Anda di halaman 1dari 173

GAMBARAN TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN

GEDUNG IGD RSUP FATMAWATI JAKARTA MARET 2015

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

LUDI MAULIANA SAFAAT

NIM: 108101000010

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 M/1436 H
ABSTRAK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Juli 2015
Ludi Mauliana Safaat NIM: 108101000010

GAMBARAN TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN


GEDUNG IGD RSUP FATMAWATI JAKARTA MARET 2015

xxi + 140 halaman, 32 tabel, 16 gambar

Kebakaran adalah salah satu bencana yang sering terjadi dan memberikan
kerugian baik kerugian korban jiwa maupun kerugian materi, terutama bila kejadian
kebakaran terjadi pada bangunan IGD suatu Rumah Sakit. Bencana kebakaran juga
berpotensi timbul di bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta sehingga perlu
diperiksa keandalan sistem proteksi kebakarannya dengan pedoman pemeriksaan
keselamatan bangunan yang memeriksa keandalan 4 komponen yaitu kelengkapan
tapak, sistem proteksi kebakaran aktif, sistem proteksi kebakaran pasif, dan saran
penyelamatan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui observasi,
telaah dokumen, dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kategori baik (84,7715%)
dengan rincian: nilai kondisi kelangkapan tapak adalah 23,5625% dari nilai
maksimal 25%; nilai kondisi sistem proteksi kebakaran aktif adalah 16,848% dari
nilai maksimal 24 % (subkomponen springkler, sistem pemadam luapan, pengendali
asap, dan pembuangan asap berkategori kurang); nilai kondisi sistem proteksi
kebakaran pasif adalah 21,736% dari nilai maksimal 26%; dan nilai kondisi saran
penyelamatan adalah 22,2625% dari nilai maksimal 25%. Nilai kondisi sistem
proteksi kebakaran RSUP IGD Fatmawati Jakarta secara keseluruhan adalah
84,7715% dari nilai maksimal 100% hingga memiliki tingkat keandalan sistem
proteksi kebakaran berkategori baik.
Peneliti merekomendasikan pihak RSUP Fatmawati Jakarta untuk
melengkapi subkomponen proteksi kebakaran yang tidak tersedia serta melakukan
pemeriksaan, pemeliharaan, dan pengujian secara berkala terhadap subkomponen
yang sudah tersedia di gedung IGD.

Kata kunci: Kebakaran, gedung IGD, Sistem Proteksi Kebakaran, Keandalan Sistem
Proteksi Kebakaran
Daftar bacaan: 35 (2000 – 2014)

v
ABSTRACT

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE


PUBLIC HEALTH MAJORING
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergarduate Thesis, July 2015
Ludi Mauliana Safaat NIM: 108101000010

DESCRIPTION OF LEVEL OF RELABITLITY OF FIRE PROTECTION


SYSTEM OF EMERGENCY SECTION BUILIDNG OF RSUP FATMAWATI
JAKARTA MARCH 2015

xxi + 140 page, 32 tables, 16 pictures

Fire is a disaster that happens frequently and causes loss either in human
victim matter or material matter, especially if the fire hits emergency building of a
hospital. Fire is also likely to hit at emergency section building of RSUP Fatmawati
Jakarta that the level of reliablity of its fire protection system needs to be checked
using guidelines of building fire safety that evaluate 4 components such as site
completeness, active protecttion system, passive protection system, and rescue
facilty.
This research used descriptive cuantitative method. The datas used in this
research were primary data and scondary data which came from observation,
document review, and interview
Research showed that the level of reliability of fire protection system of
emergency building of RSUP Fatmawati Jakarta was in good category (84,7715%)
with details as follows: condition score of site completness was 23,5625% of
maximum score 25%; condition score of active protection system was 16,848%
maximum score 24 % (subcomponent of springkler, overflow fire system, smoke
control, and smoke exhasut were in poor category); condition score of passive
protection system was 21,736% of maximum score 26%; and condition score of
rescue facility was 22,2625% of maximum score 25%. Overall, condition score of
fire protection system of emergency building of RSUP Fatmawati Jakarta was
84,7715% of maximum score 100% that the level of reliability of fire protection
system was in good category.
Researcher recommended RSUP Fatmawati Jakarta to complement the
unavailable subcomponents and also to periodically check, maintain, and test the
available subcomponent at emergency building.

Keywords: Kebakaran, gedung IGD, Sistem Proteksi Kebakaran, Keandalan Sistem


Proteksi Kebakaran
References: 35 (2000 – 2014)

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat dan ridha-Nya penulis dapat proposal skripsi dengan judul
“Gambaran Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan Gedung IGD
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta 2015”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir kuliah sekaligus sebagai
salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar S1 (Strata-1) di Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
baik dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah, Ibu, dan kedua adik yang tidak henti-hentinya memberikan semangat,
doa, dan dukungan hingga penulis mampu menyelesaikan jenjang pendidikan
strata satu.
2. Ibu Fajar Ariyanti, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat yang
terus mendorong penulis untuk segera menyelesaikan studinya.
3. Bapak Arif Sumantri selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
waktu, ilmu, dan siraman rohani selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Riastuti Kusuma Wardani selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu, ilmu, dan motivasi selama proses pembuatan skripsi ini.
5. Bapak Ali Sayhrul dan dr.Jati dari bagian HSE, serta Bapak Turiman dari
bagian IGD RSUP Fatmawati Jakarta RSUP Fatmawati Jakarta yang telah
banyak membantu penulis selama proses pembuatan skripsi di lapangan.
6. Seluruh pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat atas ilmu yang telah
diberikan
7. Seluruh rekan-rekan Kesmas 2008. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah
didapat akan membawa manfaat bagi kita semua.

vii
8. Rekan senasib seperjuangan setujuan: Nurmalita Sani, Nadya Hanifa, Dasyu
Irmayanti, Frita Nindya, Ahmad Chusanudin, serta mereka “yang berjuang
lolos dari lubang jarum”.
9. Teguh Priyanto dan Syukron Maulana, yang sama-sama berjuang mengejar
gelar sarjana.
10. Ahmad Chusanudin dan Muhammad Luqmanul Hakim. Terima kasih atas
tumpangannya.
11. Nur Najmi Laila (Kak Ami) yang telah membantu mengurus ini dan itu.
12. Seluruh pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung berperan
dalam selesainya skripsi ini

Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu masukan, saran atau pun kritik yang konstruktif dari pembaca sangat

penulis harapkan.

Semoga karya tulis ini memberikan manfaat bagi kepada penulis secara

khusus dan kepada seluruh pembaca secara umum

Jakarta, Juli 2015

Penulis

viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ludi Mauliana Safaat

Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 24 September 1991

Alamat : Jl.R.Suriadipati No.46 Rt 02/01, Poponcol Kidul,

Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang

Barat, Karawang 41311

Agama : Islam

Kewarganegaraan : WNI

Nomor HP : 08569934415

Email : ludi.ms10@yahoo.co.id ludi.ms10@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1996 – 2002 : SDN Nagasari IV Karawang

2002 – 2005 : SMP Negeri 1 Karawang

2005 – 2008 : SMU Negeri 1 Karawang

2008 – sekarang : S1 Peminatan Kesehatan dan Keselamatan


Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN.......................................................................... iii

ABSTRAK.................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR............................................................................................. vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................. ix

DAFTAR ISI.............................................................................................................. x

DAFTAR TABEL.................................................................................................. xvii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xx

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

1.1.Latar Belakang........................................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah...................................................................................... 6

1.3.Pertanyaan Penelitian................................................................................. 6

1.4.Tujuan Penelitian....................................................................................... 6

1.4.1.Tujuan Umum............................................................................. 6

1.4.2.Tujuan Khusus............................................................................ 7

1.5.Manfaat Penelitian..................................................................................... 7

1.5.1.Manfaat Bagi Peneliti................................................................. 7

1.5.2.Manfaat Bagi Instistusi Program Studi Kesehatan Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.................... .......................... 8

x
1.5.3.Manfaat Bagi Pengelola Gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta......................................................................................... 8

1.6.Ruang Lingkup........................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 10

2.1.Kebakaran................................................................................................ 10

2.1.1.Teori Dasar Kebakaran............................................................. 11

2.1.2.Bahaya Kebakaran.................................................................... 13

2.2.Bangunan Gedung.................................................................................... 17

2.2.1.Definisi...................................................................................... 17

2.2.2.Klasifikasi Bangunan Gedung.................................................. 17

2.3.Bangunan Instalasi Gawat Darurat.......................................................... 22

2.4.Potensi Kebakaran Gedung Instalasi Gawat Darurat............................... 23

2.5.Kelengkapan Tapak................................................................................. 25

2.5.1.Sumber Air................................................................................ 25

2.5.2.Jalan Lingkungan...................................................................... 25

2.5.3.Hidran Halaman........................................................................ 26

2.5.4.Jarak Antar Bangunan Gedung................................................. 26

2.6.Sarana Proteksi Kebakaran Aktif............................................................. 27

2.6.1.Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran...................................... 27

2.6.2.Hidran Gedung.......................................................................... 28

2.6.3.Alat Pemadam Api Ringan (APAR)......................................... 28

2.6.4.Sprinkler.................................................................................... 29

xi
2.6.5.Siamese Connection.................................................................. 29

2.6.6.Sistem Pemadam Luapan.......................................................... 30

2.6.7.Pengendali Asap........................................................................ 30

2.6.8.Deteksi Asap............................................................................. 30

2.6.9.Pembuangan Asap..................................................................... 31

2.6.10.Lift Kebakaran........................................................................ 31

2.6.11.Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah........................................ 31

2.6.12.Listrik Darurat......................................................................... 31

2.6.13.Ruang Pengendali Operasi...................................................... 32

2.7.Sarana Proteksi Kebakaran Pasif............................................................. 32

2.8.Sarana Penyelamatan............................................................................... 33

2.9.Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran.................................................... 34

2.10.Kerangka Teori...................................................................................... 36

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH............................. 38

3.1.Kerangka Konsep..................................................................................... 38

3.2.Definisi Istilah.......................................................................................... 40

3.2.1.Kelengkapan Tapak.................................................................. 40

3.2.2.Sistem Proteksi Kebakaran Aktif.............................................. 42

3.2.3.Sistem Proteksi Kebakaran Pasif.............................................. 48

3.2.4.Sarana Penyelamatan................................................................ 49

3.2.5.Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran..................... 50

3.2.6.Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran........................ 51

xii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 53

4.1.Jenis Penelitian......................................................................................... 53

4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 53

4.3.Informan Penelitian.................................................................................. 53

4.4.Instrumen Penelitian................................................................................ 55

4.5.Pengumpulan Data................................................................................... 55

4.6.Teknik Pengumpulan Data....................................................................... 56

4.7.Pemeriksaan Keabsahan Data.................................................................. 58

4.6.Pengolahan dan Analisis Data................................................................. 60

4.7.Penyajian Data......................................................................................... 65

BAB V HASIL PENELITIAN................................................................................ 66

5.1.RSUP Fatmwati Jakarta........................................................................... 66

5.1.1.Visi, Misi, Tujuan, dan Moto RSUP Fatmawati

Jakarta ....................................................................................... 67

5.1.1.1.Visi RSUP Fatmawati Jakarta.................................... 67

5.1.1.2.Misi RSUP Fatmawati Jakarta................................... 67

5.1.1.3.Tujuan RSUP Fatmawati Jakarta.............................. .68

5.1.1.4.Moto RSUP Fatmawati Jakarta.................................. 69

5.2.Instalasi Gawat Darurat RSUP Fatmawati Jakarta.................................. 69

5.2.1.Struktur Organisasi IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................. 70

5.2.2.Uraian Jabatan Organisasi IGD RSUP Fatmawati

Jakarta....................................................................................... 70

xiii
5.3.Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta...................................................................................................... 73

5.3.1.Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta....................................................................................... 73

5.3.1.1.Sumber Air................................................................. 73

5.3.1.2.Jalan Lingkungan....................................................... 75

5.3.1.3.Jarak Antar Bangunan................................................ 76

5.3.1.4.Hidran Halaman......................................................... 78

5.3.1.5.Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak

Gedung IGDRSUP Fatmawati Jakarta ...................... 79

5.3.2.Sistem Proteksi Aktif Gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta....................................................................................... 81

5.3.2.1.Deteksi dan Alarm..................................................... 81

5.3.2.2.Siamese Connection................................................... 83

5.3.2.3.Alat Pemadam Api Ringan (APAR).......................... 84

5.3.2.4.Hidran Gedung........................................................... 86

5.3.2.5.Sprinkler..................................................................... 88

5.3.2.6.Sistem Pemadam Luapan........................................... 89

5.3.2.7.Pengendali Asap......................................................... 89

5.3.2.8.Deteksi Asap.............................................................. 90

5.3.2.9.Pembuangan Asap...................................................... 92

5.3.2.10.Lift Kebakaran......................................................... 93

xiv
5.3.2.11.Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah......................... 93

5.3.2.12.Listrik Darurat.......................................................... 95

5.3.2.13.Ruang Pengendali Operasi....................................... 96

5.3.2.14.Hasil Penilaian Komponen Sistem Proteksi

Kebakaran Aktif Gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta...................................................... 97

5.3.3.Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta....................................................................................... 99

5.3.3.1.Ketahanan Api Struktur Bangunan............................ 99

5.3.3.2.Kompartemenisasi Ruangan.................................... 101

5.3.3.3.Perlindungan Bukaan............................................... 102

5.3.3.4.Hasil Penilaian Sistem Proteksi Pasif...................... 103

5.3.4.Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta..................................................................................... 105

5.3.4.1.Jalan Keluar............................................................. 105

5.3.4.2.Konstruksi Jalan Keluar........................................... 107

5.3.4.3.Landasan Helikopter................................................ 109

5.3.4.4.Hasil Penilaian Sarana Penyelamatan...................... 110

5.3.5.Penilaian Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................... 111

BAB VI PEMBAHASAN...................................................................................... 113

6.1.Keterbatasan Penelitian.......................................................................... 113

xv
6.2.Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta............................................................... 115

6.3.Kondisi Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta.................................................................................. 117

6.4.Kondisi Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Gedung IGD

RSUP Fatmawati Jakarta........................................................................ 120

6.5.Kondisi Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta................................................................................... 128

6.6.Kondisi Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta................................................................................... 129

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 132

7.1.Simpulan................................................................................................ 132

7.2.Saran...................................................................................................... 132

7.2.1.Untuk Pihak RSUP Fatmawati Jakarta................................... 132

7.2.2.Untuk Penelitian Berikutnya................................................... 133

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. ........... 134

LAMPIRAN

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Toleransi Tubuh Manusia Terhadap Suhu................................................. 15

Tabel 2.2.Jarak Antar Bangunan Gedung.................................................................. 27

Tabel 2.3.Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran......................................... 36

Tabel 4.1.Informan Penelitian.................................................................................... 54

Tabel 4.2.Triangulasi Data......................................................................................... 59

Tabel 4.3.Bobot Komponen KSKB........................................................................... 62

Tabel 4.4.Bobot Subkomponen KSKB Kelengkapan Tapak..................................... 62

Tabel 4.5.Bobot Subkomponen KSKB Sarana Proteksi kebakaran Aktif................. 63

Tabel 4.6.Bobot Subkomponen KSKB Sistem Proteksi Kebakaran Pasif................. 63

Tabel 4.7.Bobot Subkomponen KSKB Sarana Penyelamatan................................... 64

Tabel 5.1.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Sumber Air

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................................... 74

Tabel 5.2.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Jalan Lingkungan

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................................... 75

Tabel 5.3.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Jarak Antar Bangunan

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta....................................................... 78

Tabel 5.4.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Hidran Halaman

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta....................................................... 79

Tabel 5.5.Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta....................................................... 80

Tabel 5.6.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Deteksi dan Alarm

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................................... 82

Tabel 5.7. Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Siamese Connection

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................................... 84

xvii
Tabel 5.8. Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian APAR

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta..................................................... 85

Tabel 5.9. Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Hidran Gedung

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta..................................................... 87

Tabel 5.10.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Deteksi Asap

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta..................................................... 91

Tabel5.11.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Cahaya Darurat dan

Petunjuk Arah Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta............................ 94

Tabel 5.12.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Listrik Darurat

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................................... 95

Tabel 5.13.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Ruang Pengendali Operasi

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................................... 96

Tabel 5.14.Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran Aktif

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................................... 98

Tabel 5.15.Hasil Pemenuhan Kriteria Ketahan Api Struktur Bangunan

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 100

Tabel 5.16. Hasil Pemenuhan Kriteria Kompartemenisasi Ruangan

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................................. 101

Tabel 5.17.Hasil Pemenuhan Kriteria Perlindungan Bukaan

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 103

Tabel 5.18.Hasil Pemenuhan Kriteria Sistem Proteksi Pasif

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 104

Tabel 5.19.Hasil Pemenuhan Kriteria Jalan Keluar

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 106

Tabel 5.20.Hasil Pemenuhan Kriteria Konstruksi Jalan Keluar

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 108

xviii
Tabel 5.21.Hasil Pemenuhan Kriteria Sarana Penyelamatan

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 111

Tabel 5.22.Tingkat Kendalan Sistem Proteksi Kebakaran

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta Maret 2015............................... 112

xix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Gambar Segitiga Api.............................................................................. 12

Gambar 2.2.Grafik Bahaya Akibat Bahaya Kebakaran Yang Disusun Oleh

USA National Institute of Standard and Technology (2001)................. 14

Gambar 2.3.Alur Penentuan Nilai Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan

Bangunan Gedung Berdasarkan Pedoman Teknis Pemeriksaan

Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung Depertemen Pekerjaan

Umum Tahun 2005................................................................................. 37

Gambar 3.1.Kerangka Konsep Penentuan Nilai Keandalan Sistem Proteksi

Kebakaran Bangunan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Maret 2015.............................................................................................. 38

Gambar 5.1.Jalan Lingkungan IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................. 76

Gambar 5.2.Jarak Antar Bangunan IGD RSUP Fatmawati Jakarta Dengan

Bangunan Terdekat................................................................................. 77

Gambar 5.3.Deteksi dan Alarm Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................. 83

Gambar 5.4.APAR Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................... 86

Gambar 5.5.Hidran Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................... 88

Gambar 5.6.Deteksi Asap Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta........................... 92

Gambar 5.7.Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah Gedung IGD RSUP


Fatmawati Jakarta................................................................................... 95
Gambar 5.8.Ruang Pengendali Operasi Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...... 97
Gambar 5.9.Jalan Keluar Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta........................... 107
Gambar 5.10.Konstruksi Jalan Keluar Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta................................................................................. 109

xx
Gambar 6.1 Atap Yang Terhubung dari Gedung IGD dengan

Gedung Terdekat................................................................................... 119

Gambar 6.2.Apar Tidak Tersedia............................................................................. 121

xxi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

menyatakan bahwa setiap bangunan gedung yang didirikan haruslah memenuhi

persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan

gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status

kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan, sementara

persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan

bangunan gedung.

Undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa setiap bangunan gedung

haruslah memenuhi persyaratan keselamatan yang salah satunya meliputi

pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Pencegahan dan penanggulangan

bahaya kebakaran pada bangunan gedung ini dilakukan melalui proteksi aktif dan

atau proteksi pasif . Seperti Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung, Perda DKI No 7 tahun 2010 tentang Bangunan Gedung juga

mensyaratkan hal dimana diperlukan adanya suatu manajemen penanggulangan

kebakaran pada bangunan gedung tertentu.

Provinsi DKI Jakarta dikenal dengan provinsi dengan angka kejadian

kebakaran yang sangat tinggi. Selama kurun waktu 10 tahun (2003-2013), angka

1
kejadian kebakaran terendah tercatat sebanyak 708 (tahun 2010) dan tertinggi pada

angka 1039 (tahun 2012). Perkiraan kerugian yang ditimbulkan akibat kejadian-

kejadian kebakaran tersebut berkisar dari Rp. 109.838.835.000 hingga tertinggi

mencapai Rp. 298.450.580.000. Sepanjang 2013 terjadi 997 kasus kebakaran di DKI

Jakarta dengan perkiraan kerugian Rp. 254.546.600.000, kematian sebanyak 42

jiwa, dan jumlah jiwa yang terkena dampak mencapai 20.861 jiwa (Fatma Lestari

dalam Republika.com, 15 Januari 2014).

Perkembangan struktur bangunan yang semakin kompleks dan penggunaan

bangunan yang semakin beragam serta tuntutan keselamatan yang semakin tinggi,

membuat pihak pemilik atau pengembang bangunan harus mulai memikirkan Fire

Safety Management. Beberapa kejadian kebakaran pada bangunan tinggi baik

bangunan komersil maupun perkantoran mestinya menjadi pelajaran penting dalam

penyiapan Fire Safety Management (Yervi Hesna, dkk, 2009). Tidak terkecuali

dengan bangunan rumah sakit. Karena rumah sakit merupakan bentuk “bangunan”,

maka dalam ketentuan pembangunannya, rumah sakit harus mengikuti persyaratan

teknis yang tertuang dalam UU RI nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung,

termasuk memperhatikan faktor proteksi bangunan terhadap kebakaran.

Beberapa kejadian kebakaran yang menimpa bangunan gedung rumah sakit

diantaranya adalah kebakaran yang terjadi di RS di Jangseoung-gun, Korea Selatan,

Rabu, 28 Mei 2014. Setidaknya 20 pasien dan seorang suster dinyatakan meninggal

dalam kebakaran tersebut (Mulya Nurbilkis, Detiknews, 28 Mei 2014). Sementara

itu 37 orang tewas dalam sebuah insiden kebakaran di Rumah Sakit Jiwa Oksochi,

di Desa Luka, Rusia (Tempo.co, 24 September 2014). Di dalam negeri, insiden

2
kebakaran pernah menimpa Rumah Sakit Sari Asih yang terletak di pinggir pintu tol

Serang Timur, Banten. Meski tidak ada korban jiwa, kebakaran tersebut

menimbulkan kepanikan dan membuat puluhan pasien yang berada dalam kondisi

parah terpaksa diletakkan di teras rumah sakit (Heni Murniati Supaidi,

Indosiar.com, 29 Juli 2009). Untuk kasus kebakaran yang pernah RSUP Fatmawati

Jakarta, terjadi pada tahun 2002 dimana api membakar satu ruangan di gedung

instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu. Meski tidak menimbulkan korban, kebakaran

tersebut menyebabkan lima pasien yang ada di ruang operasi harus dievakuasi

(Suseno, Tempo News Room, 17 Oktober 2002).

Dari sekian bagian yang menyusun sebuah rumah sakit, bagian Instalasi

Gawat Darurat (IGD) adalah salah satunya. Pasal 10 Undang-undang Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa Ruang Gawat Darurat adalah

salah satu ruang yang disyaratkan harus ada pada bangunan rumah sakit, yang

merupakan ruang pelayanan khusus yang menyediakan pelayanan komprehensif dan

berkesinambungan selama 24 jam.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang

harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita

penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar. IGD adalah suatu

unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang pernah

datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat

tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsi IGD sendiri

adalah untuk menerima, menstabilkan, dan mengatur pasien yang menunjukkan

gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak

3
gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien

dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam

membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah (Mukhlis, 2010).

Bagian instalasi gawat darurat dihuni oleh pasien gawat maupun tidak gawat

sehingga diperlukan banyak alat penunjang yang membantu proses pemulihan para

pasien dimana alat-alat penunjang tersebut adalah bertenaga listrik. Dari hal

tersebut, timbul potensi munculnya kebakaran akibat korsleting listrik. Ini bisa

dibuktikan dari kasus berikut ini.

Kamis, 1 November 2012, gedung IGD Rumah Sakit Umum Persahabatan

Jakarta Timur mengalami kejadian kebakaran. Menurut Kepala Seksi Operasi Sudin

PKPB Jakarta Timur, Idris DN, kebakaran berawal dari penyalahgunaan panel

listrik di sebuah coran atau dak di atas lantai tiga (suarapembaruan.com, 2

November 2012).

Selain itu, kejadian kebakaran juga berpotensi timbul bersumber dari bahan-

bahan mudah meledak/terbakar seperti tabung oksigen atau bahan-bahan kimia

dalam laboratorium. Hal-hal tersebut menjadikan IGD menjadi bagian yang

berpotensi besar dilanda peristiwa kebakaran.

Potensi korban jiwa akibat kebakaran menjadi tinggi mengingat banyaknya

pasien tidak berdaya (tidak bisa mengevakuasi diri sendiri) yang menempati IGD.

Meski tidak meninggal karena panas api ataupun asap, pasien IGD masih terancam

kehilangan nyawa karena panik akibat peristiwa kebakaran. Oleh karenanya, sebuah

gedung semacam IGD perlu memiliki sistem proteksi kebakaran yang andal hingga

4
dapat menekan potensi terjadinya kebakaran atau menekan api supaya tidak

membesar.

Studi pendahuluan telah dilakukan untuk mengetahui gambaran sekilas

mengenai tingkat keandalan yang dimiliki oleh gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta menunjukkan bahwa sistem proteksi kebakaran yang dimiliki hanya mampu

memenuhi kategori “C” alias CUKUP (Nilai keandalan yang diperoleh adalah

78,024). Sistem proteksi kebakaran berkategori C dianggap belum memadai untuk

bangunan seperti IGD, mengingat gedung yang harus diproteksi adalah bagian yang

dengan risiko kebakaran tinggi dan sangat berpotensi menimbulkan banyak korban

jiwa jika kebakaran terjadi. Hal ini sejalan dengan Kementrian Kesehatan (2012)

yang menekankan bahwa keamanan dan keselamatan sebuah ruang gawat darurat

perlu didukung oleh bangunan dan prasarana yang memenuhi persyaratan teknis.

Akan tetapi, hasil studi tersebut belum merupakan hasil akhir sehingga perlu

dilakukan penelitian menyeluruh untuk mengetahui nilai aktual dari keandalan

sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati.

Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis berniat untuk meneliti lebih jauh

mengenai sistem proteksi kebakaran yang dimiliki gedung IGD RSUP Fatmawati

dan mengetahui nilai keandalannya. Dengan mengetahui nilai keandalan sistem

proteksi kebakaran, maka bisa diperoleh pula kekurangan atau kelemahan sistem

proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati hingga kemudian menghasilkan

rekomendasi untuk penyempurnaan sistem di masa depan.

5
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil pengamatan awal, tingkat keandalan sistem proteksi

kebakaran yang dimiliki gedung IGD RSUP Fatmawati tidak mampu mencapai

kategori ideal dari sebuah sistem proteksi kebakaran bangunan gedung. Masih ada

bagian-bagian dari sistem proteksi kebakaran yang kurang atau belum terpenuhi.

Misalnya, ada satu pintu “exit” yang tertutup dan terhalang ranjang pasien. Selain

itu jarak gedung IGD dengan gedung disebelahnya tidak memenuhi standar dan

terdapat material yang menghubungkan kedua gedung tersebut hingga berpotensi

menimbulkan rambatan api.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran yang dimiliki oleh

gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta?

1.4. Tujuan Penelitian

Bagian berikut akan menjabarkan mengenai tujuan yang coba diperoleh dalam

penelitian ini. Tujuan penelitian dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus.

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran di bangunan

gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta.

6
1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran tingkat kelengkapan tapak sistem proteksi aktif

kebakaran yang dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatwamati

Jakarta

2. Diketahuinya gambaran tingkat sistem proteksi aktif kebakaran yang

dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta

3. Diketahuinya gambaran tingkat sistem proteksi pasif kebakaran yang

dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

4. Diketahuinya gambaran tingkat sarana penyelamatan kebakaran yang

dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

1.5. Manfaat Penelitian

Bagian berikut akan menjabarkan mengenai manfaat yang dapat diperoleh

melalui pemanfaatan hasil dari penelitian ini. Manfaat penelitian dibagi menjadi

tiga, yaitu manfaat bagi peneliti, manfaat bagi institusi Program Studi Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan manfaat bagi pengelola bangunan

gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.

1.5.1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu pengalaman yang

berharga, menambah wawasan serta kemampuan untuk mengaplikasikan

ilmu tentang keselamatan kerja terutama dalam kaitan pencegahan dan

penanggulangan kebakaran

7
1.5.2. Bagi Institusi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi

civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dalam mempelajari kesehatan dan keselamatan kerja khusunhya

mengenai pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

1.5.3. Bagi Pengelola Bangunan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan bahan

rekomendasi bagi pengelola bangunan gedung untuk memperbaiki sistem

proteksi kebakaran yang dimiliki.

1.6. Ruang Lingkup

Penelitian ini akan dilaksanakan di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Jakarta Selatan. Objek dari peneleitian ini adalah sistem proteksi kebakaran yang

meliputi kelengkapan tapak, sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, hingga

sarana penyelamatan kebakaran yang dimiliki.

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pemeriksaan

dokumen. Observasi dilakukan untuk melihat komponen-komponen apa saja dari

sistem proteksi kebakaran yang dimiliki dan apakah sudah memenuhi ketentuan

yang ada. Wawancara dengan informan diperlukan untuk memperoleh data primer

serta mencari data yang tidak bisa diperoleh dengan observasi. Telaah dokumen

8
dilakukan unuk memperoleh data dari pihak pengelola bangunan gedung terutama

data yang berkaitan dengan sistem proteksi kebakaran.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif untuk

menggambarkan informasi mengenai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran

yang dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori kebakaran, teosi dasar bangunan

gedung, ruang instalasi gawat darurat, potensi kebakaran dalam bangunan instalasi

gawat darurat, sistem proteksi kebakaran aktif, sistem proteksi kebakaran pasif, sarana

penyelamatan, kelengkapan tapak, hingga pembahasan tingkat keandalan sistem proteksi

kebakaran suatu gedung.

2.1. Kebakaran

Berbicara soal kebakaran tentu tidak akan lepas kaitannya dengan api. Secara

sederhana, Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan api sebagai panas dan

cahaya yang berasal dari sesuatu yang terbakar.

Api sendiri merupakan penemuan paling awal dan sebuah bagian esensial dari

kehidupan manusia di bumi. Namun tetap saja api adalah hal berbahaya dan dapat

menghanguskan segalanya saat api tidak terkendali. Api dapat menyebarkan

kerusakan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan dan api adalah salah satu

sumber bahaya yang sangat ditakuti dalam peradaban modern. (Sarraz, dkk, 2012)

NFPA mendefinisikan kebakaran sebagai peristiwa oksidasi dimana

bertemunya tiga buah unsur yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen di udara, dan

panas yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian

manusia. Sementara itu, Furness dan Muckett (2007) mendiefinisikan kebakaran

sebagai sebuah reaksi kimia atau rangkaian reaksi yang meliputi proses oksidasi,

10
pengeluaran panas, cahaya, dan asap. Terdapat dua jenis kebakaran, yaitu

conflagration (kebakaran yang terjadi dimana api muncul relatif perlahan) dan

detonation (kebakaran yang terjadi dimana api muncul dengan segera).

2.1.1. Teori Dasar Kebakaran

Terdapat dua teori populer mengenai api di dunia ini, yaitu teori

segitiga api (triangle of fire) dan teori tetrahedron. Teori segitiga api

mengatakan bahwa munculnya api merupakan hasil dari interaksi tiga

elemen, yaitu panas, oksigen, dan bahan bakar. Sumber panas diperlukan

untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat mendukung terjadinya

kebakaran. Adapun sumber panas diantaranya adalah panas matahari,

permukaan yang panas, nyala terbuka, gesekan, rekasi kimia eksotermis,

energi listrik, percikan api listrik, api las/potong, gas yang dikompresi, dan

lainnya.

Oksigen adalah satu-satunya senyawa gas yang sangat mendukung

kelangsungan hidup manusia. Di udara bebas, oksigen memiliki volume

sebesar 21% diantara gas-gas lain yang ada di atmosfir dan setidaknya

dibutuhkan sekitar 15% volume oksigen dalam udara agar terjadi

pembakaran.

Elemen terakhir dari teori segitiga api ini adalah bahan bakar. Bahan

bakar adalah semua benda yang dapat mendukung terjadinya api/kebakaran.

Ada tiga wujud bahan bakar, yakni padat, cair, dan gas. Untuk benda padat

dan cair dibutuhkan panas pendahuluan untuk mengubah seluruh atau

11
sebagian darinya ke bnetuk gas agar dapat mendukung terjadinya

pembakaran.

Gambar 2.1 Gambar Segitiga Api

Interaksi antar ketiga elemen diatas sangat penting untuk terciptanya

suatu api, karena kebakaran tidak akan menyala apabila:

1. Tidak terdapat bahan bakar sama sekali atau tidak terdapat dalam

jumlah yang cukup

2. Tidak ada sama sekali oksigen atau tidak dalam kondisi yang cukup

3. Sumber panas tidak cukup untuk menimbulkan api (Suprani, 2009)

Sementara itu dalam teori tetrahedron disebutkan bahwa terjadinya

suatu reaksi pembakaran merupakan hasil tidak hanya dari tiga unsur yang

sudah disebutkan di atas, tetapi ada satu elemen tambahan yaitu reaksi

berrantai pada pembakaran (uninhibited chemical chain reaction). Muhaimin

(2004) mengungkapkan teori Tetrahedron of Fire didasarkan pada asumsi

bahwa dalam sebuah pembakaran yang normal, reaksi kimia yang

12
berlangsung akan menghasilkan beberapa zat, yaitu CO, CO2, SO2, asap, dan

gas. Hasil lain dari reaksi ini adalah berupa radikal-radikal bebas dari atom

oksigen dan hidrogen dalam bentuk hidroksil. Bila ada dua hidroksil, akan

berreaksi menjadi H2O dan radikal bebas O (reaksi 2O  H2O + O radikal).

O radikal selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai umpan pada proses

pembakaran, sehingga disebut sebagai reaksi pembakaran berrantai (Chain

Reaction of Combustion). Dari reaksi kimia selama proses pembakaran

berlangsung, memberikan kepercayaan pada hipotesa baru dari prinsip

segitiga api terbentuk bidang empat api, dimana elemen keempat bertindak

sebagai sisi dasar yaitu reaksi pembakaran.

Terjadinya sebuah bencana kebakaran merupakan efek dari tidak

ketidakmampuan mengendalikan api. Dengan diketahuinya penyebab

kemunculan api berdasarkan dua teori yang telah disebutkan, maka manusia

bisa berusaha untuk mencegah api membesar dengan menghilangkan satu

atau lebih elemn-elemen pencetus api yang sudah dijabarkan di atas.

2.1.2. Bahaya Kebakaran

Kebakaran adalah suatu perisitiwa yang sudah barang tentu

menimbulkan bahaya dan juga kerugian. Karena api tidak pandang bulu

dalam membakar setiap materi yang ada disekitarnya, maka bahaya dari

kebakaran dapat menimbulkan dampak pada dua hal, yaitu harta benda dan

fisik manusia. Singkatnya, sebuah kejadian kebakaran menimbulkan output

13
berupa kerusakan harta benda dan dampak pada manusia baik itu luka,

kehilangan nyawa, atau pun trauma psikologis.

Bahaya keselamatan jiwa manusia pada peristiwa kebakaran dapat

diklasifikasikan menjadi bahaya langsung (tersengat temperatur tinggi dan

keracunan asap) serta bahaya tidak langsung (terluka, terjatuh, terserang

sakit, shock/serangan psikologis).

Sebuah grafik skematik yang pernah dipublikasikan oleh USA

National Institute of Satndard and Technology (2001) mengungkapkan

tentang akibat yang ditimbulkan setelah peristiwa kebakaran terjadi.

Gambar 2.2 Grafik Bahaya Akibat Kebakaran Yang Disusun oleh USA
National Institute of Standard and Technology (2001)

Penyebab korban jiwa terbesar pada peristiwa kebakaran adalah asap

yang meracuni pernafasan. Jumlahnya menempati urutan pertama, yaitu

14
sebesar 74% dari korban, sementara yang diakibatkan sengatan panas

sebesar 18%, serta korban jiwa karena penyebab lain sebesar 8% dari total

korban. Asap yang timbul sebagai hasil reaksi pembakaran mengakibatkan

bahay ganda. Selain meracuni pernafasan, asap juga menghalangi pandangan

dan orientasi orang yang akan menyelamatkan diri. Penelitian lain

mengungapkan bahwa serangan psikologis akbiat bencana kebakaran

membuat orang panik yang akan menghilangkan pikiran logisnya, selain

pada pernafasan yang berlebih yang akan semakin mempercepat proses

keracunan. Sementara itu untuk bahaya panas, manusia mempunyai tingkat

toleransi yang sayangnya terbatas. Tingkat pengkondisian termal yang dapat

ditolerir oleh manusia hanya mencapai temperatur ± 65 oC, itu pun dengan

persyaratan kelembapan tertentu serta aktifitas yang dilakukan. (Rahman,

2004).

Tabel 2.1

Toleransi Tubuh Manusia Terhadap Suhu

SUHU (OC) DAMPAK PADA MANUSIA


10-35 Kondisi Nyaman Termal
65 Suhu Masih Dapat Ditolerir Tergantung Kelembapan dan
Aktifitas
105 Suhu Panas tidak Dapat Ditolerir Dalam Waktu 23 Menit
120 Suhu Panas tidak Dapat Ditolerir Dalam Waktu 15 Menit
140 Suhu Panas tidak Dapat Ditolerir Dalam Waktu 5 menit

180 Kerusakan Fatal dan Kekeringan dalam waktu 30 detik

Sumber: Rahman, 2004

15
Perda DKI Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan

Penanggulangan Kebakaran mengelompokkan bahaya kebakaran menjadi

enam bagian, yakni:

1. Bahaya ringan, yaitu ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai

nilai dan kemudahan terbakar rendah, apabila kebakaran melepaskan

panas rendah, maka penjalaran api lambat.

2. Bahaya sedang I, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai

dan kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan mudah terbakar

dengan tinggi tidak lebih dari dua setengah meter dan apabila terjadi

kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang.

3. Bahaya sedang II, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai

dan kemudahan terbakar rendah, penimbunan bahan mudah terbakar

dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter, dan apabila terjadi kebakaran

melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang.

4. Bahaya sedang III, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai

nilai dan kemudahan terbakar agak tinggi, menimbulkan panas agak

tinggi serta penjalaran api agak cepat apabila terjadi kebakaran.

5. Bahaya berat I, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai

dan kemudahan terbakar tinggi, menimbulkan panas tinggi serta

penjalaran api cepat apabila terjadi kebakaran.

6. Bahaya berat II, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai

dan kemudahan terbakar sangat tinggi, menimbulkan panas sangat

tinggi serta penjalaran api sangat cepat apabila terjadi kebakaran.

16
2.2. Bangunan Gedung

Bagian ini akan menjelaskan hal-hal terkait bangunan gedung yaitu defiinsi

bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung.

2.2.1. Definisi Bangunan Gedung

KepmenPU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan

Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

menyatakan bahwa bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang

diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, atau

pun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik

untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya. Serupa

dengan pengertian dari Keputusan Menteri Pekerjaan Umum tersebut,

Undang-undang nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung juga

mengungkapkan bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan

konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau

seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang

berfungsi sebagai tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha,

kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

2.2.2. Klasifikasi Bangunan Gedung

Berdasarkan fungsi yang digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan, atau

perubahan yang diperlukan pada bangunan gedung, PermenPU Nomor 29 Tahun

17
2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung mengelompokkan

bangunan gedung menjadi seperti berikut:

1. Klas 1: Bangunan gedung hunian biasa, adalah satu atau lebih bangunan gedung

yang merupakan:

a. Klas 1a: bangunan gedung hunian tunggal yang berupa:

i. satu rumah tunggal; atau

ii. satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing

bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk

rumah deret, rumah taman, villa; atau

b. Klas 1b: rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan
2
luas total lantai kurang dari 300 m dan tidak ditinggali lebih dari 12

orang secara tetap, dan tidak terletak di atas atau dibawah bangunan

hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi.

2. Klas 2: Bangunan gedung hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang

masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

3. Klas 3: Bangunan gedung hunian diluar bangunan klas 1 atau 2, yang umum

digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang

tidak berhubungan, termasuk:

a. rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau

b. bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau

c. bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

d. panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau

18
e. bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang

menampung karyawan-karyawannya.

4. Klas 4: Bangunan gedung hunian campuran, adalah tempat tinggal yang berada

didalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan merupakan tempat tinggal

yang ada dalam bangunan tersebut.

5. Klas 5: Bangunan gedung kantor, adalah bangunan gedung yang dipergunakan

untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha

komersial, diluar bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.

6. Klas 6: Bangunan gedung perdagangan, adalah bangunan gedung toko atau

bangunan gedung lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang

secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:

a. ruang makan, kafe, restoran; atau

b. ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel

atau motel; atau

c. tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau

d. pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau reparasi.

7. Klas 7: Bangunan gedung penyimpanan/gudang, adalah bangunan gedung yang

dipergunakan penyimpanan, termasuk:

a. tempat parkir umum; atau

b. gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci

gudang.

19
8. Klas 8: Bangunan gedung laboratorium, industri, pabrik, dan/atau bengkel mobil,

adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk

tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan,

pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka

perdagangan atau penjualan.

9. Klas 9: Bangunan gedung umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan

untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:

a. Klas 9a: bangunan gedung perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian

dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium;

b. Klas 9b: bangunan gedung pertemuan, termasuk bengkel kerja,

laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall,

bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak

termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain.

10.Klas 10: Adalah bangunan gedung atau struktur yang merupakan

sarana/prasarana bangunan gedung yang dibangun secara terpisah, seperti:

a. Klas 10a: bangunan gedung bukan hunian yang merupakan garasi pribadi,

garasi umum, atau sejenisnya;

b. Klas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga

atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.

11. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus, adalah bangunan

gedung atau bagian dari bangunan gedung yang tidak termasuk dalam klasifikasi

bangunan 1 s.d. 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis ini dimaksudkan dengan

klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.

20
12. Bangunan gedung yang penggunaannya insidentil, adalah bagian bangunan

gedung yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan

gangguan pada bagian bangunan gedung lainnya, dianggap memiliki klasifikasi

yang sama dengan bangunan utamanya.

13. Klasifikasi jamak, adalah bangunan gedung yang beberapa bagian dari

bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan:

a. bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10%

dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium,

klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya;

b. Klas-klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;

c. Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang boiler atau

sejenisnya diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang

tersebut terletak.

Sementara itu, dalam kaitan tingkat ketahanan struktur utama terhadap

api, KepmenPu No.02/KPTS/1985 mengklasifikasikan bangunan gedung

menjadi 4 kelas, yakni:

1. Kelas A: Bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya

harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 3 jam, yaitu meliputi

bangunan-bangunan seperti hotel, pertokoan dan pasar raya,

perkantora, rumah sakit dan perawatan, bangunan industri, tempat

hiburan, museum, bangunan dengan penggunaan ganda/campuran.

2. Kelas B: Bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya

harus tahan api sekurang-kurangnya dua jam, yaitu meliputi

21
bangunan-bangunan seperti perumahan bertingkat, asrama,

sekolah, dan tempat ibadah.

3. Kelas C: Bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya

harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya setengah jam,

meliputi bangunan gedung yang tidak bertingkat dan sederhana.

