Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN POST SC

I. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA


A. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2012).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau
disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar,
2013).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian,
2012).

B. Etiologi
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio
caesarea adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia
serviks, pre-eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak
lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk
mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan
serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta
previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat
mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga
dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
placenta previa walaupun anak sudah mati.

D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
A. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang
pada corpus uteri. Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada
segmen bawah uterus.
B. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis
dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10cm.
Kelebihan:
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan.
c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan,
sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi
dalam persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya
ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi.
Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya
adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk
tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan:
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan lebih kecil
Kekurangan:
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan
perdarahan yang banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah risiko infeksi.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang
paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998) adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG

H. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor
- faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik.

I. Penatalaksanaan Medis Post SC


1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi
perdarahan pasca bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
3. Diet
Makanan untuk Mempercepat Penyembuhan Luka Operasi Caesar
1. Vitamin C
Banyak mengonsumsi vitamin C sangat bagus untuk
menyembuhkan dan melawan infeksi. contohnya seperti jeruk,
pepaya, semangka, stroberi, anggur, dan ubi jalar. Selain itu,
vitamin C juga dapat memperkuat kekebalan tubuh.
2. Air putih 
Jangan lupa untuk memperbanyak minum air putih. Selain menjaga
tubuh agar tidak dehidrasi, asupan cairan cukup akan
memperlancar gerakan usus dan memulihkan diri pasca operasi.
Asupan air putih dianjurkan sebanyak 8-10 gelas per hari.
3. Protein tinggi
Perbanyaklah makanan berprotein untuk membantu pertumbuhan
sel-sel jaringan baru dalam proses penyembuhan. Makanan yang
mengandung protein tinggi juga akan menjaga kekuatan otot pasca
operasi. Contoh makanan dengan protein tinggi adalah: susu skim,
yogurt rendah lemak, keju, kacang.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan
tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri
plester untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat
jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian data umum
1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk,
keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien
multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan
atau penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang
dirasakan setelah klien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit
yang sama (plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien
ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta
previa).
e. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah
dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta
kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan
karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan
tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering /
susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema, yang menimbulkan infeksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk
melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
jahitan dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri
oleh kontraksi uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,
lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan body image dan
ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena
adanya proses persalinan dan nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi
rambut, warna rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-
kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada
benjolan.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kunuing.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena
jugularis.
6) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada
bisisng usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran
payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae dan papila
mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak
anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena
ruptur, adanya hemoroid.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena
penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan
(section caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi
dan pembedahan
5) Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
pelepasan mediator jam diharapkan nyeri klien intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
nyeri (histamin, berkurang / terkontrol dengan 2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya
prostaglandin) akibat kriteria hasil : wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk
trauma jaringan  Klien melaporkan nyeri berkomunikasi secara efektif.
dalam pembedahan berkurang / terkontrol 3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex:
(section caesarea)  Wajah tidak tampak beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan
meringis hubungan sosial)
 Klien tampak rileks, dapat 4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi
berisitirahat, dan progresif, latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan
beraktivitas sesuai terapeutik.)
kemampuan 5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. 
2 Risiko tinggi terhadap Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada
infeksi berhubungan keperawatan selama … x 24 sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
dengan trauma jam diharapkan klien tidak 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
jaringan / luka bekas mengalami infeksi dengan laesa)
operasi (SC) kriteria hasil : 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
 Tidak terjadi tanda - 4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan.
tanda infeksi (kalor, Lepaskan balutan sesuai indikasi
rubor, dolor, tumor, 5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum /
fungsio laesea) sesudah menyentuh luka
 Suhu dan nadi dalam 6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan
batas normal ( suhu = laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
36,5 -37,50 C, frekuensi 7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan
nadi = 60 - 100x/ menit) kehilangan darah selama prosedur pembedahan
 WBC dalam batas 8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
normal (4,10-10,9 10^3 / 9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
uL) 
3 Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan
berhubungan dengan keperawatan selama … x 6 sistem pendukung
kurangnya informasi jam diharapkan ansietas 2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa
tentang prosedur klien berkurang dengan empati
pembedahan, kriteria hasil : 3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah)
penyembuhan, dan  Klien terlihat lebih berkaitan dengan ansietas yang dirasakan
perawatan post tenang dan tidak gelisah 4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
operasi  Klien mengungkapkan 5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur
bahwa ansietasnya pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
berkurang  6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa
lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara
verbal 
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 20112. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2012. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi


dan KB. Jakarta: EGC

Manuaba, I.B. 2011. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana


Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 2013. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, P. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.

Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri


social. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Wilkinson M. Judith. 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai