Anda di halaman 1dari 10

TEORI POLITIK KEUANGAN PUBLIK DAN KEBIJAKAN ANGGARAN

A. Teori Politik Keuangan Publik

Pengertian Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain
berwujud proses pembuata keputusan, khususnya dalam negara. Politik adalah seni dan ilmu
untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Politik adalah usaha
yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles).
Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Politik
merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di
masyarakat. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.

Pengertian Politik Anggaran


Politik anggaran adalah penetapan berbagai kebijakan tentang proses anggaran yang mencakupi
berbagai pertanyaan bagaimana pemerintah membiayai kegiatannya; bagaimana uang publik
didapatkan, dikelola dan disdistribusikan; siapa yang diuntungkan dan dirugikan; peluang-
peluang apa saja yang tersedia baik untuk penyimpangan negati maupun untuk meningkatkan
pelayanan publik. Menurut (Noer Fauzi & R Yando Zakaria), Politik anggaran adalah proses
saling mempengaruhi di antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam menentukan skala
prioritas pembangunan akibat terbatasnya sumber dana publik yang tersedia. Politik anggaran
adalah proses mempengaruhi kebijakan alokasi anggaran yang dilakukan oleh berbagai pihak
yang berkepentingan dengan anggaran.  Politik anggaran adalah proses penegasan kekuasan atau
kekuatan politik di antara berbagai pihak yang terlibat dalam penentuan kebijakan maupun
alokasi anggaran.

Teori Politik Keuangan Negara


Politik bisa terlibat dalam keseluruhan urusan kenegaraan, termasuk di dalamnya urusan
finansial publik, baik itu dalam perencanan, pelaksanaan hingga tahap evaluasi.
Teori Politik Keuangan Negara yang baik adalah yang relatif menurut ideologi. Teori politik
Keuangan Negara yang baik bagi suatu negara belum tentu baik bagi negara lain. Aktivitas
politik dalam keuangan negara tergantung pada derajat demokrasi, yang memberi
keleluasaan/kebebasan aktivitas politik dalam suatu negara. (David N Hyman, 2010)

Dua golongan besar yang membedakan aktivitas politik dalam Keuangan Negara:
1. Negara Dengan Sistem Otokrasi.
Yakni suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang atau
kelompok kecil (oligarki). Yakni negara yang berbentuk monarki, sosialis, theokrasi, dsb,
dimana segala aktivitas negara dipegang sepenuhnya oleh penguasa negara.
Aktivitas politik sangat minim, meskipun ada biasanya berupa gerakan bawah tanah.
2. Negara Dengan Sistem Demokrasi
Yakni suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari
rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi
perwakilan).
Aktivitas politik sangat besar, termasuk di dalamnya pengelolaan KN, sebagaimana negara
penganut liberalisme, globalisme, kapitalisme, termasuk ideologi pancasila sebagai ciri khas
Indonesia.

Keterlibatan Politik Dalam Keuangan Negara


 Penentuan rencana program kerja pemerintah, baik mulai dari perencanaan sistem
pembangunan nasional, RPJP, hingga Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
 Penentuan prioritas APBN, baik belanja Negara maupun penerimaan negara.
 Penentuan kebijakan anggaran, yang menentukan perlunya pos pembiayaan (defisit,
surplus, berimbang).
 Penentuan besaran alokasi anggaran per pos belanja.

B. Kebijakan Anggaran

Kebijakan Anggaran
Kebijakan anggaran adalah suatu teknik untuk mengubah pengeluaran atau penerimaan negara
saat perekonomian terguncang baik karena inflasi atau deflasi. Suatu kebijakan ekonomi dalam
rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan
pendapatan dan belanja pemerintah. Tujuan kebijakan anggaran adalah untuk menemukan arah,
tujuan dan prioritas pembangunan nasional serta pertumbuhan ekonomi agar sesuai propenas
yang pada gilirannya meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Pada dasarnya, terdapat jenis-jenis kebijakan anggaran yang mungkin ditetapkan oleh
pemerintah, yaitu:

1. Anggaran Surplus

Anggaran Surplus (Surplus Budget)/Kebijakan Fiskal Kontraktif, adalah kebijakan pemerintah


untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran
surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas
(overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Anggaran disebut surplus bila penerimaan
anggaran diperkirakan lebih besar dari pada pengeluaran. Hal ini bisa terjadi bila perekonomian
aktif sehingga pemerintah tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk mendorong
perekonomian. Bila perekonomian aktif, maka pemerintah akan dapat mengumpulkan lebih
banyak pajak. Misalnya, bila kondisi perekonomian suatu perusahaan bagus, ia akan dapat
membayar pajak lebih tinggi. Perusahaan itu juga dapat mengembangkan usahanya. untuk itu,
perusahaan akan membutuhkan lebih banyak pekerja. Semakin banyak orang bekerja, berarti
semakin banyak pula pajak yang dapat diperoleh pemerintah.

Para pekerja baru ini juga akan memiliki banyak uang untuk dibelanjakan. Mereka akan makan
di restoran, nonton bioskop, membeli VCD dan kaset, serta lain-lain. dari pembelanjaan ini,
pemerintah akan memperoleh pemasukan dari pajak. Bila banyak orang berbelanja, maka
keuntungan perusahaan akan bertambah. Perusahaan dapat memperluas usahanya dan menambah
pekerja lebih banyak lagi. Begitu seterusnya. Uang yang berlebih ini dapat digunakan untuk
membayar hutang negara.
2. Anggaran Defisit

Anggaran Defisit (Defisit Budget)/Kebijakan Fiskal Ekspansif, adalah kebijakan pemerintah


untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada
perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif. Jika
aktivitas perekonomian lambat dan pengangguran meningkat, maka anggaran negara bisa
menjadi defisit. Anggaran tersebut defisit jika pengeluaran pemerintah diperkirakan lebih besar
daripada pendapatan. Peningkatan pengeluaran pemerintah itu bisa terjadi di bidang pertahanan,
kesejahteraan, transportasi dan lain-lain. Pengeluaran ini bisa menciptakan lapangan kerja baru.
Bila banyak tenaga kerja yang diserap, maka masyarakat akan semakin mampu untuk membeli
barang dan jasa. Dengan demikian, bisnis akan semakin berkembang dan pada akhirnya bisnis
akan menciptakan lapangan kerja baru.

Meskipun demikian terdapat bahaya dari anggaran defisit, yaitu munculnya inflasi karena
pengeluaran pemerintah lebih besar daripada pendapatan. Selain itu, untuk mendapatkan dana
biasanya pemerintah harus meminjam uang. Dengan demikian, utang pemerintah semakin
meningkat.

3. Anggaran Berimbang

Anggaran Berimbang (Balanced Budget), terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran


sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian
anggaran serta meningkatkan disiplin. Anggaran berimbang dipakai jika pendapatan negara
diperkirakan sama dengan pengeluaran negara.

4. Anggaran Dinamis,

Adalah suatu bentuk anggaran apabila penerimaan Negara dari tahun ke tahun selalu meningkat
dan terbuka dan diiringi meningkatnya pengeluaran Negara, dari sisi penerimaan yang perlu
ditingkatkan adalah penerimaan pajak, tabungan dan pinjaman pemerintah.

http://blog.ub.ac.id/sutchai05/2015/01/19/teori-politik-keuangan-publik-dan-kebijakan-
anggaran/. Diakses tanggal 4 Maret 2020.
TEORI AGENCY

Pengertian Teori Agency (Keagenan)

Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori
ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis
susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu
pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak
lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang
dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Lupia & McCubbins
(2000) menyatakan pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang (prinsipal)
memilih orang atau kelompok lain (agent) untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Menurut Ross (1973) contoh-contoh hubungan prinsipal-agen sangat universal.

Hubungan prinsipal-agen terjadi apabila tindakan yang dilakukan seseorang memiliki


dampak pada orang lain atau ketika seseorang sangat tergantung pada tindakan orang lain
(Stiglitz, 1987 dan Pratt & Zeckhauser, 1985 dalam Gilardi, 2001). Pengaruh atau
ketergantungan ini diwujudkan dalam kesepakatan-kesepakatan dalam struktur institusional pada
berbagai tingkatan, seperti norma perilaku dan konsep kontrak.

Menurut Lane (2003) teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik. Ia
menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan prinsipal-
agen. Hal senada dikemukakan oleh Moe (1984) yang menjelaskan konsep ekonomika organisasi
sektor publik dengan menggunakan teori keagenan. Bergman & Lane (1990) menyatakan bahwa
kerangka hubungan prinsipal agen merupakan suatu pendekatan yang sangat penting untuk
menganalisis komitmen-komitmen kebijakan publik. Pembuatan dan penerapan kebijakan publik
berkaitan dengan masalah-masalah kontraktual, yakni informasi yang tidak simetris (asymmetric
information), moral hazard, dan adverse selection.

Menurut Carr & Brower (2000), model keagenan yang sederhana mengasumsikan dua
pilihan dalam kontrak: (1) behavior-based, yakni prinsipal harus memonitor perilaku agen dan
(2) outcome-based, yakni adanya insentif untuk memotivasi agen untuk mencapai kepentingan
prinsipal. Para teoretisi berpegang pada proposisi bahwa agents behave opportunistically toward
principals. Oportunisme bermakna bahwa ketika terjalin kerjasama antara prinsipal dan agen,
kerugian prinsipal karena agen mengutamakan kepentingannya (agent self-interest) kemungkinan
besar akan terjadi.

Hubungan Keagenan Antara Eksekutif dan Legislatif

Dalam hubungan keagenan di pemerintahan antara eksekutif dan legislatif, eksekutif adalah agen
dan legislatif adalah prinsipal (Halim, 2002; Fozzard, 2001; Moe, 1984). Seperti dikemukakan
sebelumnya, di antara prinsipal dan agen senantiasa terjadi masalah keagenan. Oleh karena itu,
persoalan yang sering timbul di antara eksekutif dan legislatif juga merupakan persoalan
keagenan.

Lupia & McCubbins (1994) menyatakan bahwa masalah yang dihadapi legislatur dapat diartikan
sebagai fenomena yang disebut agency problems. Masalah keagenan paling tidak melibatkan dua
pihak, yakni prinsipal, yang memiliki otoritas untuk melakukan tindakan-tindakan, dan agen,
yang menerima pendelegasian otoritas dari prinsipal. Dalam konteks pembuatan kebijakan oleh
legislatif, legislatur adalah prinsipal yang mendelegasikan kewenangan kepada agen seperti
pemerintah atau panitia di legislatif untuk membuat kebijakan baru. Hubungan keagenan di sini
terjadi setelah agen membuat usulan kebijakan dan berakhir setelah usulan tersebut diterima atau
ditolak.

Johnson (1994:5) menyebut hubungan eksekutif atau birokrasi dengan legislatif atau kongres
dengan nama self-interest model. Dalam hal ini, legislators ingin dipilih kembali, birokrat ingin
memaksimumkan anggarannya, dan konstituen ingin memaksimumkan utilitasnya. Agar terpilih
kembali, legislators mencari program dan projects yang membuatnya populer di mata konstituen.
Birokrat mengusulkan program-program baru karena ingin agency-nya berkembang dan
konstituen percaya bahwa mereka menerima benefits dari pemerintah tanpa harus membayar
biayanya secara penuh.

Hubungan keagenan eksekutif-legislatif juga dikemukakan oleh Andvig et al. (2001) dan Lupia
& McCubbins (2000). Sebagai Prinsipal, legislatif dapat juga berperilaku moral hazard atau
dalam merealisasikan self-interestnya (Elgie & Jones, 2001) seperti berlaku korup (corrupt
principals) (Andvig et al., 2001). Menurut Colombatto (2001), adanya discretionary power di
salah satu pihak akan menimbulkan pelanggaran atas kontrak keagenan, seperti terjadinya
perilaku rent-seeking dan korupsi.

Dalam konteks penyusunan anggaran, usulan yang diajukan oleh eksekutif memiliki muatan
mengutamakan kepentingan eksekutif (Smith & Bertozzi, 1998). Eksekutif mengajukan
anggaran yang dapat memperbesar agencynya, baik dari segi finansial maupun nonfinansial.
Sementara Keefer & Khemani (2003), Mauro (1998), dan Von Hagen (2002) secara implisit
menyatakan bahwa anggaran juga dipergunakan oleh legislatif (politisi) untuk memenuhi self-
interestnya. Pada akhirnya keunggulan informasi yang dimiliki oleh eksekutif yang pergunakan
untuk menyusun rancangan anggaran akan berhadapan dengan keunggulan kekuasaan
(discretionary power) yang dimiliki oleh legislatif.

Hubungan Keagenan Antara Legislatif dan Publik

Dalam hubungan keagenan antara legislatif dan publik (voters), legislatif adalah agen dan publik
adalah prinsipal (Fozzard, 2001; Lane, 2000:13; Moe, 1984). Dalam hal pembuatan kebijakan,
Von Hagen (2003) berpendapat bahwa hubungan prinsipal-agen yang terjadi antara pemilih
(voters) dan legislatif pada dasarnya menunjukkan bagaimana voters memilih politisi untuk
membuat keputusan-keputusan tentang belanja publik untuk mereka dan mereka memberikan
dana dengan membayar pajak. Ketika legislatif kemudian terlibat dalam pembuatan keputusan
atas pengalokasian belanja dalam anggaran, maka mereka diharapkan mewakili kepentingan atau
preferensi prinsipal atau pemilihnya.

