Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerakan involunter merupakan suatu gerakan spontan yang tidak

terkendali, tidak disadari, tidak bertujuan, tidak dapat diramalkan sewaktu-

waktu dan tidak dikendalikan oleh kemauan pada waktu orang tersebut

beraktivitas dan menghilang waktu tidur.

Gerakan involunter ini merupakan gangguan yang terjadi di ganglia

basalis. Ganglia basalis adalah bagian otak yang paling dalam yang mengatur

gerakan-gerakan yang sifatnya kasar sehingga gerakan yang dihasilkan

menjadi halus.

Aktivitas kasar yang biasanya dilakukan seperti lari, bersepeda, jalan

cepat, menyepak bola, mengetik secara cepat, memukul benda-benda di

sekitar sewaktu kita marah. Secara reflek diatur oleh ganglia basal tersebut.

Gerakan kasar pada tubuh disebut juga gerakan ekstrapiramidal. Gangguan

akan pengendalian kasar yang berlebihan disebut juga gangguan

ekstrapiramidal.

Sistem susunan saraf pusat yang berkaitan dengan gerakan motorik

kasar yang disebabkan karena ganglia basalis seperti nukleus kaudatus,

putamen dan globus palidus.

Berbagai macam gerakan akibat gangguan di ganglia basalis

diantaranya seperti Chorea.

1
Chorea dalam bahasa yunani yang berarti menari. Pada Chorea gerak

otot berlangsung cepat, tanpa ritme dan kasar yang dapat melibatkan satu

anggota badan atau separuh badan dan bisa seluruh badan. Hal ini dengan

khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian

distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan gerakan yang harmonis antara otot-

otot pergerakan, baik antara otot yang sinergis maupun antagonis. Chorea

dapat terjadi dimulai pada usia berapa saja. Namun estimasi prevalensi yang

memang sedikit tidak terlalu mengkhawatikan seperti di Amerika Serikat

yaitu 5-10 kasus per 100.000 orang

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui macam-macam

gerakan involunter yang disebabkan gangguan pada ganglia basalis serta

informasi yang lengkap tentang chorea. Serta, agar dapat membantu

menjadikan tutunan dalam mendiagnosa dan pemberian terapi yang tepat

terhadap chorea.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Chorea

Chorea berasal dari bahasa Yunani yang berarti menari, yaitu gerakan

involunter yang menyerupai gerakan tangan lengan seorang penari. Gerakan

tidak berirama, sifatnya kuat, cepat, dan tersentak-sentak, sedangkan arah

gerakan cepat berubah.

Gerak Chorea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan dua

macam gerakan sekaligus, misalnya ia disuruh menaikkan lengannya keatas

sambil menjulurkan lidah. Gerakan Chorea didapatkan dalam keadaan istirahat

dan menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. chorea menghilang

bila penderitanya tidur.

Gambar 1: Chorea

gerakan tangan seperti lengan penari

3
B. Etiologi

Chorea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa

terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami

chorea memiliki kelainan pada ganglia basalisnya di otak.

Tugas ganglia basalis adalah memperhalus gerakan-gerakan yang kasar

yang merupakan perintah dari otak. Adapun beberapa pembagian berdasarkan

etiologi, yaitu :

1. Idiopatik, seperti Chorea Fisiologis Bayi, Buccal-oral-lingual

dyskinesia, Chorea Senilis.

2. Herediter, seperti Huntington Disease, Hereditary non Progressive

Chorea (Benign Hereditary Chorea), Neuroacanthocytosis, Familial

Remitting Chorea Nystagmus dan Katarak, Ataxia-telangiectasia,

Tuberos Sclerosis.

3. Metabolisme, seperti Wilson disease, Aciduria Glutarat, Lesch-Nyhan

disease, Fenilketonuria, Acute Intermitent Porphyria, Proponic

Acidemia, Abetalipoproteinemia, Hypobetalipoproteinemia, Lipid

Storage Disease.

