PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap unsur atau zat selalu mempunyai partikel (atom, ion, atau molekul) yang
selalu bergerak (translasi, rotasi dan vibrasi). Pergerakan molekul ini memeiliki energi
yang disebut dengan energi dalam. Suatu zat juga memiliki volume dan tekanan.
Perkalian volume dan tekanan suatu zat merupakan suatu energi. Energi total suatu zat
disebut dengan enthalpi.
Dialam zat mengalami peristiwa kimia dan fisika sehingga memiliki nilai perubaha
entalphi. perubahan enthalpi pada reaksi disebut dengan kalor reaksi yang daoat
ditentukan melalui Hukum Hess. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang
Hukum Hess dan menetukan nilai perubahan enthalpi berdasarkan hasil percobaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hukum Hess dan dasarnya?
2. Bagaimanakah menerapkan Hukum Hess dalam suatu reaksi yang dapat ditempuh
lebih dari satu arah?
C. Tujuan
1. Memahami Hukum Hess dan dasarnya
2. Menerapkan Hukum Hess dalam suatu rekasi yang dapat ditempuh ebih dari satu
arah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Hess
Hukum Hess menunjukan adanya hubungan suatu kalor dengan beberapa kalor reaksi-
reaksi yang lain. Jika kalor beberapa reaksi itu diketahui melalui pengukuran (percobaan )
maka dapat ditentukan kalor reaksi yang lain tanpa melakukan pengkuran lagi (Tim Kimia
Fisika, 2019: 51).
Hukum Hess didasarkan pada fakta bahwa karena H adalah fungsi keseluruhan reaksi,
∆𝐻 hanya bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir (yaitu, hanya pada sifat
reaktan dan produk). Perubahan enthalpi akan sama aakah reaksi keseluruhan berlangsung
dalam satu tahap atau banyak tahap ( Chang: 2005, 179).
Hukum Hess dikemukakan oleh German Henry Hess (1802-1850), seorang ahli kimia
kebangsaan Swiss. Hukum ini sangat berguna karena kenyataan, tidak seua reaksi dapat
ditentukan kalor reakisnya secara eksperiment. Menurut Hukum Hess: kalor suatu rekasi
yang dibebaskan atau diperlukan pada suatu rekais tidak bergantung pada jalannya
reaksi, tetapi hanya bergantng pada keandaan awal dan akhir reaksi. Hukum Hess ini
dapat juga dituliskan sebagai berikut. Perubahan enthalpi suau eaksi tetap sama, baik
berlangsung dalam satu tahap maupun beberapa tahap (Sutresna, 2006: 76).
Menurut Kartimi, (2014: 17), perubahan suhu yang menyertai reaksi kimia menunjukan
adanya perubahan energi dalam bentuk kalor pada pereaksi dan hasil reaksi. Kalor yang
diserap akan dibebaskan oleh sistem menyebabkan suhu sistem berubah. Secara sederhana
kalor tersebut dapat dihitung dengan rumus : q = m. c. ∆t.
Di mana:
Perubahan entalpi (∆H) reaksi adalah q untuk jumlah mol pereaksi/hasil reaksi sesuai
persamaan reaksi, disertai tanaada positif (reaksi endoterm) negatif (rekasi eksoterm).
Attikins, 1999, mengatakan banyaknya kalor yang dihasilkan dalam suatu reaksi kimia dapat
diukur dengan menggunakan kalorimeter. Kalor dapat diukur dengan menggunakan jalan
jumlah total kalor yang disetiap lingkungan kalor yang diserap air merupakan hasil dari
perkalian antara massa, kalor jenis dan kenaikkan suhu, sedangkan kalor yang diserap
komponen lingkungan lain yaitu tom, pengaduk, termometer, dan lain sebagainya. Merupakan
hasil kali jumlah kapasitas kalor komponen-komponen ini dengan suhu. Dari sini dapat
diketahui bahwa penjumlahan kalor dapat diterapkan melalui hukum Hess.
Rahmat, (2005: 50) mengatakan entalpi suatu reaksi tidak tergentung pada jalannya reaksi,
tetapi pada awal dan akhir reaksi. ∆Hr = ∆H1 + ∆H2 ∆+ H3 + …
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menentukan entalpi suatu reaksi yang pembakaran
belerang menjadi gas belerang trioksida (SO3) yang berlangsung dalam dua tahap.
Jika tahap 1 dan 2 dijumlahkan, maka akan diperoleh persamaan termokimia sebagai berikut.
Termokimia adalah bagian dari termodinamika yang mempelari perubahan panas yang
mengikuti reaksi-reaksi kimia. Banyaknya panas yang timbul atau diperlukan pada reaksi
kimia disebut panas reaksi. Panas reaksi pada P tetap sama dengan perubahan entalpinya, dan
panas reaksi pada U tetap sama dengan perubahan tenaga dalamnya.
Besarnya pans reaksi tergantung pada jenis reaksi , keadaan fase zat-zat dalam reaksi, jumlah
zat yang bereaksi, dan temperatur reaksi. Dalam persamaan termodinamika, jumlah zat-zat
dalam reaksi dinyatakan dalam mol sedangkan panasnya dinyatakan dalam
Kilokalori(Sukardjo.1990:192).
Suatu system dapat dibayangkan mengandung kerja atau kalor, sebab kerja dan kalor
keduanya mengacu bukan pada keadaan system, tetapi pada proses yang mengubah suatu
keadaan kedalam lainnya. Perubahan keadaan yang sama dari system dapat dilakukan dengan
memindahkan kalor ke system tanpa melakukan kerja sehingga : E = q + w. karena q dan w
tergantung pada proses tertentu atau (lintasan) yang menghubungkan keadaan, maka mereka
bukanlah fungsi keadaan (Oxtoby, 2001: 197).
DAFTAR PUSTAKA
Tim Kimia Fisika. 2019. Penuntun Pratikum Kimia Fisika I. Padang : FMIPA UNP.
Sutresna. 2006. Kimia untuk Kelas XI Semester 1 SMA. Jakarta : Grafindo Media Pratama.
Oxtoby, D.W, Gills, H.P dan Nachtrieb, N.H . 2001 .” Prinsip-prinsip Kimia Modern “ . Jilid
II . Edisi 6 . Penerjemah : Suminar . Erlangga . Jakarta