Kedudukan legislatif atau parlemen sebagai agen dalam hubungannya dengan publik
menunjukkan bahwa legislatif memiliki masalah keagenan karena akan berusaha untuk
memaksimalkan utilitasnya (self-interest) dalam pembuatan keputusan yang terkait dengan
publik. Persoalan abdication menjadi semakin nyata ketika publik tidak memiliki sarana atau
institusi formal untuk mengawasi kinerja legislatif, sehingga perilaku moral hazard legislatif
dapat terjadi dengan mudah.

Menurut Von Hagen (2003), politisi yang terpilih bisa saja berlaku oportunistik dan karenanya
voters berkeinginan menghilangkan peluang untuk mendapat rents dengan membuat politisi
terikat pada suatu aturan yang menentukan apa yang dapat atau harus mereka lakukan pada
kondisi tertentu. Akan tetapi, membuat aturan untuk sesuatu yang tidak jelas (unforeseen
development) dan kompleskitas situasi yang dihadapi menyebabkan kontrak yang sempurna
tidak mungkin dibuat. Politisi juga tidak akan dapat memenuhi semua janji yang dibuatnya
selama kampanye pemilihan. Oleh karena itu, seperti halnya dalam bentuk hubungan keagenan
yang lain, hubungan keagenan antara pemilih (voters) dengan politisi dapat dipandang sebagai
incomplete contract (Seabright, 1996).

Hubungan Keagenan dalam Penyusunan Anggaran Daerah di Indonesia

Pada pemerintahan, peraturan perundang-undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak


antara eksekutif, legislatif, dan publik. Dalam peraturan tersebut dinyatakan semua kewajiban
dan hak pihak-pihak yang terlibat dalam pemerintahan. Beberapa aturan yang secara eksplisit
merupakan manifestasi dari teori keagenan adalah:

1. UU 22/1999 dan UU 32/2004 yang di antaranya mengatur bagaimana hubungan antara


eksekutif dan legislatif. Eksekutif yang dipilih dan diberhentikan oleh legislatif (UU
22/1999) atau diusulkan untuk diberhentikan (UU32/2004) merupakan bentuk
pengimplementasian prinsip-prinsip hubungan keagenan di pemerintahan. Eksekutif akan
membuat pertanggungjawaban kepada legislatif pada setiap tahun atas anggaran yang
dilaksanakannya dan setiap lima tahun ketika masa jabatan kepala daerah berakhir.
2. PP 109/2000 menjelaskan tentang penghasilan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
3. PP 110/2000, PP 24/2004, dan PP 37/2005 mengatur mengenai kedudukan keuangan
anggota legislatif.
4. UU 17/2003, UU 1/2004, dan UU 15/2004 merupakan aturan yang secara tegas mengatur
bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan pemeriksaan keuangan publik (negara dan
daerah) dilaksanakan oleh pemerintah.

Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan
pelayanan publik. Di Indonesia dokumen anggaran daerah disebut anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota. Proses penyusunan
anggaran pasca UU 22/1999 (dan UU 32/2004) melibatkan dua pihak: eksekutif dan legislatif,
masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran.

Sebelum penyusunan APBD dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan
legislatif tentang arah dan kebijakan umum (AKU) dan prioritas anggaran, yang akan menjadi
pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat
rancangan APBD sesuai dengan AKU dan prioritas anggaran, yang kemudian diserahkan kepada
legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan
daerah (Perda). Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak (incomplete
contract), yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh
eksekutif.

https://kelembagaandas.wordpress.com/teori-agensi-principal-agent-theory/abdul-halim-dan-
syukriy-abdullah/. Diakses tanggal 4 Maret 2020.
Kesimpulan
Teori Politik Keuangan Negara yang baik adalah yang relatif menurut ideologi. Teori
Politik Keuangan Negara yang baik bagi suatu negara belum tentu baik bagi negara lain.
Kebijakan anggaran adalah suatu teknik untuk mengubah pengeluaran atau penerimaan negara
saat perekonomian terguncang baik karena inflasi atau deflasi. Kebijakan ini mirip dengan
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan
pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Teori prinsipal agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu,
kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara
implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan
bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang dinginkan oleh principal. Dalam hubungan
keagenan, terdapat hubungan keagenan anatara eksekutif dan legislative, hubungan keagenan
antara legislatif dan publik serta hubungan keagenan dalam penyusunan anggaran daerah di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai