Anda di halaman 1dari 5

NAMA : ASTRI ELVETTA MENDROFA

NIM : 032017047
DOSEN : MURNI SARI DEWI SIMANULLANG, S.Kep., Ns., M.Kep
M.K : KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1

KONSEP KEGAWATDARURATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL:


FRAKTUR

1. DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan
adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi akibat
trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Gambaran klinis fraktur
meliputi nyeri diatas atau didekat tulang yang fraktur, pembengkakan (dari
darah, limfe dan eksudat yang menginfiltrasi jaringan dan gangguan sirkulasi).
Klien dikaji pula terhadap adanya ekimosis, nyeri tekan, dan krepitasi.

2. SURVEI PRIMER PADA KLIEN FRAKTUR


a. Airway (A)
Meliputi pemeriksaan adanya obtruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula, atau maksila, fraktur laring
dan trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi
vertebrata servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus
selalu diperhitungkan.
b. Breathing (B)
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru-paru, dinding dada dan diafragma, dada klien
harus dibuka untuk melihat pernafasan yang baik.
c. Circulation (C)
Kontrol perdarahan vena dengan menekan langsung sisi area perdarahan
bersama dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area
perdarahan. Curigai hemoragi internal (pleural, pericardial, abdomen)
pada kejadian syok lanjut dan adanya cedera pada dada atau abdomen.
Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab
dan nadi halus.
d. Disability (D)
Menjelang akhir survei primer, evaluasi kesadaran neurologis secara tepat,
yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Penurunan
kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke
otak atau disebabkan perlukaan di otak.
e. Exposure (E)
Dilakukan di rumah sakit, tetapi jika perlu dapat membuka pakaian,
misalnua membuka baju untuk melakukan pemeriksaan fisik toraks. Di
rumah sakit klien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, untuk dievaluasi.
Penting juga menjaga agar klien tidak kedinginan dengan memberikan
selimut hangat dan cairan intravenan yang sudah dihangatkan.

3. PENATALAKSANAAN KEDARURATAN
a. Inspeksi bagian tubuh yang fraktur.
b. Beri bebat sebelum klien dipindahkan; bebat dapat mengurangi nyeri,
memperbaiki sirkulasi, dan mencegah fraktur tertutup menjadi fraktur
terbuka.
c. Lakukan penanganan pada trauma yang spesifik.

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING DI TEMUKAN


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diskontinuitas tulang.
b. Nyeri b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi).

5. INTERVENSI KEPERAWATAN YANG SERING DILAKSANAKAN


a. Dx. 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diskontinuitas tulang.
1) Kaji tanda-tanda vital.
2) Observasi dan periksa bagian luka atau cedera.
3) Kaji Capiler Refill Time.
4) Kaji adanya tanda-tanda gangguan perfusi jaringan; keringat dingin
pada ekstremitas bawah, kulit sianosis, baal.
5) Amati dan catat pulsasi pembuluh darah dan sensasi (NVD) sebelum
dan sesudah manipulasi dan pemasangan splinting.

b. Dx. 2: Nyeri b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien.
4) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
5) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau.
6) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
7) Kurangi faktor presipitasi nyeri.
8) Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
9) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
10) Tingkatkan istirahat.
11) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil.
12) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

c. Dx. 3: Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler,


nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
1) Latihan Kekuatan
Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program
latihan secara rutin
2) Latihan untuk ambulasi
Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan
keluarga.
Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang
aman.
3) Latihan mobilisasi dengan kursi roda
Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda &
cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh.
Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda.
4) Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
5) Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg
benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

Anda mungkin juga menyukai