4. Ganguan Endokrin, seperti Hipertiroidisme, Hipoparatiroidisme,

Hipoglikemia, Hiperglikemia non Ketotic, Chorea Gravidarum,

Hypomagnesia, Chronic nonfamilial Hepatic Encephalopathy, Anoxic

Encephalopathy.

4
5. Paroksismal, seperti Paroxysmal Kinesogenic Choreoathetosis,

Choreaathetosis Dystonic Paroxysmal.

6. Infeksi, seperti Chorea Syndenham, Encephalitis, Subakut Sclerosing

Panencephalitis, Siflis, Lyme Diease, HIV, Toksoplasmosis Otak,

Endokarditis, Penyakit Creutzfeldt Jakob

Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmiter dopamin yang

berlebihan, sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan ini bisa

diperburuk oleh obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar

dopamin atau merubah kemampuan otak untuk mengenal dopamin. Penyakit

yang paling sering kali menyebabkan Chorea adalah penyakit Huntington.

C. Patofisiologi

Pada keadaan normal terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang

melalui inti-inti basal (ganglia basalis) yang mengatur kendali korteks atas

gerakan volunter dengan proses inhibisi secara bertingkat. Inti-inti basal juga

berperan mengatur dan mengendalikan keseimbanganantara kegiatan neuron

motorik alfa dan gamma.

Diantara inti-inti basal, maka globus pallidus merupakan stasiun

neuroaferen terakhir dan yang kegiatannyaa diatur oleh asupan dari korteks,

nucleus kaudatus, putamen, substansia nigra dan inti subtalamik. Gerakan

involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus pallidus

disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflex-refleks dan rangsangan yang

masuk, yang dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan globus

5
pallidus. Keadaan tersebut dinamakan Release phenomenon, yang berarti

hilangnya aktivitas inhibisi yang normal atau adanya over-aktivitas.

Gangguan di ganglia basalis tergantung tempat kerusakannya. Adapun

lesi di substansia nigra (penyakit Parkinson), di inti dari luys (Hemiballismus),

bagian luar dari putamen (Atetosis), di nucleus kaudatus terutama dan nucleus

lentiformis sebagian kecil (Chorea) dan di korteks serebri piramidalis berikut

putamen dan thalamus (Distonia).

D. Klasifikasi

Chorea secara umum dibedakan menjadi beberapa macam:

 Chorea Huntington (Chorea Mayor)

Jenis gerakan chorea ini memang diturunkan secara genetik yang

bersifat autosomal dominan (dari kedua orang tuanya langsung). Jadi,

berhubungan dengan riwayat keluarga juga. Munculnya pada usia remaja

awal dan kalau sudah terkena gangguan ini biasanya prognosisnya buruk

10-12 tahun mendatang. Dapat juga terjadi pada anak-anak tapi

gerakannya tidak dominan, yang muncul hanya kekakuan tubuh.Gejala

awal umumnya flickers dijari dan tic like grimances pada wajah seiring

berjalannya waktu meningkat gerakan dance like serta bicara dysrhythmic.

Selain itu, adanya cacat berat gangguan penurunan kognitif, varian

westphal seperti rigidity, bradikinesia, gangguan dystonic/ kaku, bisa

disertai kejang bahkan myoclonus. Selain itu adanya ganguan psikologis

6
atau kepribadian manifestasi awal 50% dan paling sering timbul ialah

depresi.

Penyebabnya karena kurangnya neurotransmiter, semacam zat yang

memudahkan penghantaran impuls saraf. Neurotransmiter yang kurang ini

menyebabkan hilangnya hambatan untuk memperhalus gerakan tubuh

seperti GABA dan asetilkolin. Lokasi kerusakannya berada di korpus

striatum.

 Chorea Sydenham (Chorea Minor)

Jenis chorea ini terjadi pada anak-anak yang lebih berhubungan

dengan infeksi streptokokus. Gejalan timbul biasanya 1 – 6 bulan setelah

terkena infeksi dengan gejala demam rematik atau penyakit rematik

ditandai kelemahan otot dan gejala Chorea. Selain itu, adanya milkmaid

grip sign, clumsy gait, dan explosive bursts of dysarthric speech.

Gejala psikologis yang sama muncul dan biasanya mendahului

timbulnya choreiform. Ketidakstabilan emosional adalah gejala yang

paling umum, turunnya perhatian, gejala obsesif kompulsif, dan anxietas.

 Chorea Iatrogenik

Jenis chorea ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan yang

pada umunya obat yang digunakan untuk pasien sakit jiwa atau disebut

obat antipsikosis seperti haloperidol dan fenotiazin.

Chorea dapat melibatkan sesisi tubuh saja, sehingga disebut

hemikorea. Bila hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti

membanting-bantingkan diri, maka istilahnya ialah hemibalismus.

7
E. Manifestasi Klinis

Diagnosis chorea ditegakkan berdasarkan gejala klinis:

 Gerak chorea melibatkan jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual oleh

lengan dan menyebar ke muka dan lidah. Bicara menjadi cadel. Bila otot

faring terlibat dapat terjadi disfagia dan kemungkinan pneumonia oleh

aspirasi. Sensibilitas normal.

 Gerakan terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, dan akan berkurang atau

menghilang jika penderita tertidur, tetapi akan bertambah buruk jika

melakukan aktivitas atau mengalami tekanan emosional.

 Pasien yang menderita chorea tidak sadar akan prgerakan yang tidak

normal, kelainan mungkin sulit dipisahkan. Pasien dapat menekan chorea

untuk sementara dan sering beberapa gerakan tersama (parakinesia).

Ketidak mampuan untuk mengendalikan kontraksi voluntar (impersisten

motorik), seperti terlihat selama tes menggenggam manual atau

mengeluarkan lidah, adalah gambaran karakteristik dari chorea dan

menghasilkan gerakan menjatuhkan objek dan kelemahan. Peregangan

refleks otot sering beersifat hung up dan pendular. Pada beberapa pasien

yang terkena gerakan berjalan seperti menari dapat ditemukan.

Berdasarkan pada penyebab dasar chorea gejala motorik lain termasuk

disartria, disfagia, ketidakstabilan postural, ataksia, distonia, dan

mioklonus.

8
F. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium

Untuk membedakan chorea primer dan sekunder:

 Penyakit Huntington; Satu-satunya pemeriksaan laboratorium untuk

mengkonfirmasi penyakit ini adalah dengan cara tes genetik. Kelainan ini

terdapat pada kromosom ke 4 yang ditandai dengan adanya pengulangan

abnormal dari trinucleotide CAG, dimana panjang lengan menentukan

lamanya serangan.

 Penyakit Wilson; Rendahnya kadar seruloplasmin dalam serum dan

meningkatnya kadar tembaga dalam serum pada pemeriksaan urin.

Proteinuria ditemukan pada pasien yang mempunyai gangguan ginjal,

tetapi tidak semua pasien mengalami hal ini. Pada pemeriksaan fungsi

hati umumnya abnormal. Kadar amoniak dalam serum mungkin

meningkat. Jika hasil diagnosa masih belum pasti maka biopsi hati akan

sangat membantu dalam mengkonfirmasi diagnosa tersebut.

 Sydenham Chorea; Chorea dapat terjadi setelah infeksi streptokokus.

Umumnya 1-6 bulan pasca infeksi, kadang-kadang setelah 30 tahun. Oleh

karena itu, maka titer antibody antistreptokokus tidak begitu

dipresentasikan. Tanpa bukti adanya infeksi streptokokus yang

mendahului, maka diagnosa chorea harus ditegakkan tanpa penyebab

lain.

9
 Neuroachanthocytosis; Diagnosa ditegakan oleh adanya gambaran

acanthosit pada darah perifer. Kadar kreatinin kinase serum mungkin

meningkat.

Pemeriksaan labolatorium lain yang digunakan untuk diferensial diagnosis

dari pada chorea adalah:

 Pemeriksaan kadar complement

 Titer antinuclear antibody (ANA)

 Titer antibody fosfolipid

 Asam amino dalam serum dan urin

 Tiroid stimulating hormone (TSH), thyroxine (T4), dan parathyroid

(PTH).

