Anda di halaman 1dari 5

PUEBI ( PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA )

D
I
S
U
S
U
N

OLEH

 MUHAMMAD ALFI SYAWLIS 1904300123


 OKYSYAPUTRA 1904300119
 MUHAMMAD IDAHAM 1904300
 SUCI PERMATA SARI 1904300099

UNIVERITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA


AGRIBISNIS 3
TAHUN 2019 / 2020
Sejarah EBI

Ejaan Bahasa Indonesia dipergunakan untuk mengganti Ejaan Bahasa Indonesia Yang


Disempurnakan – EYD. Meskipun belum ada keputusan Presiden tentang adanya
penggunaan ejaan baru untuk bahasa Indonesia, namun Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah menerbitkan
edisi keempat tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) di Jakarta,
Maret 2016.

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) ini disusun berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015
yang diterbitkan pada tanggal 26 November 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia, serta untuk menyempurnakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD) edisi ketiga. Pedoman ini diharapkan dapat
mengakomodasi perkembangan bahasa Indonesia yang makin pesat.

Latarbelakang EYD berubah menjadi EBI

Zaman terus berubah, teknologi terus berkembang, dan bahasa pun terus
menyesuaikan perubahan. Kita tidak akan mungkin terpaku dengan aturan lama
karena bahasa terus berkembang sehingga aturan mengenai kebahasaan juga ikut
menyesuaikan seperti halnya perubahan dari EYD menjadi Pedoman Umum (PU)
EBI.

Masyarakat yang kritis pun terus mendesak Badan Pengembangan dan


Pembinaan Bahasa untuk segera merevisi pedoman EYD sehingga muncul-lah PU
EBI sebagai bentuk jawaban atas kritikan yang diterima.

Meski sudah dirilis sekitar akhir 2015, masyarakat masih belum terlalu
familier terhadap PU EBI sehingga Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa, Dadang Sunendar, meminta berbagai media massa untuk membantu
menginformasikan mengenai PU EBI ini. Dengan begitu, sosialisasi mengenai PU
EBI bisa sampai lebih mudah ke masyarakat dan tenaga pengajar seperti guru dan
dosen.
Perubahan Yang Paling Terlihat Saat EYD Berubah Menjadi EBI

PU EBI merupakan penyempurna EYD sehingga sangat wajar jika Anda


menemukan perubahan maupun penambahan hal-hal pokok yang tidak ditemukan
pada pedoman sebelumnya.

EYD sendiri dulunya juga merupakan penyempurna atas revisi pedoman-


pedoman pendahulunya. Nah, sekarang PU EBI semakin melengkapi apa yang
kurang dari pedoman EYD sehingga menjadi lebih sempurna.

Jika Mitra Excellent belum tahu perbedaan yang mencolok antara pedoman EYD dan
PU EBI, silakan simak informasi berikut:

1. Penambahan huruf vokal diftong

Huruf diftong adalah bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata.
Huruf ini biasanya dilambangkan melalui dua huruf vokal yaitu seperti pada pedoman
EYD hanya ada 3 (ai, au, oi), sementara di PU EBI terdapat 1 tambahan diftong (ei)
sehingga total menjadi 4 diftong.

Contoh Pemakaian dalam Kata


Huruf Diftong
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
Ai aileron Balairung Pandai
Au autodidak Taufik Harimau
Ei eigendom Geiser Survey
Oi – Boikot Amboi

2. Penggunaan huruf kapital

Pada pedoman EYD aturan mengenai penggunaan penulisan nama orang selalu
diawali dengan huruf kapital, tetapi tidak dengan nama julukan yang tetap
menggunakan huru kecil. Sedangkan dalam aturan pedoman yang baru, PU EBI,
nama julukan juga harus diawali dengan huruf kapital.

Contoh:

1. Mengapa kau begitu ketakutan seperti melihat Dewa Kematian?


2. Kepiawaiannya dalam membuat pedang membuat ia dijuluki Dewa Pedang
oleh orang-orang di kampung itu.
Tidak hanya itu, untuk penulisan huruf pertama kata yang memiliki makna ‘anak
dari’, maka huruf kapital tidak dipergunakan, seperti binti, bin, boru, dan van.
Contoh:

1. Wisnu Indra bin Abdullah


2. Cut Meriska binti Kumoro
3. Ruth boru Simajuntak
4. Charles Andrian van Ophuijsen
5. Penggunaan huruf tebal sebagai penegasan

Dalam pedoman EYD, huruf miring digunakan sebagai bentuk penegasan kata
maupun kalimat. Sedangkan dalam PU EBI penggunaan huruf tebal digunakan
sebagai bentuk penegasan bagian tulisan yang telah ditulis menggunakan huruf
miring.

1. Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‘dan’.


2. Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa
Indonesia.
3. Penulisan partikel “pun”

Dalam pedoman EYD, pemakaian partikel “pun”, harus ditulis secara terpisah
kecuali telah menjadi kesatuan dengan kata yang sudah lazim dipakai. Sedangkan
dalam PU EBI, pemakaian partikel “pun” tetap ditulis secara terpisah, namun jika
mengikuti unsur kata penghubung maka ditulis serangkai. Contoh:

1. Jika kita hendak pulang tengah malam pun, kendaraan umum masih tersedia.
2. Apa pun permasalahan yang muncul, dia tetap dapat mengatasinya dengan
kepala dingin serta bijaksana.
3. Meskipun sibuk, kamu harus tetap menghubungi kedua orang tuamu.
4. Adapun sumber kebakaran itu masih belum diketahui oleh masyarakat.
DATAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?safe=strict&client=firefox-b-
d&biw=1708&bih=830&sxsrf=ACYBGNS3jGyH63XG5b05yf6yZxbmhrhOiA
%3A1573128085097&ei=lQfEXYPNBde-9QO8-
47QBA&q=perbedaan+eyd+dan+puebi+&oq=perbedaan+eyd+dan+puebi+&gs_l=psy-
ab.3..35i39j0l3j0i22i30l6.8371.8371..14133...0.2..0.95.95.1......0....1..gws-
wiz.......0i71.s6UbVDgbSzs&ved=0ahUKEwjD68rlhtjlAhVXX30KHby9A0oQ4dUDCAo&uact=

http://kaltim.tribunnews.com/2018/01/16/sudah-tahu-belum-eyd-sudah-tidak-berlaku-
lagi-ini-dia-penggantinya?page=all

https://www.padamu.net/perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia

Anda mungkin juga menyukai