1. Penambahan huruf vokal diftong ei, dalam EYD hanya ada tiga
yaitu ai, au, dan ao.
REFERENSI
1) Zaenal Arifin, S. Amran Tasai. (2010). Cermat Berbahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika
Pressindo.
2) http://kaltim.tribunnews.com/2018/01/16/sudah-tahu-belum-
eyd-sudah-tidak-berlaku-lagi-ini-dia-penggantinya?page=all
diakses pada tanggal 10 November 2018 pukul 19.00 WIB.
3) https://www.researchgate.net/publication/327700194_Penggu
naan_Bahasa_Baku_dalam_Karya_Ilmiah_Mahasiswa diakses
pada tanggal 10 November 2018 pukul 21.00 WIB.
`
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) merupakan pedoman ejaan bahasa
Indonesia terbaru dari sepanjang sejarah ejaan bahasa Indonesia. Ejaan bahasa Indonesia
yang sebelumnya berlaku dikenal dengan EYD, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan. Setidaknya
terdapat lima hal perbedaan antara PUEBI dengan EYD.
Sejarah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku di negeri ini telah beberapa kali berubah sejak
Indonesia merdeka. Ejaan pertama yang berlaku pertama kali adalah Ejaan van Ophuijsen (1901—
1947). Setelah dua tahun merdeka, Pemerintah Indonesia saat itu mulai menetapkan kembali ejaan
bahasa Indonesia yang kemudian dikenal dengan Ejaan Soewandi atau Republik (1947—1972).
Perbedaan antara kedua ejaan tersebut berkisar pada penulisan vokal, konsonan, dan tanda apostrof
(‘). Perlu kerja keras dan waktu yang panjang untuk menyosialisasikan ejaan terbaru pada saat itu.
Kendala luasnya wilayah dan komunikasi yang tidak semudah saat ini, peralihan dari Ejaan van
Ophuijsen ke Ejaan Soewandi menjadi hal yang tidak mudah.
Kajian demi kajian telah dilakukan oleh para pakar bahasa Indonesia, karena bahasa merupakan salah
satu ilmu yang selalu mengalami perkembangan. Perjalanan ejaan bahasa Indonesia juga tidak
berhenti di Ejaan Soewandi/Republik. Saat Orde Baru, ejaan bahasa Indonesia yang baru pun juga
ditetapkan. Ejaan yang ditetapkan saat Orde Baru itu adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
melalui Kepres Nomor 57 Tahun 1972. Sosialisasi adanya ejaan baru itu juga terus berjalan seiring
dengan kajian-kajian para pakar bahasa Indonesia. Hingga pada saat ini, ejaan bahasa Indonesia
terbaru telah ada, yaitu Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) melalui Permendikbud
Nomor 50 Tahun 2015.
Setidaknya terdapat lima hal yang menjadi perbedaan antara PUEBI dengan EYD. Kelima perbedaan
tersebut tersebar ke dalam dua subbab ejaan, yaitu pemakaian huruf dan pemakaian tanda baca.
Perbedaan pertama terletak pada diakritik pelafalan vokal [e]. Pada PUEBI telah diatur diakritik
vokal e mempunyai tiga contoh pelafalan yang berbeda. Namun, pada ejaan sebelumnya, yaitu di
EYD hanya dicontohkan dua pelafalan [e]. Diakritik pertama yang disajikan pada EYD adalah [é]
(taling tertutup) pada kata enak, petak, dan sore. Diakritik kedua, pelafalan vokal [ê] (pepet) pada
kata emas, kena, dan tipe. Diakritik pelafalan vokal [e] yang tidak disampaikan di EYD adalah
diakritik ketiga, yaitu pelafalan vokal [è] (taling terbuka) pada kata militer, ember, dan pendek.
Perbedaan kedua antara PUEBI dengan EYD adalah terdapat tambahan diftong [ei]. Jika sebelumnya
di EYD telah disampaikan terdapat tiga diftong, PUEBI telah menyempunkan informasi terkait
diftong di bahasa Indonesia sebanyak empat, yaitu ai, au, oi, dan ei. Tambahan diftong [ei] ini
muncul karena adanya kata yang telah diserap seperti kata survei, eigendom, dan geiser. Survei
dalam KBBI bermakna ‘teknik riset dengan member batas yang jelas atas data; penyelidikan;
peninjuan’, sedangkan eigendom dalam KBBI termasuk kata di bidang hukum yang bermakna ‘hak
mutlak atas suatu barang; kepunyaam; milik’. Selanjutnya, geiser dalam KBBI bermakna ‘mata air
panas yang mengeluarkan uap air atau gas yang disemburkan ke udara’.
Masih dalam subbab Pemakaian Huruf, perbedaan ketiga adalah adanya aturan penulisan huruf
kapital. Pada aturan sebelumnya penulisan huruf kapital harus digunakan pada huruf awal sebuah
nama orang, nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan. Selanjutnya pada aturan terbaru di
PUEBI ditambahkan satu ketentuan, yaitu selain nama-nama tersebut, kapital juga digunakan untuk
huruf awal julukan. Contoh julukan yang dimaksud seperti Jenderal Kancil, Dewa Pedang, dan
sebagainya. Aturan penulisan subbab Pemakaian Huruf yang tidak terdapat pada EYD adalah aturan
penulisan huruf tebal. Dalam PUEBI dijelaskan bahwa huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian
tulisan yang sudah ditulis miring. Selain itu, huruf tebal juga digunakan untuk menegaskan bagian-
bagian karangan, seperti judul buku, bab, dan subbab.
Perbedaan antara PUEBI dan EYD selanjutnya adalah penggunaan tanda baca. Tanda baca
merupakan hal yang wajib diperhatikan terutama dalam bahasa tulis. Pada EYD yang diresmikan
pada tahun 1972, tanda baca titik koma (;) tidak dijabarkan selengkap di PUEBI. Pada aturan
sebelumnya, titik koma (;) hanya digunakan untuk memisahkan bagaian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara. Selain itu, juga terdapat aturan, yaitu sebagai pengganti tanda hubung untuk memisahkan
kalimat yang setara dalam kalimat majemuk. Selain dua aturan tersebut, aturan lain juga disampaikan
di PUEBI. Aturan lain tersebut adalah tanda titik koma (;) digunakan pada akhir princian yang
berupa klausa dan digunakan untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang
sudah menggunakan tanda koma.
https://medium.com/@TERRAITB/perubahan-eyd-ejaan-yang-disempurnakan-menjadi-puebi-pedoman-
umum-ejaan-bahasa-indonesia-a51c121f3329
https://kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id/2019/02/perbedaan-puebi-dengan-eyd/
https://www.websitependidikan.com/2017/08/pedoman-umum-ejaan-bahasa-indonesia-puebi-yang-
disempurnakan-eyd-terbaru.html