Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. OTITIS MEDIA AKUT

I. DEFINISI
OTITIS MEDIA AKUT adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah. ( Kapita Selekta Kedokteran, 1999 )

II. KLASIFIKASI
Otitis Media terdiri atas :
1. Otitis Media Supuratif
a). Otitis Media Supuratif Akut atau Otitis Media Akut
b). Otitis Media Supuratif Kronik
2. Otitis Media Non Supuratif atau Otitia Media Serosa
a). Otitis Media Serosa Akut
b). Otitis Media Serosa Kronik
3. Otitis Media Spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media
tuberkulosa
4. Otitis Media adhesiva

III. ETIOLOGI
1. Pneumococcus
2. Hemopylus influenza
3. Streptococcus

IV. PATHWAYS
Halaman berikutnya

V. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari Otitis Media Akut tergantung pada stadium penyakit dan
umur pasien, yaitu :

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Terdapat gambaran retraksi membran tympani akibat tekanan negatif
di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi
tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat
virus atau alergi.
2. Stadium hiperemesis ( Presupurasi )
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran tympani atau
seluruh membran tympani tampak hiperemesis atau edema. Sekret yang
telah terbentuk mungkin masih eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Membran tympani menonjol ke arah telinga luar akibat edemayang
hebat pada mukosa telinga tengan dan hancurnya sel epitel superficial. Serta
terbentuknya eksudat purulen di kavum tympani.
VI. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningakat, sreta nyeri ditelinga
bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang akan terjadi iskemic, tromboplebitis, dan
necrosis mukosa serta sub mukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek
dasn kekuningan pada membran tympani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium Perforasi
VII. Karena pemberian antibiotik yang berlebihan atau virulensi kuman yang
tinggi dapat terjadi ruptur membran tympani dan nanah keluar dari telinga tengah ke telinga
luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenaga, suhu badan menurun dan dapat tidur
nyenyak
5. Stadium Resolusi
VIII. Bila membran tympani tetap utuh, maka perlahan lahan akan normal
kembali. Bila terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan mongering. Bila day
tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa
pengobatan. Otitais media akut berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila
perforasi menetap dengan secret yang keluar terus menerus atauhilang timbul lebih
dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila lebih dari 1 1/2
atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisi berupa otitis media serosa bila secret
menetap di kavum tympani tanpa perforasi.
Pada anak keluhan utama adalah rasa nyaeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang
tinggi.
Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada orang dewasa
idapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar. Pada
bayi dan anak kecil gejal khas otitis media akut adalah suhu yang tinggi (> 39,5
o
C ). Gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang dan kadang-
kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran tympani, suhu
tubuh akan turun dan anak tertidur.

IX. KOMPLIKASI
1. Mengenai mastoid
2. Intrakranial
a). Miringitis
b). Abses otak

X. PENATALAKSANAN
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stdium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan local atau sistemik dan antipiretik

 Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan
negatif ditelinga tengah hilang. Diberikan obat tetes telinga HCL efedrin 0,5 %
untuk anak < 12 tahun atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak 12
tahun dan dewasa. Sumber infeksi local harus diobati. Antibiotik diberikan bila
penyebabnya kuman.
 Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran
tympani sudah terlihat hiperemesis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Dianjurkan pemberian antibiotik golongan pinisilin atau eritromisin. Jika terdapat
resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunat atau sepalosporin.
Untuk terapi awal diberikan pinisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat
didalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4 x 50-100 mg/kg BB, amoxsisilin 4 x
40 mg/ kg BB/hari, atau eritromisin 4 x 40 mg/ kg BB/hari.
 Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran tympani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
 Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak yang keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat
cuci telinga H2O2 3 % selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3
minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-
10 hari.
 Stadium Resolusi
Membran tympani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila
tetap mungkin telah terjadi mastoiditis.
B. OTITIS MEDIA KRONIK

I. DEFINISI
OTITIS MEDIA KRONIK adalah infeksi kronik telinga tengah dengan perforasi
membran tympani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus-menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau nanah. Biasanya
disertai gangguan pendengaran.

II. KLASIFIKASI
1. Benigna
2. Maligna

III. ETIOLOGI
IV. Sebagian besar Otitis Media Kronik merupakan kelanjutan Otitis Media
Akut yang prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa penyebab adalah
terapi yang terlambat, tetapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh
rendah atau kebersihan buruk.Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut
V. Sebagian kecil perforasi membran tympani terjadi akibat trauma tengah.
Kuman penyebab biasanya gram positif aerob, sedangkan pad infeksi yang telah
berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram neagtif dan anaerob.

VI. MANIFESTASI KLINIK


1. Otorhe
2. Vertigo
3. Tinitus
4. Rasa penuh ditelinga
5. Gangguan pendengaran
6. Perforasi pada marginal atau atik
7. Abses atau fistel retroaurikuler
8. Polip pada jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari telinga
tengah
9. Kolesteatum pada telinga tengah
10. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas

VII. KOMPLIKASI
1. Abses otak
2. Labirinitis
3. Paralisis nervus fasialis
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Terlihat bayangan kolesteatum pada foto mastoid.

IX. PENATALAKSANAAN
Terapinya sering lama dan harus berulang-ulang karena :
1. Adanya perforasi membran tympani yang permanen
2. Terdapat sumber infeksi di faring, naso faring, hidung dan sinus paranasal
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan kebersihan yang kurang
Prinsip terapi Otitis Media Kronik benigna adalah konservatif atau
medikamentosa, bila sekret keluar terus diberikan obat cuci telinga yaitu H 2O2 3 %
selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang atau sudah tenang, dianjurkan dengan
obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid, tidak lebih dari 1-
2 minggu karena obat bersifat ototoksik. Antibiotik oral dari golongan ampisilin dan
eritromisin diberikan sebelum hasil tes resistensi diterima. Pasien dianjurkan tidak
berenang dan menghindari masuknya air ke dalam telinga.
Bila sekret telah kering namun perforasi tetap ada setelah diobservasi selama 2 ,
maka harus dirujauk untuk miringoplasti atau tympaniplasti. Sumber infeksi harus
diobati lebih dulu, kalau perlu dengan pembedahan.
Prinsip terapi Otitis Media Kronik maligna adalah pembedahan, yaitu
mastoidektomi dengan atau tanpa tympanoplasti. Terapi medikamentosa hanya
bersifat sementara sebelum pembedahan. Operasi direncanakan secepatnya untuk
memperbesar kemungkinan keberhasilan dan memperkecil resiko komplikasi. Bila
terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka dilakukan insisi abses tersendiri
sebelum mastoidektomi.

PENGKAJIAN

Umumnya dilakukan pembedahan, yaitu mastoidektomi radikal oleh dokter ahli


THT. Bila ada komplikasi abses retrourikula dan penderita jauh dari ahli, harus
dilakukan insisi sementara untuk “drainage”
Beberapa hal yang penting dalam menanggulangi kasus otitis media kronik ialah
 Harus dapat membedakan jenis otitis media kronik benigna dan otitis media
kronik maligna
 Dapat memberikan pengobatan yang tepat pada otitis media kronik benigna
 Harus dapat memilih kasus otitis media kronik maligna yang perlu segera
dikirim dan memdapatkan pertolongan ahli THT

Data yang muncul saat pengkajian :


1. Data Subyektif :
 Sakit telinga tidak pernah sembuh.
 Keluar nanah dari telinga terus menerus dan berbau busuk.
 Pendengaran berkurang.
 Pembengkakan dibelakang telinga.
 Perasaan penuh ditelinga.
 Suara bergema dari suara sendiri.
 Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan.
 Gatal pada telinga.
 Tinitus.
 Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga.
2. Data Obyektif:
 Penampilan umum.
 Tanda-tanda vital.
 Kemampuan untuk mendengar menggunakan alat bantu.
 Kemampuan untuk membaca bibir atau menggunakan bahasa isyarat.
 Reflek kejut.
 Toleransi terhadap bunyi-bunyi keras.
 Warna dan jumlah cairan yang keluar dari telinga.
 Alergi.
3. Pemeriksaan Penunjang
 Audiometri
 Audiogram
 Pemeriksaan sinar X mastiod
 Tes garputala
 Pemeriksaan otologis
 Otoskopi pnuematic
 Timpanometri
 Elektronistagmografi
 CT Scan
 MRI
 Laboratorium : Kultur terhadap patogen.

FOKUS INTERVENSI
4. Nyeri akut berhubungan dengan retraksi membran timpani
Tujuan : Nyeri klien berkurang / hilang.
Intervensi :
a. Kaji lokasi, tipe, durasi, dan frekuensi nyeri.
b. Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0 – 10.
c. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
d. Diskusikan tindakan penghilang nyeri yang efektif / tak efektif pada masa
lalu.
e. Kaji kefektifan tindakan penghilang nyeri.
f. Beri posisi nyaman.
g. Anjurkan teknik reduksi nyeri dengan kompres dingin, teknik relaksasi,
sentuhan.
h. Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik.
i. Beri makanan lunak / cair dan hindari mengunyah.
j. Diskusikan alternatif intervensi seperti umpan balik biologis, prosedur kontrol
nyeri sendiri.
k. Anjurkan dukungan keluarga / orang terdekat.
Evaluasi :
a. Klien mengungkapkan pemahaman tentang faktor penyebab nyeri.
b. Klien mendemonstrasikan keampuan untuk mengurangi atau mengontrol
nyeri.

5. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketedakseimbangan labirin.
Ditandai dengan : pening, mual, muntah, nafsu makan menurun.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi, pola makan yang lalu, dan obat-obatan.
b. Kaji makanan yang lebih disukai, disukai, dan tidak disukai
c. Menyediakan makanan dalam lingkungan yang tenang dan menganjurkan
klien makan dengan perlahan dan mengunyah dengan baik.
d. Beri posisi yang nyaman selama makan.
e. Anjurkan keluarga, anggota keluarga lain yang terlibat selama makan,
makan dengan klien, membawa makanan dari rumah.
f. Pelihara lingkungan yang bersih untuk mencegah mual, anoreksia.
g. Duskusi dan ajarkan klien / anggota keluarga lain mengenai petunjuk nutrisi,
pentingnya makan yang teratur dan termasuk makanan.
Evaluasi :
a. Klien mengungkapkan pengertian kekurangan nutrisi dan memperlihatkan
pengetahuan masukan nutrisi yang adekuat.
b. Klien mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya.

6. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan


hantaran suara / udara yang diterima berkurang.
Ditandai dengan : Tinitus, menurunnya fungsi pendengaran, tuli konduktif ringan.
Intervensi :
a. Observasi tingkat penurunan pendengaran.
b. Tunjukkan cara berkomunikasi :
1). Membaca bibir
 Bicara dengan perlahan dan mengucapkannya dengan baik.
 Jangan kuatkan suara.
 Hanya satu orang yang bicara dalam satu waktu.
 Berdiri sehingga klien melihat bibir perawat saat bicara.
 Berbicaralah dengan kalimat sederhana.
 Tunjukkan obyek percakapan bila perlu.
 Hindari mengunyah permen waktu bicara dengan klien.
 Ulangi pernyataan yang tidak jelas bagi klien.
2). Bahasa isyarat
 Dalam berkomunikasi dengan klien, gunakan pensil dan kertas untuk
mengganti bahasa isyarat.
 Dapatkan kerjasama keluarga dalam komunikasi.
3). Alat bantu pendengaran.
 Kaji kemampuan klien untuk menggunakan dan merawat alat-alat.
 Tentukan alat bantu pada tempatnya dan hidupkan sebelum bicara.
 Buat tekanan nada nyaman untuk klien, hindari berteriak.
4). Catatan dan pensil.
 Tuliskan pesan secara jelas, singkat, susunan kata-kata sederhana.
Kembangkan susunan kata-kata yang seringkali digunakan dan instruksikan
pasien untuk meneliti ulang.
 Sediakan waktu buat klien untuk memahami dan menjawab.
Evaluasi :
1. Klien mengungkapkan pengertian tentang penurunan sensori
pendengaran.
2. Klien mampu menggunakan alat bantu pendengaran.

7. Perubahan body image berhubungan dengan Ruptur membran


tympani.
Ditandai dengan : Sekret berbau dan keluar dari telinga.
Tujuan : Body image klien tidak mengalami perubahan dan klien bisa
menerima keadaannya.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang perubahan body image.
b. Kaji mekanisme penanganan sebelumnya yang telah berhasil.
c. Sediakan waktu untuk klien mengungkapkan perasaannya.
d. Demonstrasikan penerimaan perasaan klien.
e. Beri lingkungan yang tenang dan memfasilitasi.
f. Berikan penghargaan dan dorongan.
g. Tingkatkan dukungan melalui orang terdekat.
h. Bantu klien dalam diskusi untuk menerima perubahan body image.
Evaluasi :
1. Klien mengungkapkan penerimaan terhadap perubahan fungsi
tubuhnya.
2. Klien mengungkapkan minat dan keinginan untuk melanjutkan
aktivitas dan interaksi sosial.
3. Klien menggunakan sistem pendukung rumah sakit dan keluarga.

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang OMA yang tepat.
Tujuan : Pengetahuan klien tentang penatalaksanaan OMA meningkat.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan klien.
b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan klien.
c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk kecil dan
realistik untuk memberikan klien tentang keberhasilan.
d. Beri upaya penguatan pada klien.
e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami.
f. Sediakan waktu untuk pertanyaan.
g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan klien.
h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan klien
i.Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan demonstrasi ulang bila
mengajarkan prosedur.
j. Berikan pujian atau reinforcement positif pada klien.
Evaluasi :
1. Klien menyatakan pemahaman tentang pemberian informasi.
2. Klien mampu mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai