Anda di halaman 1dari 7

Bahasa merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai alat komunikasi.


Kita sebagai mahasiswa tentu sering dihadapkan dengan
pembuatan berbagai karya tulis ilmiah. Untuk itu, diperlukan
sarana yang dapat mendukung dalam pembuatan karya tulis
ilmiah yaitu bahasa Indonesia ragam tulis, khususnya adalah
ragam baku tulis. Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan
dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya
sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa
dalam pengunaannya (Arifin dan Tasai, 2010). Oleh karena itu,
penulisan karya-karya ilmiah, baik berupa buku-buku teks
pelajaran, buku-buku ilmiah maupun karya tulis ilmiah lainnya
menggunakan ragam baku tulis sebagai standar penulisannya.

Kita pasti pernah mendengar bahwa standar penulisan di


Indonesia didasarkan pada EYD (Ejaan yang Disempurnakan),
bukan? Namun, pada tahun 2015, EYD (Ejaan yang
Disempurnakan) diganti menjadi PUEBI (Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia). Perubahan ini telah ditetapkan di dalam
Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor
50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Adapun latar belakang dari perubahan ini antara lain karena :

1. Adanya Kemajuan dalam Berbagai Ilmu

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang semakin maju,


membuat penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai hal
semakin meluas juga baik secara tulisan maupun lisan. Ini yang
menjadi salah satu alasan kenapa perlunya perubahan pada ejaan
bahasa Indonesia.

2. Memantapkan Fungsi Bahasa Indonesia


Ejaan bahasa Indonesia perlu disempurnakan untuk
memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.

Perubahan ejaan ini bukan berarti mengubah secara keseluruhan


isi dari EYD. Adapun perbedaan yeng mendasar dari EYD dengan
PUEBI yaitu :

1. Penambahan huruf vokal diftong ei, dalam EYD hanya ada tiga
yaitu ai, au, dan ao.

2. Penulisan huruf kapital pada EYD digunakan dalam penulisan


nama orang tidak termasuk julukan, sedangkan pada PUEBI huruf
kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang,
termasuk julukan.

3. Penulisan huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk


menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata, untuk keperluan itu digunakan huruf miring pada
EYD, sedangkan pada PUEBI huruf tebal dipakai untuk
menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.

4. Penggunaan partikel pun pada EYD ditulis terpisah kecuali


yang sudah lazim digunakan, maka penulisannya ditulis
serangkai, sedangkan pada PUEBI partikel pun tetap ditulis
terpisah, kecuali mengikuti unsur kata penghubung, maka ditulis
serangkai.

5. Penggunaan bilangan, pada PUEBI, bilangan yang digunakan


sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf, sesangkan pada
EYD tidak ada hal yang mengaturnya.
6. Penggunaan titik koma (;) pada EYD digunakan dalam
perincian tanpa penggunaan kata dan, sedangkan dalam PUEBI
penggunaan titik koma (;) tetap menggunakan kata dan.

7. Penggunaan tanda titik koma (;) pada PUEBI dipakai pada


akhir perincian yang berupa klausa, sedangkan pada EYD tidak
ada hal yang mengaturnya.

8. Penggunaan tanda hubung (-) pada PUEBI tidak dipakai di


antara huruf dan angka, jika angka tersebut melambangkan
jumlah huruf, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang
mengaturnya. Misalnya: LP2M LP3I.

9. Tanda hubung (-) pada PUEBI digunakan untuk menandai


bentuk terikat yang menjadi objek bahasan, sedangkan pada EYD
tidak ada hal yang mengaturnya Misalnya:……pasca-, -isasi.

10. Penggunaan tanda kurung [( )] dalam perincian pada EYD


hanya digunakan pada perincian ke kanan atau dalam paragraf,
tidak dalam perincian ke bawah, sedangkan pada PUEBI tidak ada
hal yang mengaturnya.

11. Penggunaan tanda elipsis ( … ) dalam EYD dipakai dalam


kalimat yang terputus-putus, sedangkan dalam PUEBI tanda
elipsis digunakan untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam
dialog.

Dengan mengetahui adanya perubahaan EYD menjadi PUEBI dan


perbedaan mendasar di antara keduanya, diharapkan kita sebagai
mahasiswa semakin memperhatikan penggunaan ragam baku
tulis terutama dalam penulisan karya tulis ilmiah.

REFERENSI
1) Zaenal Arifin, S. Amran Tasai. (2010). Cermat Berbahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika
Pressindo.

2) http://kaltim.tribunnews.com/2018/01/16/sudah-tahu-belum-
eyd-sudah-tidak-berlaku-lagi-ini-dia-penggantinya?page=all 
diakses pada tanggal 10 November 2018 pukul 19.00 WIB.

3) https://www.researchgate.net/publication/327700194_Penggu
naan_Bahasa_Baku_dalam_Karya_Ilmiah_Mahasiswa diakses
pada tanggal 10 November 2018 pukul 21.00 WIB.
`
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) merupakan pedoman ejaan bahasa
Indonesia terbaru dari sepanjang sejarah ejaan bahasa Indonesia. Ejaan bahasa Indonesia
yang sebelumnya berlaku dikenal dengan EYD, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan. Setidaknya
terdapat lima hal perbedaan antara PUEBI dengan EYD.

Sejarah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku di negeri ini telah beberapa kali berubah sejak
Indonesia merdeka. Ejaan pertama yang berlaku pertama kali adalah Ejaan van Ophuijsen (1901—
1947). Setelah dua tahun merdeka, Pemerintah Indonesia saat itu mulai menetapkan kembali ejaan
bahasa Indonesia yang kemudian dikenal dengan Ejaan Soewandi atau Republik (1947—1972).
Perbedaan antara kedua ejaan tersebut berkisar pada penulisan vokal, konsonan, dan tanda apostrof
(‘). Perlu kerja keras dan waktu yang panjang untuk menyosialisasikan ejaan terbaru pada saat itu.
Kendala luasnya wilayah dan komunikasi yang tidak semudah saat ini, peralihan dari Ejaan van
Ophuijsen ke Ejaan Soewandi menjadi hal yang tidak mudah.

Kajian demi kajian telah dilakukan oleh para pakar bahasa Indonesia, karena bahasa merupakan salah
satu ilmu yang selalu mengalami perkembangan. Perjalanan ejaan bahasa Indonesia juga tidak
berhenti di Ejaan Soewandi/Republik. Saat Orde Baru, ejaan bahasa Indonesia yang baru pun juga
ditetapkan. Ejaan yang ditetapkan saat Orde Baru itu adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
melalui Kepres Nomor 57 Tahun 1972. Sosialisasi adanya ejaan baru itu juga terus berjalan seiring
dengan kajian-kajian para pakar bahasa Indonesia. Hingga pada saat ini, ejaan bahasa Indonesia
terbaru telah ada, yaitu Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) melalui Permendikbud
Nomor 50 Tahun 2015.

Setidaknya terdapat lima hal yang menjadi perbedaan antara PUEBI dengan EYD. Kelima perbedaan
tersebut tersebar ke dalam dua subbab ejaan, yaitu pemakaian huruf dan pemakaian tanda baca.
Perbedaan pertama terletak pada diakritik pelafalan vokal [e]. Pada PUEBI telah diatur diakritik
vokal e mempunyai tiga contoh pelafalan yang berbeda. Namun, pada ejaan sebelumnya, yaitu di
EYD hanya dicontohkan dua pelafalan [e]. Diakritik pertama yang disajikan pada EYD adalah [é]
(taling tertutup) pada kata enak, petak, dan sore. Diakritik kedua, pelafalan vokal [ê] (pepet) pada
kata emas, kena, dan tipe. Diakritik pelafalan vokal [e] yang tidak disampaikan di EYD adalah
diakritik ketiga, yaitu pelafalan vokal  [è] (taling terbuka) pada kata militer, ember, dan pendek.
Perbedaan kedua antara PUEBI dengan EYD adalah terdapat tambahan diftong [ei]. Jika sebelumnya
di EYD telah disampaikan terdapat tiga diftong, PUEBI telah menyempunkan informasi terkait
diftong di bahasa Indonesia sebanyak empat, yaitu ai, au, oi, dan ei. Tambahan diftong [ei] ini
muncul karena adanya kata yang telah diserap seperti kata survei, eigendom, dan geiser. Survei
dalam KBBI bermakna ‘teknik riset dengan member batas yang jelas atas data; penyelidikan;
peninjuan’, sedangkan eigendom dalam KBBI termasuk kata di bidang hukum yang bermakna ‘hak
mutlak atas suatu barang; kepunyaam; milik’. Selanjutnya, geiser dalam KBBI bermakna ‘mata air
panas yang mengeluarkan uap air atau gas yang disemburkan ke udara’.

Masih dalam subbab Pemakaian Huruf, perbedaan ketiga adalah adanya aturan penulisan huruf
kapital. Pada aturan sebelumnya penulisan huruf kapital harus digunakan pada huruf awal sebuah
nama orang, nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan. Selanjutnya pada aturan terbaru di
PUEBI ditambahkan satu ketentuan, yaitu selain nama-nama tersebut, kapital juga digunakan untuk
huruf awal julukan. Contoh julukan yang dimaksud seperti Jenderal Kancil, Dewa Pedang, dan
sebagainya. Aturan penulisan subbab Pemakaian Huruf yang tidak terdapat pada EYD adalah aturan
penulisan huruf tebal. Dalam PUEBI dijelaskan bahwa huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian
tulisan yang sudah ditulis miring. Selain itu, huruf tebal juga digunakan untuk menegaskan bagian-
bagian karangan, seperti judul buku, bab, dan subbab.

Perbedaan antara PUEBI dan EYD selanjutnya adalah penggunaan tanda baca. Tanda baca
merupakan hal yang wajib diperhatikan terutama dalam bahasa tulis. Pada EYD yang diresmikan
pada tahun 1972, tanda baca titik koma (;) tidak dijabarkan selengkap di PUEBI. Pada aturan
sebelumnya, titik koma (;) hanya digunakan untuk memisahkan bagaian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara. Selain itu, juga terdapat aturan, yaitu sebagai pengganti tanda hubung untuk memisahkan
kalimat yang setara dalam kalimat majemuk. Selain dua aturan tersebut, aturan lain juga disampaikan
di PUEBI. Aturan lain tersebut adalah tanda titik koma (;) digunakan pada akhir princian yang
berupa klausa dan digunakan untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang
sudah menggunakan tanda koma.
https://medium.com/@TERRAITB/perubahan-eyd-ejaan-yang-disempurnakan-menjadi-puebi-pedoman-
umum-ejaan-bahasa-indonesia-a51c121f3329

https://kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id/2019/02/perbedaan-puebi-dengan-eyd/

https://www.websitependidikan.com/2017/08/pedoman-umum-ejaan-bahasa-indonesia-puebi-yang-
disempurnakan-eyd-terbaru.html

Anda mungkin juga menyukai