Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

GIZI IBU HAMIL DAN MENYUSUI

DISUSUN OLEH
1. ALLISA AGUSTANTIA (1072181004)
2. HANI SHEILLA SALSABILLAH (1072181016)
3. KARISSA GHEA PASYA (1072181018)

Prodi S1 Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kesehatan
Universitas MH Thamrin
Jl. Salemba tengah no. 5 Paseban, Senen, Jakarta Pusat 10440
Gizi Ibu Menyusui

Diagnosis Kehamilan
Kehamilan normal berlangsung selama 38 – 40 minggu. Jika dihitung
dengan ukuran hari. Kehamilan akan berakhir sesudah 266 hari, atau 38 minggu
pascaovulasi, atau kira – kira 40 minggu dari akhir hari pertama haid terakhir, atau
9,5 bulan dalam hitungan kalender.
Seorang wanita baru dapat dipastikan hamil jika pemeriksa telah melihat
tanda pasti hamil,yaitu: mendengar suara detak jantung janin, dapat melihat
(dengan ultrasonografi/USG), dan meraba bentuk janin. Namun, pemeriksaan
fisik harus pula memasukkan tanda anggapan dan kemungkinan hamil. Penentuan
kadar HCG (Human Chorionic Gonadotropin) di dalam urine merupakan
petunjuk adanya kehamilan. Uji terhadap urine cukup peka untuk menentukan
kadar HCG yang ditemukan 4 minggu sesudah HPHT (hari pertama haid
terakhir), atau sekitar 2 minggu setelah pembuahan.

Perubahan Fisik Selama Hamil


Kehamilan dapat memicu sekaligus memacu terjadinya perubahan tubuh,
baik secara anatomis, fisiologis, maupun biokimiawi. Perubahan ini dapat terjadi
secara sistemik atau sekadar lokal. Tujuannya jelas sudah, yaitu menyejahterakan
janin, meskipun – sayangnya – kerap mengabaikan kesehatan ibu.

Sistem Endokrin
Sebagai organ endokrin, plasenta menghasilkan berbagai hormon yang
sangat penting untuk menyinambungkan kehamilan. Hormon ini antara lain
adalah human chorionic gonadotropin (hCG), human placental lactogen (hPL),
estrogen dan progesteron, serta human chorionic thyrotropin. Human chorionic
gonadotropin, substansi yang telah lama digunakan untuk memantau kehamilan,
berfungsi mempertahankan korpus luteum. Human palcental lactogen bertugas
memengaruhi metabolisme zat gizi, sementara hCT bertanggung jawab atas
percepatan kegiatan kelenjar tiroid ibu hamil.
Peningkatan produksi estrogen berpengaruh pada pembesaran uterus, buah
dada, dan organ genital; retensi cairan yang menyebabkan pertambahan natrium;
perubahan deposisi lemak dan faktor pembekuan dalam darah; relaksasi
persendian; penurunan produksi HCl dan pepsin lambung; dan berpengaruh pada
fungsi tiroid serta mengganggu metabolisme asalm folat.
Progesteron memacu pertumbuhan endometrium, penumpukan lemak ibu,
peningkatan retensi natrium dan pelemasan jaringan otot polos (mengakibatkan
penurunan kelenturan rahim, gerak lambung, dan tonus otot). Kelenjar endokrin
juga menunjukkan perubahan. Kelenjar hipofisis dan tiroid membesar sedikit, laju
metabolisme basal meningkat (akibat peningkatan konsumsi oksigen serta luas
permukaan tubuh ibu dan bayi) sebanyak 25% (Jensen, Benson & Bobak, 1981).
Di samping itu, kelenjar paratiroid juga membesar. Itulah sebabnya kebutuhan
akan vitamin D dan kalsium ikut meningkat.

Saluran Pencernaan
Selama kehamilan berlangsung, terjadi perubahan mulai dari rongga mulut
hingga usus besar, termasuk organ penghasil enzim pencernaan, seperti hati dan
empedu. Pertambahan hormon estrogen memperbanyak sekresi air ludah dan
sifatnya menjadi lebih asam. Kondisi ini memudahkan terjadinya lubang gigi dan
sekaligus menjelaskan bahwa lubang gigi tidak disebabkan oleh kekurangan
kalsium karena kalsium gigi bersifat stabil. Jika asupan berkurang, bukan kalsium
gigi yang termobilisasi, melainkan kalsium tulang. Yang berlangsung disekitar
gigi hanyalah pembengkakkan sehingga gusi terkesan mudah berdarah.
Peningkatan kadar progesteron menurunkan motilitas saluran cerna karena
motilitas serta tonus otot polos berkurang. Waktu pengosongan lambung dan
transit makanan memanjang sehingga lebih banyak air yang terserap. Hal ini yang
mengakibatkan sembelit. Produksi asam lambung, terutama pada trimester I
sangat variatif, dapat menambah atau bahkan berkurang. Peningkatan hormon
gastrin yang dihasilkan oleh plasenta menyebabkan volume lambung meningkat,
sementara keasamannya berkurang. Refluks lambung sering kali terjadi (terutama
selama trimester III) akibat penurunan peristaltik esofagus, pemanjangan waktu
pengosongan lambung, dilatasi sfingter lambung, serta penekanan oleh uterus
yang terus membesar.
Metabolisme karbohidrat berubah sehingga glukosa untuk janin cukup
tersedia. Keadaan ini berpotensi menimbulkan diabetes kehamilan. Human
placental lactogen (HPL) menyebabkan terjadinya lipolisis dan meningkatkan
kadar asam lemak bebas di dalam plasma yang berdampak oada penyiapan
sumber energi pengganti untuk ibu. HPL menggangu kerja insulin sehingga
kebutuhan akan insulin bertambah. Perubahan ini dapat mengakibatkan diabetes
kehamilan pada ibu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan akan insulin
tersebut.
Metabolisme lemak juga meningkat. Penimbunan lemak ini diduga
berlatar belakang upaya proteksi, seandainya pada akhir kehamilan ibu menderita
kelaparan atau bekerja terlalu berat. Lemak dalam plasma meningkat pada paruh
terakhir kehamilan, menyebabkan nafsu makan menurun. Seandainya keadaan ini
berlangsung berkepanjangan, tubuh akan menggunakan cadangan lemak tersebut
sehingga akan terbentuk keton yang dapat menyusup ke dalam urine serta cairan
amnion.

Ginjal dan Saluran Kemih


Penjang dan berat ginjal selama hamil akan bertambah; panjang bertambah
antara 1 – 1,5 cm. Piala ginjal melebar sampai 60 cc (jika tidak hamil: 10cc).
Ureter di atas pintu atas panggul melebar, memanjang, dan berkelok. Statis
kemudian terjadi sehingga menyisakan banyak sekali urine di dalam saluran
pengumpul (dalam mencapai 200cc). Perubahan fungsi ginjal diduga akibat
peningkatan hormon ibu, hormon plasenta (adreno corticotropic hormone /
ACTH, antidiuretic hormone / ADH, aldosteron, kortisol, human chorionic
somato – mammotropin), hormon tiroid, serta faktor lain, seperti peningkatan
volume plasma.
Glomerular filtration rate (GFR) meningkat sampai 50%. Peningkatan ini
mulai terjadi di awal kehamilan dan akan tetap tinggi sampai kehamilan berakhir
(akan kembali normal sesudah 20 minggu pascapartum). Aliran plasma ginjal
meninggi sampai 25 – 50%. Kecepatan aliran kencing dan ekskresi natrium pada
akhir kehamilan dapat dipengaruhi oleh posisi tubuh: nilainya dua kali lebih tinggi
pada keadaan berbaring miring ketimbang tidur telentang. Namun demikian,
meski GFR meningkat, jumlah urine yang diekskresikan setiap hari tidak berubah.
Glukosuria selama hamil tidak berarti patologis, melainkan merupakan
dampak dari peningkatan GFR yang tidak dibarengi oleh peningkatan kemampuan
tubulus untuk menyerap glukosa yang tersaring. Jumlah glukosa yang
diekskresikan tidak sama dan (secara acak) tidak berkaitan dengan kadar glukosa
dalam darah. Namun demikian, kadar glukosa pada keadaan ini harus dipantau
dengan saksama karena boleh jadi merupakan tanda awal diabetes melitus.

Sistem Kardiovaskular
Pembesaran uterus menekan pembuluh darah yang melewati rongga
panggul dan paha. Jika wanita tidur telentang, uterus yang besar ini juga
menekan vena cava. Keadaan yang pertama menyebabkan aliran balik terganggu
sehingga darah mengumpul pada tungkai bawah. Kondisi yang kedua
menyusutkan aliran darah ke atrium kanan. Dampak kedua kondisi tersebut
adalah hipotensi. Hipotensi postural dicetuskan oleh terganggunya aliran darah
melalui rongga panggul, sementara supine hypotensive syndrome atau vena
caval syndrome dipicu oleh tekanan pada vena cana.
Volume darah mulai meningkat pada trimester I, yang kemudian
mengalami percepatan selama trimester II, dan untuk selanjutnya melambat pada
trimester III. Volume puncak dicapai pada pertengahan trimester III, yaitu
sekitar 30 – 50%. Besarnya peningkatan volume darah bervariasi menurut besar
tubuh, jumlah kehamilan, jumlah bayi yang pernah dilahirkan, serta pernah atau
tidaknya melahirkan bayi kembar. Volume darah wanita yang bertubuh kecil
hanya meningkat 20%, sementara mereka yang besar meningkat sampai 100%
(rata – rata: 45 – 50%). Kadar hemoglobin dan besi menurun, termasuk pula
persentase kejenuhan transferin serta feritin serum. Penurunan ini mencerminkan
keadaaan hemodilusi. Namun, tidak jarang pula, kadar transferin meninggi dari
300 µg /100cc (jika tidak hamil) menjadi 500 µg /100 cc pada trimester III.
Peningkatan ini dianggap sebagai langkah pemudahan transfer besi ke janin.