4. Kelas D: Bangunan-bangunan yang tidak tercakup ke dalam kelas

A, B, C tidak diatur dalam pertauran ini, tetapi diatur secara

khusu, misalnya: instalasi nuklir, bangunan-bangunan yang

digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan yang mudah

meledak.

2.3. Bangunan Instalasi Gawat Darurat

Pasal 10 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

menyebutkan bahwa ruang gawat darurat adalah salah satu ruang yang disyaratkan

harus ada pada bangunan rumah sakit, yang merupakan Ruang pelayanan khusus

yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24

jam.

Instalasi gawat darurat sebagai salah satu pelayanan di rumah sakit merupakan

pelayanan yang berkesinambungan dalam perawatan dan pelayanan yang mencakup

pelayanan pra rumah sakit dan rumah sakit. Pelayanan pra rumah sakit atau

pelayanan sebelum pasien masuk ke rumah sakit, yaitu tindakan yang mencakup

dukungan, instruksi, perawatan serta tindakan yang di berikan kepada pasien sampai

pasien diserahkan ke rumah sakit. Pelayanan rumah sakit yaitu semua aspek

22
perawatan dan tindakan yang diberikan oleh petugas gawat darurat termasuk

pemindahan pasien (dirujuk, dirawat inap, atau dipulangkan), tanggapan dan

tindakan atas bencana massal serta keadaan darurat dalam masyarakat lainnya

seperti bencana alam dan mempersiapkan dukungan medik untuk pelayanan gawat

darurat terpadu (Munijaya dalam Rahayuningsih dan Winarno, 2005).

Sebuah ruang IGD mesti memenuhi kebutuhan ruang, fungsi, dan fasilitasnya.

Kebutuhan-kebutuhan ini terbagi atas:

1. Ruang Penerimaan, terbagi atas ruang tunggu keluarga, ruang

administrasi, ruang triase, ruang penyimpanan strecher/brankar, ruang

dekontaminasi (untuk RS di daerah industri), area yang dapat digunakan

untuk penanganan korban bencana massal

2. Ruang Tindakan, terbagi atas ruang resusitasi, ruang tindakan bedah,

ruang tindakan non bedah, ruang tindakan anak, ruang tindakan

kebidanan, ruang observasi, ruang pos perawat,

3. Ruang Penunjang Medis, terbagi atas ruang farmasi, ruang penyimpanan

linen, ruang alat medis, ruang radiologi cito, laboratorium standar, ruang

petugas/staff, gudang kotor, toilet petugas, ruang sterilisasi, ruang loker

(Kemenkes, 2012)

2.4. Potensi Kebakaran Gedung Instalasi Gawat Darurat

Keadaan darurat dapat disebabkan oleh faktor internal maupuan eksternal.

Keadaan darurat yang disebabkan oleh faktor internal adalah kejadian yang

diakibatkan langsung karena proses yang terjadi dalam operasi suatu kegiatan

23
perusahaan. Faktor-faktor internal meliputi faktor manusia,peralatan,material,

prosedur kerja, hingga kondisi lingkungan kerja. Sementara itu, keadaan darurat

yang diakibatkan oleh faktor ekstenal adalah kejadian darurat yang timbul dalam

operasi perusahaan sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari faktor luar

proses perusahaan. Faktor eksternal ini diantaranya adalah bencana alam, huru hara,

sabotase, kondisi politik, ekonomi dan lainnya (Bambang, 2010).

Sama seperti bangunan-bangunan lain, bangunan gedung IGD pun memiliki

potensi untuk timbulnya sebuah kejadian darurat berupa insiden kebakaran

kebakaran. Adapun hal-hal yang bisa memicu terjadinya kebakaran pada sebuah

gedung IGD diantaranya:

- Arus pendek listrik

Korsleting atau arus pendek listrik bisa timbul dari aliran listrik yang

digunakan untuk penerangan gedung, komputer, serta alat-alat penunjang

yang digunakan untuk tindakan-tindakan yang diberikan pada pasien IGD.

- Bahan-bahan kimia

IGD dilengkapi dengan bagian farmasi dan laboratorium yang menyimpan

banyak bahan-bahan kimia yang berpotensi menimbulkan api bila terjadi

kesalahan dalam penanganan bahan-bahan tersebut

- Ledakan

Potensi ledakan dalam ruang IGD bisa bersumber dari hal-hal seperti tabung

oksigen, peralatan-peralatan bertenaga listrik, maupun bahan-bahan kimia.

- Sabotase, huru-hara, kerusuhan, terorisme

- Rembetan api dari gedung disekitarnya yang tertimpa benacana kebakaran

24
2.5. Kelengkapan Tapak

Kelengkapan tapak didefinisikan sebagai kelengkapan mengenai tata letak

bangunan terhadap lingkungan sekitar dikaitkan dengan bahaya kebakaran dan

upaya pemadaman. Komponen kelengkapan tapak meliputi sumber air, jalan

lingkungan jarak antar bangunan dan hidran halaman (KepMen PU No

10/KTPS/2000 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada

Bangunan Gedung dan Lingkungan).

2.5.1. Sumber Air

Sumber air adalah sumber yang menyediakan pasokan air yang akan

dipergunakan sebagai media pemadaman kebakaran pada suatu gedung

(Prangola, 2008).

Sumber air yang tersedia harus direncanakan sedemikian rupa

sehingga tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran, atau

reservoir air, dan sebagainya yang memudahkan instansi pemadam

kebakaran untuk menggunakannya, sehingga setiap rumah dan bangunan

gedung dapat dijangkau oleh pancaran air unit pemadam kebakaran dari

jalan di lingkungannya.

2.5.2. Jalan Lingkungan

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan

memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan

gedung harus tersedia jalan lingkungan dengan perkerasan agar dapat dilalui

25
oleh kendaraan pemadam kebakaran. Selain itu, jalan lingkungan tersebut

harus tersedia dengan lebar minimal 6 meter dengan lebar jalan masuk

minimal 4 meter.

2.5.3. Hidran Halaman

Tiap bagian dari jalur untuk akses mobil pemadam di lahan bangunan

harus dalam jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota

tidak tersedia, maka harus disediakan hidran halaman. Suplai air untuk

hidran halaman harus sekurang-kurangnya 38 l/detik pada tekanan 3,5 bar,

serta mampu mengalirkan air minimal selama 30 menit

2.5.4. Jarak Antar Bangunan Gedung

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, harus

disediakan jalur akses mobil pemadam kebakaran dan ditentukan jarak

minimum antar bangunan gedung sesuai dengan tabel berikut.

26
Tabel 2.2

Jarak Antar Bangunan Gedung

Sumber: KepMenPu No.10 Tahun 2000 tentang Ketentuan Teknis


Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan

2.6. Sarana Proteksi Kebakaran Akftif

Sistem proteksi kebakaran aktif berdasarkan Kepemen PU No.10/KPTS/2000

tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada

Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran

yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara

otomatis maupun manual, diguakan oleh penghuni maupun petugas pemadam

kebakaran dalam melakukan operasi pemadaman. Selain itu sistem ini digunakan

dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran. Adapun sistem proteksi

kebakaran aktif terdiri atas:

2.6.1. Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran

Sistem deteksi dan alarm kebakaran otomatis digunakan untuk

memberikan peringatan kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran,

sehingga dapat melakukan tindakan proteksi dan penyelamatan dalam

27
kondisi darurat. Selain itu, sistem alarm mempunyai fungsi tersendiri yakni

memudahkan petugas pemadaman mengidentifikasi titik awal terjadinya

kebakaran.

2.6.2. Hidran Gedung

Hidran adalah alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar

(nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan untuk

kepentingan pemadaman (KepMenPU no 10 tahun 2000). Hidran sendiri

diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu hidran gedung dan hidran halaman.

Hidran gedung (indoor hydrant) adalah hidran yang terletak di dalam suatu

bangunan/gedung dan instalasi serta peralatannya disediakan serta dipasang

dalam bangunan/gedung tersebut sementara hidran halaman merupakan

hidran yang terletak di luar bangunan/gedung dan pemasangan serta

peralatannya disediakan atau dipasang di lingkungan bangunan/gedung.

2.6.3. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Permenaker No.04 Tahun 1980 menyebutkan APAR sebagai alat yang

ringan serta mudah dilayanai oleh satu orang untuk memadamkan api pada

mula kebakaran. Media pemadaman api yang dimiliki oleh suatu APAR

dikelompokkan menjadi lima jenis yakni air, busa, tepung kering, dan halon.

28
2.6.4. Sprinkler

Sprinkler dalam SNI 03-3989-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan

Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatik untuk Pencegahan Kebakaran pada

Bagunan Gedung mendefinisikan sprinkler sebagai suatau instalasi

pemadaman kebakaran yang dipasang secara tetap/permanen di dalam

bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan

menyemprotkan air di tempat mula terjadinya kebakaran. Beradasarkan

klasifikasi Hunian Bahaya Kebakaran, SNI 03-3989-2000 membagi sitem

sprinkler menajdi tiga, yaitu sistem bahay kebakaran ringan, sistem bahaya

kebakaran sedang, dan sistem bahay kebakaran berat. Sementara itu, NFPA

13 mengelompokkan sistem sprinkler menjadi 5 bagian, yakni dry pipe

system, wet pipe system, deluge system, preaction system, dan combined dry

pipe-preaction.

2.6.5. Siamese Connection

The Fire Department Connection (FDC) atau yang lebih dikenal

dengan istilah siamese connection adalah komponen penting yang sering

ditemukan pada suatu sistem pipa tegak. Saat sistem springkler menyala,

petugas pemadam menyambungkan selang dari pompa di truk pemadam ke

siamese connection. Fungsi dari siamese connection ini adalah untuk

memberikan tambahan supali air, tetapi tidak menyediakan suplai air untuk

keseluruhan sistem springkler (Minnesota Fire State Marshal, 2006).

Siamese connection harus tersedia dan ditempatkan pada lokasi yang mudah

29
dijangkau oleh mobil pemadam kebakaran. Selain itu siamese connection

harus diberi tanda petunjuk sehingga mudah dikenali.

2.6.6. Sistem Pemadam Luapan

Sistem pemadam luapan harus tersedia untuk ruangan atau bangunan

yang memerlukan sistem khusus seperti ruang komunikasi, ruang komputer,

ruang magnetik, ruang elektronik, dan lainnya. Sistem pemadam khusus ini

dapat berupa gas, busa, dan bubuk kering (Yervi Hesa dkk, 2009)

2.6.7. Pengendali Asap

Pengendalian asap harus disediakan untuk bagunan kelas 2 sampai

kelas 9. Sistem pengendalian asap dirancang dengan tujuan untuk

menghalangi aliran asap ke dalam sarana jalan keluar, jalam terusan keluar,

daerah tempat berlindung, atau daerah lain yang serupa.

2.6.8. Deteksi Asap

Deteksi asap berfungsi untuk mendeteksi kemunculan asap sehingga

membunyikan sistem peringatan bahaya bagi seluruh penghuni bangunan.

Sistem deteksi asap yang baik dapat mengaktifkan sistem pengolahan udara,

sistem pembuangan asap, dan ventilasi asap dan panas. Jarak antar detektor

asap 10 – 20 meter dari dinding pemisah atau tirai asap.

30
2.6.9. Pembuangan Asap

Sistem pembuangan asap harus memiliki fan pembuang yang

kapasitasnya mampu menghisap asap dan terletak dalam reservoir asap

tinggi 2 meter dari lantai. Selain itu, fan pembuangan Asap mampu

beroperasi terus menerus pada temperature 200o C selama 60 menit atau

pada temperature 300o C selama 30 menit.

2.6.10. Lift Kebakaran

Lift kebakaran disediakn dan berperan dalam proses penanggulangan

suatu kejadian kebakaran. Setidaknya disediakan satu lift kebakaran untuk

bangunan dengan ketinggian efektif 25 m.

2.6.11. Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah

Saat terjadi insiden kebakaran, cahaya darurat dan petunjuk arah

berperan dalam memberikan pencahayan yang memadai, memberikan

petunjuk/rambu yang cukup jelas menuju jalur exit, serta memberikan

peringatan kepada penghuni bangunan akan terjadinya keadaan darurat.

2.6.12. Listrik Darurat

Daya yang digunakan untuk mengoperasikan sistem daya diperoleh

sekurang-kurangnya dari dua sumber, yaitu PLN dan sumber daya darurat

seperti generator, batere, dan lain-lain.

31
2.6.13. Ruang Pengendali Operasi

Ruang pengendali operasi digunakan sebagai pusat kegiatan

pengendalian yang berkaitan dengan keselamatan atau keamanan penghuni

bangunan termasuk kejadian kebakaran. Ruang pusat pengendali kebakaran

haruslah ditempatkan sedemikian rupa pada bangunan, sehingga jalan keluar

dari setiap bagian pada lantai ruang tersebut kearah jalan atau ruang terbuka

umum tidak terdapat perbedaan ketinggian permukaan lantai lebih dari 30

cm.

2.7. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif

Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem perlindungan kebakaran yang

dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung,

dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi

penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Pengendalian lewat

perancangan bangunan yang diarahkan pada upaya minimasi timbulnya kebakaran

dan intensitas terjadinya kebakaran (Trikomara, dkk, 2012). KepmenPU No.10

Tahun 2000 menyebutkan fungsi dari adanya sistem prosteksi pasif ini adalah untuk

menciptakan kestabilan struktur konstruksi bangunan selama kebakaran serta

memberikan perlindungan terhadapa penyebaran kebakaran. Dengan dua fungsi

tersebut, diharapkan dapat memberikan waktu bagi penghuni bangunan untuk

menyelamatkan diri secara aman, memberikan kesempatan bagi petugas pemadam

kebakaran untuk beroperasi, menghindarkan kerusakan benda atau barang akibat

kebakaran, dan mencegah meluasnya kebakaran antar unit-unit dalam bangunan

32
atau antar bangunan. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem proteksi pasif meliputi

pemilihan material bangunan, kemampuan/daya tahan bahan struktur dari

komponen-komponen struktur, dan penataan ruang.

2.8. Sarana Penyelamatan

Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat

digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk

menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh

keadaan darurat. Selain itu, sarana penyelamatan haruslah dibuat sedemikian rupa

sehingga dalam proses evakuasi bisa dicegah terjadinya kecelakaan atau luka pada

manusia. Adapun sarana penyelamatan yang harus dimiliki oleh suatu bangunan

gedung meliputi:

- Sarana jalan keluar, atau lebih umum dikenal dengan sebutan exit, bagian

dari sarana penyelamatan yang memberikan jalan ke luar menuju jalan

umum atau ruang terbuka

- Kontruski jalan keluar. Konstruksi jalan keluar yang dimiliku oleh suatu

bangunan gedung harus bebas halangan dan tahan terhadap api minimal 2

jam. Selain itu, konstruksi jalan keluar harus memiliki lebar tidak kurang

dari 200 cm dan bagian langit-langitnya punya ketahanan api tidak kurang

dari 60 menit.

- Landasan helikopter. Persyaratan landasan helikopter hanya

diperuntukkan bagi bangunan yang memiliki tinggi minimal 60 meter.

33
2.9. Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran

Persyaratan keandalan bangunan gedung mecakup tentang persyaratan

keselamatan dimana salah satu hal yang harus diperhatikan dalam persyaratan

keselamatan bangunan gedung tersebut adalah mengenai kemampuan gedung dalam

mencegah menanggulangi bahaya kebakaran. Hal ini sangat penting karena

kebakaran dapat menimbulkan banyak kerugian. Adapun potensi-potensi kerugian

yang ditimbulkan oleh suatu kejadian kebakaran diantaranya adalah:

1. Kerugian Jiwa

Kebakaran dapat menimbulkan korban jiwa, baik yang terbakar langsung

maupun sebagai dampak dari suatu kebakaran.

2. Kerugian Materi

Dampak kebakaran juga menimbulkan kerugian materi yang sangat besar.

Kerugian langsung berupa nilai aset atau bangunan yang terbakar.

Dibalik kerugian itu, kerugian tidak langsung justru jauh lebih tinggi,

misalnya gangguan produksi, biaya pemulihan kebakaran, biaya sosial

dan lainnya.

3. Menurunnya Produktivitas

Jika terjadi kebakaran proses produksi akan terganggu, bahkan dapat

terhenti secara total. Nilai kerugiannya akan sangat besar yang

diperkirakan mencapai 5-50 kali kerugian langsung.

4. Gangguan Bisnis

Menurunnya produktivitas dan kerusakan aset akibat kebakaran

mengakibatkan gangguan bisnis yang sangat luas suatu pasar atau mall

34
terbakar, mengakibatkan kegiatan perdagangan akan terhenti total, arus

barang terganggu dan semua kegiatan bisnis akan terhenti.

5. Kerugian Sosial

Dampak kebakaran mengakibatkan sekelompok masyarakat korban

kebakaran akan kehilangan segala harta bendanya, menghancurkan

kehidupannya, dan mengakibatkan keluarga menderita. Kegiatan sosial

juga mengalami hambatan yang berakibat turunya kesejahtraan

masyarakat (Trikomara,dkk,2012).

Keandalan merupakan tingkat kesempurnaan kondisi perlengkapan proteksi

yang menjamin keselamatan, serta fungsi dan kenyamanan suatu bangunan gedung

dan lingkungannya selama masa pakai dari gedung tersebut dari segi bahayanya

terhadap kebakaran (Departemen PU, 2005).

Ada empat komponen sistem proteksi kebakaran yang dihitung, yaitu :

- Komponen kelengkapan tapak

- Komponen sistem proteksi kebakaran aktif

- Komponen sistem kebakaran pasif

- Komponen sarana penyelamatan

Masing-masing komponen diperiksa kondisi aktualnya atau dievaluasi.

Setelah semua komponen dihitung, maka akan didapatkan nilai tingkat keandalan

sistem proteksi kebakaran. Adapun kriteria nilai keandalan sistem proteksi

kebakaran dapat dilihat pada tabel berikut ini.

35
Tabel 2.3
Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran

Sumber: (Departemen PU, 2005)

2.10. Kerangka Teori

Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia memiliki sebuah pedoman

yang bernama “Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan

Gedung” dimana pedoman tersebut mencakup langkah-langkah pemeriksaan

keselamatan bangunan terhadap bahaya kebakaran yang dimaksudkan untuk

mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran.

Pemeriksaan sistem proteksi kebakaran bangunan gedung dilakukan

pengamatan dan pencatatan kondisi nyata dari setiap elemen/utilitas proteksi

kebakaran baik yang terpasang di dalam maupun luar gedung. Adapun elemen

sistem proteksi kebakaran yang diperiksa berjumlah empat yakni:

- Kelengkapan tapak

- Sistem proteksi kebakaran aktif

- Sistem proteksi kebakaran pasif

- Sarana penyelamatan

36
Pemeriksaan komponen kelengkapan tapak
Pemeriksaan komponen sistem proteksi aktif
Pemeriksaan komponen sistem proteksi pasif
Pemeriksaan sarana penyelamatan

Menghasilkan

Nilai komponen kelengkapan tapak

Nilai komponen sistem proteksi aktif

Nilai komponen sistem proteksi pasif

Nilai komponen sarana penyelamatan

Penjumlahan Nilai Keempat Komponen

Nilai Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan (KSKB) yang


merepresenatiskanTingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan
Gedung

Gambar 2.3

Alur Penentuan Nilai Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan Gedung


Berdasarkan Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan
Gedung Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005

37
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Konsep

Kelengkapan Tapak: Sumber air,


Jalan Lingkungan, Jarak Antar
Bangunan, dan Hidran halaman

Pembobotan Parameter
Sistem Proteksi Kebakaran Komponen proteksi
Aktif: Deteksi dan Alarm, kebakaran
Siamese Connection, APAR,
Hidran Gedung, Springkler,
Pemadam Luapan, Pengendali
Asap, Deteksi Asap,
Pembuangan Asap, Lift
Kebakaran, Cahaya Darurat,
Tingkat Keandalan
Listrik Darurat, Ruang
Pengendali Operasi Sistem Proteksi
Kebakaran

Sistem Proteksi Kebakaran Pasif:


Ketahanan Api Struktur
Bangunan, Kompartemenisasi
Ruangan, Perlindungan Bukaan

Sarana Penyelamatan:Jalan
Keluar dan Konstruksi Jalan
Keluar

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penentuan Nilai Keandalan Sistem Proteksi
Kebakaran Bangunan Gedung Bangunan Gedung IGD RSUP Fatwamati
Jakarta Maret 2015

38
Penilaian terhadap keadaan suatu sistem proteksi kebakaran dapat dilakukan

dengan menggunakan suatu jenis pedoman. Salah satu pedoman yang bisa dipakai

untuk melakukan pengukuran nilai terhadap suatu sistem proteksi kebakaran adalah

pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-2005-C

yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

Pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-

2005-C mengukur tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran bangunan gedung

dengan melakukan langkah-langkah pemeriksaan keselamatan bangunan terhadap

bahaya kebakaran. Adapun komponen-komponen yang diperiksa diantaranya adalah

kelengkapan tapak, sistem proteksi kebakaran aktif, sistem proteksi kebakaran pasif,

dan sarana penyelamatan.

Penilaian pada komponen kelengkapan tapak mencakup 4 subkomponen,

yaitu sumber air, hidran halaman, jarak antar bangunan, dan jalan lingkungan.

Penilaian pada komponen sistem proteksi kebakaran aktif mencakup 13 komponen

yaitu, deteksi dan alarm, siamese connection, APAR, hidran gedung, springkler,

sistem pemadam luapan, pengendali asap, deteksi asap, pembuanagan asap, lift

kebakaran, cahaya darurat dan penunjuk arah, listrik darurat, dan ruang pengendali

operasi. Penilaian pada komponen sistem proteksi kebakaran pasif mencakup 3

komponen yaitu ketahanan api struktur bangunan, kompartemenisasi ruangan, dan

perlindungan bukaan. Penilaian pada komponen sarana penyelamatan mencakup 3

komponen yaitu jalan keluar, konstruksi jalan keluar, dan landasan helikopter.

39
Seluruh subkomponen dari masing-masing komponen dihitung nilai

kondisinya. Penghitungan dilakukan dengan menentukan kondisi setiap

subkomponen berdasarkan hasil pengamatan, telaah dokumen, dan wawancara

dengan informan lalu dibandingkan dengan kriteria yang tekah ditentukan. Hasil

perbandingan akan menghasilkan nilai kualitatif yang kemudian diubah menjadi

nilai kuantitatif. Langkah berikutnya adalah melakukan pembobotan terhadap nilai

kuantitaif tersebut dengan cara mengkalikan nilai kuantitatif yang sudah didapat

dengan bobot sub KSKB dan bobot KSKS. Hasil perkalian tersebut akan

menghasilkan nilai kondisi subkomponen tersebut. Nilai kondisi dari setiap

subkomponen kemudian dijumlahkan dan menghasilkan nilai komponen. Tingkat

keandalan sistem proteksi kebakaran diperoleh dengan nilai dari keempat

komponen. Setelah nilai angkanya didapat, langkah berikutnya adalah

mengubahnya ke dalam kategori kualitatif berdasarkan pengelompokkan yang

sudah ada dalam pedoman Pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan

gedung Pd-T-11-2005-C.

3.2. Definisi Istilah

3.2.1. Kelengkapan Tapak

Kelengkapan komponen dan tata letak bangunan terhadap lingkungan

sekitar dengan bahaya kebakaran dan upaya pemadaman. Komponen

kelengkapan tapak meliputi:

40
o Sumber air: Sumber yang menyediakan pasokan air yang akan

dipergunakan sebagai media pemadaman kebakaran pada gedung

IGD. Sumber air yang dimaksud meliputi hidran halaman, sumur

kebakaran, atau reservoir air, dan sebagainya yang memudahkan

instansi pemadam kebakaran untuk menggunakannya, sehingga

gedung IGD dapat dijangkau oleh pancaran air unit pemadam

kebakaran dari jalan di lingkungannya. Sumber air dinilai dari

ketersediaannya dengan kapasitas yang memenuhi persyaratan

minimal terhadap fungsi bangunan.

o Jalan lingkungan: Akses atau jalan di sekitar bangunan IGD dengan

perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran.

Jalan lingkungan yang baik dinilai atas kriteria-kriteria seperti lebar

jalan minimal 6 meter, sudah diberi pengerasan, serta lebar jalan

masuk minimal 4 meter.

o Jarak antar bangunan: Jarak minimum antar bangunan IGD dengan

bangunan di dekatnya. Jarak minimum antar bangunan gedung

mengikuti ketentuan dari PermenPu No.26 tahun 2008

o Hidran halaman. Alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut

pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan

untuk kepentingan pemadaman (KepMenPU no 10 tahun 2000)

dimana peralatannya disediakan serta dipasang di luar gedung IGD

dan pemasangan serta peralatannya disediakan atau dipasang di

lingkungan gedung IGD. Kriteria penilaian hidran halaman

41
ditentukan atas hal-hal seperti ketersediaan di di halaman dan

mudah dijangaku, fungsi yang sempurna dan lengkap, serta suplai

air 38 liter/detik dan bertekanan 3,5 Bar.

3.2.2. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif

Sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan

mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun

manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam

operasi pemadaman. Komponen sistem proteksi aktif meliputi:

o Sistem deteksi dan alarm kebakaran. Sistem deteksi dan alarm

kebakaran otomatis digunakan untuk memberikan peringatan

kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran. Deteksi dan alarm

kebakaran harus sesuai dengan SNI 03-3986, dilengkapi dengan

detektor panas dan manual pemicu alarm, serta tidak lebih dari 30

meter dari titik alarm manual.

o Hidran. Alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar

(nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan untuk

kepentingan pemadaman (KepMenPU no 10 tahun 2000). Hidran

harus tersedia sambungan selang diameter 35 mm dalam kondisi

baik, panjang selang minimal 30 m dan tersedia kotak untuk

menyimpan. Pasokan air cukup tersedia untuk kebutuhan system

sekurang-kurangnya untuk 45 menit.

42
o Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Alat yang ringan serta mudah

dilayanai oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula

kebakaran. Jenis APAR harus sesuai SNI 03-3988, jumlahnya

sesuai dengan luasan bangunan IGD, serta jarak penempatan antar

alat maksimal 25 meter.

o Sprinkler. Suatu instalasi pemadaman kebakaran yang dipasang

secara tetap/permanen di dalam bangunan IGD yang dapat

memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan

air di tempat mula terjadinya kebakaran. Jumlah, perletakan dan

jenis springkler harus sesuai dengan persyaratan. Tekanan catu air

sprinkler pada titik terjauh (0,5-2,0) kg/cm2, debit sumber catu air

minimal (40-200) liter/menit per kepala sprinkler, jarak kepala

sprinkler ke dinding kurang dari ½ jarak antara kepala sprinkler,

jarak maksimal antar springkler adalah 4,6 m (untuk bahaya

kebakaran ringan dan sedang) dan 3,7 m (untuk bahaya kebakaran

berat), serta dalam ruang tersembunyi, jarak langitlangit dan atap

lebih 80 cm, dipasang jenis kepala sprinkle dengan pancaran keatas.

o Sistem pemadam luapan. Sistem pemadaman yang khusus

diperuntukkan untuk ruangan di dalam IGD yang memerlukan

sistem khussu seperti ruang komunikasi, ruang komputer, ruang

magnetik, ruang elektronik, dan lainya dan media pemadamannya

berupa gas, busa, dan bubuk kering. Sistem pemadam luapan harus

tersedia dalam jenis yang sesuai dengan fungsi ruangan yang

43
diproteksi dan jumlah kapasitas sesuai dengan beban api dari fungsi

ruangan yang diproteksi.

o Pengendali asap. Alat yang berguna untuk mengendalikan asap

yang terdapat di dalam ruangan pada saat terjadi kebakaran untuk

selanjutnya dibuang ke luar bangunan dan alatnya berupa kipas/fan.

Fan pembuangan asap yang sesuai akan berputar berurutan setelah

aktifnya detector asap yang ditempatkan dalam zona sesuai dengan

reservoir asap yang dilayani fan. Detektor asap harus dalam

keadaan bersih dan tidak terhalang oleh benda lain disekitarnya. Di

dalam kompartemen bertingkat banyak, sistem pengolahan udara

beroperasi dengan menggunakan seluruh udara segar melalui ruang

kosong bangunan tidak menjadi satu dengan cerobong pembuangan

asap. Tersedia Panel control manual dan indicator kebakaran serta

buku petunjuk pengoperasian bagi petugas jaga

o Siames Connection. Sambungan selang mobil pemadam kebakaran

dalam menyuplai air dari sumbernya sewaktu datang ke lokasi

terjadinya kebakaran. Tersedia dan ditempatkan pada lokasi yang

mudah dijangkau mobil pemadam kebakaran. Diberikan tanda

petunjuk sehingga mudah dikenali.

o Smoke Detector. Alat yang mampu mendeteksi kemunculan asap

dan memberikan peringatan dini tentang potensi adanya api. Sistem

deteksi asap harus memenuhi SNI 03-3689. Pada ruang dapur dan

area lain di IGD yang sering mengakibatkan terjadinya alarm palsu

44
dipasang alarm panas, terkecuali telah dipasang sprinkler. Detektor

asap yang terpasang dapat mengaktifkan system pengolahan udara

secara otomatis, system pembuangan asap, ventilasi asap dan panas

Jarak antar detector < 20 m dan < 10 m dari dinding pemisah atau

tirai asap

o Pembuangan asap. Alat yang berguna untuk mengeluarkan asap dari

dalam ruangan-ruangan IGD menuju keluar gedung pada saat

terjadi kebakaran. Kapasitas fan pembuang mampu menghisap asap.

Terletak dalam reservoir asap tinggi 2 meter dari lantai. Laju

pembuangan asap sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Fan

pembuangan asap mampu beroperasi terus menerus pada

temperature 200 C selang waktu 60 menit atau pada temperature

300 C selang waktu 30 menit. Luas horizontal reservoir asap

maksimal 2000 m2, dengan tinggi tidak boleh kurang dari 500 mm

Setiap reservoir asap dilayani minimal satu buah fan, pada titik

kumpul dari panas di dalam reservoir asap, jauh dari perpotongan

koridor atau mal. Void eskalator dan tangga tidak dipergunakan

sebagai jalur pembuangan asap. Udara pengganti dalam jumlah

kecil harus disediakan secara otomatis /melalui bukaan ventilasi

permanent, kecepatan tidak boleh lebih dari 2,5 m/detik, di dalam

kompartemen kebakaran bertingkat banyak melalui bukaan vertical

dengan kecepatan ratarata 1 m/detik.

45
o Lift kebakaran. Lift khusus yang bisa dioperasikan saat terjadinya

kebakaran. Minimal terdapat 1 buah lift kebakaran pada bangunan

IGD dengan ketinggian efektif 25 m. Ukuran lift sesuai dengan

fungsi bangunan yang berlaku. Lift kebakaran dalam saf yang tahan

api, dioperasikan oleh petugas pemadam kebakaran, dapat berhenti

disetiap lantai, sumber daya listrik direncanakan dari 2 sumber

menggunakan kabel tahan api, memiliki akses ke tiap lantai hunian.

Tanda Peringatan terhadap pengguna lif pada saat kebakaran,

dipasang di tempat yang mudah terlihat dan terbaca dengan tulisan

tinggi huruf minimal 20 mm. Penempatan lift kebakaran pada lokasi

yang mudah dijangkau oleh penghuni.

o Cahaya darurat. Sistem pencahayaan yang berfungsi saat sistem

pencahayaaan normal tidak berfungsi ketika terjadinya kebakaran.

Sistem pencahayaan darurat harus dipasang disetiap tangga yang

dilindungi terhadap kebakaran, disetiap lantai dengan luas lantai >

300 m2, disetiap jalan terusan ,koridor. Desain Sistem pencahayaan

darurat beroperasi otomatis, memberikan pencahayaan yang cukup,

dan harus memenuhi standar yang berlaku.

o Penunjuk arah. Tanda atau rambu yang cukup jelas memberikan

informasi tentang jalan keluar dan alur menuju jalan keluar. Tanda

exit jelas terlihat dan dipasang berdekatan dengan pintu yang

memberikan jalan keluar langsung, pintu dari suatu tangga, exit

horizontal dan pintu yang melayani exit. Bila tanda exit tidak

46
terlihat secara langsung dengan jelas oleh penghuni, harus dipasang

tanda petunjuk dengan tanda panah penunjuk arah. Setiap tanda exit

harus jelas dan pasti, diberi pencahayaan yang cukup, dipasang

sedemikian rupa sehingga tidak terjadi gangguan listrik, tanda

petunjuk arah keluar harus memenuhi standar yang berlaku.

o Listrik darurat. Sumber listrik yang bisa digunakan selama

terjadinya kejadian darurat kebakaran. Daya yang disuplai

sekurang-kurangnya dari 2 sumber yaitu sumber daya listrik PLN,

atau sumber daya darurat berupa batere, generator, dan lain-lain.

Semua instalasi kabel yang melayani sumber daya listrik darurat

harus memenuhi kabel tahan api selama 60 menit. Catu daya dari

sumber daya ke motor harus memenuhi ketentuan Memenuhi cara

pemasangan kabel yang termuat dalam PUIL.

o Ruangan pengendali operasi. Ruangan khusus yang berfungsi

mengawasi ruangan-ruangan di dalam gedung. Harus tersedia

dengan peralatan yang lengkap dan dapat memonitor bahaya

kebakaran yang akan terjadi.

47
3.2.3. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif

Komponen-komponen yang diperiksa dalam sistem proteksi kebakaran

pasif meliputi:

o Ketahanan api struktur bangunan. Kemampuan dari struktur sebuah

bangunan IGD terhadap penjalaran api. Ketahanan api komponen

strutur bangunan harus sesuai dengan tipe bangunan, klasifikasi

bangunan, fungsi bangunan (tertera dalam KepmenPu nomor 10

tahun 2000)

o Kompartemensasi ruang. Konstruski pemisah antar ruangan di

dalam IGD yang berfungsi melindungi penghuni yang berada di

ruangan lain. Berlaku untuk bangunan dengan luas lantai 5000 m2

(konstruksi tipe A), 3500 m2 (konstruksi tipe B), dan 2000 m2

(konstruksi tipe C). Luas bangunan lebih dari 18000 m2 dan volume

108000 m3 harus dilengkapi dengan springkler, dikelilingi jalan

masuk kendaraan dan sistim pembuangan asap otomatis dengan

jumlah, tipe dan cara pemasangan sesuai persyaratan yang berlaku.

Lebar jalan minimal 6 m, mobil pemadam dapat masuk ke lokasi.

o Perlindungan bukaan. Bukaan/lubang yang dapat dibuka yang

terdapat pada dinding bangunan terluar, bertanda khusus,

menghadap ke arah luar dan diperuntukkan bagi unit pemadam

kebakaran dalam pelaksanaan pemadaman kebakaran dan

penyelamatan penghuni. Bukaan harus dilindungi dan diberi

48
penyetop api. Bukaan vertikal dari dinding tertutup dari bawah

sampai atas disetiap lantai diberi penutup tahan api. Bukaan harus

dilengkapi saran proteksi berupa pintu kebakaran, jendela

kebakaran, pintu penahan asap dan penutup api sesuai dengan

standar pintu kebakaran dan daun pintu dapat berputar di satu sisi,

pintu mampu menahan asap 200o C, dan tebal daun pintu 35 mm

Jalan keluar/masuk pada dinding tahan api haruslah memiliki lebar

bukaan pintu keluar tidak lebih ½ dari panjang dinding tahan api,

punya tingkat isolasi minimal 30 menit, dan harus bisa menutup

sendiri / otomatis.

3.2.4. Sarana Penyelamatan

Komponen-komponen yang diperiksa dalam sarana penyelamatan

meliputi:

o Jalan keluar (exit). Jalan atau akses dari dalam bangunan IGD

menuju luar bangunan IGD. Setiap exit harus memuhi syarat

diantaraya: minimal perlantai ada 2 exit dengan tinggi efektif 2,5m,

setiap exit harus terlindung dari bahaya kebakaran, jarak tempuh

maksimal 20 meter dari pintu keluar, ukuran exit minimal 200 cm,

jarak dari suatu exit tidak lebih dari 6 m, pintu dari dalam tidak

buka langsung ke tangga, penggunaan pintu ayun tidak menggangu

proses jalan keluar, tersedia lobby bebas asap dengan TKA

49
60/60/60 terdapat pintu keluar diberi tekanan positif, exit tidak

boleh terhalang, dan exit menuju ke ruang terbuka.

o Konstruksi jalan keluar. Konstruksi fisik dari jalan keluar (exit).

Kriteria konstruksi jalan keluar harus memenuhi kriteria seprti

konstruksi tahan minimal 2 jam, harus bebas halangan, lebar

minimal 200 cm, jalan terusan terlindungi dari bahaya kebakaran,

bahan konstruksi tidak mudah terbakar, langit-langit punya

ketahanan Penjalaran api tidak < 60 menit, elemen bangunan bisa

mempertahankan stabilitas struktur bila terjadi kebakaran (pada

tingkat tertentu), dapat mencegah penjalaran asap kebakaran,

menyediakan cukup waktu untuk evakuasi penghuni, serta memiliki

akses ke dalam bangunan.

3.2.5. Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran

Setiap komponen sistem proteksi kebakaran memiliki sub-

subkomponen yang masing-masing harus dinilai. Setiap subkomponen

diperiksa keadaannya dan kemudian dibandingkan dengan

kriteria/persyratan yang ada dalam Pedoman Teknis Pemeriksaaan

Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung. Pembandingan tersebut akan

menghasilkan nilai kualitatif yaitu B (Baik), C (Cukup), dan K (Kurang).

Selanjutnya setiap subkomponen akan diberikan nilai kuantitatif dengan

penjelasan sebagai berikut:

50
- Subkomponen berlabel B diberi nilai 80 – 100

- Subkomponen berlabel C diberi nilai 60 – 80

- Subkomponen berlabel K diberi nilai kurang dari 60

Setelah nilai kuantitatif didapatkan, maka nilai kondisi subkomponen

harus dicari. Mencari nilai kondisi tersebut dilakukan dengan mengkalikan

nilai kuantitaif dengan bobot subkomponen dan juga bobot komponen (bobot

subkomponen dan bobot komponen sudah ditentukan dalam pedoman sudah

ada dalam Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran

Bangunan Gedung). Hasil perkalian tersebut adalah sesuatu yang disebut

sebagai nilai kondisi subkomponen. Seluruh nilai kondisi subkomponen dari

sebuah komponen kemudian dijumlahkan untuk mengahsilkan nilai kondisi

komponen tersebut.

3.2.6. Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran

Tingkat kesempurnaan kondisi perlengkapan proteksi yang menjamin

keselamatan, serta fungsi dan kenyaman suatu bangunan gedung dan

lingkungannya selama masa pakai bangunan gedung tersebut dari segi

bahayanya terhadap kebakaran.

Tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran didapat dengan

menjumlahkan nilai kondisi dari keempat komponen sistem proteksi

kebakaran (kelengkapan tapak, sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif,

51
dan sarana penyelamatan). Hasilnya adalah berupa nilai persentase. Nilai

persentase tersebut kemudian diubah ke dalam nilai kualitatif dengan

kriteria:

- Nilai 80% - 100% akan diberikan nilai BAIK (B)

- Nilai 60% - <80% akan diberikan nilai CUKUP BAIK (C)

- Nilai kurang dari 60% akan diberikan nilai KURANG (K)

52
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dimana metode

penelititan yang dipakai berusaha untuk menggambarkan keadaan suatu objek

penelitian dengan apa adanya (Best, 1982). Dalam hal ini, penelitian akan akan

mencoba memberikan informasi berupa gambaran tingkat keandalan sistem proteksi

kebakaran di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta Maret 2015. Karena metode

penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif, hasil dari penelitian ini digunakan untuk

menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan

untuk membuat kesimpulan yang lebih luas atau menjelaskan hubungan kausal antar

variabel.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan mengambil tempat di gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta Selatan pada bulan Maret 2015

4.3 Informan Penelitian

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian

sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Teknik yang

digunakan untuk menentukan informan dalam penelitian ini adalah teknik purposive

53
sampling dimana pemilihan informan didasarkan pada pertimbangan tertentu bahwa

orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa informasi yang akan diteliti

sehingga memudahkan peneliti memahami objek yang diteliti.

Informan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah pihak yang memiliki

wewenang/tanggungjawab dan/atau berhubungan dengan sistem proteksi kebakaran

gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.

Tabel 4.1

Informan Penelitian

Informan Status Informan

Staff Komite K3 RSUP Informan Kunci (ik)

Fatmawati Jakarta

Staff IPSRS RSUP Informan Pendukung (ip)

Fatmawati Jakarta

Informan kunci dipilih dari komite K3 RSUP Fatmawati Jakarta dengan

pertimbangan bahwa komite K3 RSUP Fatmawati Jakarta berperan dalam

mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan

kebakaran. Selain itu, komite K3 RSUP Fatmawati Jakarta adalah satuan kerja

internal yang bertugas membuat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sarana

dan prasarana sistem proteksi kebakaran kebakaran gedung. Informan pendukung

dipilih dari bagian IPSRS RSUP Fatmawati Jakarta dengan pertimbangan bagian

IPSRS berkaitan dengan sarana dan prasarana sistem proteksi kebakaran gedung.

54
4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri karena peneliti

berperan sebagai pengumpul data yang mempengaruhi terhadap faktor instrument.

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan instrumen-

instrumen berupa:

1. Lembar observasi

2. Lembar wawancara

3. Laptop

4. Alat perekam

5. Kertas catatan

6. Alat tulis

7. Kamera

8. Meteran pengukur

4.5 Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan pengumpulan data secara

langsung oleh peneliti terhadap komponen-komponen sistem proteksi

kebakaran bangunan gedung IGD RSUP Fatmwati Jakarta.

55
2. Data Sekunder

Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari berkas-berkas ataupun

catatan-catatan lain yang mendukung perjalanan penelitian ini.

4.6 TeknikPengumpulan Data

1. Studi Dokumen

Studi dokumen digunakan untuk mengumpulkan data-data yang

berkaitan dengan objek penelitian yang berupa berupa profil bangunan,

sejarah insiden kebakaran, kegiatan pemeriksaan dan pengujian sistem

proteksi kebakaran.

2. Observasi

Observasi dilakukan dengan tujuan memeriksa dan mencatat kondisi

nyata dari sistem proteksi kebakaran. Hal-hal yang diobservasi meliputi:

o Kelengkapan Tapak: keberadaan sumber air, keberadaan jalan

lingkungan, lebar jalan lingkungan, jarak bangunan IGD dengan

bangunan di dekatnya, keberadaan hidran halaman, kelengkapan

hidran halaman

o Sarana Penyelamatan: keberadaan jalan keluar, ukuran jalan

keluar, aksesbilitas jalan keluar, keberadaan lobi bebas asap,

keberadaan perlindungan terhadap jalan keluar, lebar jalan keluar,

material langit-langit jalan keluar

56
o Sarana Proteksi Kebakaran Aktif: keberadaan alarm dan

jumlahnya, keberadaan detektor panas, keberadaan alat manual

pemicu alarm, jarak alarm dari pemicu manual, keberadaan

siamese connection, keberadaan APAR dan jumlahnya, jarak antar

APAR, jenis APAR, keberadaan hidran gedung dan selang

diameter 35 mm sepanjang minimal 30 meter, jumlah hidran

gedung, keberadaan springkler, jarak antar springkler, jumlah

springkler jarak kepala springkler ke dinding, keberadaan

pemadam luapan dan jumlahnya, keberadaan fan pembuangan

asap, keberadaan detektor asap dan jaraknya dengan dinding

pemisah atau tirai asap, keberadaan reservoir asap, keberadaan lift

kebakaran, ukuran lift kebakaran, penempatan lift kebakaran,

keberadaan tanda peringatan lift kebakaran, keberadaan sumber

cahaya darurat, keberadaan petunjuk arah, kondisi fisik petunjuk

arah, keberadaan ruang pengendali operasi.

o Sarana proteksi kebakaran pasif: keberadaan perlindungan bukaan

3. Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan untuk memperoleh data-data terkait

kelengkapan sistem proteksi kebakaran yang tidak bisa dimana data yang

dimaksud tidak bisa diperoleh melalui cara observasi. Hal-hal yang akan

diteliti melalui kegiatan wawancara diantaranya:

o Kelengkapan tapak: kapasitas sumber air

57
o Sarana proteksi kebakaran aktif: pasokan air hidran gedung,

tekanan catu air springkler, debit air springkler, jumlah kapasitas

pemadaman luapan, aktivasi fan pembuangan asap, keberadaan

sistem pengolah udara, kapasitas pembuangan asap, laju

pembuangan asap, keberadaan sumber listrik darurat, daya listrik

darurat

o Sarana proteksi kebakaran pasif: jenis konstruksi struktur

bangunan

4.7 Pemeriksaan Keabsahan Data

Data yang diperoleh melalui penelitian kualitatif diperiksa dan ditetapkan

validitasnya dengan menganalisa dari berbagai perspektif melalui teknik

triangulasi data.

Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Triangulasi sumber. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara

melakukan cross-check data dengan fakta dari sumber lainnya dan

menggunakan kelompok informan yang berbeda (Syaaf, 2008).

2. Triangulasi metode. Triangulasi metode dilakukan untuk memeriksa

konsistenti data dengan mengumpulkan data dengan metode-metode

yang berbeda. Meotde-metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

observasi, wawancara, dan telaah dokumen.

Pemeriksaan keabsahan data melalui triangulasi data seperti yang sudah

disebutkan di atas dimaksudkan untuk mendapatkan analisis yang valid, akurat,

58
dan terpercaya. Gambaran mengenai triangulasi data dalam penelitian ini dapat

dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.2
Triangulasi Data
Objek Triangulasi Sumber Triangulasi Metode
Penelitian Informan Informan Observasi Wawancara Telaah
Kunci Pendukung Dokumen
KELENGKAPAN TAPAK
Sumber Air √ √ √ √ -
Jalan Lingkungan - - √ - -
Jarak Antar - - √ - -
Bangunan
Hidran Halaman √ √ √ √ -
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF
Deteksi - - √ - √
Siamese - - √ - -
Connection
APAR √ √ √ √ √
Hidran gedung √ √ √ √ √
Springkler √ √ √ √ -
Pemadam Luapan √ √ √ √ -
Pengendali Asap √ √ √ √ -
Deteksi Asap - - √ - √
Pembuangan Asap √ √ √ √ -
Lift Kebakaran - - √ - -
Cahaya dan - - √ - -
Petunjuk Arah
Listrik Darurat √ √ √ √ -
Ruang Operasi √ √ √ √ -
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PASIF
Ketahanan Api √ √ - √ √
Kompartemenisasi √ √ - √ √
Perlindungan √ √ √ √ -
Bukaan
SARANA PENYELAMATAN
Jalan Keluar - - √ - √
Konstruksi Jalan - - √ - √
Keluar
Landasan - - √ - √
Helikopter

59
4.8 Pengolahan dan Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh dalam penelitian akan diolah dan dianalisis

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan seluruh data untuk setiap subkomponen-subkomponen

yang diperoleh melalui metode-metode pengumpulan yang sudah

ditetapkan. Subkomponen dalam penelitian ini adalah subkomponen

Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan (sub KSKB) yang sudah

ditetapkan dalam pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan

gedung Pd-T-11-2005-C.

2. Metode pertama yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

observasi langsung. Data yang tidak bisa diperoleh melaui observasi atau

data yang hanya dapat diambil melalui catatan dokumen dikumpulkan

melalui telaah dokumen. Data yang tidak bisa diperoleh melaui observasi

dan telaah dokumen atau data yang hanya dapat diambil melalui proses

wawancara dikumpulkan melalui kegiatan wawancara dengan informan

3. Data disusun dan dikelompokkan sesuai dengan variabel komponen-

komponen sistem proteksi kebakaran bangunan gedung.

4. Mencocokkan data yang diperoleh dengan standar Pedoman Teknis

Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung yang dibuat

oleh Departemen PU (lampiran 2). Hasil perbandingan akan menghasilkan

nilai kualitatif berupa B (Baik), C (Cukup), dan K (Kurang).

5. Subkomponen yang mendapat nilai B akan diberikan nilai kuantitatif >80-

100, nilai C akan diberikan nilai kuantitatif 60-80, dan nilai K akan

60
diberikan nilai kuantitatif <60. Hasil temuan yang diperoleh peneliti

melalui observasi langsung akan dicocokkan dengan kriteria yang ada.

Jika terdapat kriteria yang tidak dapat diperoleh dengan observasi, maka

penentuan pemenuhan kriteria tersebut akan dilakukan melalui metode

wawancara atau telaah dokumen.

6. Seluruh hasil temuan kemudian akan dicocokkan dengan kriteria-kriteria

yang telah ditentukan Hasil pencocokkan kemudian dikonsultasikan

kepada pihak/petugas/tenaga ahli yang memiliki kualifikasi dalam

peraturan proteksi kebakaran bangunan gedung. Peneliti bersama

pihak/petugas/tenaga ahli tersebut melakukan diskusi untuk menentukan

nilai kuantitatif (<60, 60-80, dan >80-100) bagi setiap subkomponen yang

telah diperiksa oleh peneliti. Konsultasi dan diskusi tersebut dilakukan

untuk menghindari subjektifitas penilaian.

7. Adapun yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan nilai

kuantitatif untuk setiap subkomponen tersebut adalah terkait seberapa

banyak kriterian-kriteria yang sudah terpenuhi oleh masing-masing

subkomponen.

8. Mengkalikan nilai kuantitaif tersebut dengan bobot subkomponen KSKB

dan bobot komponen KSKB.

9. Bobot subkomponen KSKB dan bobot komponen KSKB yang dimaksud

dalam poin 7 sudah ditentukan dalam pedoman Pemeriksaan Keselamatan

Kebakaran Bangunan Gedung Pd-T-11-2005-C yang digunakan dalam

penelitian ini. Bobot tersebut sudah ditentukan melalui metode Analitycal

61
Hierarchy Process (AHP) dimana metode tersebut digunakan untuk

mengurangi subyektifitas dalam pembobotan.

Tabel 4.3

Bobot Komponen KSKB

Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan

Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)

Tabel 4.4

Bobot Subkomponen KSKB Kelengkapan Tapak

Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan

Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)

62
Tabel 4.5

Bobot Subkomponen KSKB Sarana Proteksi kebakaran Aktif

Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan

Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)

Tabel 4.6

Bobot Subkomponen KSKB Sistem Proteksi Kebakaran Pasif

Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan

Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005

63
Tabel 4.7

Bobot Subkomponen KSKB Sarana Penyelamatan

Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan

Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)

10. Penghitungan antara nilai kuantitatif subkomponen dengan bobot

subkomponen KSKB dan bobot komponen KSKB akan menghasilkan

nilai kondisi setiap subkomponen (dengan satuan persentase).

11. Perhitungan poin 3 sampai 9 dilakukan untuk setiap subkomponen.

Seluruh nilai kondisi subkomponen pada masing-masing komponen

kemudian dijumlahkan. Angka yang didapatkan merupakan nilai

komponen sistem proteksi kebakaran (dengan satuan persentase).

12. Nilai keempat komponen lalu dijumlahkan dan menghasilkan nilai

kuantitatif keandalan sistem proteksi kebakaran (dengan satuan

persentase).

13. Nilai yang didapat kemudian diubah ke dalam nilai kualitatif

14. Jika tingkat nilai keandalan sistem proteksi kebakaran ≥80%-100%, maka

diberi nilai kualitatif B

64
15. Jika jumlah nilai keandalan sistem proteksi kebakaran ≥60%-<80%, maka

diberi nilai kualitatif C

16. Dan jika nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran kurang dari 60

%, maka diberi nilai kualitatif K (Kurang)

4.9 Penyajian Data

Data yang sudah diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel yang berisikan

angka-angka yang merepresentasikan nilai seluruh elemen dari suatu komponen

sistem proteksi kebakaran bangunan gedung.

Nilai-nilai tersebut kemudian dikategorisasi sesuai dengan standar yang anda

hingga diketahui tingkat keandalan dari sistem proteksi kebakaran tersebut

65
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. RSUP Fatmawati Jakarta

RS Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno.

sebagai RS yang mengkhususkan Penderita TBC Anak dan Rehabilitasinya. Pada

tanggal 15 April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan RS Fatmawati diserahkan

kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari

jadi RS Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan

sebagai Pusat Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU

Kelas B Pendidikan.

Dalam perkembangan RS Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Swadana pada

tahun 1991, pada tahun 1994 ditetapkan menjadi Unit Swadana Tanpa Syarat,

pada tahun 1997 sesuai dengan diperlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah

sakit mengalami perubahan kebijakan dari Swadana menjadi PNBP (Penerimaan

Negara Bukan Pajak) selanjutnya pada tahun 2000 RS Fatmawati ditetapkan

sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000

tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada tanggal 11

Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.

1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola

66
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU)

(www.rsupfatmawati.com).

Pada tahun 2007, gedung eks RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat)

dierahkan oleh Departemen Kesehatan RI untuk dimanfaatkan bagi pengembangan

pelayanan RSUP Fatmwati. Setelah direnovasi, gedung tersebut dimanfaatkan

funtuk pelayanan pendidikan dan pelatihan dan klinik Wijaya Kusuma (HIV

AIDS) dan klinik Amarylis (kesehatan jiwa). Pada tanggal 2 Mei 2008, RSUP

Fatmawati ditetapkan oleh Depkes sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan

unggulan orthopaedi dan rehabilitasi medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan

Nomor 424/MENKES/SK/V/2008. Dan pada tanggal 8April 2010 RSUP

Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas A Pendidikan berdasarkan

Kepmenkes Nomor 472/MENKES/SK/IV/2010 (Hapsari, 2012).

5.1.1. Visi, Misi, Tujuan, dan Moto RSUP Fatmawati Jakarta

5.1.1.1. Visi RSUP Fatmawati Jakarta

“Terdepan, Paripurna, dan Terpercaya Di Indonesia”

5.1.1.2. Misi RSUP Fatmawati Jakarta

 Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,

pendidikan, dan penelitian di segala bidang ilmu, dengan

67
unggulan bidang orthopaedi dan rehabilitasi medik, yang

memenuhi kaidah manajemen risiko klinis

 Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat

 Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan,

akuntabel, serta berdaya saing tinggi

 Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai dengan

perkembangan IPTEK terkini

 Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan, dan kesejahteraan

sumber daya manusia

5.1.1.3. Tujuan RSUP Fatmawati Jakarta

 Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang

memenuhi kaidah keselamatan pasien (patient safety)

 Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi

dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat

 Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan

akuntabilitas bagi pelayanan kesehatan, pendidikan, dan

penelitian

 Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada

pelayanan pelanggan

 Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh

sumber daya manusia rumah sakit

68
5.1.1.4. Moto RSUP Fatmawati Jakarta

“Percayakan Pada Kami”

5.2. IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu bagian layanan yang dimiliki

oleh RSUP Fatmawati Jakarta. Bagian IGD RSUP Fatmawati Jakarta ditujukan

untuk memberikan pelayanan kegawatdaruratan medik.

Bangunan IGD RSUP Fatmawati Jakarta berbentuk bangunan permanen

dengan tiga lantai, dengan rincian:

1. Lantai 1 teridiri atas lobby utama, bagian apotik, ruang tunggu, ruang poli

24 jam, ruang tunggu dan periksa KDRT, bagian triage officer, ruang

kasus bedah, ruang kasus non bedah, ruang server, ruang radiologi, ruang

radiologi CT Scan, ruang resusitasi, ruang tindakan sub steril, ruang IGD

anak, dan kamar jaga.

2. Lantai 2 terdiri atas ruang tunggu, mushola, ruang isolasi, ruang karu

ICU, ruang konsultasi, nurse station, ruang ICU dan ICU khusus, ruang

dokter jaga, gudang alat ICU, ruang makan, ruang tunggu VIP, ruang

NICU, dan ruang perawat.

3. Lantai tiga terdiri atas aula, mushola, ruang Kepala IGD, ruang

pendidikan dan Kepala Pendidikan, ruang IGD dan Kepala IGD, ruang

69
kelas, lobby, ruang IRI, ruang SMF anastesi, ruang SMF Jantung, dan

gudang.

5.2.1. Struktur Organisasi IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Bagian IGD RSUP Fatmawati Jakarta dipimpin oleh seorang kepala

IGD. Kepala IGD membawahi tiga posisi koordinator yaitu koordinator

pelayanan medis, koordinator asuhan keperawatan, dan koordinator

penunjang dan administrasi umum (gambar struktur organisasi IGD RSUP

Fatmawati terlampir).

Koordinator pelayanan medis membawahi bagian call center, doketr

jaga IGD, dan penanggungjawab ambulans. Kooordinator penunjang dan

administrasi umum membawahi penanggungjawab inventaris dan alat

kesehatan habis pakai dan penanggungjawab administrasi dan umum.

Koordinator asuhan keperawatan membawahi kepala ruang. Kepala ruang

tersebut membawahi lagi wakil kepala ruang dan waki kepala ruang

membawahi tiga penanggungjawab yaitu penanggungjawab ruang triase

dan non urgent, penanggungjawab ruang emergent, dan penanggungjawab

ruang emergent dan observasi lanjutan.

5.2.2. Uraian Jabatan Organisasi IGD RSUP Fatmawati Jakarta

1. Kepala IGD: bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kegiatan

pelayanan dan pengelolaan fasilitas IGD

70
2. Koordinator pelayanan medis: bertanggungjawab terhadap

penyelenggaraan kegiatan pelayanan medis IGD

3. Koordinator asuhan keperawatan: bertugas memfasilitasi,

mengelola, menyelenggarakan, dan mengkoordinasikan pelayanan

keperawatan di IGD serta bertanggungjawab kepada kepala IGD

4. Koordinator penunjang dan administrasi umum: bertanggungjawab

terhadap pengelolaan kegiatan yang terkait dengan penunjang dan

administrasi umum IGD

5. Kepala ruang IGD: melaksanakan asuhan keperawatan di IGD

6. Wakil kepala IGD: membantu kepala ruang IGD melaksanakan

asuhan keperawatan di IGD

7. Penanggungjawab ruang triase dan non urgent: bertanggungjawab

terhadap penyelenggaraan kegiatan pelayanan triase (pemilahan)

pasien dan non urgent secara optimamal di IGD

8. Penanggungjawab ruang urgent dan observasi lanjutan:

bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kegiatan pelayanan

ruang urgent dan observasi lanjutan secara optimal dan asuhan

keperawatan kepada seluruh pasiendi IGD

9. Penangungjawab ruang emergent IGD: bertanggungjawab terhadap

penyelenggaraan kegiatan pelayanan resussitasi pasien secara

optimal di IGD

10. Penangungjawab inventaris dan alat kesehatan habis pakai:

bertanggungjawab terhadap pengadaan, penyediaan, dan

71
pengelolaan alat kesehatan habis pakai dan fasilitas lain yang

dibutuhkan untuk mendukung kesiapan pelayanan IGD selama 24

jam

11. Penanggungjawab administrasi dan umum: bertanggungjawab

terhadap pelaksanaan dan supervisi tugas-tugas administratif secara

optimal di IGD

12. Penanggungjawab ambulans: bertanggungjawab terhadap

penyelenggaraan kegiatan pelayanan ambulan secara optimal di

IGD

13. Pelaksana keperawatan: bertanggungjawab terhadap pelaksanaan

asuhan keperawatan pasien secara optimal dan profesional di IGD

14. Pengemudi ambulans: melaksanakan proses transportasi pasien

secara optimal

15. Pelaksana tata usaha: melaksanakan tugas administratif secara

optimal

16. Pekarya IGD: membantu terlaksananya tugas dokter/perawat secara

optimal

17. Data entry: menginput data pemeriksaan dan tinakan ke dalam

aplikasi komputer

72
5.3. Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Sistem proteksi kebakaran yang dimiliki gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta terdiri atas empat komponen yaitu kelengkapan tapak, sistem proteksi

aktif, sistem proteksi pasif, dan sarana penyelematan. Masing-masing komponen

memiliki sub-subkomponen yang harus diamatai, diperiksa, lalu dibandingkan

kondisi aktualnya dengan standar penilaian yang digunakan dalam tulisan ini.

Penjelasan mengenai hasil pengamatan dan penilaian terhadap subkomponen dari

masing-masing komponen sistem proteksi kebakaran akan diberikan pada bagian

berikut ini.

5.3.1. Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Komponen kelengkapan tapak terdiri atas 4 subkomponen, yaitu

sumber air, jalan lingkungan, jarak antar bangunan, dan hidran halaman.

Untuk mendapatkan nilai kondisi komponen kelengkapan tapak gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta, diperlukan nilai kondisi dari keempat

subkomponen tersebut. Pemaparan nilai konidisi dari empat subkomponen

tersebut akan diuraikan dalam bagian berikut.

5.3.1.1. Sumber Air

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, disebutkan

jika kapasitas air di gedung IGD telah memenuhi syarat minimal

terhadap fungsi bangunan.

73
“...sumber air sudah mencukupi. Biar lebih jelas, coba tanya

ke bagian IPSRS...” (ik)

“...sudah pasti mencukupi karena sumber airnya sudah

dipersiapkan untuk 1-3 jam...” (ip)

Secara lebih rinci, informan pendukung memberikan

keterangan mengenai sebuah ground tank yang digunakan untuk

menyimpan air dengan dimensi 6x6x3 meter sehingga

kapasitasnya adalah 108 m3 atau jika dikonversikan ke dalam

satuan liter maka kapasitasnya adalah 108.000 liter. Berdasarkan

hal tersebut, konidis aktual sumber air gedung IGD RSUP

Fatmawati jakarta telah sesuai dengan persyaratan. Pememuhan

kriteria sumber dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.1
Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Sumber Air
Gedung IGD RSUP Fatmawati

Kriteria Kondisi Nilai


Penialaian Aktual
Tersedia dengan Sumber air B
kapasitas yang berasal dari air (100)
memenuhi tanah dan
persyaratan PDAM.
minimal Terdapat
terhadap fungsi ground tank
bangunan dengan
kapasitas
1081000 liter

74
5.3.1.2. Jalan Lingkungan

Subkomponen jalan lingkungan mensyratakan bahwa jalan

lingkungan harus tersedia dengan lebar minimal 6 m, diberi

pengerasan, dan lebar jalan masuk minimal 4 m. Kondisi aktual

jalan lingkungan gedung IGD RSUP Fatmawati telah memenuhi

tiga kriteria yang telah disebutkan. Hasil pengukuran langsung

menunjukkan jalan lingkungan gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta memiliki lebar di atas 6 m, jalan lingkungan telah diberi

pengerasan aspal, serta lebar jalan masuk di atas 4 meter sehingga

memungkinkan mobil pemadam kebakaran untuk masuk ke area

sekitar gedung IGD RSUP Fatmawati. Pememuhan kriteria jalan

lingkungan dapat dilihat dalam tabel dan gambar berikut.

Tabel 5.2
Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Jalan Lingkungan
Gedung IGD RSUP Fatmawati

Kriteria Kondisi Nilai


Penialaian Aktual
Tersedia dengan Tersedia B
lebar 6m; diberi dengan lebar (100)
pengerasan; diatas 6 m;
lebar jalan sudah diberi
masuk 4 m pengerasan
aspal; lebar
jalan masuk
diatas 4 m

75
Gambar 5.1
Jalan Lingkungan IGD RSUP Fatmawati Jakarta

5.3.1.3. Jarak Antar Bangunan

Penilaian subkomponen jarak antar bangunan dilakukan

dengan observasi langsung yaitu pengukuran dengan alat bantu

meteran. Posisi gedung IGD dengan bangunan terdekat akan

dihitung jarak antar keduanya sehingga menghasilkan informasi

terpenuhi atau tidaknya subkomponen jaarak antar bangunan.

Kriteria penilaian subkomponen jarak antar bangunan terdiri

atas tiga poin, yaitu:

1. Jika tinggi bangunan mencapai 8 m, maka jarak antar

bangunannya adalah 3m

2. Jika tinggi bangunan 8 – 14 m, maka jarak antar

bangunannya adalah 6 m

3. Jika tinggi bangunan di atas 40m, maka jarak antar

bangunannya adalah lebih dari 8 m

76
Bangunan IGD RSUP Fatmawati berada dalam kisaran

tinggi 8 – 14 m hingga jarak antar bangunan yang dipersyaratkan

adalah 6 m. Namun hasil observasi menunjukkan bahwa jarak

antara gedung IGD RSUP Fatmawati dengan gedung terdekat hanya

sekitar 4 meter sehingga tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Gambar 5.2
Jarak Bangunan IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Dengan Gedung Terdekat

Dengan kondisi tersebut, maka jarak antar bangunan gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta tidak sesuai dengan persyaratan.

Pememuhan kriteria jarak antar bangunan dapat dilihat dalam tabel

berikut.

