Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN REFLEKSI KASUS KOMPREHENSIF

Nama : Aida Yulia Amany


NIM : 20100310091
RSUD : RS Muhammadiyah Mardhatilah Randudongkal

I. Rangkuman pengalaman
Pada hari Selasa tanggal 10 mei 2016, kami para dokter muda stase
komprehensif mengikuti visit yang dilakukan oleh dokter jaga bangsal. Pada saat
itu kami melakukan visit ke 2 bangsal yaitu bangsal anak dan bangsal dewasa.
Saat melakukan visit di bangsal anak, kami mendapati pada setiap pasien tidak
mengenakan tanda pengenal pasien yang biasanya berupa gelang ID. Nampak
perawat sedikit kewalahan untuk memastikan pasien dengan status rekam medis
yang dibawa mereka. Pada lembar depan status pasien tertera nama dan nomer
bed pasien. Namun saat itu karena bangsal kelas III memiliki 6 bed dan yang
terisi ada 4 perawat harus memastikan dahulu apakah pasien sudah berada di
bednya masing masing. Namun identifikasi pasien sedikit repot dilakukan karena
pasien banyak yang berpindah pindah bed. Hal yang sama juga terjadi pada
bangsal dewasa, semua pasien yang dirawat di bangsal dewasa juga tidak
mengenakan gelang identitas pasien. Sehingga saat akan dilakukan visit oleh
dokter jaga perawat harus mengkonfirmasi kembali secara verbal pada pasien
maupun penunggu pasien.

II. Perasaan terhadap pengalaman


Saya merasa kurang nyaman dengan apa yang terjadi selama visit bangsal.
Saya rasa ada 1 hal krusial yang diabaikan walaupun nampak sepele yaitu tentang
pentingnya alat identifikasi pasien. Konfirmasi verbal yang dilakukan perawat
saat visit sangat membantu namun apabila terjadi hal yang tidak diinginkan
seperti contohnya jika pasien yang keluar dari kamarnya dan tidak sadarkan diri
tanpa tanda pengenal pastinya akan menimbulkan kerancuan. Selain itu
berdasarkan beberapa sumber mengatakan bahwa pasien atau keluarga pasien
memiliki kecenderungan untuk mengiyakan apa yang sedang dikonfirmasikan
oleh paramedis, dalam hal ini saat perawat mengkonfirmasi identitas, sebaiknya
dengan menggunakan kalimat terbuka seperti “maaf nama ibu siapa?” bukan
dengan kalimat tertutup seperti “ibu Sulastri ya?”.

III. Evaluasi
Dalam kasus ini, tindakan paramedis saat mengkonfirmasi pasien sebelum
dilakukan pemeriksaan sebenarnya sangat membantu untuk meminimalisasikan
risiko salah pasien, namun dalam kasus ini keselamatan pasien sebenarnya kurang
diperhatikan karena tidak ada alat identifikasi pasien yang baku.

IV. Analisis/pembahasan
Penggunaan gelang pasien adalah implementasi sasaran I (kesatu) dan VI
(keenam) dari 6 (enam) Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) sesuai yang
dipersyaratkan dalam Akreditasi RS versi KARS 2012. Hal tersebut terutama
dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasi pasien yang dirawat inap di rumah
sakit secara tepat pada saat dilakukannya pelayanan maupun pengobatan. Pasien
perlu diidentifikasi/ dikenali secara pasti ketika akan diberikan obat, darah atau
produk darah, pengambilan darah dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis
atau mendapatkan tindakan medis lainnya, sehingga terhindar dari kesalahan yang
mungkin dapat berakibat fatal bagi keselamatan pasien. Selain itu, gelang pasien
juga dipasang untuk menandai pasien-pasien yang memiliki resiko ataupun
kondisi-kondisi tertentu sehingga petugas kesehatan yang menangani pasien
tersebut dapat lebih waspada.