Kantong Empedu
Penurunan tonus dinding otot polos menyebabkan fungsi kantong empedu
berubah. Waktu pengosongan memendek dan sering tidak tuntas. Cairan empedu
mengental dan tidak jarang pula terjadi statis yang memudahkan terbentuknya
batu empedu. Komposisi kimiawi cairan empedu tidak berubah dan kegiatan
kolinesterase dalam plasma menurun selama kehamilan normal.

Hati
Fungsi hati berubah meskipun morfologinya tidak. Kegiatan alkalin
fosfatase dalam serum meningkat dua kali lipat, diduga akibat dari penambahan
isoenzim alkalin fosfatase plasenta. Kadar albumin dan globulin plasma menurun,
meski penurunan albumin lebih banyak. Dengan demikian, rasio albumin/globulin
juga menurun tajam. Namun, penurunan ini terbilang normal karena terjadi pada
keadaan hamil.

Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi ibu hamil meliputi evaluasi terhadap faktor risiko,
diet, pengukuran antropometrik dan biokimiawi. Penilaian tentang asupan pangan
dapat diperoleh melalui ingatan 24 jam (24 – hour recall) atau metode lainnya.
Faktor risiko diet dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu risiko selama hamil dan
risiko selama perawatan (antenatal). Risiko yang pertama ialah (a) usia dibawah
18 tahun, (b) keluarga prasejahtera, (c) food fadism, (d) perokok berat, (e)
pecandu obat dan alkohol, (f) berat <80% atau >120% berat baku, (g) terlalu
sering hamil :>8 kali dengan sela waktu <1 tahun, (h) riwayat obstetrik buruk:
pernah melahirkan anak mati, dan (i) tengah menjalani terapi gizi untuk penyakit
sistemik. Sementara itu, pertambahan berat tidak adekuat (<1 kg/bulan),
pertambahan berat berlebihan (>1 kg/minggu), dan Hb <11 gr (terendah 9,5gr)
dan Ht <33 (terendah 30) termasuk ke dalam risiko kedua. Risiko lain yang tidak
langsung berkaitan dengan gizi adalah (1) tinggi badan <150cm, (2) tungkai
terkena polio, (3) hemoglobin <8,5 mg%, (4) terkena darah >140/90 mm Hg,
edema, dan albuminuria >2+¿¿ , (5) presentasi bokong, (6) janin kembar, (7)
pendarahan vagina, dan (8) malaria endemik.

Faktor yang Memengaruhi Status Gizi


Berat badan bayi baru lahir ditentukan oleh (di samping faktor genetis)
status gizi janin. Status gizi janin ditentukan antara lain oleh status gizi ibu waktu
melahirkan dan keadaan ini dipengaruhi pula oleh status gizi ibu pada waktu
konsepsi. Status gizi ibu sewaktu konsepsi dipengaruhi oleh (1) keadaan sosial
dan ekonomi ibu sebelum hamil, (2) keadaan kesehatan dan gizi ibu, (3) jarak
kelahiran jika yang dikandung bukan anak pertama, (4) paritas, dan (5) usia
kehamilan pertama. Status gizi ibu pada waktu melahirkan ditentukan berdasarkan
keadaan kesehatan dan status gizi waktu konsepsi, juga berdasarkan (a) keadaan
sosial dan ekonomi waktu hamil, (b) derajat pekerjaan fisik, (c) asupan pangan,
dan (d) pernah tidaknya terjangkit penyakit infeksi.
Usia diperlukan untuk menentukan besaran kalori serta zat gizi yang akan
diberikan. Status ekonomi, terlebih jika yang bersangkutan hidup dibawah garis
kemiskinan (keluarga prasejahtera), berguna untuk pemastian apakah ibu
berkemampuan membeli dan memilih makanan yang bernilai gizi tinggi. Manfaat
riwayat obstetri ialah membantu menentukan besaran kebutuhan akan zat gizi
karena terlalu sering hamil dapat menguras zat gizi tubuh.
Riwayat kesehatan dan penggunaan obat membantu dokter dalam
penyiapan gizi khusus. Wanita berpenyakit kronis memerlukan bukan hanya zat
gizi untuk mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk kehamilan yang sedng ia
jalani. Di samping itu, obat tertentu – termasuk alkohol yang biasa diresepkan
untuk meredakan penyakit kronis ini – tidak sedikit yang
Status sosek ibu Status gizi dan Jarak kelahiran Paritas Usia hamil
Sebelum hamil kesehatan ibu pertama

Status gizi ibu ketika


konsepsi

Status sosek ibu Pekerjaan fisik Makanan Penyakit infeksi


ketika hamil

Status Status gizi ketika


Kesehatan melahirkan

Status gizi janin

GEN Berat lahir

Diagram 1.1: Faktor yang terkait dengan status gizi wanita hamil dan hasil
konsepsi
“berinteraksi” dengan zat gizi. Kecukupan zat gizi selama hamil baru dapat
dipantau melalui parameter keadaan kesehatan ibu dan berat lahir janin. Meskipun
baku penilaian status gizi wanita yang tidak hamil tidak dapat diaplikasikan pada
ibu hamil, perubahan fisiologis selama hamil dapat digunakan sebagai petunjuk.
Berat badan rendah sebelum konsepsi, serta pertambahan berat yang tidak adekuat
merupakan penilaian langsung yang dapat digunakan untuk memperkirakan laju
pertumbuhan janin. Berat lahir berkorelasi positif dengan pertambahan berat total
selama hamil.

Pemeriksaan antropometris yang biasa dilakukan ialah penimbangan berat,


pengukuran tinggi, penentuan berat ideal, dan pola pertambahan berat. Berat pada
kunjungan pertama ditimbang, sementara berat sebelumnya jangan terlewat untuk
ditanyakan. Berat sebelum hamil berguna untuk penentuan prognosis serta
keputusan perlu tidaknya dilakukan terapi gizi secara intensif. Status gizi buruk
ditandai oleh berat sebelum hamil 10% di bawah atau 20% diatas berat ideal.
Berat kini diperlukan untuk menentukan pola pertambahan berat.

Pola Pertambahan Berat Badan

Sebelum dekade tujuh puluhan, banyak paramedis (termasuk dokter) yang


menganut konsep semikelaparan, yaitu pembatasan pertambahan berat badan akan
membantu mencegah terjadinya toksemia. Mereka menganjurkan agar
penambahan berat hingga kehamilan berakhir tidak lebih dari 8,2 kg. National
Academy of Scienses (1970) menganjurkan pertambahan berat sekitar 9 – 11,3 kg.
Pada tahun 1983 usulan ini diubah menjadi 10 – 12,2kg, dan tahun 1990, bersama
dengan Institute of Medicine angka tersebut diperbaiki menjadi 11,3 – 15,9 kg
(bagi wanita yang berat terhadap tinggi badannya normal).

Rata – rata pertambahan berat wanita Amerika pada tahun 1980 sebesar 13
kg, yang kemudian bergerak naik sampai 14,4 kg pada tahun 1988. Memang,
berapa besar sebenarnya jumlah yang pasti masih kontroversial. Namun demikian,
American College of Obstetrics and Gynaecology menganjurkan pertambahan
sebesar 10 – 12,3 kg sampai akhir kehamilan. Sayangnya, sumber di atas tidak
menggariskan perbedaan antara wanita yang berberat normal, berlebih, atau
kurang. Pertambahan berat mereka yang berberat rendah (BMI <19,8) diharapkan
sebesar 12,7 – 21,8 kg, dan yang obese (BMI 26,1 – 29,0) berkisar antara 6,8 –
11,3 kg. Batas terbawah (6,8 kg) dianjurkan untuk wanita yang sangat obese (BMI
>29,0).
Laju pertambahan berat selama hamil merupakan petunjuk yang sama
pentingnya dengan pertambahan berat itu sendiri. Karena itu, sebaiknya kita
menentukan patokan besaran pertambahan berat sampai kehamilan berakhir
sekaligus memantau prosesnya, dan kemudian mencatatnya
Tabel 1.1 Pertambahan Berat Badan Berdasarkan BMI Sebelum Hamil
Nilai BMI Berat Badan
Rendah (<19,8) 12,5 – 18,0 (kg)
Normal (19,8 – 26,0) 11,5 – 16,0 (kg)
Tinggi (26,1 – 29,0) 7,0 – 11,5 (kg)
Obes (>29,0) 7,0 (kg)
Kembar dua* 16,0 – 20,0 (kg)
Kembar tiga* 23,0 (kg)
*Tanpa memandang nilai BMI
(Dikutip dari: Brown, JE, Carlson, M. Nutrition and
multifetal pregnancy, J Am Diet Assoc, 2000; 100: 343-348)