77
Tabel 5.3
Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Jarak Antar
Bangunan Gedung IGD RSUP Fatmawati

Kriteria Kondisi Nilai


Penilaian Aktual
Tinggi Jarak dengan C
bangunan 8 – bangunan (75)
14 m jarak terdekat hanya
antar sekitar 4 m
bangunannya
adalah 6 m

5.3.1.4. Hidran Halaman

Pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran gedung (Pd-

T-112005-C) mensyaratkan beberapa poin agar subkomponen

hidran halaman dapat dikategorikan baik. Poin poin tersebut

diantaranya adalah:

1. Hidran halaman tersedia di halaman

2. Hidran halaman harus mudah dijangkau

3. Hidran halaman harus berfungsi sempurna dan lengkap

4. Suplai air hidran halaman adalah 38 liter/detik

5. Tekanan air hidran halaman adalah 3,5 bar

Hidran halaman yang dimiliki oleh gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta sudah tersedia di halaman dan mudah dijangkau

oleh petugas pemadam. Selain itu, hidran halaman tersebut juga

pernah diujicoba oleh petugas pemadam sehingga dapat

disimpulkan jika hidran halaman tersebut berfungsi sempurna dan

78
lengkap. Dalam ujicoba tersebut diketahui pula tekanan airnya

berkisar antara 3,5 – 4 bar sementara suplai air berkisar antara 38

– 40 liter/detik. Pememuhan kriteria hidran halaman dapat dilihat

dalam tabel berikut.

Tabel 5.4
Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Hidran Halaman
Gedung IGD RSUP Fatmawati

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai


Hidran halaman Tersedia di halaman; B
tersedia di halaman ; (100)

Hidran halaman Mudah dijangkau;


harus mudah
dijangkau;

Hidran halaman Berfungsi sempurna


harus berfungsi dan lengkap;
sempurna dan
lengkap;

Suplai air hidran Suplai air 38 – 40


halaman adalah 38 liter/detik
liter/detik;

Tekanan air hidran Tekanan 3,5 – 4 bar;


halaman adalah 3,5
bar

5.3.1.5. Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta

Nilai komponen kelengkapan tapak diperoleh dengan

menjumlahkan nilai kondisi subkomponen sumber air, jalan

79
lingkungan, jarak antar bangunan, dan hidran halaman. Hasil

perhitungannya dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.5
Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta

No Sub KSKB Hasil Standar Bobot Nilai Jumlah

Penilaian Penilaian (%) Kondisi Nilai

KELENGKAPAN TAPAK 25

1 Sumber Air B 100 27 6,75

2 Jalan B 100 25 6,25

Lingkungan

3 Jarak Antar C 75 23 4,3125

Bangunan

4 Hidran B 100 25 6,25

Halaman

JUMLAH 23.5625%

Hasil penghitungan nilai komponen kelengkapan tapak

gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta adalah sebesar 23,5625%

seperti yang terlihat dalam tabel. Nilai tersebut hampir mendekati

nilai maksimal yang menjadi bobot komponen kelengkapan tapak

yang mencapai 25%

80
5.3.2. Sistem Proteksi Aktif Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Komponen sistem proteksi aktif yang diperiksa di gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta terdiri atas 13 subkomponen yang meliputi deteksi dan

alarm, siames connection, alat pemadam api ringan (APAR), hidran

gedung, springkler, sistem pemadam luapan, pengendali asap, deteksi asap,

pembuangan asap, lift kebakaran, cahaya darurat, listrik darurat, dan ruang

pengendali operasi. Penilaian terhadap ketigabelas subkomponen tersebut

akan dijelaskan pada bagian berikut ini.

5.3.2.1. Deteksi dan Alarm

Kebakaran merupakan peristiwa yang terjadi saat suatu

bahan mencapai temperatur kritis dan secara kimia dengan

oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala api,

cahaya, uap air, asap, karbon monoksida, atau produk dan efek

lainnya. Detektor melakukan alat yang dirancang untuk

mendeteksi adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan (SNI

03-3985-2000).

Subkomponen deteksi dan alarm yang dimiliki oleh gedung

IGD RSUP harulsah memenuhi kriteria-kriteria seperti:

1. Detektor harus dilindungi dari bahaya gangguan

mekanis

2. Detektor harus dipasang pada seluruh daerah ruangan

81
3. Setiap detektor yang terpasang harus dapat dijangkau

untuk pemeliharaan dan pengujian secara periodik

4. Tersedianya detektor panas

5. Terpasangnya alat manual pemicu alarm

6. Jarak detektor tidak boleh lebih dari 30 m dari titik

alarm manual

Pemenuhan kriteria-kriteria subkomponen deteksi dan alarm

gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dapat dilihat dalam tabel

berikut.

Tabel 5.6
Hasil Pemenuhan Kriteria Deteksi dan Alarm Gedung
IGD RSUP Fatmawati

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Detektor harus dilindungi Detektor telah dilindungi B


dari bahaya gangguan dari bahaya gangguan
mekanis mekanik (100)
Detektor harus dipasang Detektor sudah terpasang
pada seluruh daerah di seluruh area ruangan
ruangan
Setiap detektor yang Detektor yang terpasang
terpasang harus dapat telah dapat dijangkau
dijangkau untuk untuk pemeliharaan dan
pemeliharaan dan pengujian
pengujian secara periodik
Tersedianya detektor Detektor panas sudah
panas tersedia
Terpasangnya alat manual Alarm manual sudah
pemicu alarm tersedia
Jarak detektor tidak boleh Jarak detektor – alarm
lebih dari 30 m dari titik manual tidak lebih dari 15
alarm manual meter

82
Hasil pengamatan langsung menunjukkan detektor sudah dipasang

di seluruh daerah ruangan gedung IGD RSUP Fatwamatai Jakarta

dan juga sudah terpasang alarm manual. Berdasarkan hasil telaah

dokumen Penetapan Sistem Alarm Kebakaran, Sistem Deteksi

Api, Serta Penyediaan Alat Pemadaman Kebakaran di RSUP

Fatmawati, detektor yang tersedia di gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta terdiri dua jenis, yaitu detektor panas dan

detektor asap. Sementara itu, pengukuran dangan alat meteran

menunjukkan jarak antara detektor dengan alarm manual tidak

lebih dari 15 meter. Berdasarkan hal-hal tersebut, deteksi dan

alarm gedung telah memenuhi persyaratan subkomponen deteksi

dan alarm.

Gambar 5.3
Deteksi dan Alarm Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

5.3.2.2. Siamese Connection

Siamese connection adalah sebuah bagian yang sering

ditemukan dalah suatu sistem pipa tegak. Fungsi dari siamese

83
connection ini adalah untuk memberikan tambahan suplai air,

tetapi tidak menyediakan suplai air untuk keseluruhan sistem

springkler (Minnesota Fire State Marshal, 2006).

Pemenuhan kriteria subkomponen siamese connection

gedung IGD RSUP Fatmawati dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 5.7
Hasil Pemenuhan Kriteria Siamese Connection
Gedung IGD RSUP Fatmawati

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Siamese connection Sudah tersedia dan B


tersedia dan ditempatkan pada (90)
ditempatkan pada lokasi yang mudah
lokasi yang mudah dijangkau mobil
dijangkau mobil pemadam
pemadam
Siamese connection Tidak dilengkapi
diberi tanda petunjuk
petunjuk hingga
mudah dikenali

Hasil pengamatan langsung menunjukkan siamese

connection sudah ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau

mobil pemadam, namun belum terdapat penanda atau tanda

penunjuk agar siamese connection tersebut mudah dikenali.

5.3.2.3. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Pemenuhan kriteria subkomponen APAR di gedung IGD

RSUP Fatmawati Jakarta dapat dilihat melalui tabel berikut.

84
Tabel 5.8
Hasil Pemenuhan Kriteria APAR Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Jumlah APAR sesuai Jumlah sudah sesuai C


dengan luas bangunan dengan luas bangunan (75)
Jarak antar APAR Jarak antar APAR tidak
maksimal 25 m lebih dari 20 m
Penempatan APAR APAR mudah dilihat, serta
mudah dilihat termasuk sudah terdapat instruksi
instruksi pengoperasian dan
pengoperasiannya dan identifikasinya
tanda identifikasinya
APAR tidak boleh Ada beberapa APAR yang
terhalang oleh terhalang objek
peralatan atau material-
material
Penempatan APAR Jarak APAR dengan
minimum 15 cm dari permukaan lantai 50 cm
permukaan lantai

Dari dokumen re-layout gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta, luas keseluruhan bangunan IGD RSUP Fatmawati adalah

sekitar 3959,4 m2 (42620 ft2). Jika dibandingkan dengan standar

jumlah alat pemadam dari NFPA 10 maka estimasi jumlah APAR

yang harus tersedia adalah 14. Hasil telaah dokumen Penetapan

Sistem Alarm Kebakaran, Sistem Deteksi Api, Serta Penyediaan

Alat Pemadaman Kebakaran di RSUP Fatmawati APAR

menyebutkan APAR sudah tersedia di seluruh lantai gedung IGD

RSUP Fatmawati Jakarta dengan total 24 APAR. Hasil

pengamatan langsung menunjukkan APAR sudah diletakkan di

85
tempat yang terlihat. Instruksi pengoperasian dan identifikasi

APAR sudah tertulis di badan APAR. Sementara itu pengukuran

dengan alat bantu meteran menunjukkan jarak APAR dengan

permukaan lantai mecapai 50 cm dan jarak antar APAR sudah

memenuhi krietria yaitu dengan jarak tidak lebih dari 20 meter.

Gambar 5.4
APAR Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

5.3.2.4. Hidran Gedung

Pemenuhan kriteria subkomponen hidran gedung dapat

dilihat melalui tabel berikut.

86
Tabel 5.9
Hasil Pemenuhan Kriteria Hidran Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta

Kriteria Kondisi Aktual Nilai

Tersedia sambungan Sudah tersedia lengkap B


selang diameter 35 mm dengan kondisi baik (100)
dalam kondisi baik,
panjang selang minimal
30 m, dan tersedia kotak
untuk menyimpan
Pasokan air cukup tersedia Pasokan air bisa untuk
sekurang-kurangnya untuk 1- 3 jam
45 menit
Bangunan kelas 4, luas Jumlah hidran gedung
1000 m2/buah sudah sesuai
(kompartemen tanpa
partisi), 2 buah/1000 m2
(kompartemen dengan
partisi)

Bangunan kelas 5, luas


800 m2/buah tanpa partisi,
dan 2 buah/800 m2 dengan
pasrtisi

Hidran gedung yang dimiliki gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta tersedia dengan sambungan selang 1,5 inchi (38,1 mm)

dan juga terdapat kotak untuk menyimpan. Sementara itu

berdasarkan data dari informan menyebutkan pasokan air untuk

pemadaman kebakaran tersedia untuk waktu 1-3 jam dan jumlah

hidran gedung terdapat 2 buah berdasarkan data dari dokemen

Penetapan Sistem Alarm Kebakaran, Sistem Deteksi

87
Api/Kebakaran Serta Penyediaan Alat Pemadam Kebakaran di

RSUP Fatmawati.

Gambar 5.5
Hidran Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

5.3.2.5. Springkler

Pengataman langsung di gedung IGD RSUP Fatmawati

menunjukkan bahwa gedung tersebut tidak dilengkapi dengan

sistem springkler. Hasil pengamatan tersebut diperkuat dengan

informasi yang diperoleh dari informan sebagai berikut:

“...tidak ada springkler karena berkaitan dengan benda-

benda elektronik, kondisi pasien, serta bangunan ini awalnya

hanya berjumlah dua lantai...” (ik)

“...desain awal gedung IGD adalah 2 lantai, jadi dirasa

tidak perlu...” (ip)

Dengan kondisi aktual seperti itu, maka perbandingan antra

kriteria penilaian untuk subkomponen springkler dengan kondisi

88
aktualnya secara otomatis akan menghasilkan nilai kategori

KURANG dengan nilai kuantitatif 0.

5.3.2.6. Sistem Pemadam Luapan

Pengamatan langsung di gedung IGD RSUP Fatmawati

menunjukkan bahwa gedung tersebut tidak memiliki sistem

pemadam luapan. Hasil pengamatan tersebut diperkuat dengan

hasil wawancara dengan informan tentang alasan tidak adanya

sistem pemadam luapan di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.

“...IGD beroperasi selama 24 jam sehingga aktifitas SDM

pun akan berlangsung 24 jam. Selain itu pekarya dan satpam

sudah diberi pelatihan penanganan kebakaran. Serta, sudah

terdapat garis komando untuk di luar jam kerja normal sehingga

gedung IGD bisa terus terpantau...” (ik)

Berdasarkan hal–hal di atas, maka kondisi aktual dari sistem

luapan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dianggap “tidak

tersedia”. Dengan begitu, maka nilai subkomponen sistem

pemadam luapan adalah 0.

5.3.2.7. Pengendali Asap

Berdasarkan hasil pengamatan langsung terhadap

ketersediaan pengendali asap di gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta diperoleh hasil sementara dimana gedung IGD RSUP

89
Fatmawati Jakarta tidak memiliki pengendalian asap. Hal ini

kemudian diperkuat dengan informasi dari informan mengenai

tidak adanya pengendali asap di gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta.

“....gedung IGD memang tidak ada pengendali asap,...” (ik)

“...tidak ada pengendali asap mungkin karena tidak

dimunculkan saat perencanaan pembangunan gedung...”(ip)

Berdasarkan hal-hal di atas, maka kondisi aktual pengendali

asap gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dianggap “tidak

tersedia”. Dengan begitu, maka nilai subkomponen sistem

pengendali asap adalah 0.

5.3.2.8. Deteksi Asap

Penilaian terhadap deteksi asap yang terdapat di gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta dapat dilihat dalam tabel berikut.

90
Tabel 5.10
Hasil Pemenuhan Kriteria Deteksi Asap Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Sistem deteksi asap Sistem deteksi mengaktifkan B


meengaktifkan sistem peringatan bagi seluruh (90)
peringatan bagi seluruh penghuni gedung IGD
penghuni gedung
Pada ruang dapur dan Detektor panas sudah
area lain yang sering terpasang
mengakibatkan
terjadinya alarm palsu
dipasang alarm panas
terkecuali telah
dipasang springkler
Detektor asap yang Tidak mengaktifkan sistem
terpasang mengaktifkan
sistem pengolahan
udara secara otomatis,
sistem pembuangan
asap, ventilasi asap dan
panas
Jarak antar detektor Jarak antar detektor <20 m dan
<20 m dan <10 m dari <10 m dari dinding pemisah
dinding pemisah atau atau tirai asap
tirai asap

Dokumen Penetapan Sistem Alarm Kebakaran, Sistem

Deteksi Api, Serta Penyediaan Alat Pemadaman Kebakaran di

RSUP Fatmawati menyebutkan bahwa deteksi asap yang

terpasang di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta memberikan

tanda peringatan bagi seluruh penghuni gedung melalui peringatan

tanda bunyi bel dan bunyi sirine. Sementara itu deteksi asap yang

terpasang tidak mengaktifkan sistem pengolahan karena hasil

91
pengamatan menunjukkan gedung IGD RSUP Fatmawati tidak

memiliki sistem pengolahan udara dan sistem pembuangan asap.

Pengukuran dengan alat bantu meteran menunjukkan jarak antar

detektor sudah sesuai dengan kriteria.

Gambar 5.6
Deteksi Asap Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

5.3.2.9. Pembuangan Asap

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap subkomponen

pembuangan asap di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

diperoleh hasil sementara dimana gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta tidak memiliki pembuangan asap. Tidak terdapat fan

pembuangan asap, reservoir asap, dan udara pengganti yang

menjadi kriteria penilaian subkomponen pembuangan asap.

peneliti menemukan kipas/fan di bagian IGD anak namun fan

tersebut bukan fan pembuangan asap yang dimaksud. Tidak

tersedianya pembuangan asap ini juga dipertegas dari infomasi

dari informan.

“...memang tidak ada pembuangan asap...” (ik)

92
Berdasarkan hal-hal di atas, maka kondisi aktual

pembuangan asap gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dianggap

“tidak tersedia”. Dengan begitu, maka nilai subkomponen sistem

pengendali asap adalah 0.

5.3.2.10. Lift Kebakaran

Pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran gedung Pd-T-

11-2005-C Departemen PU yang digunakn dalam tulisan ini

memberikan kriteria bahwa lift kebakaran sekurang-kurangnya

harus dipasang pada bangunan dengan ketinggian efektif 25 meter.

Berdasarkan dokumen perencanaan re-layout gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta, bangunan IGD RSUP Fatmawati memiliki

tinggi sekitar 12 meter dengan tiga lantai sehingga masuk dalam

kriteria subkomponen lift kebakaran.

5.3.2.11. Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah

Penilaian kondisi aktual dari subkomponen cahaya darurat

dan petunjuk arah dilakukan dengan pengamatan langsung. Hasil

penilaian subkomponen cahaya darurat dan petunjuk arah dapat

dilihat melalui tabel berikut.

93
Tabel 5.11
Hasil Pemenuhan Kriteria Cahaya Darurat dan
Petunjuk Arah IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Sistem pencahayaan darurat harus Sudah tersedia pencahayaan B


dipasang di setiap tangga yang darurat di setiap tangga (100)
dilindungi terhadap kebakaran, di darurat, lantai, jalan terusan,
setiap lantai dengan luas >300m2, di dan koridor
setiap jalan terusan, koridor
Desain sistem pencahayaan darurat Sistem pencahayaan darurat
beroperasi otomatis, memberikan beroperasi otomatis dan
pencahayaan yang cukup, dan harus memberikan pencahayaan
memenuhi standar yang berlaku yang cukup
Tanda exit terlihat dan terpasang Tanda exit terlihat dan
berdekatan dengan pintu yang terpasang dengan pintu yang
memberikan jalan keluar langsung, melayani exit
pintu dari suatu tangga, exit horizontal
dan pintu yang melayani exit
Bila exit tidak terlihat secara langsung Exit yang terpasang sudah
dengan jelas oleh penghuni harus disertai dengan penunjuk arah
dopasang tanda petunjuk dengan tanda
panah dan penunjuk arah
Setiap tanda exit harus jelas dan pasti, Tanda exit sudah diberi
diberi pencahayaan yang cukup, pencahayaan cukup, terlihat
dipasang sedemkian rupa sehingga jelas dan pasti.
tidak terjadi gangguan listrik, tanda
petunjuk arah keluar harus memenuhi
standar yang berlaku

94
Gambar 5.7
Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

5.3.2.12. Listrik Darurat

Hasil penilaian subkomponen listrik darurat dapat dilihat

melalui tabel berikut

Tabel 5.12
Hasil Pemenuhan Kriteria Listrik Darurat IGD RSUP
Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Daya yang disuplai Terdapat tiga B


sekurang-kurangnya dari sumber listrik:
dua sumber yaitu PLN, PLN, generator, (100)
atau sumber daya dan UPS
darurat (batere,
generator, dll)
Semua intalasi kabel Instalasi kabel
yang melayani sumber memenuhi
daya listrik harus tahan ketentuan
api selama 60 menit,
catu daya dari sumber
daya ke motor harus
memenuhi ketentuan
Memenuhi cara Memenuhi cara
pemasangan kabel yang pemasangan sesuai
termuat dalam PUIL dengan PUIL

95
Sumber listrik untuk kebutuhan daya di gedung IGD RSUP

Fatmwati Jakarta telah sesuai kriteria karena suplai daya berasal

lebih dari satu sumber. Hal ini dipertegas dengan informasi dari

informan.

“...sumber listrik IGD berasal dari PLN, Genset, dan

UPS...” (ik)

“...listrik dari PLN, sumber emergency, dan pakai

UPS...”(ip)

5.3.2.13. Ruang Pengendali Operasi

Hasil penilaian terhadap subkomponen ruang pengendali

operasi dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.13
Hasil Pemenuhan Kriteria Ruang Pengendali Operasi
IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai


Tersedia dengan peralatan Tersedia dengan C
yang lengkap dan dapat terdapatnya CCTV (80)
memonitor bahaya yang diletakkan di
kebakaran yang akan terjadi berbagai titik

Hasil pengamatan di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

sudah memasang CCTV di berbagai titik dan pusat kendalinya ada

di ruangan tata usaha lantai 3. Selain untuk melihat kondisi dan

96
kegiatan dalam gedung secara umum, keberadaan CCTV juga

cukup membantu memonitor bahaya kebakaran.

Gambar 5.8
Ruang Pengendali Operasi
Gedung IGD RSUP fatmawati Jakarta

5.3.2.14. Hasil Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran Aktif

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Untuk mendapatkan nilai kondisi komponen sistem proteksi

kebakaran aktif gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta, nilai dari

tiga belas subkomponen yang sudah disebutkan dikalikan dengan

bobot dari masing-masing subkomponen Keandalan Sistem

Keandalan Bangunan (KSKB). Nilai yang didapat kemudian

masing-masing dikalikan dengan bobot komponen KSKB yang

dalam hal ini adalah bobot komponen Sistem Proteksi Kebakaran

Aktif. Setelah dikalikan dengan bobot komponen sistem proteksi

kebakaran aktif, maka akan diperoleh nilai kondisi dari masing-

masing subkomponen. Nilai kondisi tersebut kemudian

97
dijumlahkan sehingga menghasilkan nilai kondisi komponen

sistem proteksi kebakaran aktif. Hasil pememuhan kriteria sistem

proteksi kebakaran aktif dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.14
Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta

No Sub KSKB Hasil Standar Bobot Nilai Jumlah

Penilaian Penilaian (%) Kondisi Nilai

PROTEKSI AKTIF 24

1 Deteksi dan B 100 8 2,16


Alarm
2 Siames B 90 8 1,728
Connection
3 APAR B 90 8 1,728

4 Hidran Gedung B 100 8 2,16

5 Springkler K 0 8 0

6 Sistem Pemadam K 0 7 0
Luapan
7 Pengendali Asap K 0 8 0

8 Deteksi Asap B 90 8 1,728

9 Pembuangan K 0 7 0
Asap
10 Lift Kebakaran B 100 7 1,68 -

11 Cahaya Darurat B 100 8 2,16

12 Listrik darurat B 100 8 2,16

13 Ruang pengendali C 80 7 1,344


operasi
JUMLAH 16,848 %

98
Hasil penghitungan nilai komponen sistem proteksi

kebakaran aktif gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

menunjukkan nilai sebesar 16,848%. Nilai ini kurang mendekati

nilai maksimal yang jadi bobot komponen sistem proteksi

kebakaran aktif yang sebesar 24%. Hal ini disebabkan karena ada

beberapa komponen yang tidak tersedia di gedung IGD RSUP

Fatmawati sehingga tidak memiliki nilai.

