Anda di halaman 1dari 5

LAMINECTOMY

DYAH AYU RAHMAWATI

I. Konsep Laminectomy
2.1 Definisi
Fraktur/patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda
paksa(Brunner, 2012)
Laminectomy merupakan prosedur bedah untuk membebaskan
tekanan pada tulang belakang atau akar saraf tulang belakang yang
disebabkan oleh stenosis tulang belakang. Stenosis tulang belakang
adalah penyempitan kanal tulang belakang yang menekan urat tulang
belakang yang berisi saraf (Black, 2010)
Laminektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran
dan atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan
untuk memperbaiki luka pada spinal(Carpenito, 2011).
Laminektomi adalah pengangkatan sebagian dari diskus lamina
(Evelyn, 2007)
Laminektomi adalah memperbaiki satu atau lebih vertebra,
osteophytis dan Hernia nodus pulposus (Price, 2008).

2.2 Tujuan
2.2.1 Memperbaiki tulang yang patah
2.2.2 Mengembalikan fungsi tulang yang fraktur
2.2.3 Memperbaiki penyempitan kanal tulang belakang yang
menekan urat tulang belakang
2.2.4 Mencegah progresifitas penyakit

2.3 Manifestasi
Menurut (Doengoes, 2009).
Secara klinis pasien mengeluh nyeri pinggang bawah dan sangat hebat,
mendadak sebelah gerakan fleksi dan adanya spasme otot para
vertebrata. Terdapat nyeri tekan yang jelas pada tingkat prolapsus
diskus bila dipalpasi. Terdapat nyeri pada daerah cedera, hilang
mobilitas sebagian atau total atau hilang sensasi di sebelah bawah dari
tempat cedera dan adanya pembengkakan, memar disekitar fraktur jauh
lebih mendukung bila ada deformitas (gibbs) dapat berupa angulasi
(perlengkungan). Berubahnya kesegarisan atau tonjolan abnormalitas
dari prosesus spinalis dapat menyarankan adanya lesi tersembunyi.
Lesi radiks dapat ditandai dengan adanya deficit sensorik dan motorik
segmental dalam distribusi saraf tepi, perlu diperiksa keadaan
neurologist serta kemampuan miksi dan defekasi seperti adanya
inkontinensia uri et alvi paresthesia. Selama 24 jam pertama setelh
trauma, suatu lesi partikel dari medulla spinalis dimanifestasikan paling
sedikit dengan masih berfungsinya daerah sacral sensori perianal dan
suatu aktifitas motorik volunteer fleksor kaki.

2.4 Komplikasi
1. Infeksi
2. Pendarahan
3. Gumpalan darah
4. Saraf Kerusakan, yang mengarah ke sakit, mati rasa, kesemutan,
atau kelumpuhan
5. Masalah, terkait dengan anestesi.

2.5 Penatalaksanaan/Tindakan
2.5.1 Asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya
keadaan yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman
pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi,
tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan
tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana
kamar operasi, semua implantat, alat-alat yang dipakai personel
operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan
juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari
kulit/tangan.
2.5.2 Asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap,
yaitu: Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik
peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian
sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi harus
memahami konsep tersebut diatas untuk dapat memberikan
penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga
menghilangkan atau meminimalkan angka kuman. Hal ini
diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang muncul
akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi
nosokomial). Disamping sebagai cara pencegahan terhadap
infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga digunakan
untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap
bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang
dapat muncul diantranya penularan berbagai penyakit yang
ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan
peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
2.5.3 Asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan.
Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam
prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril.
Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien,
desinfeksi lapangan operasi dan tindakan drapping (penutupan
pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun (duk) steril
dan hanya bagian yang akan di insisi saja yang dibiarkan terbuka
dengan memberikan zat desinfektan seperti povide iodine 10%
dan alkohol 70%).
2.5.4 Asepsis instrumenn
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien
harus benar-benar berada dalam keadaan steril. Tindakan yang
dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi
alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan
dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar
tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.

2.6 Perawatan Pasca operasi


2.6.1 Menjaga kestabilan jalan nafas
2.6.2 Mengawasi keadaan umum pasien
2.6.3 Mengawasi tanda-tanda vital
2.6.4 Mengatur posisi sesuai kebutuhan kondisi pasien
2.6.5 Mengawasi intake dan output cairan
2.6.6 Menilai aldrette skor
2.6.7 Melaksanakan serah terima pasien dengan petugas ruangan
2.6.8 Bila ada kegawatan segera melapor dokter anestesi

2.7 Pemeriksaan Penunjang


2.7.1 Rongen
2.7.2 Dada X-ray
2.7.3 Scan tulang atau CT scan, Jika dokter mencurigai penyebaran
kanker.
Daftar Pustaka

Mansjoer, A, et all. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media


Aesculapis: Jakarta
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Volume 2. EGC: Jakarta
Brunner and Suddarth (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8 volume 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Black, Joyce M (2010). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for
Continuity of Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders
Company.
Carpenito, Lynda Jual (2011). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek
Klinis. Edisi keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn. E (2009). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3,
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Evelyn. C. Pearce (2007). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan
ke-22, Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.
Price, Sylvia. A (2008). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 4 buku 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai