LP Down Syndrome
LP Down Syndrome
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Down Sindrom (mongoloid) adalah suatu kondisi di mana materi genetik tambahan
menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan kadang mengacu pada retardasi
mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak
terdiri dari 2 kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21)
sehingga informasi genetika menjadi terganggu dan anak juga mengalami penyimpangan
fisik. Dahulu orang-orang dengan down sindrom ini disebut sebagai penderita mongolisme
atau mongol. Istilah ini muncul karena penderita ini mirip dengan orang-orang Asia (oriental)
karena matanya yang khas, tetapi sekarang istilah ini sudah tidak digunakan lagi karena dapat
menyinggung perasaan suatu bangsa.
Perkembangan yang lambat merupakan ciri utama pada anak down sindrom. Baik
perkembangan fisik maupun mental. Hal ini yang menyebabkan keluarga sulit untuk
menerima keadaan anak dengan down sindrom. Setiap keluarga menunjukkan reaksi yang
berbeda-beda terhadap berita bahwa anggota keluarga mereka menderita down sindrom,
sebagian besar memiliki perasaan yang hampir sama yaitu: sedih, rasa tak percaya, menolak,
marah, perasaan tidak mampu dan juga perasaan bersalah (Selikowitz, 2001). Untuk dapat
membantu mengoptimalkan perkembangan anak dengan Down Sindrom, keluarga diharapkan
untuk selalu memberikan dukungan sosial kepada anak tersebut. Dukungan sosial berfokus
pada sifat interaksi yang berlangsung dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang
dievaluasi oleh individu.
Secara fisik dan psikologis anak- anak dengan sindrom ini mempunyai keistimewaan
yang bisa dikembangkan. Secara fisik anak-anak ini memiliki ligamen-ligamen elastis
penyambung tulang lebih fleksibel, sehingga tubuh mereka lebih lentur dibandingkan anak
nor mal. Apabila dilatih menari, gerakan mereka terlihat indah. Mendidik anak down sindrom
yang paling penting adalah fokus. Bila fokus pada satu bidang tertentu, mereka akan
mengerjakannya dengan sepenuh hati. Hanya saja dalam menangani anak yang menderita
down sindrom perlu kesabaran ekstra. Untuk itu dalam hal ini sangat dibutuhkan dukungan
sosial keluarga untuk membantu mengoptimalkan perkembangan anak down sindrom
(Ramelan, 2008).
1. 2 Tujuan
Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan ISPA dan melakukan
pendokumentasian dengan menggunakan asuhan keperawatan.
Tujuan khusus
1. Mengetahui pengertian sindrom Down
2. Mengetahui etiologi sindrom Down pada anak
3. Mengetahui manifestasi klinis sindrom Down pada anak
4. Mengetahui patofisiologi sindrom Down pada anak
5. Mengetahui pencegahan sindrom Down pada anak
6. Mengetahui penatalaksanaan sindrom Down pada anak
7. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada anak dengan sindrom Down
8. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan anak dengan sindrom
Down berdasarkan masalah.
9. Dapat menentukan intervensi, melakukan tindakan dan evaluasi pada anak dengan
sindrom Down.
1.3 Pelaksanaan
Kegiatan praktik klinik dilakukan di Poli Anak RSUD Dr. Soetomo pada tanggal 17
Desember- 28 Desember 2012
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. 2 Epidemiologi
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1 dari 700 kelahiran hidup.
Angka kejadian pada saat konsepsi lebih besar, tetapi lebih dari 60% mengalami abortus
spontan dan setidaknya 20% lahir mati. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya
usia ibu sehingga angka kejadian pada usia kehamilan 16 minggu (waktu tersering dilakukan
amniosentesis) 1 dari 300 pada ibu berusia 35 tahun, meningkat menjadi 1 dari 22 bila usia
ibu 45 tahun.
Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya
pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna.
Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.
2. 3 Etiologi
Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada
kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
a. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
b. Translokasi kromosom 21 dan 15
c. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab sondrom Down yang
dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada
tahun 1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian “non disjunctional”
sebagai penyebabnya, yaitu:
1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap “non disjunctional”. Bukti yang
mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down.
2. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non disjunctional” pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar
30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi di
daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan
adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.
3. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai
saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat
mengakibatkan terjadinya “non disjunctional”.
4. Autoimun
Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian
Fialkow 1966 (dikutip dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya
perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down
dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang
dapat menyebabkan “non disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya
konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan
peningkatan secara tajam kadar LH dan FSH secara tiba- tiba sebelum dan selama
menopause, dapat meningkatkankan kemungkinan terjadinya non disjunction.
6. Umur Ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh
dari umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down
mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya.
Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi
koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.
2. 4 Patofisiologi
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan
menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara
klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas
prenatal dan postnatal. Anak – anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan
pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.
Kelainan bawaan pada sindrom Down disebabkan karena gangguan keseimbangan
akibat kelainan aberasi kromosom. Aberasi numerik timbul karena terjadinya kegagalan
proses replikasi dan pemisahan sel anak saat proses meiosis yang disebut sebagai non
disjunction. Sebagian besar kasus (95%) adalah trisomi 21, kemudian 1% kasus dengan
mosaik dan 4% translokasi.
Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik
yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada
ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan
regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit
jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal,
yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi
pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi mental dan defek jantung
(Mayo Clinic Internal Medicine Review, 2008).
Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme thiroid dan
malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem
imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk
hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto.
Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap
proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain
yang abnormal. Sebagai contoh, anak – anak dengan sindrom Down yang menderita
leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik
menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi
terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada
penderita Sindrom Down (Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).
Anak – anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti
Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir
keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi
akibat mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada
anak – anak dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1,
dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum diketahui pasti
(Lange BJ,1998).
2. 5 Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak
tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas:
1. Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan
fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal
(microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.
2. Sifat pada kepala, muka dan leher: penderita down syndrome mempunyai paras
muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
3. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar. Pangkal hidungnya
pendek. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran
mulut adalah kecil dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah selalu
terjulur. Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).
Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Paras telinga adalah lebih rendah.
Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bagian depan ke belakang.
Lehernya agak pendek.
4. Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan
(epicanthal folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris
mata (60%), medial epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan
retinal detachment. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa
dan kornea.
5. Manifestasi mulut: gangguan mengunyah menelan dan bicara, scrotal tongue,
rahang atas kecil (hypoplasia maxilla), keterlambatan pertumbuhan gigi,
hypodontia, juvenile periodontitis, dan kadang timbul bibir sumbing.
6. Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan
keterlambatan perkembangan pubertas.
7. Manifestasi kulit: kulit lembut, kering dan tipis, Xerosis (70%), atopic dermatitis
(50%), palmoplantar hyperkeratosis (40-75%), dan seborrheic dermatitis (31%),
Premature wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria
infections, fungal infections (tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis
perforans serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular
cheilitis.
8. Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-
jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki
melebar.
9. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
10. Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan
pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital
heart disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat
meninggal dengan cepat. Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung
berlubang seperti Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang di
antara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu
jantung berlubang diantara atrium kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk
saluran ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-
kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan
(cynotic spell) dan susah bernafas.
11. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus
(esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
12. Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di
bagian tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1–2 hari dimana
bayi mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum
yang tidak terbuka penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan
ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi
akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di
mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar. Saluran usus rectum
atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka langsung atau
penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan
sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan
mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana
perut membuncit dan susah untuk buang air besar. Apabila anak sudah mengalami
sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan.
Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down
atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati- hati
memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan
anak dengan sindrom down lebih tinggi.
13. Sifat pada tangan dan lengan: Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah mereka
mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok ke dalam.
Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan
“simian crease”.
14. Tampilan kaki: Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki
kedua agak jauh terpisah dan tapak kaki.
15. Tampilan klinis otot: mempunyai otot yang lemah menyebabkan mereka menjadi
lembek dan menghadapi masalah dalam perkembangan motorik kasar. Masalah-
masalah yang berkaitan dengan masa kanak- kanak down syndrom mungkin
mengalami masalah kelainan organ- organ dalam terutama sekali jantung dan usus.
16. Down syndrom mungkin mengalami masalah Hipotiroidism yaitu kurang hormon
tiroid. Masalah ini berlaku di kalangan 10 % kanak- kanak down syndrom.
17. Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di bagian leher
yang menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (atlantoaxial instability) dimana ini
berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom.
18. Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel darah putih
yaitu leukimia.
19. Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (amyloid
precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.
