DISUSUN OLEH
1. ALLISA AGUSTANTIA (1072181004)
2. HANI SHEILLA SALSABILLAH (1072181016)
3. KARISSA GHEA PASYA (1072181018)
Diagnosis Kehamilan
Kehamilan normal berlangsung selama 38 – 40 minggu. Jika dihitung
dengan ukuran hari. Kehamilan akan berakhir sesudah 266 hari, atau 38 minggu
pascaovulasi, atau kira – kira 40 minggu dari akhir hari pertama haid terakhir, atau
9,5 bulan dalam hitungan kalender.
Seorang wanita baru dapat dipastikan hamil jika pemeriksa telah melihat
tanda pasti hamil,yaitu: mendengar suara detak jantung janin, dapat melihat
(dengan ultrasonografi/USG), dan meraba bentuk janin. Namun, pemeriksaan
fisik harus pula memasukkan tanda anggapan dan kemungkinan hamil. Penentuan
kadar HCG (Human Chorionic Gonadotropin) di dalam urine merupakan
petunjuk adanya kehamilan. Uji terhadap urine cukup peka untuk menentukan
kadar HCG yang ditemukan 4 minggu sesudah HPHT (hari pertama haid
terakhir), atau sekitar 2 minggu setelah pembuahan.
Sistem Endokrin
Sebagai organ endokrin, plasenta menghasilkan berbagai hormon yang
sangat penting untuk menyinambungkan kehamilan. Hormon ini antara lain
adalah human chorionic gonadotropin (hCG), human placental lactogen (hPL),
estrogen dan progesteron, serta human chorionic thyrotropin. Human chorionic
gonadotropin, substansi yang telah lama digunakan untuk memantau kehamilan,
berfungsi mempertahankan korpus luteum. Human palcental lactogen bertugas
memengaruhi metabolisme zat gizi, sementara hCT bertanggung jawab atas
percepatan kegiatan kelenjar tiroid ibu hamil.
Peningkatan produksi estrogen berpengaruh pada pembesaran uterus, buah
dada, dan organ genital; retensi cairan yang menyebabkan pertambahan natrium;
perubahan deposisi lemak dan faktor pembekuan dalam darah; relaksasi
persendian; penurunan produksi HCl dan pepsin lambung; dan berpengaruh pada
fungsi tiroid serta mengganggu metabolisme asalm folat.
Progesteron memacu pertumbuhan endometrium, penumpukan lemak ibu,
peningkatan retensi natrium dan pelemasan jaringan otot polos (mengakibatkan
penurunan kelenturan rahim, gerak lambung, dan tonus otot). Kelenjar endokrin
juga menunjukkan perubahan. Kelenjar hipofisis dan tiroid membesar sedikit, laju
metabolisme basal meningkat (akibat peningkatan konsumsi oksigen serta luas
permukaan tubuh ibu dan bayi) sebanyak 25% (Jensen, Benson & Bobak, 1981).
Di samping itu, kelenjar paratiroid juga membesar. Itulah sebabnya kebutuhan
akan vitamin D dan kalsium ikut meningkat.
Saluran Pencernaan
Selama kehamilan berlangsung, terjadi perubahan mulai dari rongga mulut
hingga usus besar, termasuk organ penghasil enzim pencernaan, seperti hati dan
empedu. Pertambahan hormon estrogen memperbanyak sekresi air ludah dan
sifatnya menjadi lebih asam. Kondisi ini memudahkan terjadinya lubang gigi dan
sekaligus menjelaskan bahwa lubang gigi tidak disebabkan oleh kekurangan
kalsium karena kalsium gigi bersifat stabil. Jika asupan berkurang, bukan kalsium
gigi yang termobilisasi, melainkan kalsium tulang. Yang berlangsung disekitar
gigi hanyalah pembengkakkan sehingga gusi terkesan mudah berdarah.
Peningkatan kadar progesteron menurunkan motilitas saluran cerna karena
motilitas serta tonus otot polos berkurang. Waktu pengosongan lambung dan
transit makanan memanjang sehingga lebih banyak air yang terserap. Hal ini yang
mengakibatkan sembelit. Produksi asam lambung, terutama pada trimester I
sangat variatif, dapat menambah atau bahkan berkurang. Peningkatan hormon
gastrin yang dihasilkan oleh plasenta menyebabkan volume lambung meningkat,
sementara keasamannya berkurang. Refluks lambung sering kali terjadi (terutama
selama trimester III) akibat penurunan peristaltik esofagus, pemanjangan waktu
pengosongan lambung, dilatasi sfingter lambung, serta penekanan oleh uterus
yang terus membesar.
Metabolisme karbohidrat berubah sehingga glukosa untuk janin cukup
tersedia. Keadaan ini berpotensi menimbulkan diabetes kehamilan. Human
placental lactogen (HPL) menyebabkan terjadinya lipolisis dan meningkatkan
kadar asam lemak bebas di dalam plasma yang berdampak oada penyiapan
sumber energi pengganti untuk ibu. HPL menggangu kerja insulin sehingga
kebutuhan akan insulin bertambah. Perubahan ini dapat mengakibatkan diabetes
kehamilan pada ibu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan akan insulin
tersebut.
Metabolisme lemak juga meningkat. Penimbunan lemak ini diduga
berlatar belakang upaya proteksi, seandainya pada akhir kehamilan ibu menderita
kelaparan atau bekerja terlalu berat. Lemak dalam plasma meningkat pada paruh
terakhir kehamilan, menyebabkan nafsu makan menurun. Seandainya keadaan ini
berlangsung berkepanjangan, tubuh akan menggunakan cadangan lemak tersebut
sehingga akan terbentuk keton yang dapat menyusup ke dalam urine serta cairan
amnion.
