Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PSIKOLOGI KLINIS

STUDI KASUS SELF INJURY


Dosen Pengampu : Nurhida Rahmalia Wibowo, M.A.

Disusun oleh :
1. DESI INDRIYANI (43040180146)
2. SITI NURMALA
3. DISYACITTA
4. FATHONAH

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
PEMBAHASAN

A. Pengertian Self-Injury

Self Injury adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan individu untuk mengatasi
rasa sakit secara emosional dengan cara melukai diri sendiri, dilakukan dengan
sengaja tapi tidak dengan tujuan bunuh diri, self injury biasa dilakukan sebagai bentuk
dari pelampiasan emosi yang terlalu menyakitkan untuk diungkapkan dengan kata-
kata.

The International Society for Study self injury mendefinisikan self injury sebagai
perilaku melukai diri sendiri dengan disengaja yang mengakibatkan kerusakan
langsung pada tubuh, untuk tujuan bukan sanksi sosial dan tanpa maksud bunuh diri.
(dalam Whitlock dkk, 2009: 1)

Self injury menurut definisi, adalah suatu perilaku dilakukan tanpa niat bunuh
diri, meskipun mungkin berhubungan dengan perilaku bunuh diri dalam beberapa hal
tertentu yang bersifat penting (The International Society for Study Self-Injury, 2007).

Menurut Mazelis (2008: 1) self injury adalah sengaja melukai tubuh sendiri
sebagai cara mengatasi masalah emosi dan stres. Orang-orang melukai diri tidak
untuk menciptakan rasa sakit fisik, tapi untuk menenangkan rasa sakit emosional yang
mendalam.

Beberapa pengertian yang sudah dkemukakan tersebut dapat diambil kesimpulan


bahwa self injury adalah perilaku melukai diri sendiri secara sengaja dengan tujuan
mengatasi masalah emosi tanpa maksud untuk bunuh diri.

B. Jenis-Jenis Self Injury

Self injury terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:
(Caperton, 2004: 5)

1. Major self-mutilatin

Major self-mutilation didefinisikan sebagai melakukan kerusakan


permanen pada organ utama, seperti memotong kaki atau mencukil mata. Self
injury jenis ini biasanya dilakukan oleh individu yang mengalami tahap psikosis.
Stereotypic melukai diri kurang parah tapi jauh lebih berulang.

2. Stereotipic self-injury

Stereotypic self injury tidak begitu parah tapi jauh lebih berulang. Jenis
self injury ini biasanya melibatkan perilaku berulang seperti membenturkan
kepala ke lantai secara berulang kali. Individu yang terlibat dalam jenis self
injury ini sering menderita gangguan saraf seperti Autisme atau Sindrom
Tourette.

3. Superficial self-mutilatin

Superficial self-mutilation dijelaskan oleh sebagai jenis yang paling


umum dari self injury. Contoh perilaku superficial self-mutilation adalah
menarik rambut sendiri dengan sangat kuat, menyayat kulit dengan benda
tajam, membakar bagian tubuh, membanting tubuhnya sendiri, dan
membenturkan kepala.

Ada tiga sub-tipe dari jenis self-injury. Ketiganya meliputi sub-tipe


episodik, repetitive dan kompulsif. Kompulsif self injury serupa dengan
gangguan psikologis seperti Obsesif-Compulsive Disorder. Sub tipe ini lebih
dalam bawah sadar dibandingkan dengan dua sub tipe lainnya dan tidak
dilakukan sebagai suatu keharusan. Episodik dan repetitive self injury
bervariasi dalam cara melakukannya. Keduanya terjadi di episode mana self
injury akan mewujudkan dirinya lebih baik pada saat waktu tertentu, namun
perbedaannya adalah bahwa individu-individu yang digambarkan sebagai
berpartisipasi dalam repetitive superficial self-mutilation melihat fakta bahwa
mereka melukai diri sendiri sebagai bagian penting dari identitas mereka dan
bahkan mengembangkan siapa mereka sebagai pelaku self injury.

C. Bentuk-Bentuk Self Injury

Self Injury dalam istilah lain dikenal sebagai Self Harm, bentuk paling umum
dari self injury adalah membuat irisan dangkal pada lengan atau tungkai. Menurut
Whitlock, dkk. (2006: 117) bentuk-bentuk self injury antara lain:
1. Menggores, menggaruk atau mencubit yang dapat menimbulkan tanda pada kulit
dan menyebabkan kulit berdarah
2. Membanting atau memukulkan objek ke diri sendiri sehingga menimbulkan luka
memar atau berdarah
3. Mencabik-cabik kulit
4. Mengukir kata-kata atau bentuk-bentuk tertentu di permukaan kulit
5. Menyuluti atau membakar kulit dengan rokok, api ataupun air panas
6. Menarik rambut secara paksa dengan jumlah yang banyak.

Menurut Kanan dan Finger (2005: 3) bentuk-bentuk self injury yang bisa
dilakukan yaitu:

1. Menggores bagian tubuh tertentu


2. Membakar bagian tubuh tertentu dengan rokok
3. Memukul diri sendiri, memukul tembok atau benda keras yang lain
4. Membuat tubuh menjadi luka memar atau patah tulang
5. Membenturkan kepala
6. Menarik rambut
7. Menghantamkan tubuh terhadap suatu objek
8. Mencubit

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa


bentuk-bentuk self injury yang dikemukakan oleh Kanan dan Finger telah terwakili
oleh bentuk self injury yang dikemukakan oleh Whitlock. Bentuk-bentuk self injury
tersebut antara lain: menggores tubuh, membakar tubuh, mencubit, menarik rambut,
dan memukul objek tertentu ke diri sendiri atau sebaliknya.1

D. Penyebab Self-Injury

Dikutip dari laman Dokter Sehat, sebenarnya tidak ada satu penyebab tunggal
atau sederhana yang menyebabkan penderita self injury melukai diri sendiri. Secara
umum, penyebab self injury adalah:
1. Tidak mampu mengatasi masalah dengan baik

1
Destiana Maidah, Self Injury Pada Mahasiswa, 2013, Skripsi : Universitas Negeri Semarang, hlm 10-
13
Nonsuicidal self-injury (tidak melukai diri sendiri secara fisik) biasanya
adalah hasil dari ketidakmampuan untuk mengatasi masalah dengan cara yang
sehat, namun dengan rasa sakit psikologis.
2. Kesulitan mengendalikan emosi
Seseorang sulit mengatur waktu, mengekspresikan atau memahami emosi.
Campuran emosi yang memicu bahaya self injury itu kompleks. Misalnya,
mungkin ada perasaan tidak berharga, kesepian, panik, marah, bersalah,
penolakan, kebencian terhadap diri sendiri atau kebingungan seksualitas.

Umumnya mereka yang senang menyakiti diri sendiri merupakan orang-orang


yang merasa kosong dan merasa sulit dipahami oleh orang lain. Penderita juga
mudah merasa kesepian dan tidak siap akan tanggung jawab orang dewasa. Untuk
menyalurkan emosi dan perasaan mereka, akhirnya penderita gangguan psikologi
ini melakukan tindakan-tindakan menyakiti diri sendiri seperti yang menyayat
kulit hingga membenturkan kepala. Selain itu self injury juga biasa dilakukan
sebagai bentuk mencari perhatian, menyelesaikan konflik batin maupun bentuk
ketidaksetujuan terhadap orang lain.
Seperti yang sudah dijelaskan penderita self injury harus memiliki perawatan
khusus yang ditangani oleh profesional sebelum keinginan menyakiti diri mereka
bertambah parah. Beberapa jenis pengobatan untuk penderita self injury sebagai
berikut:
1. Terapi Evaluasi
Tahap pertama yang bisa dilakukan untuk penderita self injury adalah
dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk membuka diri. Dengan
terapi evaluasi mereka akan diberikan kesempatan untuk menceritakan
keluhan mereka dan mendapat bantuan psikologi seperti support dan bantuan
lainnya yang akan membuat mereka tidak lagi melukai diri sendiri.
2. Perawatan di Rumah Sakit
Ada tiga macam tahapan perawatan di rumah sakit yang disediakan
untuk penderita self injury. Yang pertama adalah rawat jalan, ini adalah
perawatan bagi mereka yang senang menyakiti diri sendiri dalam tahap
pemula yang tidak terlalu membahayakan. Biasanya penderita tipe ini hanya
memberikan luka-luka kecil pada tubuh mereka.
Kedua adalah perawatan 6-12 jam. Perawatan ini ditujukan bagi
mereka yang menderita depresi hingga selalu berkeinginan menyakiti diri
mereka sendiri. Perawatan ini jauh lebih intensif dan membutuhkan perhatian
khusus. Perawatan yang terakhir adalah dengan rawat inap. Pelayanan ini
biasanya ditujukan bagi penderita yang cukup parah atau dengan kata lain
keinginan mereka untuk menyakiti diri sendiri tidak hanya berkisar pada luka
ringan tapi juga keinginan mengakhiri hidup. Bagi penderita tipe ini
pengawasan orang-orang profesional sangat dibutuhkan agar tidak terjadi hal-
hal yang membahayakan.
Terlepas dari itu semua, keinginan untuk sembuh dan konsistensi dari
penderita adalah yang utama. Karena yang bisa mengubah diri mereka
hanyalah mereka sendiri. Dukungan dari lingkungan dan pengobatan medis
adalah faktor eksternal sifatnya hanya membantu mereka untuk terlepas dari
kebiasaan menyakiti diri sendiri.2
E. Contoh Kasus Self-Injury
1. SAYAT TANGAN KARENA KECEWA ZAYN MALIK KELUAR DARI ONE
DIRECTION
Saat Zayn keluar dari grup One Direction pada 2015, para penggemarnya
kecewa berat dan memutuskan untuk melakukan aksi sayat tangan dan mem-
posting-nya di Twitter dengan tagar #cut4zayn. Aksi ini jadi trending topic,
membuat Twitter menghapus beberapa postingan dengan tagar tersebut.
2. PULUHAN SISWA SMP SAYAT TANGAN KARENA INGIN MENIRU
Lebih dari 50 orang siswa SMP di Pekanbaru nekat melukai diri sendiri karena
ingin meniru unggahan tentang cara melakukan self harm.
3. PATAH HATI DAN RACUNI DIRI SENDIRI
Sebuah video seorang perempuan yang menangis pilu karena putus dengan
pacarnya sempat beredar. Dia lalu meminum cairan sampo hingga berkali-kali
sambil terus menangis sebelum akhirnya pingsan.
4. PERKELAHIAN SAHABAT
Berebut membayar tagihan membuat empat sahabat dari China terlibat
pertengkaran. Dua orang bertengkar karena masing-masing ingin membayar
tagihan, sementara satu orang lagi mengancam akan menyayat tangannya jika
mereka tidak berhenti berkelahi. Kejadian ini berakhir tragis dengan satu orang
2
Indozone.id, Astrid, diakses pada 16 November 2019 pukul 15.56 WIB
yang berkelahi akhirnya bunuh diri, dan yang mengancam melakukan self harm
masuk rumah sakit.3
F. Emphatic Love Therapy Untuk Menurunkan Pikiran dan Perilaku Self-Injury
Salah satu penanganan yang dapat diambil untuk self-injury adalah melakukan
intervensi psikologis dengan pendekatan transpersonal. Pendekatan transpersonal
dianggap sebagai pendekatan yang paling komprehensif. Assagioli dalam (Rueffler,
1995) menyebutkan dalam pendekatan transpersonal, terdapat dua tujuan terapi yang
dapat terjadi, yaitu personal dan transpersonal. Personal bertujuan untuk memperkuat
perkembangan kepribadian, yaitu dengan melibatkan semua proses mental di
dalamnya baik itu pikiran, perasaan dan perilaku untuk menuju selaras dan optimal.
Sedangkan transpersonal lebih dalam lagi, yaitu menawarkan kemungkinan untuk
mewujudkan diri yang sejati, yang menyangkut keterhubungan manusia dengan Sang
pencipta.
