Pendahuluan
Iskemia tungkai akut adalah suatu keadaan terjadinya penurunan mendadak perfusi ketungkai
yang mengancam viabitas tungkai tersebut. Iskemia tungkai akut terjadi dalam dua minggu
sesudah onset sampai timbul gejala. Gejala dan keluhan berkembang dalam hitungan
beberapa jam sampai beberapa hari dan bervariasi mulai dari klaudikasio intermitten sampai
nyeri dikaki atau tungkai pada saat pasien istirahat. Beratnya keluhan dan gejala tergantung
kepada beratnya hipoperfusi jaringan. Gambaran klinik iskemia tungkai akut ini dikenal
sebagai 6 P yaitu: paresthesia, pain, pallor, pulselessness, poikilothermia dan paralysis.
Beratnya gejala dan keluhan tergantung kepada beberapa hal yaitu luasnya sumbatan,
lamanya sumbatan, kecukupan sistem kolateral , penyakit yang mendasarinya dan penyakit
penyerta.Onset yang cepat timbul akibat penurunan mendadak suplay darah dan nutrisi yang
dibutuhkan untuk metabolisme di tungkai yang didarahinya. Berbeda dengan iskemia tungkai
kronik dimana penurunan perfusi yang terjadi perlahan dikompensasi oleh pembentukan dan
pelebaran sistem kolateral untuk mengembalikan perfusi ditungkai tersebut. Pada iskemia
tungkai akut, pembentukan kolateral baru tidak dapat mengimbangi perfusi yang menurun.
Pada kondisi akut ini diperlukan revaskularisasi cepat untuk menjaga viabilitas tungkai.
Patofisiologi
Penyebab dari iskemia tungkai akut ini biasanya adalah emboli atau insitu trombosis yang
sebagian besar berasal dari jantung dan menetap dilokasi percabangan pembuluh darah
seperti di daerah iliaka, ujung arteri femoralis komunis dan ujung dari arteri politea. Selain itu
emboli juga bisa lepas dari pembuluh darah yang mengalami plak aterosklerosis.
Emboli bisa juga diakibatkan oleh gangguan hemostasis pada penderita yang darahnya
mudah mengalami pembekuan seperti pada penderita sindroma anti fosfolipid
Emboli akut bisa dibedakan dengan dengan peristiwa trombosis melalui
1. Peristiwanya mendadak sehingga penderita bisa menetapkan waktu mulainya sakit
2. Kadang kadang penderita sudah mempunyai riwayat mengalami emboli sebelumya
3. Penderita gangguan katup atau gangguan irama jantung
4. Tidak ada riwayat klaudikasio sebelumnya
5. Pulsasi pada tungkai yang tidak terkena normal
Thrombosis bisa juga terjadi pada pintasan pembuluh darah pada penderita yang sudah
menjalani operasi sebelumnya.
Iskemia tungkai akut mesti dibedakan dengan iskemia tungkai kritis yang disebabkan oleh
gangguan kronis pada pembuluh darah dengan onset yang melebihi dua minggu seperti pada
penderita aterosklerosis berat, tromboangiitis obliteran, vaskulitis lain dan penyakit jaringan
ikat lainnya.
Evaluasi
Diperlukan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mendeteksi tanda tanda iskemia seperti
penurunan suhu, pucat, bercak bercak merah pada tungkai .
Pemeriksaan vaskular mencakup pemeriksaan pulsasi dari arteri femoralis, poplitea, dorsalis
pedis, dan arteri tibialis posterior di tungkai dan arteri brachialis, arteri radialis serta arteri
ulnaris di tangan. Lokasi sumbatan dapat diperkirakan melalui pemeriksaan fisik seperti pada
penderita dengan pulsasi pada politea masih bagus tetapi pemeriksaan pulsasi di daerah
tibialis posterior dan dorsalis pedis menghilang maka lokasi sumbatan diperkirakan didaerah
percabangan distal dari arteri poplitea.