Sistem Kardiovaskular
Pembesaran uterus menekan pembuluh darah yang melewati rongga
panggul dan paha. Jika wanita tidur telentang, uterus yang besar ini juga
menekan vena cava. Keadaan yang pertama menyebabkan aliran balik terganggu
sehingga darah mengumpul pada tungkai bawah. Kondisi yang kedua
menyusutkan aliran darah ke atrium kanan. Dampak kedua kondisi tersebut
adalah hipotensi. Hipotensi postural dicetuskan oleh terganggunya aliran darah
melalui rongga panggul, sementara supine hypotensive syndrome atau vena
caval syndrome dipicu oleh tekanan pada vena cana.
Volume darah mulai meningkat pada trimester I, yang kemudian
mengalami percepatan selama trimester II, dan untuk selanjutnya melambat pada
trimester III. Volume puncak dicapai pada pertengahan trimester III, yaitu
sekitar 30 – 50%. Besarnya peningkatan volume darah bervariasi menurut besar
tubuh, jumlah kehamilan, jumlah bayi yang pernah dilahirkan, serta pernah atau
tidaknya melahirkan bayi kembar. Volume darah wanita yang bertubuh kecil
hanya meningkat 20%, sementara mereka yang besar meningkat sampai 100%
(rata – rata: 45 – 50%). Kadar hemoglobin dan besi menurun, termasuk pula
persentase kejenuhan transferin serta feritin serum. Penurunan ini mencerminkan
keadaaan hemodilusi. Namun, tidak jarang pula, kadar transferin meninggi dari
300 µg /100cc (jika tidak hamil) menjadi 500 µg /100 cc pada trimester III.
Peningkatan ini dianggap sebagai langkah pemudahan transfer besi ke janin.
Kantong Empedu
Penurunan tonus dinding otot polos menyebabkan fungsi kantong empedu
berubah. Waktu pengosongan memendek dan sering tidak tuntas. Cairan empedu
mengental dan tidak jarang pula terjadi statis yang memudahkan terbentuknya
batu empedu. Komposisi kimiawi cairan empedu tidak berubah dan kegiatan
kolinesterase dalam plasma menurun selama kehamilan normal.
Hati
Fungsi hati berubah meskipun morfologinya tidak. Kegiatan alkalin
fosfatase dalam serum meningkat dua kali lipat, diduga akibat dari penambahan
isoenzim alkalin fosfatase plasenta. Kadar albumin dan globulin plasma menurun,
meski penurunan albumin lebih banyak. Dengan demikian, rasio albumin/globulin
juga menurun tajam. Namun, penurunan ini terbilang normal karena terjadi pada
keadaan hamil.
Diagram 1.1: Faktor yang terkait dengan status gizi wanita hamil dan hasil
konsepsi
“berinteraksi” dengan zat gizi. Kecukupan zat gizi selama hamil baru dapat
dipantau melalui parameter keadaan kesehatan ibu dan berat lahir janin. Meskipun
baku penilaian status gizi wanita yang tidak hamil tidak dapat diaplikasikan pada
ibu hamil, perubahan fisiologis selama hamil dapat digunakan sebagai petunjuk.
Berat badan rendah sebelum konsepsi, serta pertambahan berat yang tidak adekuat
merupakan penilaian langsung yang dapat digunakan untuk memperkirakan laju
pertumbuhan janin. Berat lahir berkorelasi positif dengan pertambahan berat total
selama hamil.
Rata – rata pertambahan berat wanita Amerika pada tahun 1980 sebesar 13
kg, yang kemudian bergerak naik sampai 14,4 kg pada tahun 1988. Memang,
berapa besar sebenarnya jumlah yang pasti masih kontroversial. Namun demikian,
American College of Obstetrics and Gynaecology menganjurkan pertambahan
sebesar 10 – 12,3 kg sampai akhir kehamilan. Sayangnya, sumber di atas tidak
menggariskan perbedaan antara wanita yang berberat normal, berlebih, atau
kurang. Pertambahan berat mereka yang berberat rendah (BMI <19,8) diharapkan
sebesar 12,7 – 21,8 kg, dan yang obese (BMI 26,1 – 29,0) berkisar antara 6,8 –
11,3 kg. Batas terbawah (6,8 kg) dianjurkan untuk wanita yang sangat obese (BMI
>29,0).
Laju pertambahan berat selama hamil merupakan petunjuk yang sama
pentingnya dengan pertambahan berat itu sendiri. Karena itu, sebaiknya kita
menentukan patokan besaran pertambahan berat sampai kehamilan berakhir
sekaligus memantau prosesnya, dan kemudian mencatatnya
Tabel 1.1 Pertambahan Berat Badan Berdasarkan BMI Sebelum Hamil
Nilai BMI Berat Badan
Rendah (<19,8) 12,5 – 18,0 (kg)
Normal (19,8 – 26,0) 11,5 – 16,0 (kg)
Tinggi (26,1 – 29,0) 7,0 – 11,5 (kg)
Obes (>29,0) 7,0 (kg)
Kembar dua* 16,0 – 20,0 (kg)
Kembar tiga* 23,0 (kg)
*Tanpa memandang nilai BMI
(Dikutip dari: Brown, JE, Carlson, M. Nutrition and
multifetal pregnancy, J Am Diet Assoc, 2000; 100: 343-348)
terjadi sepanjang trimester II, sementara pertumbuhan janin dan plasenta serta
penambahan jumlah cairan amnion berlangsung sangat cepat selama trimester III.
Laju pertumbuhan janin pernah diteliti oleh Wiliam (1967) berdasarkan
pengamatannya pada kasus aborsi terinduksi. Menurut penelitian ini, berat janin
bertambah sebesar 5 gr sehari pada minggu ke- 14 – 15 dan menjadi 10 gr pada
minggu ke-20. Kecepatan tumbuh sebesar 30 – 35 gr sehari berlangsung pada
minggu ke-32 – 34, dan berubah menjadi 230 gr seminggu pada minggu ke- 33 –
36 . Memasuki minggu ke- 41 – 42, pertambahan berat tidak terjadi lagi.
Tambahan berat total selama 40 minggu kehamilan sebanyak 12,5 kg menyiratkan
porsi komponen ibu telah menyentuh angka 7kg. Selebihnya adalah komponen
berat janin.
Status gizi ibu, baik sebelum maupun ketika sedang hamil, merupakan
faktor – disamping faktor lain seperti multiparitas, jarak kehamilan dan keadaan
kesehatan – yang sangat berpengaruh terhadap hasil konsepsi. Jika status gizi ibu
baik dan status kesehatannya selama hamil tidak buruk (tidak menderita
hipertensi, misalnya), serta tidak berkebiasaan buruk (perokok atau pecandu
alkohol), status gizi bayi yang kelak dilahirkannya juga baik; begitu pula
sebaliknya.
Wanita yang menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu
pertama kehamilan cenderung melahirkan bayi yang menderita kerusakan otak
dan sumsum tulang karena sistem saraf pusat sangat peka pada 2 – 5 minggu
pertama. Ibu penderita malnutrisi sepanjang minggu terakhir kehamilan akan
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (<2500gr) karena jaringan lemak
banyak ditimbun selama trimester III.
Sebelum tahun tujuh puluhan, konsep pemberian makanan di setiap daerah
sangat berbeda (Siefert, 1968). Wanita pada satu tempat dianjurkan menyantap
makanan yang kaya akan zat gizi, sementara di tempat lain ibu hamil tidak
diperkenankan memakan susu dan daging. Di Cina, misalnya, ibu hamil dilarang
menyantap kura – kura karena bayi yang terlahir kelak dikhawatirkan akan
mempunyai leher sependek kura – kura.
Dahulu, jika berat badan ibu hamil tidak sesuai dengan usia kehamilannya
(sangat obese), mereka dianjurkan untuk mengurangi asupan energi dan NaCl
(NaCl dianggap menahan air sehingga mengakibatkan eklampsia). Prinsip ini
sekarang tidak dianut lagi karena konsep semikelaparan dapet menimbulkan
ketosis; dan pembatasan asupan kalori akan berdampak pada berkurangnyan
asupan zat lain. Kelebihan berat memang harus dikurangi, tetapi tidak dengan
pembatasan diet, melainkan dengan melakukan olahraga sedang.
Energi
Besaran energi yang terasup merupakan faktor gizi paling penting jika
dikaitkan dengan berat badan lahir bayi. Banyaknya energi yang harus disiapkan
hingga kehamilan berakhir sekitar (dibulatkan) 80.000 kkal (National Academy of
Sciences, 1980), atau kira- kira 300 kkal tiap hari di atas kebutuhan wanita tidak
hamil. Nilai ini dihitung berdasarkan kesetaraan dengan protein dan lemak yang
tertimbun untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu.
Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5,180 kkal dan
lemak 36.337 kkal. Agar energi ini dapat ditabung, masih dibutuhkan “suntikan”
energi sebanyak 26.244 kkal yan digunakan untuk mengubah energi yang terikat
dalan makanan menjadi energi yang dapat dimetabolisir. Dengan demikian,
jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan ialah 74.537 kkal. NAS
menggenapkannya menjadi 80.000 kkal. Sementara Durin dkk, membulatkan ke
bawah menjadi 70.000 kkal. Dia bahkan menganjurkan kisaran 69.000 - 70.000
kkal.
Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini
kemudian dibagi dengan angka 250 yaitu perkiraan lamanya kehamilan jika
dihitung dengan hari. Hasilnya ialah 300kkal. Jika mengacu pada hitungan
Durmin (1992) dkk, jumlahnya adalah 100-150 kkal sehari. Perbedaan angka ini
berakar pada kesalahan dalam menafsir cadangan lemak ibu, perubahan derajat
kegiatan fisik dan efisiensi energi selama hamil, atau keduanya, disamping lama
berlangsungnya kehamilan itu.
Kebutuhan akan energi pada trismester I sedikit sekali meningkat. Setelah
itu, sepanjang trimester II, dan III, kebutuhan akan terus meningkat besar sampai
pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk
pemekarann jaringa ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus
dan payudara, serta pertumbuhan lemak. Sepanjang trimester II, energi tambahan
dipergunakan untuk pertumbuha janin dan plasenta.
Karena banyaknya perbedaaan kebutuhan energi selama hamil, WHO
menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 kkal sehari pada trimester I, dan 350
kkal selama trimester II dan III. Di Kanasa, pertambahan untuk trimester I sebesar
100 kkal, dan trimester II dan III sebesar 300 kkal. Sementara Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi V 1993 mematok angka 285 kkal perhari. Angka ini
tentu saja tidak termasuk pernambahan akibat perubahan temperatur ruangan,
kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini bagi mereka yang tidak mengubah
kegiatan fisik semasa mengandung.
Protein
Sama seperti energi, kebutuhan wanita akan protein membubung sampai 68%.
Jumlah protein yang harus tersedai sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak
925 gr yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta bayi. Jika PER dianggap
70%, rata – rata pertambahan protein ialah 8,5gr/hari. Jika koefesien variabilitas
sebesar 15%, tambahan ini meningkat menjadi 10 gr sehari. National Academy of
Sciences mematok angka sekitar 30 gr.