dalam “KMS Ibu Hamil”. Selama trimester I, kisaran pertambahan berat


sebaiknya 1 – 2 kg (350 – 400 gr/minggu); sementara trimester II & III sekitar
0,34 – 0,50 kg tiap minggu. Pertambahan yang berlebihan setelah minggu ke – 20
menyiratkan terjadinya retensi air dan juga berkaitan dengan janin besar dan risiko
penyulit Disproporsi Kepala – Panggul (DKP). Retensi berlebihan juga
merupakan tanda awal preeklampsia. Sebaliknya, pertambahan berat <1 kg selama
trimester II, apalagi trimester III, jelas tidak cukup dan dapat memperbesar risiko
kelahiran berat badan rendah, pemuduran pertumbuhan dalam rahim, serta
kematian perinatal.
Namun demikian, masih ada pengecualian dalam penggunaan patokan
umum di atas karena pada hakekatnya tujuan pertambahan berat kumulatif itu
didasarkan pada berat dan tinggi badan sebelum hamil. Meskipun begitu,
pertambahan berat kumulatif wanita pendek (150 cm) cukup ditata sampai sekitar
8,8 – 13,6 kg. Mereka yang hamil kembar dibatasi sekitar 15,4 – 20,4 kg. Mereka
dengan berat berlebih, pertambahan berat diperlambat sampai 0,3 kg/minggu
(lihat Tabel 1.1 Pertambahan berat badan berdasarkan BMI sebelum hamil).
Meskipun laju pertambahan berat ibu pada trimester II dan III pada
dasarnya sama, penimbunan porsi ibu dan pertambahan jaringan janin tidak
berlangsung serentak. Pertambahan komponen dalam tubuh ibu
Tabel 1.2 Organ Tubuh Janin yang Peka Berdasarkan Usia Kehamilan
Tertentu
Organ Sangat peka Kurang peka
CNS 2 – 5 minggu 5 – 38 minggu
Jantung 3 – 6 minggu 6 – 12 minggu
Mata 4 – 8 minggu 8 – 38 minggu
Telinga 6 – 12 minggu 12 – 20 minggu
Tungkai atas 4 – 8 minggu 8 – 12 minggu
Tungkai bawah 4 – 8 minggu 8 – 12 minggu
Palatum 7 – 12 minggu 12 – 16 minggu
Gigi 7 – 12 minggu 12 – 20 minggu
Genit Eksterna 7 – 12 minggu 16 – 38 minggu
(Dikutip dari: “Maximazing human potential through the life cycle”, oleh LP
Galagher et al, Appleton and Lange 1987)

terjadi sepanjang trimester II, sementara pertumbuhan janin dan plasenta serta
penambahan jumlah cairan amnion berlangsung sangat cepat selama trimester III.
Laju pertumbuhan janin pernah diteliti oleh Wiliam (1967) berdasarkan
pengamatannya pada kasus aborsi terinduksi. Menurut penelitian ini, berat janin
bertambah sebesar 5 gr sehari pada minggu ke- 14 – 15 dan menjadi 10 gr pada
minggu ke-20. Kecepatan tumbuh sebesar 30 – 35 gr sehari berlangsung pada
minggu ke-32 – 34, dan berubah menjadi 230 gr seminggu pada minggu ke- 33 –
36 . Memasuki minggu ke- 41 – 42, pertambahan berat tidak terjadi lagi.
Tambahan berat total selama 40 minggu kehamilan sebanyak 12,5 kg menyiratkan
porsi komponen ibu telah menyentuh angka 7kg. Selebihnya adalah komponen
berat janin.
Status gizi ibu, baik sebelum maupun ketika sedang hamil, merupakan
faktor – disamping faktor lain seperti multiparitas, jarak kehamilan dan keadaan
kesehatan – yang sangat berpengaruh terhadap hasil konsepsi. Jika status gizi ibu
baik dan status kesehatannya selama hamil tidak buruk (tidak menderita
hipertensi, misalnya), serta tidak berkebiasaan buruk (perokok atau pecandu
alkohol), status gizi bayi yang kelak dilahirkannya juga baik; begitu pula
sebaliknya.
Wanita yang menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu
pertama kehamilan cenderung melahirkan bayi yang menderita kerusakan otak
dan sumsum tulang karena sistem saraf pusat sangat peka pada 2 – 5 minggu
pertama. Ibu penderita malnutrisi sepanjang minggu terakhir kehamilan akan
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (<2500gr) karena jaringan lemak
banyak ditimbun selama trimester III.
Sebelum tahun tujuh puluhan, konsep pemberian makanan di setiap daerah
sangat berbeda (Siefert, 1968). Wanita pada satu tempat dianjurkan menyantap
makanan yang kaya akan zat gizi, sementara di tempat lain ibu hamil tidak
diperkenankan memakan susu dan daging. Di Cina, misalnya, ibu hamil dilarang
menyantap kura – kura karena bayi yang terlahir kelak dikhawatirkan akan
mempunyai leher sependek kura – kura.

Kebutuhan Gizi Selama Hamil


Tujuan penataan gizi pada ibu hamil adalah menyiapkan: (1) cukup kalori,
protein yang benilai biologik tinggi, vitamin, mineral, dan cairan untuk memenuhi
kebutuhan zaat gizi ibu, janin, serta plasenta; (2) makanan padat kalori dapat
membentuk lebih banyak jaringan tubuh bukan lemak: (3) cukup kalori dan zat
gizi untuk memenuhi pertambahan berat baku selama hamil: (4) perencanaan
perawatan gizi yang memungkinkan ibu hamil untuk memperoleh dan
mempertahankan status gizi optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan
aman dan berhasil, melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik,
dan memperoleh cukup energi untuk menyusui serta merawat bayi kelak: (5)
perawatan gizi yang dapat mengurangi atau menghilangkan reaksi yang tidak
diinginkan, seperti mual dan muntah: (6) perawatan gizi yang dapat membantu
pengobatan penyulit yang terjadi selama kehamilan (diabtes kehamilan): dan (7)
mendorong ibu hamil sepanjang waktu untuk mengembangkan kebiasaan makan
yang baik yang dapat diajarkan kepadda anaknya selama hidup.
Perencanaan gizi untuk ibu hamil sebaiknya mengacu pada RDA.
Dibandingkan ibu yang tidak hamil, kebutuhan ibu hamil akan protein meningkat
sampai 68%, asam folat 100%, kalsium 50% dan zat besi 200-300%.
Bahan pangan yang digunakan harus meliputi enam kelompok, yaitu (1)
makanan yang mengandunng protein (hewani dann nabati), (2) susu dann
olahannya, (3) roti dann bebijian, (4) buah dan sayur yang akan kaya vitamin C.
(5) sayuran berwarna hijau tua, (6) buah dan sayur lain. Jika bahan keenam
makanan ini digunakan, seluruh zat gizi yang dibutuhkan oleh ibu hamil akan
terpenuhi, kecuali zat besi dan asam folat. Itulah sebabnya mengapa suplementasi
kedua zat ini tetap diperlukan meskipun status zat gizi ibu yang hamil itu terposisi
pada “jalur hijau” KMS ibu hamil.
Tabel 1.3 kebutuhan Zat Gizi Ibu Hamil yang Dihitung Berdasarkan
Presentase Peningkatan Asupan Gizi di atas Kebutuhan Wanita yang Tidak
Hamil.
Zat Gizi % Zat Gizi %
Kalori 14% Folate 122%
Protein 68% Vitamin B12 10%
Vitamin D 100% Kalsium 50%
Vitamin E 25% Fosfor 50%
Vitamin K 8% Magnesium 14%
Vitamin C 17% Besi 100%
Thiamin 36% Seng 25%
Riboflavin 23% Yodium 17%
Niacin 13% Selenium 18%
Vitamin B6 27%

Dahulu, jika berat badan ibu hamil tidak sesuai dengan usia kehamilannya
(sangat obese), mereka dianjurkan untuk mengurangi asupan energi dan NaCl
(NaCl dianggap menahan air sehingga mengakibatkan eklampsia). Prinsip ini
sekarang tidak dianut lagi karena konsep semikelaparan dapet menimbulkan
ketosis; dan pembatasan asupan kalori akan berdampak pada berkurangnyan
asupan zat lain. Kelebihan berat memang harus dikurangi, tetapi tidak dengan
pembatasan diet, melainkan dengan melakukan olahraga sedang.

Energi
Besaran energi yang terasup merupakan faktor gizi paling penting jika
dikaitkan dengan berat badan lahir bayi. Banyaknya energi yang harus disiapkan
hingga kehamilan berakhir sekitar (dibulatkan) 80.000 kkal (National Academy of
Sciences, 1980), atau kira- kira 300 kkal tiap hari di atas kebutuhan wanita tidak
hamil. Nilai ini dihitung berdasarkan kesetaraan dengan protein dan lemak yang
tertimbun untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu.
Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5,180 kkal dan
lemak 36.337 kkal. Agar energi ini dapat ditabung, masih dibutuhkan “suntikan”
energi sebanyak 26.244 kkal yan digunakan untuk mengubah energi yang terikat
dalan makanan menjadi energi yang dapat dimetabolisir. Dengan demikian,
jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan ialah 74.537 kkal. NAS
menggenapkannya menjadi 80.000 kkal. Sementara Durin dkk, membulatkan ke
bawah menjadi 70.000 kkal. Dia bahkan menganjurkan kisaran 69.000 - 70.000
kkal.
Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini
kemudian dibagi dengan angka 250 yaitu perkiraan lamanya kehamilan jika
dihitung dengan hari. Hasilnya ialah 300kkal. Jika mengacu pada hitungan
Durmin (1992) dkk, jumlahnya adalah 100-150 kkal sehari. Perbedaan angka ini
berakar pada kesalahan dalam menafsir cadangan lemak ibu, perubahan derajat
kegiatan fisik dan efisiensi energi selama hamil, atau keduanya, disamping lama
berlangsungnya kehamilan itu.
Kebutuhan akan energi pada trismester I sedikit sekali meningkat. Setelah
itu, sepanjang trimester II, dan III, kebutuhan akan terus meningkat besar sampai
pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk
pemekarann jaringa ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus
dan payudara, serta pertumbuhan lemak. Sepanjang trimester II, energi tambahan
dipergunakan untuk pertumbuha janin dan plasenta.
Karena banyaknya perbedaaan kebutuhan energi selama hamil, WHO
menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 kkal sehari pada trimester I, dan 350
kkal selama trimester II dan III. Di Kanasa, pertambahan untuk trimester I sebesar
100 kkal, dan trimester II dan III sebesar 300 kkal. Sementara Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi V 1993 mematok angka 285 kkal perhari. Angka ini
tentu saja tidak termasuk pernambahan akibat perubahan temperatur ruangan,
kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini bagi mereka yang tidak mengubah
kegiatan fisik semasa mengandung.

