Anda di halaman 1dari 12

Bisnis Retail/Ritel mempunyai beberapa karakteristik dan tipologi,

karakteristik dan tipologi bisnis retail tersebut adalah sebagai berikut:

Karakteristik bisnis retail:


1. Penjualan barang atau jasa dalam small enough kuantiti (partai kecil,
dalam jumlah secukupnya untuk dikonsumsi sendiri dalam periode
waktu tertentu).
2. Impullse buying yaitu kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang
dalam jumlah dan jemis yang sangat variatif sehingga menimbulkan
banyaknya pilihan dalam proses belanja konsumen.
3. Store condition (kondisi lingkungan dan interior dalam toko) yang
menurut Berman dan Evans (1992) dipengaruhi oleh lokasi took,
efektivitas penanganan barang, open hour (jam bukak toko) dan tingkat
harga yang bersaing.
Berbagai Tipe Bisnis Retail
1. Tipe Bisnis Retail atas Kepemilikan (owner ship)
Single Store Retailer merupakan tipe bisnis ritail yang banyak jumlahnya,
umumnya di bawah 100 m2, mulai dari kios atau toko di pasar tradisional
sampai dengan minimarket modern dengan kepemilikan secara individual.

Rantai toko ritail adalah toko ritail dengan banyak (>1) cabang dan biasanya
dimilikioleh suatu institusi bisnis bukan perorangan, melainkan dalam bentuk
perseroan (company ownede retail chain). Benttuknya mulai dari rantai took
minimarket sampai dengan mega hyper store.
Contoh: matahari, Ramayana.

Toko waralaba (francise store) adalah took ritail berdasarkan kontrak kerja
waralaba (bagi hasil) antara yang terwaralaba (francisee) yakni pengusaha
infestor perseorangan (independent business person) dengan perwaralaba
(franchisor) yang merupakan pemegang lisensi bendera atau nama toko,
sponsor, dan pengelola usaha.

Bentuknya sangat beragam mulai dari fastfood, restoran, bengkel, toko


optikal sampai supermarket.
Contoh: jaringan gerai, MC Donald, indomaret, dsb.
2. Tipe Bisnis Retail Berdasarkan Merchandise Category
Specialty Store (Toko Khas) merupakan toko retail yang menjual satu jenis
kategori barang atau suatu rentang kategori barang yang relatif
sempit/sedikit.
Contoh: apotek, optic store, pasar seni, jewelery store, took buku,dsb.

Grocery Store (Toko Serba Ada) merupakan toko retail yang menjual
sebagian besar kategori barangnya adalah barang groceries (kebutuhan
sehari-hari: fresh food, perishable, dry-food,beverages, cleanings,
dan cosmetics, serta household items).

Penggolongan Pengecer (Retailer) Berdasarkan


Lokasi Geografis
Penggolongan pengecer menurut lokasi geografis ini mempunyai hubungan
dengan pola pembelian konsumen. Secara umum dapat dikatakan bahwa
perdagangan eceran ini lebih mengelompok dibandingkan dengan
penyebaran penduduk.

Analisa lokasi geografis ini dapat dipakai untuk mengadakan penilaian


terhadap pasar potensial secara regional dari beberapa macam barang.
Berdasarkan pada lokasi geografisnya, pengecer dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu: 1) pengecer yang berada di desa dan 2) pengecer yang
berada di kota.

Penggolongan Pengecer (Retailer) Berdasarkan


Bentuk Pemilikan
Berdasarkan bentuk pemilikannya, pengecer dapat digolongkan ke dalam
dua golongan, yaitu:
1. Toko Berangkai
Toko berangkai (corporate chain store) ini merupakan beberapa toko yang
berada dalam satu organisasi, yang dimiliki oleh sekelompok orang. Masing-
masing toko menjual product line yang sama, dan struktur distribusinya juga
sama.

2. Toko Independen
Dalam toko independen (independent store) ini pemilik mempunyai
kebebasan yang lebih besar dalam menentukan kebijaksanaan dan
strateginya.

Hal ini disebabkan karena pemilik toko, juga sebagai pemimpinnya, bukanlah
sekelompok orang sehingga usahanya diusahakan sendiri, tidak tergantung
pada orang lain.

Contoh Pengecer di Desa via rri.co.id

Penggolongan Pengecer (Retailer)


Berdasarkan Banyaknya Product Line
Sekilas tentang Pengertian Product Line
Product line adalah sekelompok barang-barang yang pada pokoknya
cenderung mempunyai tujuan penggunaan sama dan memiliki karakteristik
secara fisik yang hampir sama.