20. Masalah Perkembangan Belajar
Down syndrom secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan perkembangan
dan kelemahan kognitif. Pada pertumbuhan mengalami masalah lambat dalam
semua aspek perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motorik
halus dan berbicara. Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan
menjadikan mereka digemari oleh ahli keluarga. Mereka juga mempunyai sifat
periang. Perkembangan motor kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang
lembek tetapi mereka akhirnya berhasil melakukan hampir semua pergerakan
kasar.
21. Gangguan tiroid
22. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
23. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan dan
perubahan kepribadian)
24. Penderita sindrom Down sering mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh
seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi.
Penanganan alergi pada penderita sindrom Down dapat mengoptimakan gangguan
yang sudah ada.
25. Sebanyak 44 % klien syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 %
hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada
penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena
leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit
Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
2. 8 Penatalaksaan
1. Penanganan Secara Medis.
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama
dengan anak yang normal. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak dengan
sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal:
a. Pendengarannya: sekitar 70-80 % anak syndrom down dilaporkan terdapat
gangguan pendengaran sehingga perlu dilakukan tes pendengaran sejak dini dan
secar aberkala oleh ahli THT.
b. Penyakit jantung bawaan: 30- 40% sindrom Down disertai dengan penyakit
jantung bawaan yang memerlukan penanganan jangka panjang oleh ahli jantung.
c. Penglihatan: perlu evaluasi sejak dini karena sering mengalami gangguan
penglihatan atau katarak.
d. Nutrisi: akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah maupun
obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga butuh kerja sama dengan
ahli gizi.
f. Lain- lain: aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan para ahli,
meliputi masalah imunologi, gangguan metabolisme atau kekacauan biokimiawi.
2. Pendidikan
a. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi
lingkungan yang memadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk
latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa.
Selain itu dengan mengajari anak agar menolong diri sendiri seperti berpakaian,
makan, belajar, BAB/BAK, mandi, akan memberi anak kesempatan untuk
mandiri. Kualitas rangsangan lebih penting daripada jumlah rangsangan dalam
membentuk perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh karena itu perlu
dipergunakan stimuli- stimuli yang spesifik.
b. Taman Bermain/ Taman Kanak- Kanak
Peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus serta interaksi sosial dapat
meningkat melalui bermain dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan
bergaul dengan lingkungan di luar rumah, maka memungkinkan anak
berpartisipasi dalam dunia yang lebih luas.
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Pengalaman yang diperoleh anak di sekolah akan membantu mereka mendapat
perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu
mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial. Sekolah
hendaknya memberikan kesempatan anak untuk menjalin hubungan persahabatan
dengan orang lain serta mempersiapkannya menjadi penduduk yang produktif.
2. 9 Prognosis
Sebanyak 44 % penderita syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 %
hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini
yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom
down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan
menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Prognosis penderita down syndrome sangat bervariasi, tergantung pada jenis
komplikasi (cacat jantung, kerentanan terhadap infeksi, pengembangan leukemia) dari
masing-masing bayi. Keparahan dari keterbelakangan secara signifikan juga dapat
bervariasi. Tetapi, kebanyakan anak-anak dengan down syndrome bertahan hidup hingga
dewasa. Namun, prognosis untuk bayi yang baru lahir dengan down syndrome lebih baik
daripada sebelumnya. Karena pengobatan medis yang semakin modern, dengan
menggunakan antibiotik untuk mengobati infeksi dan pembedahan untuk mengobati
cacat jantung dan duodenum atresia, harapan hidup mereka telah meningkat pesat.
Masyarakat dan dukungan keluarga memungkinkan penderita down syndrome memiliki
hubungan yang berarti, serta dengan adanya program- program pendidikan, dapat
membantu penderita down syndrome untuk lebih survive, sehingga mereka pun dapat
bekerja.
2. 10 Pencegahan
Konseling genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat
membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down. Selain itu dengan Biologi Molekuler,
misalnya dengan “gene targeting“ atau yang dikenal juga sebagai “homologous
recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.
Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum: Baik
2) Kesadaran: Compos Mentis
3) BB dan TB sekarang: untuk mengetahui pertumbuhan yang terjadi pada anak.
4) HR: pada sindrom Down dapat terjadi kelainan pada jantung. Masalah jantung yang
paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular Septal Defect
(VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial
Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atria kiri dan kanan.
Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus
Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah
jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.
5) RR: kelainan jantung pada sindrom Down dapat mengakibatkan sukar bernapas.
