203 - CME-Acne Vulgaris PDF
203 - CME-Acne Vulgaris PDF
Acne Vulgaris
Theresia Movita
Erha Clinic & Erha Apothecary, Kelapa Gading, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Acne vulgaris adalah penyakit kulit obstruktif dan inflamatif kronik pada unit pilosebasea, merupakan dermatosis polimorfik dan memiliki
peranan poligenetik. Patogenesis acne meliputi empat faktor, yaitu hiperproliferasi epidermis folikular, produksi sebum berlebihan, inflamasi,
dan aktivitas P. acnes. Gejala klinis acne berupa lesi noninflamasi dan lesi inflamasi. Derajat berat acne berdasarkan tipe dan jumlah lesi dapat
digolongkan menjadi acne ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Androgen berperan penting tetapi derajat acne tidak berkorelasi dengan
kadar androgen serum. Pemilihan terapi acne secara topikal dan/atau oral, bergantung pada derajat acne, distribusi lesi, derajat inflamasi, lama
sakit, respons terapi sebelumnya, dan efek psikososial. Merokok dan produk olahan susu memiliki peranan pada acne.
Kata kunci: acne, patogenesis, gambaran klinis, pengobatan, merokok, produk olahan susu
ABSTRACT
Acne vulgaris is a chronic obstructive and inflammative dermatosis in pilosebasea unit. It is a polymorphic dermatosis and has polygenetic
influence. Pathogenesis of acne are follicular hyperproliferation, excessive sebum production, inflammation, and P. acnes activities. Clinical
manifestation of acne are noninflammative and inflammative lessions. Based on type and number of lesions, acne classified as mild, moderate,
severe, and very severe acne. Androgen has important role but acne severity is not correlated with serum androgen level. Choice of treatment,
topical and/or oral treatment, depends on acne severity, distribution of lesions, inflammation severity, duration of illness, previous treatment
respons, and psychosocial effect. Theresia Movita. Acne Vulgaris – Clinical Aspects.
Key words: acne, pathogenesis, clinical findings, treatment, smoking, dairy product
PENDAHULUAN acne inflamasi, yaitu 14% acne komedonal, Propionibacterium acnes (P. acnes).1,6,7 Androgen
Acne vulgaris atau jerawat, selanjutnya 10% acne inflamasi.4 berperan penting pada patogenesis acne
disebut acne, adalah penyakit kulit obstruktif tersebut.2,5 Acne mulai terjadi saat adrenarke,
dan inflamatif kronik pada unit pilosebasea Acne memiliki gambaran klinis beragam, mulai yaitu saat kelenjar adrenal aktif menghasilkan
yang sering terjadi pada masa remaja.1,2 Acne dari komedo, papul, pustul, hingga nodus dan dehidroepiandrosteron sulfat, prekursor
sering menjadi tanda pertama pubertas dan jaringan parut, sehingga disebut dermatosis testosteron.5 Penderita acne memiliki kadar
dapat terjadi satu tahun sebelum menarkhe polimorfik dan memiliki peranan poligenetik.3 androgen serum dan kadar sebum lebih tinggi
atau haid pertama.1 Onset acne pada Pola penurunannya tidak mengikuti hukum dibandingkan dengan orang normal, meskipun
perempuan lebih awal daripada laki-laki Mendel, tetapi bila kedua orangtua pernah kadar androgen serum penderita acne
karena masa pubertas perempuan umumnya menderita acne berat pada masa remajanya, masih dalam batas normal.1 Androgen akan
lebih dulu daripada laki-laki.3 Prevalensi anak-anak akan memiliki kecenderungan meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan
acne pada masa remaja cukup tinggi, yaitu serupa pada masa pubertas.3 Meskipun tidak merangsang produksi sebum, selain itu juga
berkisar antara 47-90% selama masa remaja.3 mengancam jiwa, acne memengaruhi kualitas merangsang proliferasi keratinosit pada duktus
Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik hidup dan memberi dampak sosioekonomi seboglandularis dan akroinfundibulum.2,5
memiliki prevalensi acne tinggi, yaitu 37% pada penderitanya.3,5 Hiperproliferasi epidermis folikular juga diduga
dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia akibat penurunan asam linoleat kulit dan
30%, Kaukasia 24%, dan India 23%.4 Pada ras PATOGENESIS peningkatan aktivitas interleukin 1 alfa.1,7 Epitel
Asia, lesi inflamasi lebih sering dibandingkan Patogenesis acne meliputi empat faktor, folikel rambut bagian atas, yaitu infundibulum,
lesi komedonal, yaitu 20% lesi inflamasi dan yaitu hiperproliferasi epidermis folikular menjadi hiperkeratotik dan kohesi keratinosit
10% lesi komedonal. Tetapi pada ras Kaukasia, sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi bertambah, sehingga terjadi sumbatan pada
acne komedonal lebih sering dibandingkan sebum berlebihan, inflamasi, dan aktivitas muara folikel rambut.1 Selanjutnya di dalam
Tabel 1 Klasifikasi derajat acne berdasarkan jumlah dan tipe lesi10 GAMBARAN KLINIS
Acne paling banyak terjadi di wajah, tetapi
Derajat Komedo Papul/pustul Nodul, kista, sinus Inflamasi Jaringan parut
dapat terjadi pada punggung, dada, dan bahu.
Ringan <10 <10 - - -
Sedang <20 >10 - 50 - + +
Di badan, acne cenderung terkonsentrasi
Berat >20-50 >50-100 <5 ++ ++ dekat garis tengah tubuh. Penyakit ini ditandai
Sangat berat >50 >100 >5 +++ +++ oleh lesi yang bervariasi, meskipun satu
(-) tidak ada, (+) bisa ditemukan, (+) ada, (++) cukup banyak, (+++) banyak sekali jenis lesi biasanya lebih mendominasi. Lesi
noninflamasi, yaitu komedo, dapat berupa
Tabel 2 Algoritme internasional untuk pengobatan acne9 komedo terbuka (blackhead comedones)
yang terjadi akibat oksidasi melanin, atau
Derajat 1 (ringan) Derajat II-III (sedang) Derajat IV (berat) Maintenance
komedo tertutup (whitehead comedones).1,9
Retinoid topikal Retinoid topikal Isotretinoin Retinoid topikal
Benzoil peroksida atau Benzoil peroksida atau atau retinoid topikal, Benzoil peroksida atau
Lesi inflamasi berupa papul, pustul, hingga
antibiotik topikal antibiotik topikal antibiotik oral, terapi antibiotik topikal nodus dan kista. 1,9 Scar atau jaringan parut
hormon dapat menjadi komplikasi acne noninflamasi
Antibiotik oral maupun acne inflamasi. 1
Terapi hormon
untuk menentukan jenis acne inflamasi, doksisiklin dan minosiklin menggantikan keratinosit yang menginduksi hiperkeratinisasi
noninflamasi, atau campuran keduanya, tetrasiklin sebagai terapi antibiotik oral lini sehingga terjadi komedo.3 Perokok pada
sehingga dapat memberikan terapi yang pertama untuk acne 1,7 dengan dosis 50- umumnya mengkonsumsi makanan yang
tepat. 10 100 mg dua kali sehari.1 Eritromisin dibatasi banyak mengandung lemak jenuh dan sedikit
penggunaannya, yaitu hanya pada ibu hamil, lemak tidak jenuh sehingga asupan asam
Terapi acne dimulai dari pembersihan wajah karena mudah terjadi resistensi P.acnes linoleat lebih sedikit dibandingkan dengan
menggunakan sabun. Beberapa sabun sudah terhadap eritromisin.1 Resistensi dapat bukan perokok.5
mengandung antibakteri, misalnya triclosan dicegah dengan menghindari penggunaan
yang menghambat kokus positif gram. Selain antibiotik monoterapi, membatasi lama Banyak penelitian belum dapat
itu juga banyak sabun mengandung benzoil penggunaan antibiotik, dan menggunakan menyimpulkan peranan diet terhadap
peroksida atau asam salisilat.1 antibiotik bersama benzoil peroksida jika acne dan membutuhkan penelitian lebih
memungkinkan.1 lanjut.1 American Academy of Dermatology
Bahan topikal untuk pengobatan acne mengeluarkan rekomendasi pada tahun
sangat beragam. Sulfur, sodium sulfasetamid, Isotretinoin oral adalah obat yang paling 2007 bahwa restriksi kalori tidak memiliki
resorsinol, dan asam salisilat, sering efektif untuk acne.1,2 Dosis isotretinoin yang dampak pada pengobatan acne dan bukti-
ditemukan sebagai obat bebas. Asam azaleat dianjurkan adalah 0,5-1 mg/kg/hari dengan bukti yang ada belum cukup kuat untuk
dengan konsentrasi krim 20 persen atau gel dosis kumulatif 120-150 mg/kg berat badan.1 menghubungkan konsumsi makanan
15 persen, memiliki efek antimikroba dan Obat ini langsung menekan aktivitas kelenjar tertentu dengan acne.11 Akan tetapi,
komedolitik, selain mengurangi pigmentasi sebasea, menormalkan keratinisasi folikel beberapa penelitian menemukan bahwa
dengan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif kelenjar sebasea, menghambat inflamasi, produk olahan susu memperberat acne.
tirosinase. Benzoil peroksida merupakan dan mengurangi pertumbuhan P. acnes Produk olahan susu, mungkin juga makanan
antimikroba kuat, tetapi bukan antibiotik, secara tidak langsung.2 Isotretinoin paling lain, mengandung hormon 5 α reduktase
sehingga tidak menimbulkan resistensi.1,7 efektif untuk acne nodulokistik rekalsitran dan prekursor DHT lain yang merangsang
Antibiotik topikal yang sering digunakan dan mencegah jaringan parut.1,2 Meskipun kelenjar sebasea. Selain itu, acne dipengaruhi
adalah klindamisin dan eritromisin. Keduanya demikian, isotretinoin tidak bersifat kuratif oleh hormon dan growth factors, terutama
dapat digunakan dengan kombinasi bersama untuk acne. Penghentian obat ini tanpa insulin-like growth factor (IGF-1) yang bekerja
benzoil peroksida dan terbukti mengurangi disertai terapi pemeliharaan yang memadai, pada kelenjar sebasea dan keratinosit folikel
resistensi.1,6,7 akan menimbulkan kekambuhan acne.2 rambut. Produk olahan susu mengandung
Selain itu, penggunaan obat ini harus berhati- enam puluh growth factors, salah satunya
Retinoid merupakan turunan vitamin A yang hati pada perempuan usia reproduksi karena akan meningkatkan IGF-1 langsung melalui
mencegah pembentukan komedo dengan bersifat teratogenik.2 Penggunaan isotretinoin ketidakseimbangan peningkatan gula darah
menormalkan deskuamasi epitel folikular.6 dan tetrasiklin bersamaan sebaiknya dihindari dan kadar insulin serum. Makanan dengan
Retinoid topikal yang utama adalah tretinoin, karena meningkatkan risiko pseudotumor indeks glikemik tinggi juga meningkatkan
tazaroten, dan adapalene.6 Tretinoin paling serebri.1 konsentrasi insulin serum melalui IGF-1 dan
banyak digunakan, bersifat komedolitik dan meningkatkan DHT sehingga merangsang
antiinflamasi poten. Secara umum, semua Suntikan glukokortiokoid intralesi dapat proliferasi sebosit dan produksi sebum.2,11
retinoid dapat menimbulkan dermatitis diberikan untuk lesi acne nodular dan cepat
kontak iritan. Pasien dapat disarankan mengurangi inflamasinya.1 Risiko tindakan ini Bersama dengan terapi antiacne standar,
menggunakan tretinoin dua malam sekali adalah hipopigmentasi dan atrofi.1 Modalitas semua produk olahan susu dan makanan
pada beberapa minggu pertama untuk lain yang dapat digunakan untuk mengatasi dengan indeks glikemik tinggi, sebaiknya
mengurangi efek iritasi. Tretinoin bersifat acne adalah radiasi ultraviolet yang memiliki dihentikan minimal 6 bulan. Suplementasi
photolabile sehingga disarankan aplikasi efek antiinflamasi terhadap acne. Radiasi vitamin A dapat mengurangi sumbatan
pada malam hari.1 UVB atau kombinasi UVB dan UVA dapat pori pada individu yang kekurangan asupan
bermanfaat untuk acne inflamasi, tetapi perlu vitamin A. Makanan mengandung asam
Mekanisme kerja berbagai obat topikal dapat diwaspadai potensi karsinogeniknya.1 lemak esensial omega 3 dapat mengurangi
dilihat pada tabel 3. inflamasi.2,11
PENGARUH MEROKOK DAN MAKANAN
Salah satu terapi sistemik acne adalah TERHADAP ACNE PENUTUP
antibiotik. Tetrasiklin banyak digunakan Merokok dilaporkan berkontribusi terhadap Meskipun acne tidak mematikan, tetapi
untuk acne inflamasi. Meskipun tidak prevalensi acne dan derajat acne. Rokok penyakit ini memiliki prevalensi yang tinggi
mengurangi produksi sebum tetapi dapat mengandung banyak asam arakhidonat pada usia remaja. Acne disebabkan oleh
menurunkan konsentrasi asam lemak bebas dan hidrokarbon aromatik polisiklik yang multifaktor, karena itu penanganan acne
dan menekan pertumbuhan P .acnes.1 Akan menginduksi jalur inflamasi melalui fosfolipase sebaiknya dilakukan secara menyeluruh
tetapi tetrasiklin tidak banyak digunakan A2, dan selanjutnya merangsang sintesis dengan memperhatikan semua faktor
lagi karena angka resistensi P.acnes yang asam arakhidonat lebih banyak. Selain itu, tersebut. Penanganan yang optimal akan
cukup tinggi.7 Turunan tetrasiklin yaitu diduga terdapat reseptor asetilkolin nikotinik mencegah rekurensi dan sekuele.
DAFTAR PUSTAKA
1. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne vulgaris and acneiform eruption. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen K, eds. Dermatology in general
medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill, 2008:690-703.
2. Kurokawa I, Danby FW, Ju Q, Wang X, Xiang LF, Xia L, Chen WC, Nagy I, et al. New developments in our understanding of acne pathogenesis and treatment. Experimental Dermatology.
2009; 18: 821-32.
3. Cunliffe WJ, Gollnick HPM. Clinical features of acne. In: Cunliffe WJ, Gollnick HPM, eds. Acne diagnosis and management. London: Martin Dunitz Ltd, 2001:49-68.
4. Perkins AC, Cheng CE, Hillebrand GG, Miyamoto k, Kimball AB. Comparison of the epidemiology of acne vulgaris among Caucasian, Asian, Continental Indian and African American
women. J Eur Acad Dermatol Venerol. 2011;25(9):1054-60.
5. Zouboulis CC, Eady A, Philpott M, Goldsmith LA, Orfanos C, Cunliffe WC, Rosenfield R. What is the pathogenesis of acne. Experimental Dermatology. 2005; 14: 143-52.
6. Haider A, Shaw JC. Treatment of acne vulgaris. JAMA. 2004;292(6):726-35.
7. Harper JC. An update on the pathogenesis and management of acne vulgaris. J Am Acad Dermatol. 2004;51(1):S36-8.
8. Addor FAS, Schalka S. Acne in adult women. An Bras Dermatol 2010;85(6):789-95.
9. Jacyk WK. Acne vulgaris. Grades of severity and treatment options. SA Fam Pract. 2003;45(9):32-6.
10. Cunliffe WJ, Gollnick HPM. Topical therapy. In: Cunliffe WJ, Gollnick HPM, eds. Acne diagnosis and management. London: Martin Dunitz Ltd, 2001:107-14.
11. Pappas A. The relationship of diet and acne-a review. Dermato-endocrinology. 2009;I(5);262-7.