Bagi wanita normal, pada trimester pertama, angka ini terlalu tinggi. Di
kanada, tambahan yang dianjurkan ialah 5 gr pada trimester I; 15gr pada trimester
II; dan 24gr selama trimester II. Sementara Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
V 1993 menganjurkan penambahan 12gr/hari. Dengan demikian, dalam satu hari
asupan protein dapat mencapai 75-100gr (sekitar 12% dari jumlah kalori), atau
sekitar 1,3 gr/kg/hari (gravida mature), 1,5 gr/kg/hari (usia 15-18tahun), dan
1,7gr/kg/hari (dibawah 15 tahun).
Bahan pangan yang dijadikan sumber sebaiknya (2/3 bagian) merupakan
bahan pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan,
telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (bernilai
biologinya rendah) cukup ¼ bagian.
Zat Besi
Anemia gizi karena kekurangn zat besi masih lazim terjadi di negara
sedang berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Sementara itu, kebutuhan ibu
hamil akan Fe meningkat (untuk pembentukan plasenta dan sel darah
merah)sebesar 200-300%. Perkiraan besaran zat besi yang perlu ditimbun selama
hamil ialah 1.040 mg. Dari jumlah ini, 200 mg Fe tertahan oleh tubuh ketika
melahirkan dan 840 mg sisanya hilang. Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin,
dengan rincian 50-75 mg utuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah
jumlah sel darah merah, dan 200 mg lenyap ketika melahirkan. Jumlah sebanyak
ini tidak mungkin tercukupi hanya melalui diet. Karena itu, suplementasi zat besi
perlu sekali diberlakukan, bahkan kepada wanita yang berstatus gizi baik.
Penambahan asupan besi, baik lewat makanan dan/atau pemberian
suplemen, terbukti mampu mencegah penurunan Hb akibat hemodilusi. Tanpa
sumpelementasi (Comittee on Maternal Nutrition menganjurkan sumpelementasi
besi selama trimestre II dan III), cadangan besi dalam tubuh ibu akan habis pada
akhir kehamilan (Taylon dkk, 1982). Untuk menjaga agar stok ini tidak terkuras
dan mencegah kekurangan, setiap ibu hamil dianjurkan untuk menelan besi
sebanyak 30 mg tiap hari. Takaran ini tidak akan hanya terpenuhi melalui
makanan. Oleh karena itu, suplemen sebesar 30-6-mg, dimulai pada minggu ke-12
kehamilan yang diteruskann sampai 3 bulan pascapartum, perlu diberikan setiap
hari.
Ferrous sulfate 300mg yang banyal mengandung 60mg elemen besi
(keterserapan 10%) diberikan sebanyak 3 kali sehari. Jika preparat ini tidak dapt
ditoleransi, segeraa ganti dengan preparat ferrous fumarate atau gluconate.
Pengobatan harus ditetukan selama 3 bulan setelah nilai hemoglobin kembali
normal, yang bertujuan untuk memperbarui simpanan besi. Respons terhadap
pengobatan terpantau melalui perbaikan nilai hemoglobin yang meningkat paling
sedikit 0,3gr/dl/minggu. Pengobatan secara paternal hanya diindikasikan jika
preparat oral tidak dapar ditoleransi.
Penyerapan besi dipengaruhi oleh banyak faktor. Protein hewani dan
vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium, magnesium, dan
fitat dapat meningkatkan Fe sehingga mengurangi jumlah serapan. Oleh karena
itu, tablet fe sebaiknya ditelan bersamaan dengan makanan yang dapat
memperbanyak jumlah serapan, sementara makanan yang mengikat Fe sebaiknya
dihindari, atau tidak dimakan dalam waktu bersamaan.
Pemberian suplementasi preparat Fe, pada sebagian wanita,
menyebabkann sembelit. Penyulit ini dapat diredakan dengan car memperbanyak
minum, menambah konsumsi makanan yang kaya akan serat seperti roti, serealia,
dan agar-agar.
Jika telah diputuskan untuk memberikan suplementasi, sebelum kertas
resep ditulis, penting sekali dipastikan apakah ibu hamil yang bersangkutan telah
mengerti (1) tujuan pemberian suplementasi tersebut, (2) bahwa pemberian
suplementasi saja, tanpa disertai zat gizi yang lain, tiadk menjamin asupan zat gizi
lain pasti addekuat, dan (3) bahaya jika zat suplementasi digunakan secara
berlebihan, terutama bila vitamin A dan D (pada percobaan dengan hewan,
pemberian vitamin A dan D dosis tinggi mengakibatkan malformasi).
Hati – hati, jangan terlalu bersemangat memberikan Fe. Kasus kelebihan
dosis memang belum terddengar di Indonesia. Namun di Amerika Serikat,
dilaporkan terjadi 2000 kasus intoksikasi besi setiap tahun. Keracunan besi mudah
dan lazim terjadi pda pecandu alkohol menahun yang mengkonsumsi anggur
murahan karena mengadung banyak sekali besi. Di samping itu, penting pula
diingat, tambah besi sebaiknya diperoleh dari makanan, karena tablet besi
terbukti dapat menurunkan kadar seng dalam serum.
Asam Folat
Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang kebutuhannya selama
hamil berlipat dua. Sekitar 24-60% wanita, baik di negara yang berkembang
maupun yang maju, mengalami kekurangan asam folat karena kandungan asam
folat di dalam makanan mereka sehari-hari tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan ibu hamil. Kekurangan asam folat secara marjinal mengakibatkan
peningkatan kepekaan, lelah berat, dan gangguan tidur. Dua kondisi pertama
menyebabkan kaki kejang. Kekejangan ini biasanya timbul pada malam hari
sehingga lama-kelamaan mengganggu tidur penderita, yang dikenal sebagai
restless leg syndrome. Jika kekurangan asam folat bertambah parah, akan trejadi
anemia yang ditandai dengan penampakan kelelahan dan depresi.