6) LK: bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian
anteroposterior kepala mendatar.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala: bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan
bagian anteroposterior kepala mendatar, oksiput datar (brakisefali)
2) Wajah: paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol, pangkal
hidungnya pendek/ pesek.
3) Mata: Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk
lipatan (epicanthal folds), fisura palbebra miring ke atas (upslanting palpebral fissure)
white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata, medial epicanthal
folds, keratoconus, strabismus, katarak, dan retinal detachment. Gangguan
penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea. Jarak diantara 2
mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam.
4) Mulut dan Gigi: Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar
(macroglossia). Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Dapat terjadi gangguan
mengunyah, menelan dan bicara.
5) Kulit: lapisan kulit biasanya tampak keriput, kulit lembut, keringdan tipis, Xerosis,
atopic dermatitis, palmoplantar hyperkeratosis, dan seborrheic dermatitis,
Premature wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria
infections, fungal infections (tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis
perforans serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata, Vitiligo, Angular cheilitis
6) Abdomen: Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada
esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia)
7) Ekstremitas: tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari
pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Tapak tangan mereka
biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”. Otot yan
glemah menyebabkan mereka menjadi lembek dan menghadapi masalah dalam
perkembangan motorik kasar. Jari kelingking bengkok (klinodaktili)
8) Genitalia: Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia,
cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas
c. Pemeriksaan penunjang :
1) Pemeriksaan Radiologi: pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachycephalic”,
sutura dan fontanellla yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar
disertai sudut asetabular yang lebih lebar.
2. Analisis Data
Menyatukan antara data subyektif dengan data obyektif dan dibandingkan dengan teori
yang nantinya akan di dapatkan masalah yang sebenarnya.
Diagnosa Keperawatan
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Subjektif
a. Identitas anak
Nama : An F
Umur : 3 tahun 1 bulan
Jenis kelamin : perempuan
Status anak : kandung
Anak yang ke : 5
Jumlah saudara : 4
b. Keluhan utama
Tidak ada keluhan. Pasien datang untuk kontrol rutin.
c. Riwayat penyakit
Anak pernah mengalami radang paru- paru dan morbili saat usia 5 bulan. Keadaan
sekarang baik. Riwayat imunisasi lengkap.
2. Objektif
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
BB :10 Kg
TB : 85 cm
Lingkar Kepala : 45 cm
Lila : 15 cm
HR : 110 x/m
RR : 23 x/m
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala: bentuk kepala kecil, bagian anteroposterior kepala mendatar, oksiput
datar (brakisefali)
2) Wajah: mongoloid face, pangkal hidung pendek, low sec ear
3) Mata: epicantis folds, jarak diantara 2 mata jauh
4) Mulut dan Gigi: mulut kecil dan lidah menonjol keluar (macroglossia)
5) Kulit: keringat (+), turgor elastis
6) Dada: simetris, gerak dada normal, suara jantung normal
7) Abdomen: baik, tidak ada kelainan
8) Ekstremitas: telapak tangan simian crease, jari kelingking bengkok (klinodaktili),
refleks ekstremitas baik.
9) Genitalia: perempuan. Tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Psikologi tanggal 17 Desember 2012
Kecerdasan: usia kalender 3 tahun, usia mental 2 tahun 8 bulan, IQ 87 (taraf
lambat belajar), pemahaman, verbal dan motorik halus terbatas
Kepribadian: penyesuaian diri cukup baik, ingin selalu dituruti keinginan,
cenderung sukar berkonsentrasi, semaunya sendiri
Kesimpulan: Down syndrome menghambat fungsi kognitif maupun tugas-
tugas perkembangan yang lain misalnya kemampuan berbahasa ekspresif
Saran: tes psikologi ulang sebelum masuk sekolah
2) DDST tanggal 17 Desember 2012
Personal Sosial: anak mampu minum dari cangkir, anak mampu membantu di
rumah, anak mampu menggunakan sendok/ garpu, anak mampu membuka
pakaian, anak mampu menyuapi boneka, anak mampu memakai baju, anak
mampu gosok gigi dengan bantuan, anak belum bisa mencuci dan
mengeringkan tangan, anak belum bisa menyebut nama teman.
Motorik Halus: anak mampu memegang dengan ibu jari dan jari, anak mampu
membenturkan 2 kubus, anak mampu menaruh kubus di cangkir, anak mampu
mencoret- coret, anak mampu mengambil manik- manik ditunjukkan, anak
mampu membuat menara 2 kubus, anak belum bisa membuat menara 4 kubus.
Bahasa: anak mampu mengucapkan papa mama, anak mampu mengucapkan 8
kata, anak belum bisa menunjuk gambar.
Motorik Kasar: anak mampu berlari, anak mampu berjalan naik tangga, anak
mampu menendang bola ke depan, anak belum bisa melompat, anak belum
bisa melempar bola ke atas.
3. Analisis Data
Data Etiologi Masalah
DS: Lidah yang menjulur dan Gangguan
palatum yang tinggi pemenuhan nutrisi
DO:
BB anak 10 kg, berada pada Kesulitan pemberian makanan
garis terbawah di grafik
Gangguan pemenuhan nutrisi
hipertermi
DS: Tulang dan Otot yang lemah, Gangguan
serta kelemahan kognitif pertumbuhan dan
DO: perkembangan
Anak belum mampu Kurangnya stimulasi
melakukan kegiatan sesuai
usianya Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan
5. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa I
a. Tujuan: Pemenuhan nutrisi pada klien akan terpenuhi dalam waktu 1 bulan
b. Kriteria hasil:
1) Terdapat kenaikan berat badan
2) Berat badan berada pada batas normal
c. Intervensi:
Pemantauan berat badan
R/ Pemantauan berat badan yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya
Mandiri
1) Periksa kemampuan anak untuk menelan
R/ kemampuan anak untuk menelan mempengaruhi masuknya asupan nutrisi
untuk anak.
2) Beri informasi pada orang tua cara yang tepat dalam memberi makanan
R/ suasana yang menyenangkan selama makan dapat meningkatkan nafsu
makan anak
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makan
R/ untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan nutrisi anak
2. Diagnosa II
a. Tujuan: klien akan mengalami kemajuan pertumbuhan dan perkembangan dalam
waktu 1 bulan
b. Kriteria hasil:
1) Anak sudah dapat melakukan tugas- tugas perkembangan yang pada pertemuan
sebelumnya tidak dapat ia lakukan
2) Anak dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan usianya
c. Intervensi:
Mandiri
1) Bantu anak dalam memberikan respons yang bermakna pada lingkungan.
2) Berespon pada isyarat anak.
3) Tanggapi anak dengan semangat dan antusiasme.
4) Atur jadwal kegiatan anak setiap hari meliputi 4-5 kali stimulus setiap hari.
5) Identifikasi tujuan perkembangan yang ingin dicapai secara spesifik.
6) Ajarkan orang tua pertumbuhan dan perkembangan anak.
7) Ajarkan orang tua stimulasi yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan.
Kolaborasi
Konsultasi pada ahli rehab medik dan/atau terapi okopasi jika dibutuhkan.
3. Diagnosa III
a. Tujuan: klien dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain dan lingkungannya
dalam waktu 1 bulan
b. Kriteria hasil:
3) Anak dapat berinteraksi dengan teman- temannya
4) Anak tidak rewel ketika berada di lingkungan baru
c. Intervensi:
Mandiri
1) Motivasi orang tua agar memberi kesempatan pada anak untuk bermain
dengan teman sebayanya
2) Memberi keleluasan/ kebebasan pada anak untuk berekspresi
3) Menganjurkan orang tua untuk mengikutsertakan anaknya di day care, play
group atau sekolah
PELAKSANAAN
EVALUASI
Waktu SOAP
17 Ibu mengungkapkan dapat memahami penjelasan petugas
Desember
O Ibu mampu menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan petugas sesuai
2012 jam dengan bahasa ibu sendiri.
11.45 A Masalah sudah teratasi sebagian
Menjadwalkan kontrol ulang
Ibu mengatakan memahami penjelasan petugas dan akan melaksanakannya
Ibu dapat mengulang kembali penjelasan petugas
Masalah belum teratasi
Menjadwalkan kontrol ulang
Ibu mengatakan memahami penjelasan petugas dan akan melaksanakannya
Ibu mampu menjelaskan kembali penjelasan petugas
Masalah belum teratasi
Menjadwalkan kontrol ulang
DAFTAR PUSTAKA
Kosim, M. Sholeh dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Ed2 Jakarta: EGC
http://www.fk.unair.ac.id/attachments/532_Karya%20Ilmiah%20-%20DownSyn_TrpGen.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31669/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30426/5/Chapter%20I.pdf