Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana,
yang telah memberikan segala nikmat dan hidayah-Nya kepada
umat manusia supaya selalu dekat kepada-Nya. Shalawat
beserta salam semoga tetap tercurah limpahkan kehadirat
Rasulullah SAW baik kepada keluarga, sahabat maupun kepada
kita selaku umatnya.

Makalah ini penulis sampaikan kepada pembimbing mata


kuliah Kebutuhan Dasar Klinik Kebidanan sebagai salah satu
tugas mata kuliah tersebut. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada Ibu Lilik Triyawati,Amd.Keb.,SPd.,M.Kes. yang telah
membimbing kami dan kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran penulisan makalah ini.

Alhamdulillah makalah ini akhirnya dapat diselesaikan oleh


kami walaupun masih banyak kekurangan baik dari segi
penulisan maupun dari segi sub-materinya. Untuk itu kami
memohon kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan makalah ini.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah kita memohon


perlindungan dan hanya kepada Allah-lah kita memohon ampun.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi yang
membacanya kelak. Amin.

Bojonegoro, 11 Maret 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................1
Daftar Isi........................................................................................................2
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................3
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Pemeriksaan Fisik Balita..........................................................................4
2.2 Pemeriksaan Fisik Dewasa.....................................................................14
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan.............................................................................................21
Daftar Pustaka............................................................................................22

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian
kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa
dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin
diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab
yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk
meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien
secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau
pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pemeriksaan fisik balita?
1.2.2 Bagaimana pemeriksaan fisik dewasa?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mampu mengetahui pemeriksaan fisik balita
1.3.2 Mampu mengetahui pemeriksaan fisik dewasa

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemeriksaan Fisik Balita
Pemeriksaan fisik pada anak berbeda dengan dewasa, ada beberapa
hal yang tidak boleh diabaikan dan cara pemeriksaan harus disesesuaikan
dengan umur anak/bayi. Suasana harus tenang dan nyaman karena jika anak
ketakutan, kemungkinan dia akan menolak untuk diperiksa. Untuk anak usia
1 – 3 tahun, kebanyakan diperiksa dalam pelukan ibu, sedangkan pada bayi
usia kurang 6 bulan, biasanya bisa diperiksa di atas meja periksa.
Tata cara dan urutan pemeriksaan fisik pada anak tetap dimulai
dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Inspeksi, ditujukan untuk
melihat perubahan yang terjadi secara umum dengan membandingkan tempat
yang diperiksa dengan daerah sekitarnya atau organ yang sama pada sisi yang
berbeda.
Palpasi, dilakukan dengan telapak tangan dan atau jari-jari tangan.
Palpasi diperlukan untuk menentukan bentuk, ukuran, tepi, permukaan dan
untuk mengetahui intensitas nyeri serta konsistensi. Palpasi dapat dilakukan
dengan kedua tangan, terutama untuk mengetahui adanya cairan atau
ballottement.
Perkusi, ditujukan untuk mengetahui perbedaan suara ketukan
sehingga dapat ditentukan batas-batas organ atau massa abnormal. Suara
perkusi dibagi menjadi 3 macam yaitu sonor (perkusi paru normal), timpani
(perkusi abdomen), dan pekak (perkusi otot). Suara lain yang terdapat
diantara dua suara tersebut seperti redup (antara sonor dan pekak) dan
hipersonor (antara sonor dan timpani).
Auskulatasi, pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk
mendengar suara pernafasan, bunyi dan bising jantung, peristaltic usus dan
aliran darah dalam pembuluh darah.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh data status kesehatan
dan sebagai dasar dalam menegakkan diagnosis.Pemeriksaan pada anak
meliputi pemeriksaan keadaan umum dan khusus.(Ernawati:2010)
A. Pemeriksaan Status Kesadaran
Pemeriksaan ini bertujuan menilai status kesadaran anak. Penilaian
status kesadaran ada dua yaitu penilaian secara kualitatif dan penilaian

4
secara kuantitatif. Penilaian secara kualitarif antara Tain: compos menis,
apatis, somnolen, sopor, koma, dan delirium. Compos mentis yaitu anak
mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respons yang cukup
terhadap stimulus yang diberikan. Apatis yaitu anak mengalami acuh tak
acuh terhadap keadaan sekitarnya. Somnolen yaitu anak memiliki
kesadaran yang lebih rendah, ditandai dengan anak tampak mengantak
selalu ingin tidur; dan tidak responsif terhadap rangsangan ringan, tetapi
masih memberikan respons terhadap rangsangan yang kuat. Sopor yaitu
anak tidak memberikan respons baik ringan maupun sedang, tetapi masih
memberikan respons sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan
adanya refleks pupil terhadap cahaya yang masih positif. Koma yaitu
anak tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apa pun
sehingga refleks pupil terhadap cahaya tidak ada. Delirium yaitu tingkat
kesadaran yang paling bawah, ditandai dengan disorientasi yang sangat
iritatif, kacau, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensoris.
(Uliyah:2015)
Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui penilaian
skala koma (nilai koma di bawah 10) yang dinyatakan dengan Glasgow
Coma Scale (GCS). Adapun penilaian sebagai berikut.
1. Aspek membuka mata
a. Spontan :4
b. Dengan diajak bicara :3
c. Dengan rangsangan nyeri :2
d. Tidak membuka :1
2. Respons verbal
a. Sadar dan orientasi ada :5
b. Berbicara tanpa kacau :4
c. Berkata tanpa arti :3
d. Hanya mengerang :2
e. Tidak ada suara :1
3. Respons motorik
a. Sesuai perintah :6
b. Terhadap rangsangan nyeri
1) Timbul gerakan normal :5
2) Fleksi cepat dan abduksi bahu :4
3) Fleksi lengan dengan adduksi bahu :3
4) Ekstensi lengan, adduksi, endorotasi bahu,
dan pronasi lengan bawah :2
5) Tidak ada gerakan :1
(digunakan pada usia > 2 tahun)
Penentuan nilai dilakukan dengan menjumlahkan masing-masing
aspek penilaian yaitu: aspek membuka mata + respon verbal + respon
motoric. (Uliyah:2015)

5
Sementara itu,untuk mengetahui tingkat kesadaran pada usia < 2 tahun
adalah sebagai berikut.

Tabel 13.2 Tingkat Kesadaran


Parameter Keterangan/Hasil
Ukuran
Kanan
Pupil Reaksi
Ukuran
Kiri
Reaksi
Skala pupil diketahui dengan ukuran diameter (mm)
Keterangan: +++ : cepat
+ : tersendat-sendat
- : tidak ada reaksi
┬ : mata menutup karena pembengkakan
Khusus untuk skala GCS,pada respon verbalnya adalah sebagai berikut.
5 : tersenyum,mendengar,atau mengikuti
4 : menangis atau tenang
3 : menangis persisten yang tidak tepat
2 : agitasi atau gelisah
1 : tidak ada respon (Uliyah:2015)
B. Pemeriksaan Status Gizi
Penilaian tentang status gizi dapat dilakukan dengan cara seperti
pada pemeriksaan antropometrik. (Uliyah:2015)
a. Data Antropometrik
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Antropometri berarti ukuran
dari tubuh. Metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh
manusia sebagai alat menentukan status gizi manusia. Konsep dasar
yang harus dipahami dalam menggunakan antropometri secara
antropometri adalah konsep pertumbuhan. Antropometri gizi adalah
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
(Ernawati:2010)
1. Berat Badan

6
Berat badan merupakan parameter yang paling sederhana dan
merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat.
Interpretasi :
1. BB/U dipetakan pada kurve berat badan
a) BB< sentil ke 10 : defisit
b) BB> sentil ke 90 : kelebihan
2. BB/U dibandingkan dengan acuan standar, dinyatakan
persentase :
a) 120% : gizi lebih
b) 80% – 120% : gizi baik
c) 60% - 80% : tanpa edema, gizi kurang; dengan edema, gizi
buruk
d) < 60% : gizi buruk, tanpa edema (marasmus), dengan
edema (kwasiorkhor).
3. Tinggi Badan Dinilai dengan :
1. TB/U pada kurva
a) < 5 sentil : deficit berat
b) Sentil 5-10 : perlu evaluasi untuk membedakan apakah
perawakan pendek akibat defisiensi nutrisi kronik atau
konstitusional
2. TB/U dibandingkan standar baku (%)
a) 90% - 110% : baik/normal
b) 70% - 89% : tinggi kurang
c) < 70% : tinggi sangat kurang
3. BB/TB (Ernawati:2010)
C. Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam keadaan tidur atau
istirahat. Pemeriksaan nadi dapat disertai dengan pemeriksaan denyut
jantung untuk mengetahui adanya pulsus defisit, yaitu denyut jantung
yang tidak cukup kuat untuk menimbulkan denyut nadi sehingga denyut
jantung lebih tinggi dari pada denyut nadi. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan kecepatan atau frekuensi nadi. Takikardia adalah kasus di
mana denyut jantung lebih cepat daripada kecepatan normal. Hal ini
dapat dijumpai pada keadaan hipertermia, aktivitas tinggi, kecemasan,
miokarditis, gagal jantung, dehidrasi, dan lain-lain. Hipertermia dapat
meningkatkan denyut nadi sebanyak 15-20 kali per menit setiap
peningkatan suhu 1° C. (Uliyah:2015)
Tabel 13.3 Frekuensi Nadi
Umur Frekuensi Nadi Rata-rata

7
Lahir 140
1 bulan 130
1-6 bulan 130
6-12 bulan 115
1-2 tahun 110
2-4 tahun 105
Sumber : Engel 1995
Penilaian denyut nadi yang lain adalah takikardia sinus yang
ditandai dengan variasi 10-15 denyutan dari menit ke menit,serta
takikardia supraventikuler paroksismal yang ditandai dengan sulit
penghitungan pada nadi karena terlalu cepat (lebih dari 200 kali per menit)
dan kecepatan nadi konstan sepanjang serangan.
Disamping takikardia,terdapat brakikardia yang merupakan
frekuensi denyut jantung lebih lambat dari normal. Dalam penilaian
brakikardia sinus dan brakikardia relative yang terjadi apabila denyutan
nadi lebih sedikit dibandingkan dengan kenaikan suhu.
Pemeriksaan nadi yang lain adalah iramanya,yaitu berupa normal
tidknya irama nadi. Distrimia (aritmia) sinus merupakan ketidakteraturan
nadi,denyut nadi lebih cepat saat inspirasi dan akan lebih lambat saat
ekspirasi. Kemudian,apabila teraba nadi sepasang-sepasang dinamakan
pulsus bigeminus dan apabila teraba tiga kelompok – kelompok disebut
pulsus trigeminus.Kelainan lebih lanjut dapat dilihat dengan
elektrokardiografi. (Uliyah:2015)
Tabel 13.3 Pola nadi
Pola Nadi Deskripsi
Brakikardia Frekuensi nadi lambat
Takikardia Frekuensi nadi meningkat,dalam
keadaan tidak pada
ketakutan,menangis,aktivitas
meningkat,atau demam yang
menunjukkan penyakit jantung
Sinus Aritmia Frekuensi nadi selama
inspirasi,menurun selama
ekspirasi.Sinus aritmia merupakan
variasi normal pada anak,khususnya
selama tidur
Pulsus Alternans Denyut nadi yang silih berganti kuat-
lemah dan kemungkinan menunjukkan
gagal jantung
Pulsus Denyut berpasangan yang berhubungan
Bigeminus dengan denyut premature
Pulsus KKekuatan nadi menurun dengan
Paradoksus inspirasi

8
Thready pulse Denyut nadi cepat dan lemah
menunjukkan adanya tanda syok,nadi
sukar di palpasi tampak muncul dan
menghilang
Pulsus Corrigan Denyut nadi kuat dan berdetak-
detak.Hal itu disebabkan oleh variasi
yang luas pada tekanan nadi.
Sumber :Engel,1995
Selain itu,pemeriksaan terhadap kualitas nadi apakah normal atau
cukup dapat dinilai dari adanya pulsus seler,yang ditandai dengan nadi
teraba sangat kuat dan turun dengan cepat akibat tekanan nadi (perbedaan
tekanan sistolik dan diastolik yang sangat besar), dan apabila lemah
menunjukkan adanya kegagalan dalam sirkulasi.Adanya pulsus parvus et
tardus ditandai dengan amplitude nadi yang rendah dan teraba lambat naik
dapat terjadi pada stenosis aorta. Pulsus alternans ditandai dengan denyut
nadi yang berselang-selang dan lemah menunjukkan adanya ventrikel kiri
yang berat.Pulsus paradoksus ditandai dengan yang teraba jelas lemah saat
inspirasi dan teraba normal atau kuat saat ekspirasi yang dapat
menunjukkan tamponade jantung. (Uliyah:2015)
Cara Memeriksa Denyut Nadi
Persiapan alat dan bahan
1. Arloji (jam) atau stopwatch
2. Buku catatan nadi
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan di lakukan
3. Atur posisi pasien
4. Letakkan kedua lengan di sisi tubuh dengan kedudukan volar
5. Tentukan letak arteri (denyut nadi yang akan dihitung)
6. Periksa denyut nadi (arteri) dengan menggunakan ujung jari II,III,dan
IV. Tentukan frekuensinya,jumlah denyut nadi per menit,dan irama
(teratur atau tidak)
7. Cuci tangan
8. Catat nadi
(Uliyah:2015)
D. Pemeriksaan Tekanan Darah
Dalam pemeriksaan tekanan darah,selain hasil sebaiknya
dicantumkan pula posisi atau keadaan saat pemeriksaan,seperti
tidur,duduk,berbaring atau menangis,sebab posisi tersebut mempengaruhi
hasil penilaian tekanan darah yang dilakukan. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara langsung atau tidak langsung pada pasien. Metode yang

9
lebih sering dilakukan adalah metode tidak langsung dengan menggunakan
sfigmomanometer (sphygmomanometer), secara palpasi atau auskultasi,
dengan bantuan stetoskop. Pemeriksaan ini bertujuan menilai adanya
kelainan pada gangguan sistem kardiovaskuler. Jika terdapat perbedaan
tekanan sistolik pada saat inspirasi dan ekspirasi lebih dari 10 mmHg,maka
dapat dikatakan anak mengalami pulsus paradoksus yang kemungkinan
terjadinya tamponade jantung,gagal jantung,dan lain-lain. (Uliyah:2015)
Tabel 13.5 Tekanan darah normal
Umur Tekanan Sistolik/Diastolik (mmHg)
1 bulan 86/54
6 bulan 90/60
1 tahun 96/65
2 tahun 99/65
4 tahun 99/65
Sumber : Engel,1995
Cara Memeriksa Tekanan Darah
Persiapan alat dan bahan
1. Sphymomanometer yang terdiri atas bagian-bagian berikut.
a. Manometer air raksa + klep penutup dan pembuka
b. Manchet udara sesuai dengan ukuran anak
c. Slang karet
d. Pompa udara dari karet + sekrup pembuka dan penutup
2. Stetoskop
3. Buku catatan tanda vital
Prosedur kerja adalah sebagai berikut.
1. Cara Palpasi
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada anak dan keluarga mengenai prosedur yang akan
dilakukan
c. Atur posisi pasien
d. Letakkan lengan yang hendak di ukur tekanan darah dengan
kedudukan volar
e. Lengan baju di buka\
f. Pasang manset anak pada lengan kanan atas sekitar 3 cm diatas
fossa cubiti (jangan terlalu ketat maupun longgar)
g. Tentukan denyut nadi arteri radialis dekstra
h. Pompakan udara kedalam manset sampai denyut nadi arteri radialis
tidak teraba
i. Pompakan terus setinggi manometer 20 mmHg,lebih tinggi dari
titik radialis tidak teraba

10
j. Palpasikan pada daerah denyut nadi arteri dan keluarkan udara
dalam manset secara pelan-pelan dan berkesinambungan dengan
memutar sekrup berlawanan arah jarum jam pada pompa udara
k. Catat hingga mmHg pada manometer, di mana arteri pertama
berdenyut kembali
l. Nilai pertama menunjukkan sistolik secara palpasi
m. Cuci tangan
n. Catat hasil.
2. Cara Auskultasi
a. Cuci tangan
b. Jelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan pada pasien
c. Atur posisi pasien
d. Letakkan lengn yang hendak di ukur tekanan darah dengan
kedudukan volar
e. Lengan baju dibuka
f. Pasang manset anak pada lengan kanan atas sekitar 3 cm di atas
fossa cubiti (jangan terlalu ketat ataau longgar)
g. Tentukan denyut nadi arteri radialis dekstra
h. Pompakan udara ke dalam manset sampai denyut nadi tidak teraba
dengan tekanan rata-rata tekanan normal.
i. Letakkan stetoskop pada arteri tersebut dan dengarkan.
j. Keluarkan udara dalam manset secara perlahan dan
berkesinambungan dengan memutar sekrup pada pompa udara
berlawanan arah jarum jam.
k. Catat hingga mmHg pada manometer di mana arteri pertama
berdenyut kembali
l. Catat tinggi mmHg pada manometer:
1. Fase Korotkoff I
Menunjukkan besarnya tekanan sisolik secara auskultasi
2. Fase korotkoff IV/V
Menunjukkan besarnya tekanan diastolik secara
auskultasi
m. Cuci tangan
n. Catat hasil (Uliyah:2015)
E. Pemeriksaan Pernapasan
Pemeriksaan ini bertuuan untuk menilai frekuensi pernapasan,
irama, kedalaman, dan tipe atau pola pernapasan. (Uliyah:2015)
Tabel 13.6 Pola Pernapasan
Pola Pernapasan Deskripsi
Dispnea Susah bernapas yang ditunjukkan
dengan adanya retraksi
Bradipnea Frekuensi pernapasan lambat yang
abnormal,irama teratur

11
Takipnea Frekuensi pernapasan cepat yang
abnormal
Hiperpnea Pernapasan cepat dan dalam
Apnea Tidak ada pernapasan
Cheyne Stokes Periode pernapasan cepat dalam yang
bergantian dengan periode
apnea.Umumnya pada bayi dan anak
selama tidur nyenyak,depresi,dan
kerusakan otak.
Kusmaul Napas dalam yang abnormal bisa
cepat,normal,atau lambat.Pada umunya
pada asidosis metabolic
Biot Tidak teratur terlihat pada kerusakan
otak bagian bawah dan depresi
pernapasan
Sumber : Engel,1995
Cara Memeriksaan Pernapasan
Persiapan alat dan bahan :
1. Arloji (jam) atau stopwatch
2. Buku catatan
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan pada pasien
3. Atur posisi pasien,dapat dengan posisi tidur terlentang
4. Hitung frekuensi dan irama pernapasan
5. Catat hasil
6. Cuci tangan (Uliyah:2015)
F. Pemeriksaan Suhu
Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui oral,rektal,dan aksila,
digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh serta membantu
menentukan diagnosis dini suatu penyakit. (Uliyah:2015)
Tabel 13.7 Suhu tubuh Normal
Umur Suhu (〫
C)
3 bulan 37,5
1 tahun 37,7
3 tahun 37,2
5 tahun 37,0
Sumber : Engel,1995
1) Cara Memeriksa Suhu Secara Oral
Persiapan alat dan bahan :

12
1. Termometer
2. Tiga buah botol
a. Botol pertama berisi larutan sabun
b. Botol kedua berisi larutan desinfektan
c. Botol ketiga berisi air bersih
3. Bengkok
4. Kertas/tisu
5. Vaselin
6. Buku catatan suhu
7. Sarung tangan
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
4. Atur posisi pasien
5. Tentukan letak bawah lidah
6. Tentukan suhu termometer di bawah 34-35〫 C
7. Letakkan thermometer dibawah lidah sejajar dengan gusi
8. Anjurkan mulut agar dikatupkan selama 3-5 menit
9. Angkat thermometer dan baca hasilnya
10. Catat hasil
11. Bersihkan thermometer dengan kertas tisu
12. Dengan air sabun dan desinfektan.Bilas dengan air bersih,lalu
keringkan.
2) Cara Memeriksa Suhu Secara Rektal
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan pada pasien
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim atau miring
5. Pakaian diturunkan sampai bawah glutea
6. Tentukan termometer,standarkan pada nilai nol.Lalu oleskan vaselin
7. Letakkan telapak tangan pada sisi glutea pasien dan masukkan
thermometer kedalam rektal.Jaga jangan sampai berubah tempatnya
dan ukur suhu tubuh.
8. Setelah 3-5 menit angkat thermometer
9. Angkat thermometer dan baca hasilnya
10. Catat hasil
11. Bersihkan thermometer dengan kertas tisu
12. Cuci dengan air sabun dan desinfektan.Bilas dengan air bersih lalu
keringkan.
3) Cara Memeriksa Suhu Secara Aksila
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan pada pasien

13
4. Atur posisi pasien
5. Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan tisu
6. Turunkan suhu thermometer di bawah 34 - 35〫 C
7. Letakkan thermometer pada daerah aksila dengan lengan pasin
dilipatkan ke dada.
8. Setelah 3-10 menit,thermometer diangkat dan dibaca hasilnya
9. Catat hasil
10. Bersihkan thermometer dengan kertas tisu
11. Cuci dengan air sabun dan desinfektan.Bilas dengan air bersih,lalu
keringkan. (Uliyah:2015)
2.2 Pemeriksaan Fisik Dewasa
Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum
penderita yang mencakup: (1) kesan keadaan sakit, termasuk fasies dan posisi
penderita; (2) kesadaran; dan (3) kesan status gizi. Dengan penilaian keadaan
umum ini akan diperoleh kesan apakah penderita dalam keadaan distres akut
yang memerlukan pertolongan segera ataukah dalam keadaan relatif stabil
sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik
yang lengkap. (Sutejo:2016)
A. Kesan Keadaan Sakit
Hal pertama yang harus dinilai adalah kesan keadaan sakit. Pada
pemeriksaan ini harus dinilai apakah penderita tampak sakit ringan, sakit
sedang, ataukah sakit berat. Penilaian ini sedikit banyak bersifat
subyektif. Deskripsi obyektif untuk menarik kesimpulan kesan keadaan
sakit ini sulit diuraikan. Kesan tersebut diambil dengan menilai
penampakan penderita secara keseluruhan. Namun perlu ditekankan
bahwa kesan keadaan sakit tidak selalu identik dengan serius atau
tidaknya penyakit yang diderita. Misalnya, seorang penderita leukimia
dapat saja tampak sehat, bergizi, dan tampak relatif aktif walaupun
kenyataanya penderita tersebut menderita penyakit yang potensial fatal.
Berbeda dengan seorang yang menderita infeksi saluran nafas akibat
virus yang umumnya relatif ringan, dapat tampak ‘toksik’ atau sakit
berat.
Fasies adalah istilah yang menunjukkan ekspresi wajah penderita
yang kadangkadang dapat memberikan informasi tentang keadaan
klinisnya. Penderita yang tersenyum, berbicara, atau tertawa biasanya
dalam keadaan baik atau menderita sakit ringan. Fasies juga dapat dapat
menjadi petunjuk tentang keadaan sakit yang cukup berat.Fasies
kolerikadidapatkan pada penderita dehidrasi berat (khususnya kolera)
dengan gambaran klinis mata cekung, kering, serta muka yang layu.
Fasies penderita obstruksi yang ditandai oleh pernapasan mulut, mulut
tampak selalu terbuka, muka tampak seperti orang bodoh, suara sengau,
dan sternum cekung sering dijumpai pada penderita atresia koana, anak
dengan hipertrofi adenoid, dan sinusitis kronik. Risus sardonikus adalah

14
fasies khas pasien tetanus yang ditandai dengan wajah tampak kaku
dengan mulut trismus. Tetanus neonatorum akan menunjukkan fasies
khas yaitu mulut yang mecucu seperti mulut ikan (karpermond).
Sedangkan pada penderita dengan defisiensi mental seringkali
menunjukkan fasies dengan karakteristik mata tampak kosong, wajah
datar, dan respon yang lambat terhadap stimulus. Namun, ekspresi wajah
yang kosong tidak selalu berarti defisiensi mental. Berbagai keadaan
seperti bisu-tuli, buta, kelainan bicara, penyakit berat, dan penderita
dengan masalah psikologis dapat memperlihatkan ekspresi wajah yang
sama.
Posisi penderita serta aktivitasnya perlu dinilai dengan baik. Harus
diperhatikan apakah penderita datang dengan berjalan, duduk, tiduran
aktif, tiduran pasif, ataukah mengambil posisi abnormal tertentu. Dari
posisi pasien kadang-kadang dapat diduga adanya paresis, paralisis, atau
ada bagian tubuh yang sakit apabila digerakkan. Penderita sesak napas
sering mengambil posisi duduk atau setengah duduk dengan kedua
lengan menyangga ke belakang. Penderita apendisitis akut seringkali
berjalan sambil membungkuk dan memegang perut kanan bawah, dan
apabila berbaring akan cenderung miring ke kanan dengan tungkai dalam
keadaan fleksi. Sedangkan pasien dengan efusi pleura akut atau
atelektasis paru yang luas lebih merasa nyaman berbaring pada sisi yang
sakit. (Sutejo:2016)

B. Kesadaran
Kesadaran baru dapat dinilai bila penderita tidak tidur. Penilaian
kesadaran dapat dilakukan secara kulaitatif dan kuantitatif. Penilaian
secara kuantitatif akan dibicarakan pada modul ketrampilan klinik yang
berbeda. Pada modul ini akan dibicarakan tentang penilaian kesadaran
secara kualitatif.
Kesadaran secara kualitatif dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Komposmentis yaitu bila pasien sadar sepenuhnya dan
memberi respons yang adekuat terhadap semua stimulus
yang diberikan.
2. Apatis yaitu bila pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh
tak acuh terhadap keadaan di sekitarnya. Pasien dapat
memberi respons yang adekuat bila diberikan stimulus.
3. Somnolen yaitu tingkat kesadaran yang lebih rendah
daripada apatis. Pasien tampak mengantuk, selalu ingin
tidur, tidak responsif terhadap stimulus ringan, tetapi masih
memberikan respons terhadap stimulus yang agak keras
kemudian tertidur lagi.
4. Sopor yaitu bila pasien memberi sedikit respons terhadap
stimulus yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya masih
positif.

15
5. Koma yaitu bila pasien tidak bereaksi terhadap stimulus
apapun dan refleks pupil terhadap cahaya tidak ada. Ini
adalah tingkat kesadaran yang paling rendah.
6. Delirium yaitu keadaan kesadaran yang menurun serta
kacau, biasanya disertai dengan disorientasi, iritatif, dan
salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga sering
mengalami halusinasi.
Dalam prakteknya, kadang-kadang sulit menilai kesadaran menjadi
salah satu dari tingkat kesadaran tersebut di atas, sehingga tingkat
kesadaran dinyatakan dalam tingkat antara, misalnya apatil-somnolen,
somnolen-sopor, atau sopor-koma. Neonatus dan bayi normal belum
dapat memberikan respons terhadap stimulus tertentu, sehingga dalam
keadaan ini kesadaran disimpulkan dari kemampuan bayi memberi
respons terhadap stimulus yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Selain kesadaran, dinilai pula status mental dan perilaku pasien, apakah
tampak gembira, tenang, kooperatif, ketakutan, agresif, hiperaktif, gaduh
gelisah, murung, atau cengeng. Selanjutnya, perhatikan pula terdapatnya
kelainan-kelainan yang segera tampak, misalnya dispnea, napas cuping
hidung, retraksi, sianosis, ikterus, edema anasarka,dan lain-lain.

Untuk pemeriksaan detail, penilaian kesadaran secara kuantitatif


dengan GCS (Glasgow Coma Scale) lebih berguna untuk mendapatkan
data yang lebih akurat. Pemeriksaan GCS sangat penting untuk
memeriksa status neurologis khususnya di kasus trauma seperti cedera
kepala. Pemeriksaan ini dapat untuk menentukan tingkat keparahan
cedera otak yang terjadi dengan melihat respon mata/eye (E), verbal (V),
dan gerakan/movement (M). (Sutejo:2016)

C. Kesan Status Gizi


1. Secara klinis Dinilai dengan inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi
dilihat proporsi tubuhnya kurus/gemuk, sedangkan pada palpasi
dinilai dengan cara mencubit tebal jaringan lemak subcutan.
2. Dengan pemeriksaan fisik & antropometris (berat badan, tinggi
badan, lingkaran lengan atas, tebal lipatan kulit, lingkar kepala,
dada & perut). (Sutejo:2016)
Pada dasarnya jenis pertumbuhan dapat dibagi dua yaitu:
pertumbuhan yang bersifat linier dan pertumbuhan massa jaringan. Dari
sudut pandang antropometri, kedua jenis pertumbuhan ini mempunyai
arti yang berbeda. Pertumbuhan linier menggambarkan status gizi yang
dihubungkan pada saat lampau dan pertumbuhan massa jaringan
mengambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat sekarang atau
saat pengukuran.
a. Pertumbuhan linier Bentuk dari ukuran linier adalah ukuran yang
berhubungan dengan panjang. Contohnya panjang badan,

16
lingkar badan, dan lingkar kepala. Ukuran linear yang rendah
biasanya menunjukkan keadaan gizi yang kurang akibat
kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau.
Ukuran linear yang paling sering digunakan adalah tinggi atau
panjang badan.
b. Pertumbuhan Massa Jaringan Bentuk dan ukuran massa jaringan
adalah massa tubuh. Contoh ukuran massa jaringan adalah berat
badan, lingkar lengan atas (LLA), dan tebal lemak bawah kulit.
Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi
kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada
waktu pengukuran dilakukan. Ukuran massa jaringan yang
paling sering digunakan adalah berat badan.
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering
digunakan adalah antropometri gizi. Antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. (Sutejo:2016)
Keunggulan antropometri gizi sebagai berikut:
a) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam
jumlah sampel yang besar.
b) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan
oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat
melakukan pengukuran antropometri.
c) Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan
dibuat di daerah setempat. Memang ada alat antropometri yang
mahal dan harus diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat
itu hanya tertentu saja seperti "Skin Fold Caliper" untuk
mengukurtebal lemak di bawah kulit.
d) Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
e) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa
lampau.
f) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang,
dan gizi buruk, karena sudahada ambang batas yang jelas.
g) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi
pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
h) Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan
kelompok yang rawan terhadap gizi.
Di samping keunggulan metode penentuan status gizi secara
antropometri, terdapat pula beberapa kelemahan.

17
a) Tidak sensitif Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi
dalam waktu singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan
kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe.
b) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan
penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan
sensitivitas pengukuran antropometri.
c) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat
mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran
antropometri gizi.
d) Kesalahan ini terjadi karena: - pengukuran - perubahan hasil
pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan - analisis dan
asumsi yang keliru
e) Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan: - latihan
petugas yang tidak cukup - kesalahanalat atau alat tidak ditera -
kesulitan pengukuran
(Sutejo:2016)

D. Warna Kulit Dan Efloresensi


Dapat digunakan untuk menilai perfusi jaringan. Kulit dapat
berwarna kemerahan atau pucat.Selain itu dapat juga terlihat sianosis
atau ikterik. Selanjutnya bila ditemukan efloresensi padakulit, tentukan
juga lokasi, bentuk, dan ukuran dari efloresensi tersebut. (Sutejo:2016)

E. Habitus/Postur Tubuh
Postur seseorang dapat merupakan faktor predisposisi timbulnya
suatu penyakit. Diabetes mellitus tipe II lebih sering menyerang orang
dengan postur yang gemuk, sedangkan Tb lebih banyak mengenai
seseorang dengan tubuh tinggi dan kurus.Secara umum postur seseorang
dapat dibagi menjadi astenikus (kurus), atletikus (proporsional), dan
piknikus (gemuk). (Sutejo:2016)

F. Penaksian Umur Pasien oleh Pemeriksa


Pasien yang tampak lebih tua dari umur yang sebenarnya terdapat
pada penyakit kronik atau karena Alzheimer. Sedangkan pasien yang
tampak lebih muda dari umur sebenarnya terdapat pada skizofrenia
hebrephrenic dan pada orang-orang yang kesehatan fisik maupun
mentalnya sangat baik.

G. Cara Berjalan
Melalui cara berjalan seseorang, kita sudah dapat mulai
menentukan penyakit,dikarenakan banyak penyakit yang mempengaruhi
cara berjalan baik secaralangsung atau tidak langsung.Kelainan dalam
cara berjalan antara lain :
1. Circumdiction gait: pada pasien post stroke.

18
2. Festinating gait: pada pasien dengan parkinsonisme. Langkah
kecil, cepat, dan tidak dapat berhenti secara perlahan.
3. Spastic gait: pada lesi upper motor neuron. Kedua tungkai kaku,
seperti orang yang baru belajar berjalan.
4. Ataxic gait: pada lesi serebellum.Pasien berjalan seperti orang
yang mabuk.
5. Waddling gait: pada dislokasi panggul congenital. Cara berjalan
seperti bebek.
6. Laboured gait: pada orang dengan myasthenia gravis.
7. Bizarre gait: pada orang dengan hysteria. Jalan dengan susah
payah. (Sutejo:2016)

H. Cara Berbaring/Duduk
1. Cara berbaring aktif : pada orang sehat atau sakit ringan.
2. Cara berbaring pasif: pada orang lumpuh.
3. Cara berbaring terpaksa: pasien terpaksa memilih posisi tertentu
karena untuk mengurangi rasa sakit bila dengan posisi yang lain.
Contohnya antara lain:
a) emphrosthotonus (duduk melengkung ke depan, pada
perikarditis),
b) pleurothotonus (duduk melengkung kearah yang sakit,
pada pleuritis),
c) oposthotonus(berbaring melengkung seperti busur panah,
pada tetanus). (Sutejo:2016)
I. Cara berbicara dan suara
Ada tidaknya dypsnoe, oedema, dehidrasi, kejang, chorea, athetosis,
tremor. (Sutejo:2016)

19
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif
dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah
dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien
yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada
klien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan
fisik ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam
keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik
untuk untuk menegakkan diagnosa kebidanan . memilih intervensi yang tepat untuk
proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan kebidanan.

20
DAFTAR PUSTAKA
Uliyah Musrifatul dkk.2015.Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Untuk
Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika
Sutejo Ika R. dkk.2016.Modul Keterampilan Klinik Dasar Blok 6.Jember:
Universitas Jember
Ernawati Dwi Arini.2010.Modul Skill Lab A Jilid.Banjarmasin: Universitas
Soedirman

21

Anda mungkin juga menyukai