Contoh:
Bagi toko serba ada, sepatu dan sandal merupakan satu product line,
demikian pula untuk alat-alat olahraga, pakaian jadi, dsb. Bagi toko sepatu,
sepatu pria adalah satu product line, sepatu wanita juga satu product line.
Menurut banyaknya product line, pengecer (retailer) dapat digolongkan
menjadi tiga bentuk, yaitu: 1) general merchandise store, 2) single-line
store dan 3) specialty store.

1. General Merchandise Store


General merchandise store adalah sebuah toko yang menjual berbagai
macam barang atau berbagai macam product line. Jenis toko yang dapat
dimasukkan ke dalam general merchandise store ini adalah toko serba ada
(department store).

Barang-barang yang dijual antara lain berupa: alat-alat olahraga, pakaian jadi, sepatu, alat-
alat listrik, alat-alat rumah tangga, kosmetik, alat-alat tulis, dan sebagainya.

Contoh Department Store via wikimedia.org

2. Single-Line Store
Penggolongan ini dihubungkan dengan kelompok barang-barang yang dijual
(jenis product line-nya). Termasuk ke dalam jenis ini antara lain: toko
makanan, toko mebel, toko bahan-bahan bangunan, toko alat-alat olahraga,
toko kain, dan sebagainya.

Ada juga yang menggolongkannya ke dalam toko barang-barang untuk


wanita dan toko barang-barang untuk pria. Jadi, mereka hanya
menjual product line tunggal.

3. Specialty Store
Di sini barang yang dijualnya lebih terbatas, hanya meliputi sebagian dari
product line saja (barang konvenien atau barang shopping* saja). Misalnya
toko tembakau, toko roti, toko sepatu pria, dan sebagainya. Jadi, specialty
store ini tidak selalu menjual barang spesial saja, tetapi juga yang lain.

* Pengertian Barang Shopping dan Konvenien


Barang Shopping adalah barang yang harus dibeli dengan mencari dahulu
dan dalam membelinya harus dengan pertimbangan masak-masak (misalnya
dengan membandingkan mutu, harga, kemasarn, dsb). Contoh: tekstil,
perabot rumah tangga, dsb.

Barang Konvenien adalah barang yang mudah dipakai, membelinya dapat di


sembarang toko, dan pada setiap waktu. Contoh: rokok, sabun, pasta gigi,
dsb.

BISNIS RITEL MENURUT TIPE KEPEMILIKAN

Berdasarkan tipe kepemilikan, retailing dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Independent retail firm, yaitu suatu outlet pengecer yang dimiliki dan dioperasikan
secara independen dan tanpa afiliasi (penggabungan). Contohnya: warung, kios, atau toko
barang kelontong yang dimiliki orang per orang, baik yang berlokasi di pasar regional,
pasar Inpres, pasar tradisional, perumahan penduduk, jajaran rumah toko (ruko), maupun
di lokasi-lokasi lainnya. Termasuk pula di dalamnya outlet yang dikelola olehkoperasi.

2. Waralaba (franchising), yaitu suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa,
di mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau
perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil atau menengah dengan hak-hak
istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu melalui cara yang sudah
ditentukan, selama waktu tertentu dan di suatu tempat tertentu pula. Franchisor biasanya
menyediakan peralatan, produk atau jasa yang dijual, dan pelayanan manajerial.
Sebagaiimbalannya, franchisee harus membayar uang pangkal (initialfranchise fee) dan
royalti atas penjualan kotor, membayar management fee. membayar biay a sewa peralatan
franchisor (bila ada), serta memasarkan produk dan jasa dengan cara-cara yang ditentukan
oleh franchisor. Salah satu keuntungan dari membeli hak waralaba ini adalah tetap
independen (meskipun tidak sepenuhnya), tetapi memperoleh manfaat dari nama merek
dan dari pengalaman jaringan waralaba tersebut. Keuntungan dan kerugian sistem
waralaba tersaji dalam Tabel 8.1.
Ada tiga bentuk sistem waralaba, yaitu pertama, product franchise Dalam bentuk yang
dikenal pula dengan sebutan product distribution franchising atau franchising model
perusahaan minuman Coca-Cola, franchisor memberikan kekeluasaan bagi para franchisee
untuk memproduksi dan mendistribusikan lini produk tertentu dengan menggunakan
nama merek dan sistem pemasaran yang ditentukan/dikembangkan oleh franchisor.
Misalnya keagenan sepatu, mobil (Ford, Honda), pompa bensin, dan minuman ringan
(Coca-Cola). Bentuk kedua yang paling umum dan banyak berkembang dewasa ini adalah
business format franchising (entrepreneurship franchising). Dalam bentuk ini, franchisor
mengembangkan usahanya dengan membuka outlet yang dikelola oleh franchisee yang
berminat membuka usaha dengannya. Franchising bentuk ini banyak berkembang di
industri restoran siap santap (misalnya Kentucky Fried Chicken dan McDonald’s).
Sedangkan bentuk ketiga adalah business opportunity venture. Franchisor merancang
suatu sistem jalur distribusi, lalu franchisee mendistribusikan barang/jasa sesuai dengan
sistem yang telah ditetapkan oleh franchisor. Produk/jasa yang didistribusikan tersebut
bukanlah produk/jasa yang dihasilkan oleh franchisor. Contohnya adalah distribusi
komponen kendaraan bermotor. Di Indonesia, bentuk waralaba mulai banyak diminati dan
perkembangannya cukup pesat (lihat Tabel 8.2).

Kendati demikian hingga bulan Maret 1996, usaha ini masih didominasi oleh franchisor
asing (119 perusahaan atau 78,8%), di mana yang terbanyak adalah dari Amerika Serikat
(sekitar 76%) dan sisanya sebesar 2% berasal dari Australia, Jepang, Singapura, Inggris,
Filipina, Italia, Perancis, dan lain-lain. Sedangkan franchisor Indonesia tercatat hanya
berjumlah 32 buah (21,2%), di antaranya California Fried Chicken, Ayam Goreng Ny
Suharti, Ayam Goreng Mbok Berek, Ayam Goreng Ny Tanzil, Es Teler 77, Rudi Hadisuwarno
Salon, dan Widyaloka.
3. Corporate chain, yaitu suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih usaha/bisnis
yang saling berkaitan atau berhubungan dalam satu manajemen dan dimiliki oleh suatu
kelompok pemegang saham. Wujudnya bisa berupa jaringan toko serba ada (department
store), pasar swalayan (supermarket), specialty store, maupun jaringan superstore.
Contohnya adalah Matahari Group, Ramayana Group, Robinson Group, Cahaya Group, Hero
Group, dan lain-lain. Keuntungan dari corporate chain ini adalah volume penjualan yang
tinggi, kemampuan untuk membeli dalam kuantitas yang sangat besar, dan kemampuan
untuk mempekerjakan karyawan dengan kemampuan khusus dalam pengembangan
materi-materi promosi penjualan.
Strategi jitu pemasaran bisnis ritel

Dalam dunia usaha mempromosikan atau memasarkan suatu produk / jasa yang dimiliki
sangatlah penting untuk mengembangkan usaha itu sendiri. Tak terkecuali dengan bisnis ritel,
bahkan dengan persaingan yang ketat kita harus pintar pintar mempromosikan dan memasarkan
bisnis ritel yang kita miliki. Karena bisnis ritel berkonsep pemenuhan kebutuhan pasar maka
strategi pemasaran ini berorientasi terhadap 4 hal ini. Berikut strategi pemasaran bisnis ritel yang
bisa kamu terapkan untuk memenangkan persaingan

1 ) Produk
Bisnis ritel akan semakin berkembang jika memiliki produk-produk yang berkualitas dan dapat
memenuhi kebutuhan dan kepuasan para konsumen namun selain itu pemasaran bisnis ritel yang
baik dan menjanjikan yaitu memiliki produk yang berbeda dan unik. Tak hanya itu inovasi baru
terkadang juga dibutuhkan untuk lebih mengembangkan bisnis ritel yang kita miliki.

2 ) Tempat
Pemilihan tempat secara tak langsung juga berpengaruh terhadap pendapatan dan perkembangan
bisnis ritel. Melakukan usaha di tempat yang bersih dan terasa nyaman bagi konsumen akan
menjadi nilai lebih. Tak hanya itu pemilihan lokasi yang strategis juga sangat berpengaruh
terhadap pendapatan yang akan dihasilkan nantinya.