5.3.3. Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Komponen sistem proteksi pasif yang diperiksa di gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta terdiri atas 3 subkomponen yang meliputi ketahan api

struktur bangunan, kompartemenisasi ruangan, dan perlindungan bukaan.

Penilaian terhadap ketiga subkomponen tersebut akan dijelaskan pada

bagian berikut ini.

5.3.3.1. Ketahanan Api Struktur Bangunan

Penilaian subkomponen ketahanan struktur api bangunan

dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual gedung

bangunan dengan kriteria penilaian ketahanan api struktur

bangunan. Hasil penilaian subkomponen ketahanan api strukutur

bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dapat dilihat

melaui tabel berikut.

99
Tabel 5.15
Hasil Pemenuhan Kriteria Ketahan Api Struktur
Bangunan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Ketahanan api Ketahanan api B


komponen struktur struktur bangunan (90)
bangunan sesuai dengan sudah sesuai
yang dipersyaratkan
(Tipe A, B, C), yang
sesuai dengan
fungsi/klasifikasi
bangunannya

Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta termasuk dalam

struktur bangunan tipe A dan konstruksinya sudah memenuhi

persyaratan ketahanan api untuk bangunan tipe A yaitu konstruksi

dari bahan beton. KepmenPU Nomor 11 Tahun 2000

menyebutkan jika beton merupakan salah satu bahan konstruksi

yang tahan api. Hal ini kemudian diperkuat dengan informasi dari

informan.

“...tahan api karena kosntruksi dari beton, meski tidak

baku...” (ip)

100
5.3.3.2. Kompartemenisasi Ruangan

Penilaian subkomponen kompartemenisasi dapat dilihat

melalui tabel berikut.

Tabel 5.16
Hasil Pemenuhan Kriteria Kompartemensisasi
Ruangan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Berlaku untuk bangunan dengan Sudah ada B


luas lantai 5000 m2 (untuk tipe A), kompartemenisasi, (90)
3500 m2 (untuk tipe B), dan 2000
m2 (untuk tipe C)
Luas lebih dari 18000 m2, volume Luas lantai tidak
108000 m3 dilengkapi dengan sampai melebihi
springkler, dikelilingi jalan masuk 18000 m3
kendaraan dan sistem pembuangan
asap otomatis dengan jumlah, tipe,
dan cara pemasangan yang sesuai
persyaratan
Lebar jalanan minimal 6 m, mobil Lebar jalan di atas
pemadam dapat masuk ke lokasi 6m, mobil
pemadam bisa
masuk

Berdasarkan pengamatan dan informasi dari informasn,

gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta sudah memiliki

kompartemensisasi, namun kompartemenisasi yang ada hanya

sebagian.

“...kompartemnisasi sudah ada, tapi tidak semua...” (ik)

“...hanya beberapa bagian yang di-kopartemen...” (ip)

101
Poin kedua kriteria penilaian subkomponen

kompartemenisasi mensyaratkan adanya springkler untuk luas

lantai lebih dari 18.000 m2 dan volume ruangan 108.100 m3. Luas

keseluruhan lantai dan volume gedung IGD RSUP Fatmawati

secara berturut-turut adalah 3959,4 m2 dan 47512 m3 sehingga

tidak memenuhi angka yang tertera dalam poin kedua kriteria

penilaian subkomponen kompartemenisasi ruangan hingga

persyaratan springkler dan sistem pembuangan asap dapat

dianggap telah memenuhi syarat.

5.3.3.3. Perlindungan Bukaan

Penilaian subkomponen perlindungan bukaan gedung IGD

RSUP Fatmawati dapat dilihat dalam tabel berikut ini

102
Tabel 5.17
Hasil Pemenuhan Kriteria Perlindungan Bukaan
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Bukaan harus dilindungi, diberi Hanya terdapat pintu C


penyetop api tahan api dan letaknya (70)
Bukaan vertikal dari dinding berada di dalam
tertutup dari bawah sampai atas gedung
di setiap lantai diberi penutup
api
Sarana proteksi pada bukaan
meliputi:
- Pintu kebakaran, jendela
kebakaran, pintu penahan
asap dan penutup api
sesuai dengan standar
- Daun pintu dapat berputar
di suatu sisi
- Pintu mampu menahan
asap 200oC
- Tebal daun pintu 35 mm
Jalan keluar/masuk pada dinding
tahan api:
- Lebar bukaan pintu keluar
harus dari setengah
panjang dinding tahan api
- Tingkat isolasi minimal 30
menit

5.3.3.4. Hasil Penilaian Sistem Proteksi Pasif

Untuk mendapatkan nilai kondisi komponen sistem proteksi

kebakaran pasif gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta, nilai dari

tiga subkomponen yang sudah disebutkan dikalikan dengan bobot

dari masing-masing subkomponen Keandalan Sistem Keandalan

103
Bangunan (KSKB). Nilai yang didapat kemudian masing-masing

dikalikan dengan bobot komponen KSKB yang dalam hal ini

adalah bobot komponen Sistem Proteksi Kebakaran pasif. Setelah

dikalikan dengan bobot komponen sistem proteksi kebakaran

pasif, maka akan diperoleh nilai kondisi dari masing-masing

subkomponen. Nilai kondisi tersebut kemudian dijumlahkan

sehingga menghasilkan nilai kondisi komponen sistem proteksi

kebakaran pasif. Hasil pememuhan kriteria sistem proteksi

kebakaran pasif dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.18
Hasil Pemenuhan Kriteria Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta

No Sub KSKB Hasil Standar Bobot Nilai Jumlah

Penilaian Penilaian (%) Kondisi Nilai

PROTEKSI PASIF 26

1 Ketahanan Api B 90 36 8,424


Struktur Banguunan
2 Kompartmenisasi B 90 32 7,488
Ruangan
3 Perlindungan Bukaan C 70 32 5,824
JUMLAH 21,736 %

Hasil penilaian komponen sistem proteksi kebakaran pasif

gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta menunjukkan nilai sebesar

21,736%. Nilai ini belum cukup mendekati nilai maksimal yang

104
menjadi bobot komponen sistem proteksi kebakaran pasif yang

sebesar 26%. Adanya beberapa kriteria yang tidak terpenuhi

membuat nilai komponen sistem proteksi kebakaran pasif gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta belum cukup mendekati nilai

maksimal atau bobot yang sudah ditentukan.

5.3.4. Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Komponen sarana penyelamatan yang diperiksa di gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta terdiri atas 2 subkomponen yang meliputi jalan keluar

dan konstruksi jalan keluar. Penilaian terhadap kedua subkomponen

tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut ini.

5.3.4.1. Jalan Keluar

Penilaian terhadap subkomponen jalan keluar dilakukan

dengan pengamatan langsung dan pengukuran menggunakan alat

bantu meteran. Hasil penilaian terhadap subkompomponen jalan

keluar gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta akan dijelaskan

dalam tabel berikut ini.

105
Tabel 5.19
Hasil Pemenuhan Kriteria Jalan Keluar Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Minimal per lantai 2 exit dengan Tersedia minimal dua B


tinggi efektif 2,5 m lantai namun tidak
semuanya dengan tinggi (85)
2,5 meter
Exit terlindung dari bahaya Terlindungi dari bahaya
kebakaran kebakaran
Jarak tempuh minimal 20 m dari Terdapat satu titik
pintu keluar dengan jarak tempuh . 20
m
Ukuran minimal 200 cm Ukuran lebar jalan >2 m
Jarak dari suatu exit > 6 m Jarak dari suatu exit <6m
Pintu dari dalam tidak dibuka Pintu dari dalam tidak
langsung ke tangga dibuka langsung ke
tangga
Penggunaan pintu ayun tidak Penggunaan pintu ayun
mengganggu proses jalan keluar tidak mengganggu proses
jalan keluar
Tersedia lobby bebas asap TKA Tidak terdapat lobby
60/60/60 terdapat pintu keluar bebas asap dengan TKA
diberi tekanan positif 60/60/60
Exit tidak boleh terhalang Exit tidak terhalang

Exit menuju ruangan terbuka Exit menuju


ruang terbuka

Dari seluruh kriteria penilaian subkomponen jalan keluar,

hanya kriteria ketersediaan lobby bebas asap yang tidak terpenuhi.

“...kalau lobby bebas asap, gedung IGD tidak ada...” (ik)

106
Gambar 5.9
Jalan Keluar Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

5.3.4.2. Konstruksi Jalan Keluar

Hasil penilaian terhadap subkompomponen konstruksi jalan

keluar gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta akan dijelaskan

dalam tabel beirkut ini

107
Tabel 5.20
Hasil Pemenuhan Kriteria Konstruksi Jalan Keluar
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai

Konstruksi tahan minimal 2 jam Konstruksi beton, tahan B


di atas 2 jam (85)
Bebas halangan Bebas halangan
Lebar minimal 200 cm Lebar jalan keluar
diatas 2 m
Jalan terusan yang terlindungi terhadap Jalan terusan
kebakaran, bahan tidak mudah terbakar, terlindungi bahaya
langit-langit punya ketahanan kebakaran
penjalaran api tidak dibawah 60 menit
Pada tingkat tertentu elemen bangunan Struktur dari beton
bisa mempertahankan stabilitas struktur masih dapat
bila terjadi kebakaran mempertahankan
stabilitas struktur
bangunan
Dapat mencegah penjalaran asap Tidak dapat dipastikan,
kebakaran serta tidak adanya
sistem penanggulangan
asap
Cukup waktu untuk evakuasi penghuni Cukup waktu untuk
evakuasi
Akses ke bangunan harus di sediakn Akses ke bangunan
bagi tindakan petugas kebakaran disediakan bagi
tindakan petugas
kebakaran

Hasil wawancara dengan informan menyebutkan jika

konstruksi gedung IGD RSUP Fatmawati adalah konstruksi beton.

Dengan konstruksi beton, konstruksi gedung memiliki fungsi

ketahanan api sehingga beberapa kriteria yang telah ditentukan.

Sementara mengenai kriteria pencegahan penjalaran asap

kebakaran, hal ini tidak dapat dipastikan mengingat gedung IGD

108
RSUP Fatmawati belum dilengkapo dengan sistem

penanggulangan asap.

Gambar 5.10
Konstruksi Jalan Keluar Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta

5.3.4.3. Landasan Helikopter

Landasan helikopter merupakan subkomponen yang harus

dinilai dalam komponen sarana penyelematan. Kriteria penilaian

subkomponen landasan helikopter berlaku jika bangunan yang

diteliti memiliki tinggi minimal 60 meter.

Berdasarkan hasil telaah dokumen layout gedung IGD

RSUP Fatmawati, gedung IGD RSUP Fatmawati hanya memiliki

sekitar 12 meter sehingga persyaratan landasan helikopter tidak

109
perlu dinilai. Dengan kondisi tersebut, maka nilai dari

subkomponen landasan helikopter memiliki nilai kategori B

dengan nilai kuantitatif 100.

5.3.4.4. Hasil Penilaian Sarana Penyelamatan

Untuk mendapatkan nilai kondisi komponen sarana

penyelamatan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta, nilai dari

dua subkomponen yang sudah disebutkan dikalikan dengan bobot

dari masing-masing subkomponen Keandalan Sistem Keandalan

Bangunan (KSKB). Nilai yang didapat kemudian masing-masing

dikalikan dengan bobot komponen KSKB yang dalam hal ini

adalah bobot komponen sarana penyelamatan. Setelah dikalikan

dengan bobot komponen sarana penyelamatan, maka akan

diperoleh nilai kondisi dari masing-masing subkomponen. Nilai

kondisi tersebut kemudian dijumlahkan sehingga menghasilkan

nilai kondisi komponen sarana penyelamatan. Hasil pememuhan

kriteria sarana penyelamatan dapat dilihat dalam tabel berikut.

110
Tabel 5.21
Hasil Pemenuhan Kriteria Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta

No Sub KSKB Hasil Standar Bobot Nilai Jumlah

Penilaian Penilaian (%) Kondisi Nilai

SARANA PENYELAMATAN 25

1 Jalan Keluar B 85 38 8,075


2 Konstruksi Jalan B 85 35 7,4375
Keluar
3 Landasan B 100 27 6,75
Helikopter
JUMLAH 22,2625%

Hasil penilaian komponen sarana penyelamatan gedung IGD

RSUP Fatmawati Jakarta menunjukkan nilai 22,625%. Nilai

tersebut cukup mendekati nilai maksimal atau bobot dari

komponen sarana penyelamatan sebesar 25 %. Nilai yang cukup

mendekati tersebut disebabkan seluruh subkomponen berada

dalam kategori baik.

5.3.5. Penilaian Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD

RSUP Fatmawati Jakarta

Nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran atau nilai keandalan

sistem keselamatan bangunan (KSKB) diperoleh dengan mencari nilai dari

empat komponen yaitu kelengkapan tapak, sistem proteksi aktif, sistem

proteksi pasif, dan sarana penyelamatan. Nilai dari masing-masing

111
komponen diperoleh dengan menghitung nilai kondisi dari subkomponen-

subkomponennya. Nilai kondisi subkomponen diperoleh dengan cara

mengalikan nilai hasil pengamatan dengan bobot subkomponen dan bobot

komponen. Penjumlahan nilai kondisi dari setiap subkomponen akan

mengahsilkan nilai komponen/nilai KSKB. Nilai komponen/nilai KSKB

dari empat komponen yang sudah disebutkan di atas kemudian

dijumlahkan. Penjumlahan nilai empat komponen tersebut akan

menghasilkan nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung.

Nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP

Fatmawati dapat dilihat dalam tabel berikut

Tabel 5.22
Tingkat Kendalan Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta Maret 2015

No Komponen KSKB Nilai Kondisi

KSKB

1 Kelengkapan Tapak 23,5625 %

2 Sistem Proteksi Aktif 16.848 %

3 Sistem Proteksi Pasif 21,736 %

4 Sistem Penyelamatan 22,625 %

JUMLAH 84,7715 %

112
Hasil penghitungan tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran

Gedung IGD RSUP Fatmwatai Jakarta menunjukkan angka 84,7715 %.

Nilai tersebut dikategorikan “BAIK” (B) berdasarkan ketentuan dalam

pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran gedung Pd-T-11-2005-C

Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

Meski mendapat ketegori “BAIK”, terdapat beberapa hal dari sistem

proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta yang perlu

diperhatikan lebih lanjut seperti tidak tersedianya subkomponen-

subkomponen seperti springkler, sistem pemadam luapan, pembuangan

asap, dan pengendalian asap.

113
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

Kekuatan suatu data bisa dijamin salah satunya dengan ketersediaan

dokumen-dokumen pendukung. Namun penulis menemui hambatan dimana penulis

tidak mendapatkan seluruh dokumen-dokumen pendukung yang diperlukan dalam

proses pembuatan karya tulis ini. Hal tersebut kemudian menjadi keterbatasan

dalam penelitian tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta ini. Penulis menggunakan data wawancara dengan informan

untuk mengatasi keterbatasan tersebut.

Selain itu, keterbatasan dalam penelitian ini juga terdapat pada pedoman yang

digunakan untuk menentukan nilai keandalan sistem proteksi kebakaran gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta, yaitu pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran

Bangunan Gedung Pd-T-11-2005-C yang disusun oleh Departemen Pekerjaan

Umum Republik Indonesia. Dalam pedoman tersebut terdapat salah satu langkah

dimana suatu subkomponen diberikan nilai kuantitatif setelah subkompoenen

tersebut mendapatkan kategori sebagai hasil perbandingan kondisi nyata

subkomponen tersebut dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Pedoman yang

digunakan dalam penelitian ini tidak secara spesifik menjelaskan mengenai kondisi-

kondisi seperti apa suatu nilai kuantitatif dapat diberikan pada sebuah

114
subkomponen. Sebagai contoh, terdapat subkomponen yang berkategori A.

Beradasarkan pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung

Pd-T-11-2005-C, subkomponen tersebut diberikan nilai antara >80 sampai 100.

Namun pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung Pd-T-11-

2005-C tidak mengatur secara rinci mengenai jumlah nilai kuantitatif yang bisa

diberikan apakah sebanyak 82, 85, 90, dan sebagainya. Keputusan mengenai jumlah

nilai kuantitaif diserahkan kepada pihak/petugas/ahli yang ditunjuk sebagai

pemeriksa keandalan sistem proteksi kebakaran gedung.

6.2. Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta

Nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta adalah 85,2035%. Nilai tersebut diperoleh melalui metode

penghitungan tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran bangunan yang terdapat

dalam pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-

2005-C yang disusun oleh Departmen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Dalam

pedoman tersebut, nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran bangunan

gedung didapat melalui penjumlahan nilai empat komponen yang diperiksa yaitu

kelengkapan tapak, sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, dan sarana

penyelamatan.

Seperti yang sudah disebutkan, nilai tingkat keandalan sistem proteksi

kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta adalag 84,7715 %. Hal ini berarti

bahwa keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

115
termasuk dalam kategori BAIK (B). Dengan nilai kondisi tersebut, maka

rekomendasi umum yang bisa diberikan adalah diantaranya:

1. Pemeriksaan secara berkala

2. Perawatan/pemeliharaan berkala

3. Perawatan dan perbaikan berkala

Meski sudah mencapai kategori BAIK, terdapat beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian seperti subkomponen-subkomponen yang masih berkategori

CUKUP seperti jarak antar bangunan, APAR, ruang pengendali operasi, dan

perlindungan bukaan. Selain subkomponen berkategori cukup, terdapat hal penting

lain yang harus diperhatikan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat empat

subkomponen yang sama sekali tidak tersedia di dalam sistem proteksi kebakaran

gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Empat subkomponen tersebut adalah

springkler, sistem pemadam luapan, pengendali asap, dan pembuangan asap.

Penyempurnaan subkomponen-subkomponen berkategori CUKUP serta

ketersediaan empat subkomponen yang tidak terapat dalam sistem proteksi

kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta harus menjadi bahan

pertimbangan pihak RSUP Fatmawati Jakarta agar sistem proteksi kebakaran yang

dimiliki oleh gedung IGD menjadi lebih baik lagi sehingga dapat menjamin upaya

pencegahan kebakaran serta optimalisasi upaya penanggulangan saat terjadi insiden

kebakaran.

116
6.3. Kondisi Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Subkomponen sumber air memiliki nilai kategori baik. Hasil penelitian

menunjukkan kapasitas sumber air sekitar 108.000 liter. Hal ini telah sesuai dengan

persyaratan dimana kapasitas sumber air adalah minimal 10.000 liter terhadap

fungsi bangunan (Trikomara, dkk, 2012). Mengingat air adalah kebutuhan vital

dalam sistem proteksi kebakaran, maka dalam penyusunan suatu rencana proteksi

kebakaran perlu diidentifikasi apakah sumber air yang akan digunakan untuk proses

pemadaman sudah tersedia di lokasi (Ramli, 2010).

Subkomponen jalan lingkungan memiliki nilai kategori baik. Ketersediaan

jalan dengan lebar diatas 6 meter serta sudah diberi pengerasan aspal akan sangat

berperan dalam upaya pemadaman kebakaran. Dengan jalan lingkungan sebesar 6

meter dan diberi pengerasan, mobil pemadam kebakaran akan lebih mudah

memasuki area gedung, sehingga proses pemadaman akan menjadi lebih cepat

(Saptaria, 2005). Jalan lingkungan yang telah memenuhi syarat tentu akan

mempermudah proses pertolongan yang dilakukan regu pemadam kebakaran sebab

banyak ditemukan kasus dimana kebakaran menimbulkan kerugian dan kerusakan

lebih besar disebabkan kurangnya pertolongan yang cepat oleh petugas pemadam

kebakaran (Rahman, 2004).

Subkomponen hidran halaman memiliki nilai kategori baik. Hidran halaman

gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta sudah tersedia di halamn gedung, mudah

dijangkau, berfungsi sempurna, dan memiliki tekanan 3,5 – 4 bar dengan suplai air

117
38 – 40 liter/detik. Sebuah penelitian evaluasi sistem kebakaran yang menilai

bangunan RS Dr.M.Jamil Padang menunjukkan hidran halaman rumah sakit

tersebut berada tempat yang mudah dijangkau tetapi tidak berfungsi secara

sempurna karena peralatan yang kurang terawat dan jarang dilakukan ujicoba

(Hesna, 2009). Hidran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kondisi

baik sehingga hal tersebut akan sangat berperan penting dalam upaya

penanggulangan kejadian kebakaran di bisa dilaksanakan dengan segera sehingga

mampu meminimalisir kerugian yang diakibatkan kejadian kebakaran tersebut.

Berbeda dengan tiga subkomponen yang sudah disebutkan, subkomponen

jarak antar bangunan memiliki nilai kategori cukup. Hal ini terjadi karena jarak

dengan bangunan terdekat adalah sekitar 4 meter. Pedoman keselamatan kebakaran

bangunan gedung Pd-T-11-2005-C yang digunakan dalam penelitian ini

mensyaratkan jika bangunan dengan tinggi 8 – 14 meter harus berjarak 6 meter dari

gedung lain di sebelahnya. Selain masalah jarak yang tidak memenuhi syarat, hasil

pengamatan juga menunjukkan adanya atap/kanopi yang menghubungkan gedung

IGD dengan gedung di sebelahnya. Banyak kasus kebakaran berubah menjadi

semakin parah dan api membakar gedung lain akibat jarak antar bangunan yang

tidak sesuai kriteria. Salah satunya adalah kejadian kebakaran yang menimpa Pasar

Johar, Semarang, dimana api yang bermula membakar Pasar Johar membesar dan

kemudian membakar Pasar Yaik yang berada di sebelah barat bangunan utama pasar

(Deo Dwi Fajar Hari, Metrotvnews.com, 10 Mei 2015).

