Desain Survei Geolistrik
Desain Survei Geolistrik
Kelompok 9:
1. Steven Lie (12312029)
2. Vinskatania Agung Andrias (12312031)
3. Dias Nurazna Pramukusuma (12312037)
4. M Zulhiyadi Nanda (12312039)
Asisten:
1. Andi Syamrizal (22314302)
2. Apulina Priska (22315013)
3. Fiman Hadi Muhammad (22314304)
Sesar atau dikenal juga dengan patahan yang bergerak adalah suatu gejala pergeseran,
dislokasi, disposisi atau displacement kerak bumi karena adanya pengaruh gaya–gaya
endogen baik tekanan maupun tarikan. Pada umumnya sesar disertai oleh struktur yang lain
seperti lipatan, kekar dan sebagainya.
1. Jurus sesar (strike of fault) adalah arah garis perpotongan bidang sesar dengan bidang
horisontal dan biasanya diukur dari arah utara.
2. Kemiringan sesar (dip of fault) adalah sudut yang dibentuk antara bidang sesar dengan
bidang horisontal, diukur tegak lurus strike.
3. Net slip adalah pergeseran relatif suatu titik yang semula berimpit pada bidang sesar
akibat adanya sesar.
4. Rake adalah sudut yang dibentuk oleh net slip dengan strike slip (pergeseran horisontal
searah jurus) pada bidang sesar.
5. Hanging Wall (atap sesar) yaitu bongkahan patahan yang berada di atas bidang sesar.
6. Foot Wall (alas sesar) yaitu bongkahan atau patahan yang berada di bagian bawah
bidang sesar.
7. Throw (Vertikal Throw) yaitu komponen vertikal dari total throw
8. Heave yaitu jarak horizontal yang memisahkan
Berikut ini adalah gambar dari bagian-bagian sesar yang telah dijelaskan diatas
𝜋(𝑎2 − 𝑏 2 )
𝑘=
𝑎
𝑎2 −𝑏2
𝜋( ) ∆𝑉
4
𝜌𝑎 = 𝑎 𝐼
Kelemahan dari konfigurasi ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN
lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur
multimeter yang mempunyai karakteristik High Impedance dengan mengatur tegangan
minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma atau dengan peralatan arus yang
mempunyai arus DC yang sangat tinggi.
Kelebihan menggunakan konfigurasi ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya
sifat tidak homogen lapisan batuan pada permukaan yaitu membandingkan nilai
resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.
Data yang dihasilkan dalam metode geolistrik adalah data nilai resistivitas semu
yang merupakan nilai resistivitas dari data pengikiran dengan menganggap bumi sebagai
medium homogen isotropis. Secara rumus dapat ditulis sebagai berikut :
Dimana ΔV adalah beda potensial yang terukur, I adalah arus yang kita ijeksikan
ke bumi, dan K adalah faktor geometri dari pengukuran.
Pada saat melakukan pengukuran di medium homogen dapat digambarkan dengan
diagram sebagai berikut :
Dari data tersebut kita melakukan proses inversi untuk mendapatkan penampang
yang sebenarnya. Salah satu metode untuk melakukan inversi adalah metode Laterally
Constrained Inversion (LCI) yang menggunakan batas lapisan tajam. Proses inversi
hampir sama dengan proses inversi pada 1-D sounding. Inversi ini melakukan pendekatan
model dengan menghubungkan model 1-D secara lateral sehingga didapatkan
penampang pseudo-section. Namun penampang yang didapatkan harus dikorelasikan
dengan data bor agar pendekatan yang dilakukan dapat dikoreksi untuk mendapatkan
penampang sebenarnya . Secara diagram, metode inveri LCI dapat digambarkan dengan
diagram di bawah ini :
Gambar 7. Inversi LCI (Laterally Constrained Inversion)
Dari analisis sebelumya kita sudah menyimpulkan bahwa area survei yang akan kita
lakukan adalah zona sesar normal. Pada dasarnya zona sesar itu memiliki distribusi densitas
yang relatif sama dibatasi bidang sesar tetapi ada perbedaan koordinat densitas terutama
dalam arah vertikal. Salah satu bagian yang terpenting dalam survei geolistrik adalah teknik
akuisisi dimana kita harus mendapatkan data yang representatif untuk menggambarkan
penampang bawah permukaan sesuai dengan keadaan geologi sekitar serta efektif dan
efisien dalam pengerjaanya. Secara umum pengukuran geolistrik dapat disederhanakan
seperti Gambar 8.