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

 Pasien dengan Hutington Disease dan Choreo-acantocithosis

menunjukkan adanya penurunan signal pada neostriatum, cauda, dan

putamen. Tidak ada perbedaan penting pada penyakit ini. Penurunan

signal neostriatal dihubungkan dengan adanya peningkatan zat

besi.Atrofi umum, seperti halnya atrofi lokal pada neostriatum, pada

sebagian cauda dengan adanya pelebaran pada bagian cornu anterior

menandakan adanya penurunan signal pada neostriatal.

 Kebanyakan kasus sydenham korea tidak menunjukkan adanya kelainan.

Akan tetapi, pada beberapa laporan studi ditemukan adanya perbedaan

volume pada cauda, putamen, dan globus pallidus dimana pada

sydenham korea lebih besar dibanding yang normal. Pasien dengan

10
hemibalimus menunjukkan adanya perubahan signal pada inti

subthalamik kontra lateral, dan sedikit pada striatum atau nukleus

thalamik.

 MRI otak pada pasien korea senilis menunjukkan adanya penurunan

intensitas sinyal pada seluruh striatum (diakibatkan deposit besi) dan

pada batas caput caudatus dan putamen, tetapi tidak ada arofi pada

struktur tersebut.

 Positron Emission Tomography (PET)

 Uptake fluorodopa (F-dopa) normal atau sedikit berkurang pada pasien

dengan korea. Pada HD dan coreoacanthocytosis terjadi

hipermetabolisme bilateral pada nucleus caudatus dan putamen.

 Pada pasien chorea dan demensia terjadi menurunan metabolisme

glukosa pada korteks frontal, temporal dan parietal.

 Pada pasien chorea benigna herediter dapat atau tidak terjadi penurunan

metabolisme glukosa pada kauda.

 Penemuan metabolisme normal pada otak didaerah striatal dapat

mengesampingkan kemungkinan HD. Hasil diagnosa HD yang terbatas

dibuat dengan cara neurogenetik.

 Pada pasien hemikorea ditemukaan hipometabolisme pada inti kauda dan

putamen kontralateral.

11
G. Penatalaksanaan

Tujuan akhir dari farmakoterapi adalah mengurangi angka kejadian dan

mencegah komplikasi. Untuk membantu mengendalikan pergerakan yang

abnormal bisa diberikan obat yang menghalangi efek dopamin (misalnya obat

anti psikosa).

 Kategori obat : Antipsikotik

Berfungsi sebagai antagonis dopamine dan mempunyai efek sebagai anti

spasmodik untuk mngendalikan pergerakan abnormal.

 Haloperidol (Haldol)

Biasanya digunakan untuk mengobati pergerakaan irregular pada otot-

otot muka.

Dosis dewasa: 0.5-1 mg/d PO; dosis >10 mg/d dapat sedikit.

 Fluphenazine (Prolixin)

Inhibitor Di dopaminergik mesolimbic dan D2 yang sensitive didalam

otak dan mengakibatkan perangsangan yang kuat terhadap alpa

adrenergic dan anticholinergic. Dapat mendepresi  reticular system.

Dosis dewasa: 0.5-1 mg/d PO dosis awal

 Clozapine (Clozaril)

Sebagai neuroleptic atypical, sediaan dalam tablet 25 mg dan 100 mg.

Inhibitor norepinephrine, serotonergic, cholinergic, histamine, dan

reseptor dopaminergic. Mekanisme kerja obat belum jelas.

Dosis dewasa: 12.5 mg PO, ditingkatkan sampai 50-75 mg P.

12
 Kategori obat : Agen depleting dopamine

Agen ini mengurangi kadar dopamin pada sistem saraf pusat

 Reserpine (Serpasil)

Pengurangan  norepinephrine dan epinephrine, pada giliranya dapat

menekan fungsi saraf simpatis

Dosis dewasa: 0.5 mg PO qd; menetap pada 1.0 mg PO qd

 Tetrabenazine (Nitoman)

Dopamine-depleting agent tersedia diseluruh dunia kecuali di Amerika

Serikat. Kerja depleting dopamine neuron presynaptic dan menghambat

reseptor dopamine postsynaptic.

Dosis dewasa: 25 mg PO, dosis ditingkatkan sesuai dengan keadaan

klinis dan keadaan-keadaan kurang baik.

 Kategori obat : Benzodiazepine

Mengurangi kadar konsentrasi GABA dalam kauda, putamen, substantia

nigra, dan globus pallidus. Dengan analogi peningkatan aktivitas GABA

mungkin memperbaiki chorea. Biasa diberikan sebagai terapi Adjuvant.

 Clonazepam (Klonopin, Rivotril)

Yang sering digunakan seperti antiepileptic, hypnotic, dan anxiolytic

untuk perawatan korea. Golongan benzodiazepine meningkatkan

transmisi GABAergik di CNS.

Dosis dewasa: 0.5 mg PO qd; meningkatatkan dosis mingguan sesuai

dengan keperluan dan respon obat.

13
 Valproat

Yang sering digunakan seperti antiepileptic dan hypnotic untuk

perawatan korea.

Dosis monoterapi: 10 – 15 mg/kg/d PO dalam 1 – 3 dosis terbagi;

meningkatatkan dosis mingguan 5 – 10 mg/kg/minggu.

Dosis Maksimal: 60 mg/kg/d , bila dosis harian > 250mg berikn dalam

dosis terbagi.

Pemberian Imunoglobulin intravena dan plasmapharesis dapat mempersingkat

perjalanan penyakit dan penurunan gejala pada pasien dengan Chorea

Syndenham.

H. Komplikasi

1. Tingkat Keparahan gerakan yang tidak terkendali abnormal dapat

menyebabkan Rhabdomyolysis atau trauma lokal pada beberapa pasien

2. Kesulitan menelan dan distonia lidah biasanya hadir pada pasien

Neurocanthocytosis dapat menyebabkan Pneumonia Aspirasi dan

Kematian Dini pada beberpa pasien

I. Prognosis

Prognosis tergantung pada penyebab dari chorea. Huntington Disease

mempunyai prognosa yang buruk, dimana pasien akan meninggal diakibatkan

oleh adanya komplikasi. Sama dengan neuroacanthocytosis yang mengalami

pneumonia dapat menyebabkan kematian dini.

14
BAB III

KESIMPULAN

Chorea merupakan gerakan involunter yang menyerupai gerakan tangan

lengan seorang penari. Gerakan tidak berirama, sifatnya kuat, cepat, dan

tersentak-sentak, sedangkan arah gerakan cepat berubah.

Terjadi karena akibat adanya gangguan over-aktivitas pada ganglia basalis

terutama di nucleus caudatus. Pada kebanyakan bentuk Chorea disebabkan

kelebihan dopamine. Pasien Chorea awalnya tidak menyadari akan gerakan

abnormal karena gerakan sangat halus. Namun lama kelamaan akan tampak

tergantung dari penybab yang mendasari Chorea dengan berbagai gejala tambahan

lainnya.

Tatalaksana yang diberkan bertujuan sebagai pengobatan simptomatik

seperti neuroleptik, antipsikotik, hingga terapi adjuvant. Prognosis Chorea

ditetukan dari tingkat keparahan gerakan serta etiologi atau penyebab timbulnya

gerakan abnormal tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Mardjono, Mahar. Neurologis Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat;

Jakarta. 2016.

Soetedjo. Duarsa, Artha. Neurology Update. Badan Penerbit

Universitas Diponorogo; Semarang. 2002.

Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda

dan Gejala. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta. 2013.

Soertidewi, Lyna. Buku Saku Tentorium Neurologi. Departemen

Neurologi FKUI/ RSCM; Jakarta. 2006.

Chorea in Adults. Available at www.emedicine.com. Accessed at

17 Februari 2016.

Chorea. Available at www.ninds.org. Accessed at 18 Februari

2016.

Chorea. Available at www.medscape.com. Accessed at 18 Februari

2016.

16

Anda mungkin juga menyukai