Pemeriksaan pembuluh darah dengan menggunakan peralatan doppler sangat berguna
sekaligus untuk pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI) penderita, ABI pada tungkai yang
terkena akan mengalami penurunan bahkan tidak bisa diukur sama sekali. ABI diantara 0.4
sampai 0.8 menunjukkan bahwa penderita mengalami gangguan serius pada pembuluh darah
ditungkai tersebut.
Pemeriksaan yang sangat akurat adalah dengan menggunakan pemeriksaan angiografi,
dengan angiografi dapat ditentukan lokasi dari segmen yang mengalami sumbatan.
Pemeriksaan angiografi juga dilakukan setelah tindakan untuk mengevaluasi pengobatan
penderita
Pemeriksaan yang bersifat non invasif dan sangat berperan dalam menegakkan diagnosa
adalah pemeriksaan ultrasonografi, ditangan orang yang trampil akurasi diagnosa sangat
tinggi. Pemeriksaan lain yang juga sangat berguna adalah pemeriksaan Computed
Tomographic Angiographyc (CTA)dan Magnetic Resonance Angiographic
(MRA).Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah kemampuannya untuk memperlihatkan
gambaran anatomi dari tempat yang mengalami sumbatan.
Beratnya iskemia tungkai akut dikelompokkan berdasarkan presentasi klinis dan prognosa
sesuai Standar Society for Vascular Surgery
Revaskularisasi bedah
Pendekatan pembedahan dengan menggunakan balon kateter, pintasan dan terapi tambahan
seperti endarterektomi, patching angioplasty dan intraoperative trombolisis ataupun
kombinasinya. Sumbatan oleh karena trombosis biasanya terjadi pada penderita dengan
gangguan kronik pada pembuluh darah. Terapi terbaik pada penderita dengan emboli adalah
tromboembolektomi dengan menggunakan kateter dan sesudah tindakan dilakukan
angiografi untuk mengkonfirmasi hasil tindakan. Pada penderita dengan trombosis yang
diakibatkan kelainan kronik pada pembuluh darah angka amputasi biasanya tinggi akibat
kegagalan revaskularisasi, ini karena segmen yang mengalami trombosis sudah mengalami
aterosklerosis berat demikian juga segmen disekitarnya.
Medikamentosa
Begitu diagnosa ditegakkan pengobatan awalnya adalah dengan pemberian unfractionated
heparin, diberikan dalam bentuk bolus dan pemeliharaan . Pengobatan selalu bersifat multi
modalitas, pengobatan medikamentosa selalu dilakukan biasanya berupa thrombolitik seperti
Tissue Plasminogen activator. Streptokinase , urokinase dan lain lain. Pada penderita Iskemia
tungkai akut pada saat penderita datang biasanya langsung dilakukan pemberian heparinisasi.
Ada dua tujuan yang ingin dicapai dengan pemberian heparin yaitu
Untuk mencapai efek yang diinginkan dilakukan kontrol dengan pemeriksaan activated
partial thromboplastine time (APTT) dengan target sekitar 2 kali kontrol.
Revaskularisasi yang dilakukan pada penderita iskemia tungkai akut bisa berbahaya bagi
penderita . penurunan perfusi pada tungkai mengakibatkan pelepasan zat zat toksik radikal
bebas dari daerah yang mengalami iskemia dan memasuki sirkulasi sistemik. Ini akan
mengakibatkan gangguan fungsi pada organ seperti ginjal, paru , jantung dan otak. Hal ini
dikenal sebagai cedera reperfusi dan bisa mengakibatkan kematian penderita yang telah
menjalani revaskularisasi.
Pertimbangan untuk revaskularisasi ada pada dokter karena sering pertimbangan pasien
dalam hal ini tidak realistis terutama jika tindakan revaskularisasi dapat mengancam
kehidupan penderita.