Psikologi transpersonal menawarkan pengenalan dan pemahaman yang
mendalam akan diri sehingga pendekatan ini tidak hanya untuk perubahan pikiran,
perasaan dan perilaku, namun juga cocok untuk pengembangan diri. Oleh karena itu,
pendekatan ini cocok digunakan di berbagai kasus psikologis, mulai dari level ringan,
sedang, sampai berat. Dalam penelitian ini, self injury merupakan ranah kasus dengan
katagori rendah sampai sedang.
Salah satu intervensi psikologis dengan pendekatan psikologi transpersonal
adalah metode Empathic Love Therapy (ELT). ELT merupakan merupakan metode
cinta dalam psikosintesis untuk mendamaikan seluruh aspek dalam diri, mengubah
pola diri yang bersifat membatasi atau merusak diri, dan menemukan diri sejati yang
utuh dan sejalan dengan kehendak Tuhan.
Segala tindakan yang merusak diri ataupun tindakan yang membatasi potensi
diri terjadi karena I (personal) dan Self (transpersonal) tidak utuh. I dan Self yang
tidak utuh karena I mengalami luka yang disebut primal wounding (Firman & Gila,
2002). Primal Wounding muncul karena pengalaman-pengalaman tidak
menyenangkan yang terjadi di masa lalu seperti penolakan, perpisahan, pengabaian
ataupun hal-hal yang tidak empati lainnya yang dilakukan oleh significant others
(orang tua, pengasuh) dan lingkungan (peers, masyarakat, sistem) baik disengaja
maupun tidak disengaja (Firman & Gila, 2002).
3
https://gensindo.sindonews.com/read/654/1/4-kasus-self-harm-yang-jadi-viral-1566616121#, diakses
pada 16 November 2019 pukul 16.00 WIB
Primal wounding membuat individu merasa terisolasi, kosong, disintegrasi
dan penolakan diri, kehilangan aku yang utuh, tidak bermakna, tidak berharga, selalu
salah, merasa kewalahan dan terjebak, cemas dan putus asa yang kesemuanya ini
disebut keadaan non-being (Firman & Gila, 2002). Keadaan non-being tersebut
memaksa I untuk bertahan dan menjadi I survival. Isurvival kerap kali keliru dalam
mengenali potensi ataupun kemampuannya.Demi bertahan dari kondisi non-being,
seseorang akhirnya tidak menjadi Iotentikyang bebas menjalani kehidupan seutuhnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang dengan self injury,sebenarnya menjadi I
survival yang ingin membebaskan diri dari luka, ingin mengekspresikan kekacauan
perasaan, bahkan (Kokaliari & Beerzoff, 2008) menyebutkan bahwa self injury
dianggap sebagai cara bertahan agar dapat produktif lagi. Individu beranggapan
dengan melakukan self injury mereka dapat melepaskan diri dari tekanan ataupun
beban yang menghimpit sehingga mereka dapat kembali fokus dan produktif lagi di
pekerjaan ataupun tugas-tugasnya. Namun demikian, self injury ternyata bukanlah
cara bertahan yang efektif. Beberapa individu, ketika sudah melakukan self injury
malah tidak merasakan perbedaan, atau bahkan merasa menyesal setelah melakukan
self injury tersebut (Klineberg, Kelly, Stansfeld, &Bhui1, 2013).
Metode ELT merupakan metode cinta dalam psikosintesis yang disusun
berdasarkan 7 konsep Assagioli (2007); 1) Dis-identification, 2) Personal self or I, 3)
Will – Good, Strong, Skillful, 4) The Ideal Model, 5) Synthesis, 6) The Superconscious
or Higher Unconscious, dan 7) Transpersonal Self or Self. Rangkaian proses atau
tahapan perubahan diri dalam ELT untuk menurunkan pikiran dan perilaku self injury
dimulai dari mengenali elemen dalam diri, baik yang mendukung maupun
menghambat. Selanjutnya yaitu menerima segala elemen dalam diri. Selanjutnya
koordinasi yaitu mulai menyadari kualitas tersembunyi dari elemen yang dianggap
mengganggu atau menghambat. Selanjutnya integrasi, yaitu mulai menyadari nilai
dan aspirasi. Terakhir adalah sintesis, yaitu penyatuan dengan diri yang utuh (diri
otentik).
Hasil penelitian, ELT terbukti efektif menurunkan depresi dan kecemasan.
ELT menurunkan depresi dan kecemasan dengan meningkatkan keberhargaan dan
penerimaan diri. Rasa berharga dan penerimaan terhadap segala elemen diri, baik
yang menyakitkan maupun menyenangkanmembawa individu-individu tersebut
menemukan diri yang utuh dan tidak terbatas.Adapun rasa berharga oleh (Kool,
Meijel, & Bosman, 2009) disebut merupakan salah satu faktor yang membuat
seseorang mampu menghentikan perilaku sel injury. Akan tetapi penelitian ELT untuk
individu dengan selfinjury belum pernah dilakukan sehingga peneliti tertarik
melakukan penelitian tentang Empathic Love Therapy kepada individu yang memiliki
pikiran dan perilaku self injury.4

4
http://etd.repository.ugm.ac.id/, Tri Permatasari, EMPATHIC LOVE THERAPY UNTUK
MENURUNKAN PIKIRAN DAN PERILAKU SELF INJURY, 2017, Jurnal Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai