil recall asupan makronutrien pasien
NO. Asupan SMRS MRS

1. Energi 1534 kkal 1164 kkal

2. Karbohidrat 171,2 gram 184,2 gram


3. Protein 49,8 gram 38,2 gram

4. Lemak 50 gram 29,6 gram

 ANALISIS ZAT GIZI MENU

Zat Gizi Jumlah Kecukupan


Energi 1635,6 kkal 94,65%
Protein 66,3 gram 102,31%
Lemak 50 gram 104,17%
Karbohidrat 236 gram 91,05%
 LEAFLET

Gambar 1. Leaflet tampak depan


Gambar 2. Leaflet tampak belakang
DAFTAR PUSTAKA
1. Pearce JM and Sills RH. Childhood Leukemia. Pediatrics in Review. 2005;
26(3): 96-104.
2. Kostic G, Duri c Z, Bunj evacki G, Saranac L, Mokukanevic-Golubovic L,
and Kamenov B. Bone Changes, Mineral Homeostasis in Childhood Acute
Lymphoblastic Leukemia. Medicine and Biology. 2004;11(3): 123-126.
3. Filippatos TD, Milionis HJ, and Elisaf MS. Alterations in Electrolyte
Equilibrium in Patients with Acute Leukemia. European Journal of
Haematology. 2005;75(6): 449-460.
4. Milionis HJ, Bourantas CL, Siamopoulos KC, and Elisaf MS. Acid-Base and
Electrolyte Abnormalities in Patients with Acute Leukemia. American Journal
of Hematology. 1999; 62(4): 201-207.
5. O'Regan S, Carson S, Chesney RW, and Drummond KN. Electrolyte and
Acid-Base Disturbances in the Management of Leukemia. Blood. 1977;
49(3): 345353.
6. Huen AO. Tumor Lysi s Syndrome: Revi ew of Pathophysiology and
Prevention Strategies. Clinical Oncology News. 2007; 14: 216-224.
7. Dafnis EK and Laski ME. Fluid and Electrolyte Abnormalities in the
Oncology Patients. Seminars in Nephrology. 1993; 13(3): 281-296.
8. Cairo MS and Bishop M. Tumour Lysis Syndrome: New Therapeutic
Strategies and Classification. British Journal of Haematology. 2004; 127: 3-
11.
9. Banday KA, Sirwal IA, Reshi AR, Najar MS, Bhat MA, and Wani MM. Renal
Involvement in Hematologic Neoplasia. Indian Journal Nephrology. 2004;
14: 50-52.
10. Boles JM, Dutel JL, Briere J, et al. Acute Renal Failure Caused by Extreme
Hyperphosphatemi a After Chemotherapy of an Acute Lymphoblastic
Leukemia. The Cancer Journal. 2005; 53: 2425-2429.

Anda mungkin juga menyukai