Protein
Sama seperti energi, kebutuhan wanita akan protein membubung sampai 68%.
Jumlah protein yang harus tersedai sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak
925 gr yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta bayi. Jika PER dianggap
70%, rata – rata pertambahan protein ialah 8,5gr/hari. Jika koefesien variabilitas
sebesar 15%, tambahan ini meningkat menjadi 10 gr sehari. National Academy of
Sciences mematok angka sekitar 30 gr.
Bagi wanita normal, pada trimester pertama, angka ini terlalu tinggi. Di
kanada, tambahan yang dianjurkan ialah 5 gr pada trimester I; 15gr pada trimester
II; dan 24gr selama trimester II. Sementara Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
V 1993 menganjurkan penambahan 12gr/hari. Dengan demikian, dalam satu hari
asupan protein dapat mencapai 75-100gr (sekitar 12% dari jumlah kalori), atau
sekitar 1,3 gr/kg/hari (gravida mature), 1,5 gr/kg/hari (usia 15-18tahun), dan
1,7gr/kg/hari (dibawah 15 tahun).
Bahan pangan yang dijadikan sumber sebaiknya (2/3 bagian) merupakan
bahan pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan,
telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (bernilai
biologinya rendah) cukup ¼ bagian.

Zat Besi
Anemia gizi karena kekurangn zat besi masih lazim terjadi di negara
sedang berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Sementara itu, kebutuhan ibu
hamil akan Fe meningkat (untuk pembentukan plasenta dan sel darah
merah)sebesar 200-300%. Perkiraan besaran zat besi yang perlu ditimbun selama
hamil ialah 1.040 mg. Dari jumlah ini, 200 mg Fe tertahan oleh tubuh ketika
melahirkan dan 840 mg sisanya hilang. Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin,
dengan rincian 50-75 mg utuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah
jumlah sel darah merah, dan 200 mg lenyap ketika melahirkan. Jumlah sebanyak
ini tidak mungkin tercukupi hanya melalui diet. Karena itu, suplementasi zat besi
perlu sekali diberlakukan, bahkan kepada wanita yang berstatus gizi baik.
Penambahan asupan besi, baik lewat makanan dan/atau pemberian
suplemen, terbukti mampu mencegah penurunan Hb akibat hemodilusi. Tanpa
sumpelementasi (Comittee on Maternal Nutrition menganjurkan sumpelementasi
besi selama trimestre II dan III), cadangan besi dalam tubuh ibu akan habis pada
akhir kehamilan (Taylon dkk, 1982). Untuk menjaga agar stok ini tidak terkuras
dan mencegah kekurangan, setiap ibu hamil dianjurkan untuk menelan besi
sebanyak 30 mg tiap hari. Takaran ini tidak akan hanya terpenuhi melalui
makanan. Oleh karena itu, suplemen sebesar 30-6-mg, dimulai pada minggu ke-12
kehamilan yang diteruskann sampai 3 bulan pascapartum, perlu diberikan setiap
hari.
Ferrous sulfate 300mg yang banyal mengandung 60mg elemen besi
(keterserapan 10%) diberikan sebanyak 3 kali sehari. Jika preparat ini tidak dapt
ditoleransi, segeraa ganti dengan preparat ferrous fumarate atau gluconate.
Pengobatan harus ditetukan selama 3 bulan setelah nilai hemoglobin kembali
normal, yang bertujuan untuk memperbarui simpanan besi. Respons terhadap
pengobatan terpantau melalui perbaikan nilai hemoglobin yang meningkat paling
sedikit 0,3gr/dl/minggu. Pengobatan secara paternal hanya diindikasikan jika
preparat oral tidak dapar ditoleransi.
Penyerapan besi dipengaruhi oleh banyak faktor. Protein hewani dan
vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium, magnesium, dan
fitat dapat meningkatkan Fe sehingga mengurangi jumlah serapan. Oleh karena
itu, tablet fe sebaiknya ditelan bersamaan dengan makanan yang dapat
memperbanyak jumlah serapan, sementara makanan yang mengikat Fe sebaiknya
dihindari, atau tidak dimakan dalam waktu bersamaan.
Pemberian suplementasi preparat Fe, pada sebagian wanita,
menyebabkann sembelit. Penyulit ini dapat diredakan dengan car memperbanyak
minum, menambah konsumsi makanan yang kaya akan serat seperti roti, serealia,
dan agar-agar.
Jika telah diputuskan untuk memberikan suplementasi, sebelum kertas
resep ditulis, penting sekali dipastikan apakah ibu hamil yang bersangkutan telah
mengerti (1) tujuan pemberian suplementasi tersebut, (2) bahwa pemberian
suplementasi saja, tanpa disertai zat gizi yang lain, tiadk menjamin asupan zat gizi
lain pasti addekuat, dan (3) bahaya jika zat suplementasi digunakan secara
berlebihan, terutama bila vitamin A dan D (pada percobaan dengan hewan,
pemberian vitamin A dan D dosis tinggi mengakibatkan malformasi).
Hati – hati, jangan terlalu bersemangat memberikan Fe. Kasus kelebihan
dosis memang belum terddengar di Indonesia. Namun di Amerika Serikat,
dilaporkan terjadi 2000 kasus intoksikasi besi setiap tahun. Keracunan besi mudah
dan lazim terjadi pda pecandu alkohol menahun yang mengkonsumsi anggur
murahan karena mengadung banyak sekali besi. Di samping itu, penting pula
diingat, tambah besi sebaiknya diperoleh dari makanan, karena tablet besi
terbukti dapat menurunkan kadar seng dalam serum.

Asam Folat
Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang kebutuhannya selama
hamil berlipat dua. Sekitar 24-60% wanita, baik di negara yang berkembang
maupun yang maju, mengalami kekurangan asam folat karena kandungan asam
folat di dalam makanan mereka sehari-hari tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan ibu hamil. Kekurangan asam folat secara marjinal mengakibatkan
peningkatan kepekaan, lelah berat, dan gangguan tidur. Dua kondisi pertama
menyebabkan kaki kejang. Kekejangan ini biasanya timbul pada malam hari
sehingga lama-kelamaan mengganggu tidur penderita, yang dikenal sebagai
restless leg syndrome. Jika kekurangan asam folat bertambah parah, akan trejadi
anemia yang ditandai dengan penampakan kelelahan dan depresi.
Kekurangan asam folat yang parah mengakibatkan anemia megaloblastik
atau megalositik karena asam folat berperan dalam metabolisme normal makanan
menjadi energi, pematangan sel darah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel, dan
pembentukan heme. Gejala anemia jenis ini ialah diare, depresi, lelah berat,
ngantuk berat, pucat dan perlambatan frekuensi nadi.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio
plasenta, dan nneural tibe defect. Pemberian suplementasi terbukti mampu
menghapus kelainan ini. Penelitian di Universtas California (Gladys B)
membuktikan bahwa asupan asam folat sebanyak 0,4mg sehari dapat menurunkan
resiko terjadinya spina bifida dan anensefali, meskipun kemudian dibantah oleh
Czeizel dari National Institute of Hygiene, Budapest. Berdasarkan penelitiannya
pada 5.000 orang wanita di Budapes, RDA USA sebesar 0,4-0,8 mg tidak efektif
dalam menurunkan cacat lahir. Perbedaan pendapat itu kemudian ditengahioleh
CDC (1991), yaitu dengan menganjurkan bahwa wwanita yang pernah melahirkan
bayi penderita neural tube defect mengonsumsi asam folat sebanyak 4mg sehari
pada kehamilan selanjutnya. Sementara itu, Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi V (1993) menganjurkan dosis sebesar 5µg/kg/hari (200µg) tanpa memebatasi
pernah tidaknya melahirkan bayi cacat.
Preparat suplementasi sebaiknya diberikan sekitar 28 hari setelah ovulasi
atau pada 28 hari pertama kehamilan karena otak dan sumsum tulang belakang
dibentuk pada mingu pertama kehamilan. Dengan demikian, pemberian
suplementaasi harus dilaksanakan sebelum konsepsi terjaddi. Besarnya
suplementasi adalah 280, 660, dan 470µg per hari, masing – masing pada
trimester I, II, dan III.
Strategi pencegahan kekurangan asam folat mencakup peningkatan
kesadaran akan petingnya konsumsi makanan yang kaya akan asam folat, atau
suplemen folat sebanyak 400µg setiap hari, atau keduanya. Food and Drug
Administration (FDA) merekomendasikan perkayaan produk serealia. Namun
cara ini berdampak negatif terhadap kelompok bukan target, yaitu mereka yang
bukan berusia subur dan berkemungkinan hamil. Asupan lebih dari 1mg/hari
dapat menutupi kemungkinan kekurangann B12.
Jenis makanan yang banyak mengandung asam folat antara lain ragi
(100µg/100gr), hati (250 µg/100gr), brokoli, sayur berdaun hijau: bayam,
asparagus, dan kacang-kacangan, misalnya kacang kering, kacang kedelai, (100
µg/100gr). Sumber lain ialah ikan, daging, jeruk, dan telur. Jeruk ukuran sedang
atau secangkir air jeruk mengandung 70 µg; setengah cangkir brokoli
mengandung 50 µg; telur 25 µg; dan setengah cangkir kacang tanah mengandung
70 µg asam folat.
Karena tidak stabil dalam pemanasan, dan mudah rusak jika dimasak,
sayuran sebaiknya dimakan mentah setelah dicuci dengan air mengalir untuk
melenyapkan sisa pestisida dan/atau telur cacing. Di samping itu, harus
diperhatikan pula pengganggu penyerapann lain, seperti alkohol, kontrsepsi oral,
barbiturat, aspirin, dan obat antikejang.

Kobalamin (Vitamin B12)


Anemia pernisiosa yang disertai dengan rasa letih yang parah merupakan
akibat dari defisiensi B12. Vitamin ini sangat penting dalam pembentukan RBC
(sel darah merah). Anemia pernisiosa biasanya tidak disebabkan oleh kekurangan
B12 dalam makanan, melainkan oleh ketiadaan faktor intrinsik, yaitu sekresi
gaster, yang diperlukakn penyerapan B12. Gejala anemia ini meliputi rasa letih
dan lemah yang hebat, diare, depresi, mengantuk, mudah tersinggung serta pucat.
Di antara golongan vitamin B kompleks, vitamin B12 memang unik karena
sangat jarang didapati dari tanaman, tetapi banyak di dalam daging atau produk
olahan dari binatang. Bersama asam folat, vitamin ini menyintesis DNA dan
memudahkan pertumbuhan sel.
Vitamin B12 penting sekali bagi pertumbuhkembangan normal RBC, dan
keberfungsian sel – sel sumsum tulang, sistem persarafan, dan saluran cerna.
Tubuh dapat menyimpann B12 di hati dalam jumlah yang adekuat untuk
persediaan selama 5 tahun. Itulah sebabnya mengapa defisiensi berat jarang
terjadi.
Pangan sumber vitamin B12 ialah hati, telur, ikan (terutama tuna), kerang,
daging, unggas, susu, dan keju. Asupan yang dianjurkan sekitatr 3µg sehari.
Sebutir telur mengandung 1µg, secangkir susu menyimpan 1µg; 85 gr daging babi
mengandung 2µg asam folat.
Selain reaksi alergi, pengaruh toksik akibat pemberian vitamin ini dalam
dosis mega belum pernah dilaporkan. Penyuntukan vitamin B12 sebanyak 10.000
kali dosis anjuran tidak menimbulkan pengaruh yang tidak diinginkan. Di
samping faktor intrinsik, faktor lain yang mengganggu penyerapan B12 ialah
alkohol, pil KB, dan senyawa tertentu dalam rokok.

Vitamin D
Kekurangan vitamin D selama hamil dapat menimbulakn gangguan metabolisme
kalsium pada ibu dan janin. Gangguan ini berupa hipokalasemia dan tetani pada
bayi baru lahir, hipoplasia enamel gigi bayi, dan osteomalasia pada ibu. Insidensi
dapat di tekan dengan pemberian 10µg (400 IU) perhari. Kekurangan vitamin D
kerap menjangkiti ibu hamil yang bermukin di daerah yang hanya sedikit
bersentuhan dengan sinarmatahari sehingga sintesis vitamin D di kulit tidak
terjadi.
Sumber vitamin D yang penting di Amerika ialah susu yang elah
diperkaya dengan vitamin D. Perhatian khusus perlu diberikan pada mereka yang
tidak minum susu, misal kelompok vegetarian. Kepada mereka, perlu diberikan
suplementasi kalsium sebanyak 5 – 10 µg per hari.

Yodium
Kekurangan yodium selama hamil mengakinbatkan janin menderita
hipotiroidisme, yang selanjutnya menjadi kretinisme karena peran hormon tiroid
dalam perkembangan dan pematangan otak menemmpati posisi strategis.
Kerusakan saraf akobat hipotiroidisme yang terjadi pada akhir kehamilan tidak
separah jika hal ini terjadi di awal kehamilan. Oleh karena itu, koreksi terhadap
kekurangan yodium sebaiknya dilakukan sebelum atau selama 3 bulan pertama
kehamilan.
Anjuran asupan per hari untuk ibu hamil dan menyusui adalah sebesar
200µg (Food and Nutrition Board of the National Academy of Sciences in the
United State), dalam bentuk pemberian garam beryodium, pemberian
suplementasi pada hewan ternak, pemberian minyak beryodium per oral atau
injeksi.
Di antara cara – cara ini, pemberian garam beryodium memang lebih
mudah; namun masih ada masalah dalam hal pendistribusian dan/atau pertahanan
mutu yodium yang terkandung. Selepas dari pabrik, terutama selama
penyimpanan digudang dan warung, garam beryodium akan terpajan panas hingga
yodium cepat menjadi rusak.

Kalsium
Metabolsime kalsiumm selama hamil berubah mencolok, meskipun
mekanisme keterjadiannya belum sepenuhnya terpahami. Kadar kalsium dalam
darah ibu hamil susut sampai 5% ketimbang wanita ynag tidak hamil. Secara
kumulatif, janin menimbun kalsium sebanyak 30gr, dengan kecepata 7, 110,, dan
350mg masing-masing pada trimester I, II, dan III. Asupan anjuran ialaha sekitar
1200mg/hari bagi ibu hamil berumur diatas 25tahun, dan cukup 800 mg untuk
mereka yang berusia lebih muda.
Kontroversi pengaruh kalsium terhadap besi jika dikonsumsi bersamaan
belum juga usai. Sebagian ahli (JD. Cook et al., 1991 dan AM. Minihane et al.,
1998) membuktikan pengaruh itu; pemberian kalsium sebanyak 40-300mg, bailk
dlaam bentuk makanan maupun suplemen, mampu mengurangi serapan besi
secara bermakna hingga sebesar 50%. Sementara peneliti lain (LJ. Sokoll et al.,
1992) tidak berhasil membuktikan pengaruh negatif kalsium terhadap
keterserapan besi. Atas dasar ini, amat dianjurkan menyantap suplementasi
kalsium diantara dua waktu makan; serta tidak mengkonsumsi pangan berkadar
kalsium tinggi dan besi tinggi secara bersamaan.
Asupan yang dianjurkan kira-kira 1.200mg/hari bagi ibu hamil yang
berusia diatas 25 tahun, dan cukup 800mg untuk mereka yang berusia lebih muda.
Sumber utama kalsium adalah susu dan hasil olahannya seperti susu utuh (whole
milk), susu skim, yoghurt, keju; udang, sarang burung, sarden dalam kaleng; serta
beberapa bahan makanan nabati seperti; sayuran warna hujau tua dan lain-lain,
namum bayam dan kentang jangan dijadikan sumber kalsium karena
keterkandungan oksalat atau fitat ynang berkemampuan menghambat penyerapan
mineral ini.

Ketidaknyamanan Selama Hamil


Sederet gangguan tidak jarang menyergap ibu hamil, mulai dari ngidam
dan pegal linu hingga mual-muntah. Ngidam adalah keinginan yang berlebihan
terhadap jenis makanan tertentu (bahkan ada yang ngidam bukan makanan,
misalkan menggigit telingan orang, atau memperoleh makanan tertentu dengan
cara mencuri). Banyak orang yakin bahwa hal ini muncul akibat desakan janin.
Kondisi ini tidak jarang menyebabkan orang mengkonsumsi makanan dalam
jumlah berlebihan sehingga menyebabkan pertambahan berat terlalu banyak.
Pegalinu, biasa terjadi pada malam hari, diakibatkan oleh pertumbuhan
janin sekaligus perubahan hormonal. Perut yang terdorong ke depan,
memindahkan titik gravitasi. Keadaan ini juga mungkin terjadi karena kadar
kalsium serum rendah sementara fosfat tinggi sehingga sistem neuromuskular
mudah terangsang. Gangguan bisa diredakan dengan jalan banyak beristirahat,
memakai sepatu bertumit rendah, dan menjaga postur tubuh dengan baik.
Asupan yang perlu dibatasi ialah pangan yang kaya akan fosfat namun
rendah kalsium; seperti soda, daging, dan makanan awetan, tetapi bukan susu.
Asupan susu, meskipun banyak mengandung fosfat, jangan dikurangi karena susu
juga mengandung banyak kalsium. Agar fosfat bisa tereleminasi, kepada si ibu
boleh diberikan suplementasi aluminiun hidroksida. Kalsium laktat atau karbonat
yang berfungsi mengikat fosfat.
Nyeri Ulu Hati
Nyeri ulu hati berkaitan dengan perubahan hormonal dan pertumbuhan
janin. Ketidakseimbangan hormon mengurangi motilitas lambung dan kontraksi
singter. Di samping itu, terjadi penekanan lambung oleh janin. Ketiga kondisi ini
mempermudah regurgitasi cairan lambung ke esofagus gaster. Rasa nyeri biasanya
timbul sesudah makan, terutama pada trimester terakhir.
Cara mengatasi nyeri ulu hati ialah dengan : (a) makan sedikit tetapi
sering; membiasakan menyantap makanan 5 kali sehari, bukan 3 kali. (b) jangan
langsung minum antasid karena dapat mengganggu keseimbangann asam basa,
menurunkan keterserapan vitamin B kompleks dan fosfat; namun cobalah makan
biskuit antara 2 waktu makan. (c) hindari makanan yang membuat nyeri, seperti
makanan goreng, berlemak dan berbumbu, serta kopi. (d) jangan merokok dan
mengonsumsi minuman beralkohol. (e) minumlah yogurt dan “buttermilk” bukan
“ whole milk”. (f) sesudah makan jangan langsung berbaring karena itu, waktu
makan sebaiknya diatur 2 – 3 jam sebelum tidur. (g) jangan mengenakan pakaian
sempit.

Pica
Pica merupakan perilaku yang tidak lazim, yaitu mengonsumsi bahan
bukan makanan, seperti kain, debu, atau arang. Dampaknya adalah asupan bahan
yang betul – betul makanan berkurang dan terjadi sumbatan usus. Pica merupakan
perilaku kultural yang dianut oleh beberapa wanita meskipun mereka tahu, atau
telah dinasihati oleh dokter dan paramedis bahwa perilaku ini tidak benar (Snow
& Johnson, 1988). Perilaku ini diperkirakan untuk mengurangi ketegangan dan
nyeri karena lapar, perangsangan nafsu makan, dan kepercayaan tentang kelahiran
(bayi mudah lahir, warna kulit bayi kelak lebih putih, dan mencegah terjadinya
tanda lahir). Sebaiknya dilakukan identifikasi masalah kultural yang dapat
mengganggu pola penggunaan makanan yang bergizi. Setelah itu, pendekatan
secara edukatif dilakukan.
Cara mengatasi pica ialah (a) membujuk ibu untuk mengonsumsi makanan
yang padat gizi karena “makanan” yang bukan makanan tidak akan menimbulkan
nafsu makan, melainkan sebaliknya, menghilangkan nafsu makan. (b)
memberikan suplementasi zat besi. (c) merancang dan melaksanakan pendidikan
gizi yang berisi materi tentang pengaruh yang tidak diinginkan yang mungkin
terjadi akibat perilaku tersebut, seperti anemia ibu dan bayi, malabsorpsi zat gizi
essensial. (d) meningkatkan asupan cairan dan makanan yang kaya akan serat,
karena dapat mendorong defekasi. (e) memantau kemungkinan terjadi muntaber
karena peluang terjadinya infestasi parasit dan keracunan pada kondisi ini lebih
tinggi. Jika ini benar terjadi, asupan cairan harus lebih diperbanyak.

Gangguan Gerak Saluran Cerna Selama Hamil


Kehamilan memang hanya berpengaruh sedikit terhadap fungsi sekresi dan
absorpsi saluran cerna, namun dampaknya terhadap motilitas cukup besar.
Penggelembungan uterus yang ditingkah oleh perubahan hormonal, baik hormon
yang dihasilkan oleh plasenta maupun si wanita, ialah inti permasalahan.
Pertumbuhan janin dalam uterus memang menekan saluran cerna yang melingkar
di sekitarnya, sehingga menyulitkan perlintasan makanan namun, peningkatan
hormon wanita dalam sirkulasi dituding punya peran lebih. Kelainan saluran cerna
yang kerap menggejala mulai dari refluks gastroesofagus hingga konstipasi.

Refluks Gastroesofagus
Keterjadian refluks gastroesofagus (GER) boleh jadi berlatar mekanis
maupun intrinsik. Keduanya melemahkan tonus sfingter esophagus bawah. Tonus
sfingter melemah pada awal kehamilan, untuk kemudian segera kembali normal
setelah janin lahir. Tingkat keterjadian GER sebesar 30-50%.
Gambaran umum GER berupa panas ulu hati (heartburn) dan regurgitasi.
Diagnosis biasanya bisa langsung ditegakkan dengan anamnesis lengkap.
Pemeriksaan dengan menggunakan barium sebaiknya tidak dilakukan karena
bahaya radiasi terhadap janin. Jika memang dibutuhkan pemeriksaan penunjang
endoskopi boleh diterapkan.
Pengobatan. Inti pengobatan GER ialah perubahan gaya hidup karena obat
berkemungkinan besar teratogenik. Penderita diajar untuk tidak mengubah posisi
secara mendadak yang mungkin berakibat buruk terhadap GER; di samping itu,
makan sedikit-sedikit, yakni lebih baik6 kali ketimbang 3 kali sehari.
Pendekatan nonfarmakologi ialah (a) Makanlah sedikit-sedikit, etapi
sering: membiasakan santap 5 kali sehari (diluar camilan), bukan 3 kali. (b)
Jangan langsung minum antasid karena dapat mengganggu keseimbangan asam-
basa, menurunkan keterserapan vitamini B kompleks, dan fosfat; namun cobalah
makan biskuit (cracker) antara 2 waktu makan. (c) Hindari makanan yang
membuat nyeri, seperti makanan goreng, berlemak, berbumbu, serta kopi. (d)
Jangan merokok dan menenggak minuman beralkohol. (e) Minumlah yogurt dan
buttermilk, bukan whole milk. (f) Sesudah makan jangan langsung berbaring,
karena itu, waktu makan sebaiknya diatur 2-3 jam sebelum tidur. (g) Jangan
mengenakan pakaian sempit.
Jika pendekatan ini tidak membuahkan hasil, pilihan selanjutnya ialah
obat-obat non-sistemik. Penggunaan antasid pada hewan terbukti tidak
berpengaruh teratogenik, kecuali mengganggu penyerapan besi, dan atas dasar
preparat antacid boleh digunakan untuk ibu hamil. Selain itu, antagonis reseptor
H2 (ranitidine, cimetidine) dan proton pump inhibitor juga boleh disertakan dalam
pengobatan karena tidak ada bukti keterkaitanya dengan malformasi kongenital (P
Mazzotta et al, 2000 dan A Rulgomez et al, 1999).

Mual dan Muntah


Belum diketahui dengan pasti apa yang menyebabkan mual dan muntah
selama kehamilan. Secara teoretis, diduga kesengsaraan ini dilatar belakangi oelh
peninggian kadar hormon hCG, progesteron, dan estradiol yang diperberat oleh
ketergangguan psikis; meskipun hasil kajian tentang keterlibatan faktor-faktor itu
kerap bertentangan satu sama lain. Peninggian hCG diyakini tertali dengan mual-
muntah (GM. Masson et al, 1985), namun terbantah oleh penelitian RH. Depue
dkk (1987): tidak ada hubungan yang khas antara kadar Hcg dan insidensi serta
keparahan mual dan muntah. Sementara, peningkatan kadar progesteron
berpengaruh mengurangi kontraktilitas otot polos.
Mual akan teratasi bila upaya berikut dilaksanakan: (a) Sebelum
tidur,pastikan kamar tidur selalu mendapat udara segar. Bau pakaian kotor dan
bau alat rumah tangga lain di dalam kamar tidur sering menimbulkan rasa enek.
(b) Sebelum bangkit dari tempat tidur, makanlah sedikit roti bakar atau biskuit
(boleh diolesi selai, tetapi jangan menggunakan margarine atau mentega). (c)
Ketika bangun, bangkitlah secara perlahan: 5-6 menit (jangan bangkit mendadak).
(d) Untuk meredakan rasa enek pada siang hari, makanlah sedikit-sedikit, bukan
tiga kali sehari dalam jumlah besar. Air jeruk, pop corn, dan minuman yang
mengandung karbonat cukup bermanfaat bila diminum pada waktu merasa enek.
Jangan minum atau makan sup pada waktu makan (lebih dianjurkan makanan
kering). Bila terasa haus, cobalah mengulum potongan es. Minum air sesering
mungkin di antara dua waktu makan bukan pada saat makan. (e) Makanan yang
perlu dihindari adalah lemak dan makanan yang berminyak cenderung
menimbulkan rasa enek. Oleh karena itu, disarankan tidak mengkonsumsi
makanan yang digoreng. Mentega, margarin, minyak, daging babi asin, saus
selada, kue kering, kulit kue tart dan kuah daging hanya boleh dimakan sedikit.
Bawang merah dan putih, merica, cabe, serta bumbu sebaiknya dihindari.
Makanan yang dapat menimbulkan gas (ketimun, brocolli, kol, bawang, lobak
cina, dan kacang kering) juga tidak boleh disantap. (f) Biasakan kebersihan mulut
untuk mencegah pendarahan gusi dan perlubangan gigi, terutama bila muntah
berkepanjangan.

Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum (HG), perlanjutan dari nausea dan vomitus
kehamilan yang berubah menjadi parah, diartikan sebagai muntah persisten
selama kehamilan yang berlangsung begitu parah sehingga menyebabkan
penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis yang dilatari kelaparan, alkalosis akibat
kehilangan HCI melalui muntah, serta hipokalemia (FG Cunningham, 1997).
Berat badan susut >5% dari berat sebelum hamil (R Gadsby, 1993) dengan
penyertaan gangguan keseimbangan elektrolit serta ketosis. Penyimpangan ini
menimpa setidaknya 56% ibu hamil yang terlapor mengalami muntah (TL Abell,
1992), yang biasanya reda sendiri (self-limited) menjelang bulan ketiga
kehamilan, meskipun sebagian (3,5%) terus berlanjut menjadi HG (AJ Singer et
al, 1991; M. Mogadam, 1992; dan M Hallak et al, 1996).
Kelainan ini lebih sering menghampiri wanita obes berbobot setidaknya
85kg, bukan perokok, hamil kembar, berpenyakit trofoblastik, dan berusia kurang
dari 20 tahun (TL Abell, 1992). Hiperemesis paling sering muncul pada
kehamilan pertama dan cenderung berulang pada kehamilan berikutnya.

Perut Kembung dan Sembelit


Perut kembung dan sembelit berkemungkinan sekali lagi berlatar
hormonal menyebabkan gangguan gerak usus halus dan besar. Waktu lintas
(transit time) usus halus memanjang, baik selama kehamilan trimester II maupu
III (M Lawson et al, dan RC Grill, 1985); begitu pula dengan waktu lintas kolon.
Namun, pemanjangan waktu lintas ini bukan sematta disebabkan oleh pengaruh
progesterontetapi juga disokong oleh surutnya kadar motilin plasma (hormon
perangsang saluran cerna, yang biasanya kembali ke nilai normal sekitar 1 minggu
usai melahirkan). Progesteron dituding sebagai penghambat pelepasan motilin
(ND Christofides et al, 1982).

Sembelit bertalian dengan setidaknya 7 macam kondisi didalam tubuh,


yaitu: (1) Rahim yang membesar menekan kolon dan rektum sehingga
mengganggu eksresi; (2) Peningkatan kadar progesteron merelaksasikan otot
saluran cerna, serta menurunkan motilitas; (3) Asupan cairan tidak adekuat; (4)
Diet serat tidak cukup; (5) Suplementasi zat besi; dan (6) Kebiasaan defekasi yang
buruk; di samping (7) Jarang berolahraga dan sering melewatkan satu waktu
makan (terutama sarapan).

Kehamilan Resiko Tinggi

Kehamilan resiko tinggi ialah kehamilan yang disertai oleh


penyakit/kondisi seperti diabetes, penyakit jantung, anemia, usia remaja,
vegetarian. Tulisan ini hanya akan membahas kehamilan dengan anemia, usia
remaja, dan vegetarian. Kehamilan dengan hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit jantung hanya disinggung sedikit. Kehamilan remaja dibahas dalam Bab
5.

Kehamilan dengan Anemia


Dampak kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat diamati dari besarnya
angka kesakitan dan kematian maternal, peningkatan angka kesakitan, dan
kematian janin, serta peningkatan resiko terjadinya berat badan lahir rendah.
Penyebab utama kematian maternal antara lain adalah pendarahan pascapartum
(disamping eklampsia dan penyakit infeksi) dan plasenta previa yang kesemuanya
berpangkal pada anemia defisiensi. Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan
yang menigkat, ditunjukan untuk memasok kebutuhan janin dalam bertumbuh
(pertumbuhan janin memerlukan banyak sekali zat besi), pertumbuhan plasenta,
dan peningkatan volume darah ibu; jumlah yang diperlukan sekitar 1000 mg
selama hamil.
Kebutuhan akan zat besi selama trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg
sehari, yang kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III hingga 6,3 mg
sehari. Sebagian peningkatan ini dapat terpenuhi dari cadangan besi dan dari
peningkatan adaptif dalam jumlah persentase besi yang terserap melalui saluran
cerna. Namun, jika cadangan ini sangat sedikit (atau ekstremnya tidak ada sama
sekali) sementara kandungan dan serapan zat besi dalam dan dari makanan
sedikit, pemberian suplementasi pada masa ini menjadi sangat penting. Tablet zat
besi yang banyak tersedia, mudah didapat, murah, serta khasiatnya paling efektif
ialah ferro sulfat, ferro glukonat, dan ferro fumarat.
Ibu hamil biasanya tidak hanya diberi preparat zat besi, tetapi juga (karena
anemia pada kehamilan selain disebabkan oleh defisiensi zat besi, juga oleh
kekurangan asam folat) preparat asam folat. Dosis pemberian asam folat sebesar
500mg dan zat besi sebanyak 120mg. Respons positif terhadap pengobatan dapat
dilihat dari peningkatan kadar hemoglobin sebesar 0,1gr/dl sehari mulai dari hari
kelima dan seterusnya. Dengan demikian, pemberian sebanyak 30 gr zat besi tiga
kali sehari akan meningkatkan kadar hemoglobin paling sedikit sebesar 0,3
gr/dl/minggu, atau 10 hari.

Kehamilan Vegetarian
Manusia pada umumnya tergolong omnivora, pemakan semua jenis
pangan. Vegetarian ialah kelompok eksklusif yang tidak mau menyantap daging
hewan. Kelompok ini terbagi berdasarkan jenis pangan yang diinginkan atau
ditolak menjadi vegetarian setengah hati (semivegetarian) dan vegetarian total.
Vegetarian paruhan ini menolak hanya sebagian hewan, misalnya tidak mau
makan daging merag saja. Pollovegetarian hanya menyantap unggas dan
tetumbuhan, sementara pescovegetarian makan ikan dan tetumbuhan. Lacto-
ovovegetarian hanya menyukai telur. Lactovegetarian hanya memakan hasil
olahan susu (es krim dan keju). Yang paling ekstrem tentu saja vegetarian total
(vegan vegetarian) yang mengharamkan semua makanan selain tetumbuhan.
Karakteristik para vegetarian ini ialah (1) Berat badan ideal terhadap usia dan
tinggi badan biasanya rendah, (2) Cenderung menderita berbagai defisiensi zat
gizi, seperti vitamin B12 (mengakibatkan anemia defisiensi), riboflavin, vitamin
D dan kalsium, serta protein.
Perencanaan gizi bergantung pada jenis makanan yang dihindari serta
kesanggupan orang untuk memperoleh dan menyiapkan makanan yang satu sama
lain dapat saling melengkapi. Bebijian, misalnya, sebaiknya disantap bersama
dengan kacang. Jika makanan diracik dengan tepat, seorang vegan hanya
membutuhkan suplementasi vitamin B12 . Namun, jika menu ditata sembarangan,
dia dapat kekurangan zat gizi yang esensial, seperti kalsium, seng, protein dan
riboflavin.
Vegetarian harus makan sesering mungkin untuk memenuhi kebutuhan
kalori agar berat badan bertambah dan sebagai konservasi protein. Jika berat
badan tidak bertambah, pekerjaan fisik harus dikurangi.

Kehamilan dengan Hipertensi


Kehamilan dengan hipertensi ialah keadaan hipertensi yang diimbas oleh
kehamilan. Istilah ini diadopsi oleh “The American College of Obstetrician and
Gynecologist” untuk mengganti istilah preeklampsia dan eklampsia. Sindrom ini
terdiri atas trias, yaitu: hipertensi, proteinuria, dan edema. Hipertensi jenis ini
lazim menjangkiti primigravida (kehamilan minggu XX) yang berusia antara 20-
35 tahun, berasal dari lapisan sosial ekonomi tingkat bawah, dan menderita
malnutrisi.
Seorang ibu hamil boleh dicurigai menderita hipertensi kehamilan jika
yang bersangkutan sering mengeluh pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan,
nyeri perut bagian atas (ulu hati), nafsu makan lenyap, rasa mual, dan muntah.
Tanda yang mudah diperiksa ialah pertambahan berat badan secara progresif
(lebih dari 3 kg tiap minggu).
Penyebab yang pasti untuk hipertensi jenis ini belum diketahui.
Kekurangan kalsium dan zat gizi lain serta faktor predisposisi genetis dan
immunologis diduga melatar belakangi keadaan ini. Peningkatan zat gizi apa yang
meyebabkan belum diketahui. Kepada pasien biasanya dianjurkan untuk
menjalankan diet seimbang dengan makanan Tinggi Protein Tinggi Kalori
(TKTP) sebesar 75-80 gr protein sehari, disertai kalsium yang tinggi pula.
Makanan yang dipilih sebaiknya berasal dari bahan yang bernilai biologi tinggi
(misalnya daging, telur, ikan, unggas, susu, dan hasil olahannya yang
mengandung kalsium); dan sekali-kali jangan mengonsumsi “junk food” .
Jika terjadi edema paru, asupan Na dan air harus dibatasi, namun tidak
boleh kurang dari 2 mg/hari.

Gizi Ibu Menyusui

Fisiologi ASI
Kelenjar susu tersusun atas dua macam jaringan, yaitu jaringan kelenjar
(glandular tissue, atau parenkim), dan penopang (supporting tissue atau stroma).
Jaringan kelenjar berisi banyak sekali kantong alveolus yang di kelilingi oleh
jaringan epitel otot yang bersifat kontraktil. Bagian dalam alveolus dilapisi oleh
selapis epitel. Susu dibentuk pada epitel kelenjar ini. Persiapan untuk berproduksi
berlangsung selama kehamilan seingga kelenjar susu membesar sampai 2-3 kali
ukuran normal.
Air susu terbentuk melalui dua fase, yaitu fase sekresi dan pengaliran. Pada
bagian pertama, susu disekresikan oleh sel kelenjar ke dalam lumen alveoli. Pada
tikus, proses ini diawasi oleh hormon prolaktin dan ACTH. Kedua hormon ini
memengaruhi perkembangan kelenjar mammae. Pada fase kedua, air susu yang
dihasilkan oleh kelenjar dialirkan ke puting susu, setelah sebelumnya terkumpul
didalam sinus. Selama kehamilan berlangsung, laktogenesis kemungkinan besar
terkunci oleh pengaruh progesteron pada sel kelenjar. Seusai partus, kadar hormon
ini menyusut drastis, memberi kesempatan prolaktin untuk beraksi sehingga
mengimbas laktogenesis.
Laktasi diawasi oleh dua macam refleks, yaitu the milk production reflex
dan the let down reflex. Manakala bayi mengisap puting susu, serangkaian impuls
akan menuju medula spinalis, lalu ke otak, dan menyusup ke dalam kelenjar
hipofisis sehingga memicu sekresi oksitosin pada bagian posterior hipofisis.
Keberadaan oksitosin menyebabkan kontraksi sel-sel epitek otot polos yang
membungkus alveolus sehingga air susu yang terkandung di di dalamnya
tersembur ke duktus dan sinus.