setiap pasien yang perlu rawat inap (opname) akan mendapatkan gelang berbahan
dasar plastik pada saat pasien tersebut mendaftarkan diri/ didaftarkan. Petugas
admisi/ pendaftaran rawat inap akan memberikan sebuah gelang, yang warnanya
sesuai dengan jenis kelamin pasien. Gelang tersebut akan dipasangkan oleh
perawat di Ruang IGD ataupun Ruang Rawat Jalan dimana pasien tersebut
sedang mendapat penanganan oleh dokter yang meminta untuk melakukan rawat
inap. Gelang pasien tersebut biasanya akan dipasang di bagian pergelangan tangan
pasien. Tapi bila hal tersebut tidak mungkin dilakukan, gelang tersebut dapat
dipasangkan di pergelangan kaki pasien ataupun di bagian lainnya. Gelang pasien
hanya boleh dibuka/ dilepas bila pasien tersebut sudah diperbolehkan pulang atau
meninggalkan rumah sakit.
Ada 6 macam warna gelang pasien yang digunakan dan masing-masing warna
memiliki fungsi identifikasi yang berbeda, yaitu:

1. Biru Muda, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk pasien-pasien
berjenis kelamin laki-laki;
2. Merah Muda/ Pink, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk pasien-
pasien berjenis kelamin perempuan;

3. Kuning, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk pasien-pasien yang
berisiko jatuh;

4. Merah, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk pasien-pasien yang
memiliki riwayat alergi terhadap suatu jenis obat;

5. Putih, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk pasien-pasien


(biasanya bayi yang baru lahir) yang tidak/ belum jelas jenis kelaminnya; dan

6. Ungu, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk pasien-pasien dengan
kategori ‘do not resuscitate’ (DNR).

Meskipun gelang pasien berfungsi sebagai tanda pengidentifikasi dan ada bagian
dimana dituliskan minimal 2 (dua) identitas pasien (seperti nama, tanggal lahir,
nomor Rekam Medis atau yang lainnya berdasarkan kebijakan rumah sakit),
komunikasi petugas kesehatan dengan pasien tetap dilakukan. Petugas kesehatan
yang menangani pasien wajib melakukan identifikasi pasien dengan cara
menanyakan data identitas pasien yang tertulis pada gelang tersebut dan kemudian
pasien wajib menjawabnya dengan benar (kecuali pada pasien-pasien yang secara
klinis sulit untuk berkomunikasi dengan baik). Jika pasien telah teridentifikasi
dengan tepat barulah petugas kesehatan tersebut memberikan pelayanan baik
berupa pemeriksaan fisik, pemberian obat, pengambilan specimen laboratorium,
trasnfusi darah ataupun melakukan tindakan medis lainnya.

V. Kesimpulan dan rencana tindak lanjut


Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ketidak
adaan gelang pasien sebagai alat identifikasi kemarin melanggar kode etik
Non-Maleficence yaitu suatu prinsip dimana seorang dokter atau tenaga medis
tidak melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang dapat memperburuk pasien
karena keselamatan pasien di nomor duakan. Meskipun belum pernah ada laporan
tentang salah identifikasi pasien, hendaknya masalah ini segera dipecahkan untuk
mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Rencana tindak lanjut dari kasus ini
adalah sebaiknya pengadaan gelang pasien sebagai alat identifikasi segera
diberlakukan walaupun jumlah bangsal dan bed di RS ini tergolong sedikit namun
identifikasi pasien harus tetap dilakukan sesuai standar sehingga tidak ada efek ke
depan yang tidak diharapkan baik oleh pasien, keluarga, dan tenaga medis itu
sendiri.

VI. Referensi
Alzena Dwi Saltike. 2014. Boetika Kedokteran.
http://www.academia.edu/7245584/BIOETIKA_KEDOKTERAN.
( Diakses pada tanggal 18 Juni 2015).

Hanafiah, M. J., Amir, Amri. 2009. EtikaKedokteran&HukumKesehatan, Edisi


4.Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC.

Rosdiana. 2012. Cara Mensterilkan Alat.


http://rosdiana94.blogspot.com/2012/12/cara-mensterilkan-
alat.html. (Diakses pada tanggal 18 Juni 2015).

Sachrowardi, Qomariyah&Basbeth, Ferryal. 2011. Bioetik: Isu&Dilema. Jakarta


Selatan: Pensil.

Subuh Muamar. 2013. SterilisasiAlat.


http://subuhmuamar.blogspot.com/2013/04/sterilisasi-alat.html.
(Diakses pada tanggal 18 Juni 2015).

Tim Kesehatan. 2006. KonsilKedokteran Indonesia


PenyelenggaraanPraktikKedokteran yang Baik di Indonesia.
Jakarta :DEPKES.

Anda mungkin juga menyukai