Kekurangan asam folat yang parah mengakibatkan anemia megaloblastik
atau megalositik karena asam folat berperan dalam metabolisme normal makanan
menjadi energi, pematangan sel darah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel, dan
pembentukan heme. Gejala anemia jenis ini ialah diare, depresi, lelah berat,
ngantuk berat, pucat dan perlambatan frekuensi nadi.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio
plasenta, dan nneural tibe defect. Pemberian suplementasi terbukti mampu
menghapus kelainan ini. Penelitian di Universtas California (Gladys B)
membuktikan bahwa asupan asam folat sebanyak 0,4mg sehari dapat menurunkan
resiko terjadinya spina bifida dan anensefali, meskipun kemudian dibantah oleh
Czeizel dari National Institute of Hygiene, Budapest. Berdasarkan penelitiannya
pada 5.000 orang wanita di Budapes, RDA USA sebesar 0,4-0,8 mg tidak efektif
dalam menurunkan cacat lahir. Perbedaan pendapat itu kemudian ditengahioleh
CDC (1991), yaitu dengan menganjurkan bahwa wwanita yang pernah melahirkan
bayi penderita neural tube defect mengonsumsi asam folat sebanyak 4mg sehari
pada kehamilan selanjutnya. Sementara itu, Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi V (1993) menganjurkan dosis sebesar 5µg/kg/hari (200µg) tanpa memebatasi
pernah tidaknya melahirkan bayi cacat.
Preparat suplementasi sebaiknya diberikan sekitar 28 hari setelah ovulasi
atau pada 28 hari pertama kehamilan karena otak dan sumsum tulang belakang
dibentuk pada mingu pertama kehamilan. Dengan demikian, pemberian
suplementaasi harus dilaksanakan sebelum konsepsi terjaddi. Besarnya
suplementasi adalah 280, 660, dan 470µg per hari, masing – masing pada
trimester I, II, dan III.
Strategi pencegahan kekurangan asam folat mencakup peningkatan
kesadaran akan petingnya konsumsi makanan yang kaya akan asam folat, atau
suplemen folat sebanyak 400µg setiap hari, atau keduanya. Food and Drug
Administration (FDA) merekomendasikan perkayaan produk serealia. Namun
cara ini berdampak negatif terhadap kelompok bukan target, yaitu mereka yang
bukan berusia subur dan berkemungkinan hamil. Asupan lebih dari 1mg/hari
dapat menutupi kemungkinan kekurangann B12.
Jenis makanan yang banyak mengandung asam folat antara lain ragi
(100µg/100gr), hati (250 µg/100gr), brokoli, sayur berdaun hijau: bayam,
asparagus, dan kacang-kacangan, misalnya kacang kering, kacang kedelai, (100
µg/100gr). Sumber lain ialah ikan, daging, jeruk, dan telur. Jeruk ukuran sedang
atau secangkir air jeruk mengandung 70 µg; setengah cangkir brokoli
mengandung 50 µg; telur 25 µg; dan setengah cangkir kacang tanah mengandung
70 µg asam folat.
Karena tidak stabil dalam pemanasan, dan mudah rusak jika dimasak,
sayuran sebaiknya dimakan mentah setelah dicuci dengan air mengalir untuk
melenyapkan sisa pestisida dan/atau telur cacing. Di samping itu, harus
diperhatikan pula pengganggu penyerapann lain, seperti alkohol, kontrsepsi oral,
barbiturat, aspirin, dan obat antikejang.
Vitamin D
Kekurangan vitamin D selama hamil dapat menimbulakn gangguan metabolisme
kalsium pada ibu dan janin. Gangguan ini berupa hipokalasemia dan tetani pada
bayi baru lahir, hipoplasia enamel gigi bayi, dan osteomalasia pada ibu. Insidensi
dapat di tekan dengan pemberian 10µg (400 IU) perhari. Kekurangan vitamin D
kerap menjangkiti ibu hamil yang bermukin di daerah yang hanya sedikit
bersentuhan dengan sinarmatahari sehingga sintesis vitamin D di kulit tidak
terjadi.
Sumber vitamin D yang penting di Amerika ialah susu yang elah
diperkaya dengan vitamin D. Perhatian khusus perlu diberikan pada mereka yang
tidak minum susu, misal kelompok vegetarian. Kepada mereka, perlu diberikan
suplementasi kalsium sebanyak 5 – 10 µg per hari.
Yodium
Kekurangan yodium selama hamil mengakinbatkan janin menderita
hipotiroidisme, yang selanjutnya menjadi kretinisme karena peran hormon tiroid
dalam perkembangan dan pematangan otak menemmpati posisi strategis.
Kerusakan saraf akobat hipotiroidisme yang terjadi pada akhir kehamilan tidak
separah jika hal ini terjadi di awal kehamilan. Oleh karena itu, koreksi terhadap
kekurangan yodium sebaiknya dilakukan sebelum atau selama 3 bulan pertama
kehamilan.
Anjuran asupan per hari untuk ibu hamil dan menyusui adalah sebesar
200µg (Food and Nutrition Board of the National Academy of Sciences in the
United State), dalam bentuk pemberian garam beryodium, pemberian
suplementasi pada hewan ternak, pemberian minyak beryodium per oral atau
injeksi.
Di antara cara – cara ini, pemberian garam beryodium memang lebih
mudah; namun masih ada masalah dalam hal pendistribusian dan/atau pertahanan
mutu yodium yang terkandung. Selepas dari pabrik, terutama selama
penyimpanan digudang dan warung, garam beryodium akan terpajan panas hingga
yodium cepat menjadi rusak.