Keuntungan Menyusui
Jika dibandingkan dengan susu formula, biaya yang dikeluarkan akibat
pemeberian ASI tetap lebih murah. Meskipun ibu menyusui membutuhkan zat
gizi ekstra. Bila anak disusui selama dua tahun, berarti ia telah menerima ASI
sekitar 375 liter yang setara dengan 437 liter susu sapi. Jika dihitung berdasarkan
rata-rata kebutuhan ASI sebesar 800cc/hari, bayi usia 6-7 bulan pertama telah
menghabiskan sekitar 150 liter susu yang setara dengan 22 kg susu bubuk
formula. Biaya ini belum memperhitungkan keperluan lain, seperti pembelian dot,
botol susu, alat pemasak, pendingin susu, bahan bakar; dan yang lebih penting
lagi biaya pengobatan pada bayi yang diberi susu formula membengkak 10 kali
lebih besar dibandingkan bayi yang diberi ASI. Penggunaan air yang tidak bersih
(sumber air minum yang aman baru dapat diakses oleh 63% penduduk; sementara
penduduk pedesaan hanya 53%), botol yang kotor, dan dot yang tidak licin
(ditumbuhi jamur dan menjadi sarang bakteri) merupakan kontributor tingginya
angka kesakitan pada bayi peminum susu botol.
Selain itu, tidak terbantahkan lagi bahwa memberikan ASI relatif tidak
merepotkan. Ibu tidak harus ke toko atau ke warung dahulu untuk membeli susu
formula karena ASI dapat diminum langsung. Sementara kehangatan-nya sama
dengan suhu tubuh dan steril. Sekalipun ibu harus mencangkul sawah sekedar
mengambil contoh ekstrem memberi ASI tetap lebih ringan. Di beberapa desa,
masih sering terlihat ibu yang menyusui bayi sembari mencangkul: bayi
digendong di sisi badan dan payudara agak “diarahkan” ke sisi itu. Sebaliknya,
jika susu botol yang diberikan ibu harus terlebih dahulu mencuci tangan,
menyiapkan botol, menuang air, mencampur susu. Belum lagi jika terpikir
“kerepotan” menjinjing peralatan susu bayi, disamping cangkul. Gambaran ini
sekaligus menepis alasan tentang sibuknya memberikan ASI.
Untuk menghasilkan 100 cc ASI diperlukan energi sebesar 80-90 kkal.
Simpanan lemak selama hamil dapat memasok energi sebanyak 100-200kkal per
hari. Berarti, untuk menghasilkan 850cc (rata-rata volume ASI di negara sedang
berkembang) diperlukan energi sekitar 750 kkal. Penambahan kalori selama
menyusui hanya 550 kkal/hari. Kekurangan 250 kkal, diambildari cadangan kalori
wanita (simpanan lemak selama hamil).
Seandainya tiap ibu menyusui anak selama paling sedikit 4 bulan saja. Dia
akan kehilangan 250 x 30 x 4 kkal = 45.000 kkal yang setara (9kkal terkandung
dalam 1 gr lemak) dengan 5 kg lemak. Ditambah dengan materi yang dikeluarkan
ketika melahirkan, berat wanita akan menyusut sebanyak 10,35 kg. Dengan
demikian, keteraturan memberi ASI akan membantu penurunan berat badan.
Perhitungan di atas didasarkan pada asumsi bahwa kegiatan fisik wanita tidak
berubah. Seandainya dia secara teratur juga melakukan senam selama 15 menit
(atau bahkan lebih) sehari, penyusutan kalori akan lebih besar lagi. Berat badan
sebagian ibu menyusui akan berkurang sekitar 0,5-1,0 kg/bulan. Kehilangan berat
yang diperkenankan tidak melebihi 2kg/bulan.
Perangsangan puting susu oleh isapan bayi akan menambah sekresi
oksitosin ke dalam darah yang pada gilirannya menyebabkan kontraksi uterus, dan
juga timbunan lemak, penyebab “gendut”, kembali ke ukuran sebelum hamil.
Dengan bantuan senam, proses pelangsingan dapat dipercepat. Penjelasan ini jika
digabung dengan keterangan sebelumnya dapat digunakan untuk membantah
anggapan sebagian ibu yang enggan menyusui: bahwa memberi ASI akan
merusak bentuk tubuh. Yang terjadi justru sebaliknya, mempercepat
pelangsingan.
Jika seorang ibu tidak berkenan menggunakan alat kontrasepsi artifisial,
pemberian ASI dapat menjadi alternatif kontrasepsi, namun dengan syarat bahwa
bayi diberi ASI. Pemberian ASI secara eksklusif akan merangsang sekresi hormon
prolaktin dan oksitosin. Hormon prolaktin berkemampuan menekan ovulasi
(menghambat kegiatan ovarium melalui penghambatan hormon luteinizing
sembari mengganggu sekresi GRH-gonadotropin-releasing hormone), dan
oksitosin berfungsi memicu dan memacu involusi uterus. Namun, ibu harus tetap
berhati-hati karena kontrasepsi dengan cara ini tidak 100% efektif. Jika ibu
memberikan ASI secara eksklusif, daya lindung hanya 98% dan ini efektif jika
haid tidak terjadi.

Faktor yang Mempengaruhi Laktasi


Gangguan proses pemberian ASI pada prinsipya berakar pada kurangnya
pengetahuan, rasa percaya diri, serta kurangnya dukungan dari keluarga dan
lingkungan (lihat faktor yang menghambat dan memperlancar laktasi). Pemberian
ASI itu sendiri, sesungguhnya, merupakan prooses alamiah, tetapi bukan berarti,
“kun-faya-kun”, jadi seketika. Menyusui memerlukan persiapan, dan persiapan itu
harus sudah dimulai selagi hamil. Ketidaktahuan akan manfaat ASI,
kemudharatan yang mungkin timbul akibat “susu botol”, dan “isu negatif” yang
ditiupkan oleh teman sebaya dan produsen susu formula, terwujud sebagai
keengganan menyusui anaknya. Pengaruh ini akan semakin besar jika ibu masih
remaja dan kelahiran anak tidak diinginkan
Masa persiapan menyusui sudah harus dimulai ketika hamil. Kepada calon
ibu perlu diajarkan cara memberikan air susu pertama, upaya yang perlu
dilakukan untuk memperbanyak ASI, serta cara perawatan payudara selama
menyusui. Puting susu harus diperiksa terutama selama satu atau dua bulan
sebelum melahirkan. Jika puting mengalami inversi, kondisi yang dapat
menyusahkan bayi untuk menyusui dan dapat memfrustasikan ibu, diupayakan
agar kembali menonjol. Di damping itu, kebersihan dan kelembapan payudara
harus dijaga agar tidak terjangkit infeksi.
Air susu sebaiknya diberikan segera setelah bayi lahir. Air susu pertama,
yang bertahan sekitar 4-5 hari, masih berupa kolostrum. Banyaknya kolostrum
yang disekresikan setiap hari berkisar antara 10-100 cc, dengan rata-rata 30 cc.
Air susu sebenarnya baru keluar setelah hari kelima. Ibu harus menjulurkan
payudaranya ke mulut bayi hingga seluruh puting dan areola “tergenggam” oleh
mulut bayi. Tugas mengalirkan susu jangan dibebankan pada satu payudara saja.
Perlakuan berat sebelah ini jika memang terjadi, akan menurunkan fungsi
payudara sebagai proodusen ASI. Oleh karena itu, kedua payudara sebaiknya
digilir masing-masing sekitar 7-10 menit. Setelah selesai menyusui, payudara
dibersihkan dengan air bersih dan dibiarkan kering dalam udara selama 15 menit.
Jumlah produksi ASI bergantung pada besarnya cadangan lemak yang
tertimbun selama hamil dan, dalam batas tertentu, diet selama menyusui. Rata-rata
volume ASI ibu berstatus gizi baik sekitar 700-800 cc, sementara mereka yang
berstatus gizi kurang hanya berkisar 500-600 cc, (Jelliffe & Jelliffe, 1966). Jumlah
ASI yang disekresikan pada 6 bulan pertama sebesar 750 cc sehari. Sekresi pada
hari pertama hanya terkumpul sebanyak 50 cc yang kemudian meningkat menjadi
500, 650 dan 750 cc masing-masing pada hari V, bulan I dan III. Volume ASI
pada 6 bulan berikutnya menyusut menjadi 600 cc. Namun demikian, status gizi
tidak berpengaruh besar terhadap mutu (kecuali volume) ASI, meskipun kadar
vitamin dan mineralnya sedikit lebih rendah (Hambraeua & Sjolin, 1970).
Pendapat inidapat digunakan sebagai penjelasan kepada ibu yang enggan
menyusui bayi dengan alasan status gizi mereka kurang baik.

Anda mungkin juga menyukai