3 ) Harga
Setelah memiliki produk yang unik dan berkualitas kemudian tempat yang nyaman dan strategis
maka harga pastinya bisa mengikuti dan para konsumen tidak akan merasa keberatan walaupun
harga yang ditawarkan lebih mahal dari harga pemasaran pada umumnya. Namun sebaiknya
tetapkan harga yang competitif dengan harga yang beredar di pasaran.
4 ) Promosi
Dan strategi pemasaran bisnis ritel yang terakhir inilah yang merupakan faktor penting yang
dapat mengembangkan bisnis ritel, terdapat berbagai macam jenis pemasaran yang dapat kita
manfaatkan untuk mengembangkan bisnis ritel seperti melalui

1. Media Iklan
2. Penjualan secara pribadi
3. Melalui hubungan masyarakat yang baik
4. Menggunakan media publik
5. Menggunakan jasa sales marketing
6. Pemasaran secara langsung

Penggolongan Pengecer (Retailer)


Berdasarkan Ukuran Toko
Pengecer (retailer) dapat digolongkan berdasarkan beberapa faktor
berikut: 1) ukuran toko, 2) banyaknya product line, 3) lokasi geografis, 4)
bentuk pemilikan, dan 5) metode operasinya. Dalam artikel ini kita akan
membahas penggolongan pengecer berdasarkan ukuran tokonya.

Untuk mengetahui ukuran toko dapatlah dilihat volume penjualannya,


sehingga masing-masing pengecer mempunyai ukuran yang berbeda-beda
dengan masalah-masalah manajemen yang berbeda pula.

Kegiatan-kegiatan seperti promosi, pembelanjaan, pembelian, personalia,


dan pengawasan biaya dipengaruhi oleh besaran volume penjualan toko
tersebut.

Berdasarkan ukuran tokonya, pengecer digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:


1. Pengecer kecil (small scale retailer)
2. Pengecer besar (large scale retailer)
Posisi persaingan diantara kedua pengecer tersebut dapat dinilai menurut
faktor-faktor sebagai berikut:
1. Pembagian Tenaga Kerjanya
Dalam hal ini pengecer besar lebih mampu mempekerjakan tenaga spesialis
misalnya untuk bagian pembelian, promosi dan akuntansi. Sedangkan pada
pengecer kecil tidaklah demikian. Hal ini disebabkan oleh tersedianya dana
yang lebih kecil.

Contoh Pengecer Besar via molon.de

2. Fleksibilitas Operasinya
Pada umumnya, toko-toko kecil menjalankan praktik manajemen yang lebih
fleksibel dibandingkan dengan toko-toko besar. Disamping jumlah tenaga
kerjanya yang lebih sedikit, juga beberapa fungsi dipegang oleh satu orang
(pimpinan).

3. Daya Beli
Pengecer besar memiliki daya beli yang lebih besar dibandingkan dengan pengecer kecil.
Semakin besar daya beli mereka, semakin besar pula jumlah yang mungkin mereka beli,
sehingga dapat memperoleh potongan yang lebih besar dalam pembelian barang yang
akan dijualnya.
Contoh Pengecer Kecil via bisnisukm.com

4. Periklanan
Dalam hal periklanan, toko-toko besar dapat menggunakannya secara lebih
efektif dibandingkan dengan toko-toko kecil.

5. Merk Pengecer
Pengecer besar mempunyai posisi yang lebih baik dalam mengembangkan
dan mempertahankan merk-nya.

6. Kemampuan Keuangan
Biasanya pengecer besar mempunyai posisi keuangan yang lebih baik.
Mereka lebih mudah dalam memperoleh dana dari pemilik (penanam modal)
atau kreditur. Karena posisi keuangannya kuat maka memungkinkan bagi
mereka untuk memberikan potongan tunai kepada pembeli. Selain itu,
mereka juga akan memperoleh kepercayaan dalam penyaluran barang dari
produsen.

7. Integrasi Horizontal dan Vertikal


Kadang-kadang dapat terjadi bahwa fungsi perdagangan besar dilakukan
juga oleh pengecer besar; bahkan kegiatan pemasaran produsen dapat
dilakukannya. Hal ini akan menimbulkan adanya integrasi vertikal. Jika
pengecer besar tersebut mejual barang yang dihasilkan oleh beberapa
produsen dengan merk yang berbeda-beda, maka akan terjadi integrasi
horizontal.
8. Biaya Operasi
Secara umum, pengecer besar mempunyai perbandingan biaya operasi yang
lebih besar daripada pengecer kecil. Pengecer besar juga mempunyai
persentase yang lebih besar dalam biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
tenaga kerja selain penjual.

9. Pengujian, Inovasi dan Riset Pemasaran


Karena mempunyai kemampuan keuangan yang lebih besar, maka pengecer
besar lebih mampu mengadakan pengujian barang, inovasi dan riset
pemasaran.

10. Pertimbangan Hukum


Dari segi hukum, sering pengecer tidak dapat secara bebas menentukan
harga jual eceran barang hasil produsennya. Hal ini disebabkan karena
adanya suatu peraturan atau perjanjian yang menetapkan harga minimum
pada tingkat pengecer.

Anda mungkin juga menyukai