Kalsium
Metabolsime kalsiumm selama hamil berubah mencolok, meskipun
mekanisme keterjadiannya belum sepenuhnya terpahami. Kadar kalsium dalam
darah ibu hamil susut sampai 5% ketimbang wanita ynag tidak hamil. Secara
kumulatif, janin menimbun kalsium sebanyak 30gr, dengan kecepata 7, 110,, dan
350mg masing-masing pada trimester I, II, dan III. Asupan anjuran ialaha sekitar
1200mg/hari bagi ibu hamil berumur diatas 25tahun, dan cukup 800 mg untuk
mereka yang berusia lebih muda.
Kontroversi pengaruh kalsium terhadap besi jika dikonsumsi bersamaan
belum juga usai. Sebagian ahli (JD. Cook et al., 1991 dan AM. Minihane et al.,
1998) membuktikan pengaruh itu; pemberian kalsium sebanyak 40-300mg, bailk
dlaam bentuk makanan maupun suplemen, mampu mengurangi serapan besi
secara bermakna hingga sebesar 50%. Sementara peneliti lain (LJ. Sokoll et al.,
1992) tidak berhasil membuktikan pengaruh negatif kalsium terhadap
keterserapan besi. Atas dasar ini, amat dianjurkan menyantap suplementasi
kalsium diantara dua waktu makan; serta tidak mengkonsumsi pangan berkadar
kalsium tinggi dan besi tinggi secara bersamaan.
Asupan yang dianjurkan kira-kira 1.200mg/hari bagi ibu hamil yang
berusia diatas 25 tahun, dan cukup 800mg untuk mereka yang berusia lebih muda.
Sumber utama kalsium adalah susu dan hasil olahannya seperti susu utuh (whole
milk), susu skim, yoghurt, keju; udang, sarang burung, sarden dalam kaleng; serta
beberapa bahan makanan nabati seperti; sayuran warna hujau tua dan lain-lain,
namum bayam dan kentang jangan dijadikan sumber kalsium karena
keterkandungan oksalat atau fitat ynang berkemampuan menghambat penyerapan
mineral ini.
Pica
Pica merupakan perilaku yang tidak lazim, yaitu mengonsumsi bahan
bukan makanan, seperti kain, debu, atau arang. Dampaknya adalah asupan bahan
yang betul – betul makanan berkurang dan terjadi sumbatan usus. Pica merupakan
perilaku kultural yang dianut oleh beberapa wanita meskipun mereka tahu, atau
telah dinasihati oleh dokter dan paramedis bahwa perilaku ini tidak benar (Snow
& Johnson, 1988). Perilaku ini diperkirakan untuk mengurangi ketegangan dan
nyeri karena lapar, perangsangan nafsu makan, dan kepercayaan tentang kelahiran
(bayi mudah lahir, warna kulit bayi kelak lebih putih, dan mencegah terjadinya
tanda lahir). Sebaiknya dilakukan identifikasi masalah kultural yang dapat
mengganggu pola penggunaan makanan yang bergizi. Setelah itu, pendekatan
secara edukatif dilakukan.
Cara mengatasi pica ialah (a) membujuk ibu untuk mengonsumsi makanan
yang padat gizi karena “makanan” yang bukan makanan tidak akan menimbulkan
nafsu makan, melainkan sebaliknya, menghilangkan nafsu makan. (b)
memberikan suplementasi zat besi. (c) merancang dan melaksanakan pendidikan
gizi yang berisi materi tentang pengaruh yang tidak diinginkan yang mungkin
terjadi akibat perilaku tersebut, seperti anemia ibu dan bayi, malabsorpsi zat gizi
essensial. (d) meningkatkan asupan cairan dan makanan yang kaya akan serat,
karena dapat mendorong defekasi. (e) memantau kemungkinan terjadi muntaber
karena peluang terjadinya infestasi parasit dan keracunan pada kondisi ini lebih
tinggi. Jika ini benar terjadi, asupan cairan harus lebih diperbanyak.
Refluks Gastroesofagus
Keterjadian refluks gastroesofagus (GER) boleh jadi berlatar mekanis
maupun intrinsik. Keduanya melemahkan tonus sfingter esophagus bawah. Tonus
sfingter melemah pada awal kehamilan, untuk kemudian segera kembali normal
setelah janin lahir. Tingkat keterjadian GER sebesar 30-50%.
Gambaran umum GER berupa panas ulu hati (heartburn) dan regurgitasi.
Diagnosis biasanya bisa langsung ditegakkan dengan anamnesis lengkap.
Pemeriksaan dengan menggunakan barium sebaiknya tidak dilakukan karena
bahaya radiasi terhadap janin. Jika memang dibutuhkan pemeriksaan penunjang
endoskopi boleh diterapkan.
Pengobatan. Inti pengobatan GER ialah perubahan gaya hidup karena obat
berkemungkinan besar teratogenik. Penderita diajar untuk tidak mengubah posisi
secara mendadak yang mungkin berakibat buruk terhadap GER; di samping itu,
makan sedikit-sedikit, yakni lebih baik6 kali ketimbang 3 kali sehari.
Pendekatan nonfarmakologi ialah (a) Makanlah sedikit-sedikit, etapi
sering: membiasakan santap 5 kali sehari (diluar camilan), bukan 3 kali. (b)
Jangan langsung minum antasid karena dapat mengganggu keseimbangan asam-
basa, menurunkan keterserapan vitamini B kompleks, dan fosfat; namun cobalah
makan biskuit (cracker) antara 2 waktu makan. (c) Hindari makanan yang
membuat nyeri, seperti makanan goreng, berlemak, berbumbu, serta kopi. (d)
Jangan merokok dan menenggak minuman beralkohol. (e) Minumlah yogurt dan
buttermilk, bukan whole milk. (f) Sesudah makan jangan langsung berbaring,
karena itu, waktu makan sebaiknya diatur 2-3 jam sebelum tidur. (g) Jangan
mengenakan pakaian sempit.
Jika pendekatan ini tidak membuahkan hasil, pilihan selanjutnya ialah
obat-obat non-sistemik. Penggunaan antasid pada hewan terbukti tidak
berpengaruh teratogenik, kecuali mengganggu penyerapan besi, dan atas dasar
preparat antacid boleh digunakan untuk ibu hamil. Selain itu, antagonis reseptor
H2 (ranitidine, cimetidine) dan proton pump inhibitor juga boleh disertakan dalam
pengobatan karena tidak ada bukti keterkaitanya dengan malformasi kongenital (P
Mazzotta et al, 2000 dan A Rulgomez et al, 1999).
Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum (HG), perlanjutan dari nausea dan vomitus
kehamilan yang berubah menjadi parah, diartikan sebagai muntah persisten
selama kehamilan yang berlangsung begitu parah sehingga menyebabkan
penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis yang dilatari kelaparan, alkalosis akibat
kehilangan HCI melalui muntah, serta hipokalemia (FG Cunningham, 1997).
Berat badan susut >5% dari berat sebelum hamil (R Gadsby, 1993) dengan
penyertaan gangguan keseimbangan elektrolit serta ketosis. Penyimpangan ini
menimpa setidaknya 56% ibu hamil yang terlapor mengalami muntah (TL Abell,
1992), yang biasanya reda sendiri (self-limited) menjelang bulan ketiga
kehamilan, meskipun sebagian (3,5%) terus berlanjut menjadi HG (AJ Singer et
al, 1991; M. Mogadam, 1992; dan M Hallak et al, 1996).
Kelainan ini lebih sering menghampiri wanita obes berbobot setidaknya
85kg, bukan perokok, hamil kembar, berpenyakit trofoblastik, dan berusia kurang
dari 20 tahun (TL Abell, 1992). Hiperemesis paling sering muncul pada
kehamilan pertama dan cenderung berulang pada kehamilan berikutnya.
Kehamilan Vegetarian
Manusia pada umumnya tergolong omnivora, pemakan semua jenis
pangan. Vegetarian ialah kelompok eksklusif yang tidak mau menyantap daging
hewan. Kelompok ini terbagi berdasarkan jenis pangan yang diinginkan atau
ditolak menjadi vegetarian setengah hati (semivegetarian) dan vegetarian total.
Vegetarian paruhan ini menolak hanya sebagian hewan, misalnya tidak mau
makan daging merag saja. Pollovegetarian hanya menyantap unggas dan
tetumbuhan, sementara pescovegetarian makan ikan dan tetumbuhan. Lacto-
ovovegetarian hanya menyukai telur. Lactovegetarian hanya memakan hasil
olahan susu (es krim dan keju). Yang paling ekstrem tentu saja vegetarian total
(vegan vegetarian) yang mengharamkan semua makanan selain tetumbuhan.
Karakteristik para vegetarian ini ialah (1) Berat badan ideal terhadap usia dan
tinggi badan biasanya rendah, (2) Cenderung menderita berbagai defisiensi zat
gizi, seperti vitamin B12 (mengakibatkan anemia defisiensi), riboflavin, vitamin
D dan kalsium, serta protein.
Perencanaan gizi bergantung pada jenis makanan yang dihindari serta
kesanggupan orang untuk memperoleh dan menyiapkan makanan yang satu sama
lain dapat saling melengkapi. Bebijian, misalnya, sebaiknya disantap bersama
dengan kacang. Jika makanan diracik dengan tepat, seorang vegan hanya
membutuhkan suplementasi vitamin B12 . Namun, jika menu ditata sembarangan,
dia dapat kekurangan zat gizi yang esensial, seperti kalsium, seng, protein dan
riboflavin.
Vegetarian harus makan sesering mungkin untuk memenuhi kebutuhan
kalori agar berat badan bertambah dan sebagai konservasi protein. Jika berat
badan tidak bertambah, pekerjaan fisik harus dikurangi.
Fisiologi ASI
Kelenjar susu tersusun atas dua macam jaringan, yaitu jaringan kelenjar
(glandular tissue, atau parenkim), dan penopang (supporting tissue atau stroma).
Jaringan kelenjar berisi banyak sekali kantong alveolus yang di kelilingi oleh
jaringan epitel otot yang bersifat kontraktil. Bagian dalam alveolus dilapisi oleh
selapis epitel. Susu dibentuk pada epitel kelenjar ini. Persiapan untuk berproduksi
berlangsung selama kehamilan seingga kelenjar susu membesar sampai 2-3 kali
ukuran normal.
Air susu terbentuk melalui dua fase, yaitu fase sekresi dan pengaliran. Pada
bagian pertama, susu disekresikan oleh sel kelenjar ke dalam lumen alveoli. Pada
tikus, proses ini diawasi oleh hormon prolaktin dan ACTH. Kedua hormon ini
memengaruhi perkembangan kelenjar mammae. Pada fase kedua, air susu yang
dihasilkan oleh kelenjar dialirkan ke puting susu, setelah sebelumnya terkumpul
didalam sinus. Selama kehamilan berlangsung, laktogenesis kemungkinan besar
terkunci oleh pengaruh progesteron pada sel kelenjar. Seusai partus, kadar hormon
ini menyusut drastis, memberi kesempatan prolaktin untuk beraksi sehingga
mengimbas laktogenesis.
Laktasi diawasi oleh dua macam refleks, yaitu the milk production reflex
dan the let down reflex. Manakala bayi mengisap puting susu, serangkaian impuls
akan menuju medula spinalis, lalu ke otak, dan menyusup ke dalam kelenjar
hipofisis sehingga memicu sekresi oksitosin pada bagian posterior hipofisis.
Keberadaan oksitosin menyebabkan kontraksi sel-sel epitek otot polos yang
membungkus alveolus sehingga air susu yang terkandung di di dalamnya
tersembur ke duktus dan sinus.
Keuntungan Menyusui
Jika dibandingkan dengan susu formula, biaya yang dikeluarkan akibat
pemeberian ASI tetap lebih murah. Meskipun ibu menyusui membutuhkan zat
gizi ekstra. Bila anak disusui selama dua tahun, berarti ia telah menerima ASI
sekitar 375 liter yang setara dengan 437 liter susu sapi. Jika dihitung berdasarkan
rata-rata kebutuhan ASI sebesar 800cc/hari, bayi usia 6-7 bulan pertama telah
menghabiskan sekitar 150 liter susu yang setara dengan 22 kg susu bubuk
formula. Biaya ini belum memperhitungkan keperluan lain, seperti pembelian dot,
botol susu, alat pemasak, pendingin susu, bahan bakar; dan yang lebih penting
lagi biaya pengobatan pada bayi yang diberi susu formula membengkak 10 kali
lebih besar dibandingkan bayi yang diberi ASI. Penggunaan air yang tidak bersih
(sumber air minum yang aman baru dapat diakses oleh 63% penduduk; sementara
penduduk pedesaan hanya 53%), botol yang kotor, dan dot yang tidak licin
(ditumbuhi jamur dan menjadi sarang bakteri) merupakan kontributor tingginya
angka kesakitan pada bayi peminum susu botol.
Selain itu, tidak terbantahkan lagi bahwa memberikan ASI relatif tidak
merepotkan. Ibu tidak harus ke toko atau ke warung dahulu untuk membeli susu
formula karena ASI dapat diminum langsung. Sementara kehangatan-nya sama
dengan suhu tubuh dan steril. Sekalipun ibu harus mencangkul sawah sekedar
mengambil contoh ekstrem memberi ASI tetap lebih ringan. Di beberapa desa,
masih sering terlihat ibu yang menyusui bayi sembari mencangkul: bayi
digendong di sisi badan dan payudara agak “diarahkan” ke sisi itu. Sebaliknya,
jika susu botol yang diberikan ibu harus terlebih dahulu mencuci tangan,
menyiapkan botol, menuang air, mencampur susu. Belum lagi jika terpikir
“kerepotan” menjinjing peralatan susu bayi, disamping cangkul. Gambaran ini
sekaligus menepis alasan tentang sibuknya memberikan ASI.
Untuk menghasilkan 100 cc ASI diperlukan energi sebesar 80-90 kkal.
Simpanan lemak selama hamil dapat memasok energi sebanyak 100-200kkal per
hari. Berarti, untuk menghasilkan 850cc (rata-rata volume ASI di negara sedang
berkembang) diperlukan energi sekitar 750 kkal. Penambahan kalori selama
menyusui hanya 550 kkal/hari. Kekurangan 250 kkal, diambildari cadangan kalori
wanita (simpanan lemak selama hamil).
Seandainya tiap ibu menyusui anak selama paling sedikit 4 bulan saja. Dia
akan kehilangan 250 x 30 x 4 kkal = 45.000 kkal yang setara (9kkal terkandung
dalam 1 gr lemak) dengan 5 kg lemak. Ditambah dengan materi yang dikeluarkan
ketika melahirkan, berat wanita akan menyusut sebanyak 10,35 kg. Dengan
demikian, keteraturan memberi ASI akan membantu penurunan berat badan.
Perhitungan di atas didasarkan pada asumsi bahwa kegiatan fisik wanita tidak
berubah. Seandainya dia secara teratur juga melakukan senam selama 15 menit
(atau bahkan lebih) sehari, penyusutan kalori akan lebih besar lagi. Berat badan
sebagian ibu menyusui akan berkurang sekitar 0,5-1,0 kg/bulan. Kehilangan berat
yang diperkenankan tidak melebihi 2kg/bulan.
Perangsangan puting susu oleh isapan bayi akan menambah sekresi
oksitosin ke dalam darah yang pada gilirannya menyebabkan kontraksi uterus, dan
juga timbunan lemak, penyebab “gendut”, kembali ke ukuran sebelum hamil.
Dengan bantuan senam, proses pelangsingan dapat dipercepat. Penjelasan ini jika
digabung dengan keterangan sebelumnya dapat digunakan untuk membantah
anggapan sebagian ibu yang enggan menyusui: bahwa memberi ASI akan
merusak bentuk tubuh. Yang terjadi justru sebaliknya, mempercepat
pelangsingan.
Jika seorang ibu tidak berkenan menggunakan alat kontrasepsi artifisial,
pemberian ASI dapat menjadi alternatif kontrasepsi, namun dengan syarat bahwa
bayi diberi ASI. Pemberian ASI secara eksklusif akan merangsang sekresi hormon
prolaktin dan oksitosin. Hormon prolaktin berkemampuan menekan ovulasi
(menghambat kegiatan ovarium melalui penghambatan hormon luteinizing
sembari mengganggu sekresi GRH-gonadotropin-releasing hormone), dan
oksitosin berfungsi memicu dan memacu involusi uterus. Namun, ibu harus tetap
berhati-hati karena kontrasepsi dengan cara ini tidak 100% efektif. Jika ibu
memberikan ASI secara eksklusif, daya lindung hanya 98% dan ini efektif jika
haid tidak terjadi.