Gambar di atas merupakan desain survei teknik sounding pada kasus sesar normal
yang kita teliti. Secara teoritik, teknik sounding ini menghasilkan penampang 1-D pada
titik pengukuran yang kita lakukan tetapi hal ini sangat penting karena hasil inversi 1-
D yang diperoleh dapat digunakan untuk mengikat data penampang 2-D pada profiling
sehingga penampang 2-D yang dihasilkan akan lebih baik. Desain survey yang kami
usulkan dapat dilihat pada gambar. Titik biru merupakan titik pusat sounding yang kita
lakukan sedangkan panah biru adalah arah gerak elektroda ketika melakukan
pengukuran. Elektroda digerakkan hingga mencapai jarak elektroda terjauh sepanjang
150 meter dengan spasi pengukuran 2 meter. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai
target kedalaman 50 meter seperti yang dilakukan pada pengukuran profiling. Jika kita
tarik garis di antara dua titik sounding maka kita akan mendapatkan garis yang tegak
lurus dengan sesar normal sebagai target survey. Kita membutuhkan minimal 4 titik
sounding untuk kebutuhan sounding yang bertujuan untuk menganalisis sesar normal
dengan dua titik dipisahkan oleh bidang sesar. Fungsi dari masing-masing titik
sounding adalah
dua titik yang berdekatan dan dibatasi oleh bidang sesar itu untuk membuktikan
adanya sesar dengan perbedaan koordinat kedlaman pada desnitas yang relatif sama.
dua titik terjauh tersebut untuk klarifikasi adanya kemenerusan perlapisan batuan
dengan titik yang berada didekat bidang sesar (prinsip korelasi) sehingga terlihat
adanya densitas yang bergerak turun yang pada awalnya sejajar.
Teridentifikasi
Bidang sesar
Garis khayal yang menghubungkan dua titik sounding menghasilkan garis yang
tegak lurus dengan bidang sesar. Hal itu dilakukan untuk menghindari sudut semu dari
sesar yang kita teliti seperti yang dijelaskan pada teknik profiling walaupun pada
dasarnya teknik profiling tidak perlu mempertimbangkan sudut sesar tetapi hasil
distribusi densitas vertical sangat penting ketika digunakan sebagai koreksi atau data
pengikat profil 2-D yang dihasilkan oleh teknik profiling.
D. Model Sesar dan Analisis
1. Teknik Profiling
Sesar normal
2. Teknik Sounding
a)
b)
E. Simpulan
1. Pengambilan data geolistrik dengan teknik profiling pada penelitian zona sesar didesain
lintasan yang tegak lurus dengan garis yang membatasi sesar untuk menghindari
terbentuknya sesar dengan sudut sesar semu dan untuk memaksimalkan penggunaan
energi dari instrumentasi.
2. Pengabilan data geolistrik dengan teknik sounding pada penelitian zona sesar didesain
titik sounding yang jika antar titik sounding dihubungkan maka garis tersebut tegak lurus
dengan garis sesar di permukaan. Arah gerak elektroda memanjang sejajar dengan
azimuth dari garis sesar tersebut. Hal itu untuk menghindari sudut semu sesar karena
data sounding ini penting untuk mengikat data profiling.
3. Model 1D dari sounding digunakan sebagai data pengikat agar kualitas penampang 2D
menjadi meningkat.