118
Gambar 6.1
Atap Yang Terhubung dari Gedung IGD dengan Gedung Terdekat

PermpenPU Nomor 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi

Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan menyebutkn kriteria jarak antar

bangunan dibuat dengan tujuan memberikan proteksi dari meluasnya kebakaran

serta untuk memberikan kemudahan akses bagi petugas pemadam dalam

menjalankan tugas pemadaman. Namun dengan kondisi aktual jarak antar bangunan

geudng IGD RSUP Fatmawati yang tidak sesuai kriteria serta adanya atap/kanopi

seperti yang terlihat pada gambar di atas, dikhawatirkan kebakaran akan meluas

karena api dapat merambat ke gedung di sebelahnya. Jika gedung IGD mengalami

insiden kebakaran, ada kemungkinan api akan merambat ke gedung di sebelahnya

dan begitu pula sebaliknya. Hal seperti itu tentu akan menambah risiko kerusakan

material dan potensi bertambahnya korban manusia. Oleh sebab itu, perlu dilakukan

suatu tindakan dari pihak RSUP Fatmawati Jakarta untuk menangani hal tersebut.

119
6.4. Kondisi Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta

Subkomponen deteksi dan alarm gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

berada dalam kondisi baik. penerapan sistem deteksi dan peringata kebakaran

merupakan penerapan pengaturan pengamanan terhadap bahaya kebakaran sehingga

bangunan gedung senantiasa andal dan berkualtias (Iswara,2009). Deteksi dan alarm

yang berfungsi baik akan memberikan peringatan segera bila terjadi kejadian

kebakaran atau insiden yang bisa memicu terjadinya kebakaran. Peringatan dini dari

deteksi dan alarm yang berfungsi baik akan memberitahu seluruh penghuni gedung

mengenai adanya kejadian kebakaran sehingga seluruh penghuni gedung bisa

melakukan evakuasi terhadap diri sendiri maupun membantu proses evakuasi orang

lain. Peringatan kebakaran dari deteksi dan alarm yang baik juga memberitahu

pihak pengelola gedung untuk segera melakukan tindakan penanggulangan

kebakaran. Tindakan cepat dalam upaya menanggulangi kebakaran akan berperan

sangat besar dalam meminimalisir kerugian yang diakibatkan oleh suatu kejadian

kebakaran.

Subkomponen siamese connection gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

berada dalam kondisi baik. Minnesota State Fire Marshal (2006) menyebutkan

bahwa siamese connection sendiri adalah komponen yang berperan memberikan

upaya pemadaman tambahan saat terjadinya kejadian kebakaran. Hal ini sejalan

dengan NFPA 13 yang menyatakan bahwa kegunaan siamese connection adalah

untuk memberikan tambahan suplai air meski tidak dibuat untuk memberikan suplai

120
air dalam jatah tertentu. Meski penilaian secara umum siamese connection gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kondisi baik, namun ada satu hal yang

perlu mendapat perhatian dari pengelola gedung atau pihak yang berwenang dalam

memelihara sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Hal

yang perlu diperhatikan tersebut adalah penanda atau penunjuk siamese connection.

Penanda atau penunjuk dibuat agar siamese connection lebih mudah dikenali.

Dengan bantuan penanda atau penunjuk tersebut, pihak petugas pemadam bisa

menemukan letak siamese connection dengan mudah tanpa harus membuang waktu

untuk mencari atau bertanya pada orang sekitar.

Subkomponen alat pemadam api ringan (APAR) gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta berada dalam kondisi baik. Namun, dari hasil pengamatan

langsung terdapat APAR yang tidak tersedia pada tempat yang telah ditentukan

seperti yang terlihat pada gambar berikut.

Gambar 6.2
APAR Tidak Tersedia

121
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2012) menyebutkan bagian IGD

dari sebuah rumah sakit adalah bagian pelayanan khusus yang menyediakan

pelayanan komprhensif dan berkesinambunagn selam 24 jam sehingga bagian IGD

suatu rumah sakit harus memenuhi standar kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan. Untuk memenuhi poin tersebut, ketersediaan APAR menjadi salah

satu hal yang menunjang dimana APAR berperan dalam mencegah kebakaran

membesar. Laporan kejadian kebakaran yang pernah terjadi di RSUD Tangerang

menyebutkan bahwa api kebakaran menjadi membesar akibat APAR yang tersedia

tidak siap digunakan (Permana, 2014). Oleh karena itu, pihak-pihak berwenang

perlu memperhatikan hal ini dan segera melakukan tindakan terkait kelengkapan

dan ketersediaan APAR di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.

Subkomponen hidran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta telah memenuhi

kriteria-kriteria yang berlaku sehingga berada dalam kondisi baik. Ramli (2010)

menyatakan bahwa hidran memiliki fungsi untuk menyalurkan air ke lokasi

kebakaran. Dengan kondisi hidran yang baik tentu hal tersebut akan sangat berperan

dalam upaya penanggulangan kejadian kebakaran sehingga petugas pemadam

kebakaran atau regu internal yang bertugas memadamkan api dapat melakukan

tanggungjawabnya tanpa hambatan. Dengan begitu, kebakaran bisa dengan segera

ditanggulangi hingga tidak meluas/membesar dan kerugian akibat kebakaran pun

bisa ditekan.

Subkomponen springkler gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam

kondisi kurang. Kondisi kurang tersebut didapat setelah hasil pengamatan langsung

122
terhadap ketersediaan springkler di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

memperlihatkan tidak adanya springkler yang terpasang di gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta. Hasil pengamatan tersebut juga didukung dengan pernyataan

informan. Informan kunci menyatakan jika sistem springkler di IGD RSUP

Fatmawati Jakarta tidak tersedia karena gedung tersebut pada awalnya dibangun

dengan jumlah dua lantai. Hal ini senada dengan pernyataan dari informan

pendukung yang mengatakan bahwa jumlah lantai pada desain awal gedung IGD

RSUP Fatmawati Jakarta hanya berjumlah dua lantai sehingga springkler tidak

diperlukan. Sistem springkler sendiri bekerja saat panas dari api melelehkan

sambungan solder atau memecahkan bulb dan kemudian kepala springkler akan

mengeluarkan air (Ramli, 2010). Dengan cara kerja seperti itu, bisa dikatakan

bahwa springkler adalah komponen sistem proteksi kebakaran yang segera bekerja

memadamkan api tanpa perlu diaktifkan oleh tenaga manusia. Dari hal tersebut, bisa

disimpulkan springkler merupakan bagian sistem proteksi kebakaran yang memiliki

peran yang sangat penting. Perihal springkler di gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta yang tidak tersedia terkait jumlah lantai gedung, Ramli (2010) menegaskan

bahwa bangunan rumah sakit yang memiliki bangunan bertingkat perlu dilengkapi

dengan springkler yang dapat berfungsi saat kebakaran terjadi. Hal ini senada

dengan Badan Litbang PU (2005) yang menyatakan jika bangunan rumah sakit

dengan lebih dari 2 lantai sudah harus memasang springkler. Sebagai contoh adalah

pada bangunan IGD RSHS Bandung yang melengkapi bangunan IGD dengan

springkler (Pynkyawati, 2013). Namun informan juga menyatakan jika

ketidaktersediaan springkler terkait dengan adanya barang-barang elektronik di

123
dalam gedung dan kondisi pasien penghuni IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Dua

pertimbangan tersebut masih bersifat relevan sebab Pedoman Teknis Sistem

Proteksi Kebakaran Aktif Pada Bangunan Rumah Sakit Kementrian Kesehatan

menyatakan bahwa springkler tidak wajib dipasang pada kondisi dimana penerapan

air membuat ancaman kebakaran lebih besar serta pada kondisi dimana pasien sulit

atau tidak mungkin dipindahkan.

Seperti kondisi springkler, subkomponen sistem pemadam luapan gedung

IGD RSUP Fatwamati Jakarta juga berada dalam kondisi kurang. Hasil pengamatan

menunjukkan tidak ada sistem pemadam luapan yang terpasang di dalam gedung

IGD RSUP Fatwamati Jakarta. Hasil wawancara dengan informan menyiratkan

bahwa sistem pemadam luapan memiliki tingkat urgensi yang tidak terlalu

mendesak. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan informan yang

menyebutkan bahwa aktifitas di gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berlangsung

selama 24 jam setiap harinya. Selain itu, pekarya dan satuan pengamanan (satpam)

sudah diberikan pelatihan penanggulangan kebakaran dan serta sudah dibentuknya

suatu garis komando untuk di luar jam kerja normal sehingga gedung IGD RSUP

Fatwamati Jakarta bisa terus terpantau. Dari hal-hal tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kejadian kebakaran yang muncul di gedung IGD RSUP

Fatwamati Jakarta bisa segera diatasi secara manual dengan tenaga manusia

sehingga sistem pemadaman awal yang bersifat otomatis seperti pemadam luapan

dianggap kurang diperlukan.

124
Subkomponen pengendali asap gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berada

dalam kondisi kurang karena subkomponen tersebut tidak tersedia di gedung IGD

RSUP Fatwamati Jakarta. Informan pendukung menyebutkan ketidaktersediaan

pengendali asap kemungkinan disebabkan karena subkomponen ini tidak

dimasukkan dalam perencanaan pembangunan gedung. Dengan kondisi tersebut,

diharapkan pihak RSUP Fatmawati Jakarta menyediakan pengendali asap untuk

meningkatkan keandalan sistem proteksi kebakaran serta meminimalisir jatuhnya

korban jiwa. Saran yang tertulis di atas juga pernah diberikan pada penelitian lain

yang memeriksa keandalan sistem proteksi kebakaran pada gedung Kantor Bupati

Indragiri Hilir dimana subkomponen pengendali asap yang diperiksa juga

menunjukkan hasil yang kurang sesuai kriteria (Trikomara,2012).

Subkomponen deteksi asap gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berada

dalam kondisi baik. Dalam kriteria pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran

bangunan gedung, ditetapkan bahwa detektor asap harus mengaktifkan sistem

pengolahan udara, sistem pembuangan asap, ventilasi asap dan panas secara

otomatis. Namun karena sistem pembuangan asap gedung IGD RSUP Fatwamati

Jakarta tidak tersedia, hal ini mengurangi nilai kondisi dari deteksi asap yang

dimiliki gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta. Hasil ini seperti hasil penilaian

evaluasi sistem keselamatan kebakaran gedung RS Dr.M.Jamil Padang yang

dilakukan oleh Hesna dkk (2009) dimana deteksi asap tidak mengoperasikan

pengolahan udara secara otomatis. Hal ini perlu dijadikan bahan pertimbangan oleh

125
pihak pengelola RSUP Fatmawati Jakarta agar melengkapi kriteria deteksi asap di

gedung IGD.

Subkomponen pembuangan asap gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta

berada dalam kondisi kurang. Hasil pengamatan langsung tidak menunjukan

ketersediaan pembuangan asap di gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta. Hasil

pengamatan tersebut kemudian dari dipertegas dengan informasi dari informan yang

menyatakan gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta memang tidak memiliki

pembuangan asap. Kondisi ini tentu berbahaya mengingat asap adalah produk

paling berbahaya dari suatu kejadian kebakaran. National Institue of Standard and

Technology (2001) mengungkapkan sekitar 70-75% korban kebakaran di Amerika

Serikat adalah akibat menghirup asap. Selain meracuni pernafasan, asap juga

menghalangi pandangan dan progres penghuni yang beruapaymencari jalan keluar.

Dari hal-hal tersebut, penting bagi pihak RSUP Fatmawati Jakarta untuk

mempertimbangkan ketersediaan pembuangan asap.

Subkomponen lift kebakaran gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berada

dalam kondisi baik. Berdasarkan kriteria pedoman pemeriksaan keselamatan

kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-2005-C, lift kebakaran hanya berlaku untuk

bangunan dengan tinggi efektif 25 meter. Bangunan gedung IGD RSUP Fatwamati

Jakarta memiliki tinggi sekitar 12 meter sehingga lift kebakaran tidak terlalu

diperlukan.

126
Subkomponen cahaya dan petunjuk arah gedung IGD RSUP Fatwamati

Jakarta berada dalam kondisi baik. Saptaria (2005) menyebutkan bahwa cahaya dan

petunjuk arah berperan dalam proses evakuasi dimana penghuni bangunan dapat

melihat petunjuk evakuasi dengan jelas dengan pencahayaan yang cukup.

Subkomponen cahaya dan petunjuk arah yang dimiliki gedung IGD RSUP

Fatwamati Jakarta telah memenuhi kriteria sehingga memudahkan penghuni

bangunan untuk menyelamatkan diri dan meminimasir jumlah korban jiwa.

Subkomponen listrik darurat gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berada

dalam kondisi baik. Dari hasil wawancara dengan informan, diperoleh informasi

bahwa sumber listrik gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta dipasok dari tiga

sumber yaitu PLN, generator, dan UPS. Ketersediaan listrik darurat pada sebuah

gedung berperan dalam pengoperasian komponen-komponen sistem proteksi

kebakaran seperti pencahayaan darurat, sarana komunikasi darurat, lift kebakaran,

sistem deteksi dan alarm, hidran, springkler, pengendali asap, pintu tahan api

otomatis, ruang pusat pengendali kebakaran (Depertemen PU, 2000). Dengan

memiliki subkomponen listrik darurat dengan kondisi baik, akan terjamin proses

pemadaman dan evakuasi penghuni gedung seandainya terjadi insiden kebakaran di

gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta.

Subkomponen ruang pengendali operasi gedung IGD RSUP Fatwamati

Jakarta berada dalam kondisi cukup. Kriteria dalam pedoman pemeriksaan

keselamatan kebakaran banguna gedung Pd-T-11-2005-C mensyaratkan ruang

pengendali operasi memiliki peralatan yang lengkap dan dapat memonitor bahaya

127
kebakaran yang terjadi. Ruang pengendali operasi yang dimiliki gedung IGD RSUP

Fatwamati Jakarta hanya terdiri dari kamera CCTV yang terpasang di beberapa titik.

Untuk itu, pihak RSUP Fatmawati perlu melengkapi peralatan ruang pengendali

operasi sehingga memenuhi kriteria yang ditentukan.

6.5. Kondisi Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Subkomponen ketahanan api struktur banguan gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta berada dalam kondisi baik. Hasil wawancara dengan informan menyebutkan

konstruksi gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta terbuat dari beton. KepmenPU

Nomor 11 Tahun 2000 menyatakan bahan konstruksi beton digolongkan ke dalam

bahan konstruksi yang tahan api. Bangunan yang memiliki struktur bangunan yang

tahan api yang baik berperan dalam memberikan waktu bagi penghuni bangunan

untuk menyelamatkan diri, memberikan kesempatan petugas pemadam untuk

beroperasi, dan untuk menghindarkan kerusakan materi akibat kebakaran.

Subkomponen kompartemenisasi ruangan gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta berada dalam kondisi baik. Kompartemenisasi ruang yang baik berperan

melindungi penghuni gedung sehingga mempunyai cukup waktu untuk melakukan

evakuasi secara aman tanpa dihalangi oleh penyebaran api dan asap kebakaran

(Departemen PU, 2000). Sistem kompartemenisasi dalam bangunan gedung rumah

sakit bersifat penting dimana kompartemenisasi dapat berfungsi sebagai penyekat

ruang sehingga tidak ada asap, gas, atau api yang dapat berpenetrasi masuk dari

128
ruang di luarnya. Selain itu, kompartemenisasi juga bisa berfungsi sebagai ruang

penyelamatan sementara (Asmaningprodjo, 2014).

Subkomponen perlindungan bukaan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

berada dalam kondisi kurang. Dari hasil wawancara dengan informan, gedung IGD

RSUP Fatmawati Jakarta hanya memiliki perlindungan bukaan pintu tahan api yang

terletak di bagian dalam gedung sehingga menjadikan perlindungan bukaan gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kondisi kurang. Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta (2010) menekankan bahwa setiap gedung harus memiliki perlindungan

bukaan sebagai bagian dari sistem proteksi pasif sehingga memberikan

perlindungan bagi penghuni dan harta benda dari kerugian akibat kebakaran.

6.6. Kondisi Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

Subkomponen jalan keluar gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada

dalam kondisi baik. Dari seluruh kriteria yang telah ditentukan, hanya ketersediaan

loby bebas asap yang tidak terpenuhi. Tersedianya jalan keluar yang memenuhi

kriteria sangat diperlukan agar penghuni gedung dapat menggunakannya untuk

menyelamatkan diri saat terjadi kejadian kebakaran. Ramli (2010) menegaskan

bahwa ketersediaan rute aman untuk menyelamatkan diri dinikai sangat penting

agar penghuni gedung terhindar dari bahaya kebakaran atau asap. Dengan kondisi

penghuni gedung IGD RSUP Fatmwati yang banyak dihuni oleh pasien-pasien

gawat darurat dan tidak bisa menyelamatkan diri sendiri, maka ketersediaan jalan

129
keluar yang memiliki kondisi baik akan sangat membantu dalam proses evakuasi

saat terjadi sebuah insiden kebakaran.

Subkomponen konstruksi jalan keluar gedung IGD RSUP Fatmwati berada

dalam kondisi baik. Dari seluruh kriteria konstruksi jalan keluar yang disyaratkan

pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-2005-C,

terdapat satu kriteria yang belum dapat terpenuhi yaitu kriteria konstruski jalan

keluar dapat mencegah penjalaran asap kebakaran. Kriteria tersebut belum dapat

terpenuhi mengingat gedung IGD RSUP Fatmawati belum memiliki sistem

penanggulangan asap. Hal ini menjadi penting mengingat dalam kejadian kebakaran

gedung, sebagian besar kematian disebbakan oleh asap kebakaran (Ramli, 2010).

Kondisi konstruksi jalan keluar yang baik akan sangat berperan dalam proses

evakuasi sehingga meminimasir jatuhnya korban jiwa. Pihak RSUP Fatmawaati

perlu mempertimbangkan untuk menyediakan sistem penanggulangan asap untuk

memaksimalkan kondisi subkomponen konstruks jalan keluar. Selain itu,

penyediaan sistem penanggulangan asap juga kemudian berkaitan dengan

subkomponen pengendalian dan pembuangan asap yang menjadi bagian komponen

sistem proteksi kebakaran aktif.

Subkomponen landasan helikopter gedung IGD RSUP Fatmawati berada

dalam kondisi baik. Kriteria dalam pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran

bangunan gedung Pd-T-11-2005-C menyebutkan bahwa subkomponen landasan

helikopter disyaratkan untuk gedung dengan tinggi efektif 60 meter. Karena gedung

IGD RSUP Fatmawati hanya memiliki tinggi sekitar 12 meter, maka gedung IGD

RSUP Fatmawati Jakarta tidak diwajibkan untuk memiliki landasan helikopter.

130
Proses penyelamatan penghuni gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta masih dapat

dilakukan meski tanpa bantuan dari helikopter tim penyelamat. Hal serupa juga

diungkapkan dalam penelitian Permana (2014) yang menilai keandalan sistem

proteksi kebakaran RSUD Tangerang dimana landasan helikopter tidak diperlukan

terkait tinggi bangunan gedung yang hanya mencapai 48 meter.

131
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Hasil penelitian terhadap tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta adalah sebagai berikut:

1. Tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta adalah 85,2035%. Ini berarti sistem proteksi

kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kategori

B (BAIK)

2. Nilai kondisi kelengkapan tapak gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

adalah 23,5625%

3. Nilai kondisi sistem proteksi kebakaran aktif gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta adalah 17,28%

4. Nilai kondisi sistem proteksi kebakaran pasif gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta adalah 21,736 %

5. Nilai kondisi sarana penyelamatan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta

adalah 22,625 %

7.2. Saran

7.2.1. Untuk Pihak RSUP Fatmawati Jakarta

1. Pihak RSUP Fatmawati Jakarta perlu mempertimbangkan untuk

menyediakan sistem pemadam luapan untuk gedung IGD

132
2. Pihak RSUP Fatmawati Jakarta perlu mempertimbangkan untuk

menyediakan sistem pembuangan dan pengendalian asap untuk gedung

IGD

3. Mempertimbangkan untuk memindahkan atap/kanopi yang

menghubungkan antara gedung IGD dengan gedung di sebelahnya atau

menggantinya dengan material yang lebih tahan api.

7.2.2. Untuk Penelitian Berikutnya

1. Menggunakan tools pedoman pemeriksaan sistem proteksi kebakaran

tidak hanya untuk mengetahui gambaran nilai keandalan sistem proteksi

kebakaran bangunan gedung, namun juga melakukan analisa terhadap

masing-masing komponen

2. Melakukan pengamatan secara lebih terperinci disertai dengan

pemenuhan seluruh dokumen terkait. Jika memungkinkan, ada baiknya

melakukan pengujian langsung terhadap masing-masing komponen

sistem proteksi kebakaran.

133
DAFTAR PUSTAKA

Aningtias, Jatmika.2013.Kebakaran Rumah Sakit Jiwa Rusia, 37 Orang Tewas.Diakses

dari http://www.tempo.co/read/news/2013/09/14/117513206/Kebakaran-Rumah-

Sakit-Jiwa-Rusia-37-Orang-Tewas pada tanggal 28 November 2014, 14:25

Asmaningprojo, Aswito.2014.Seminar Proteksi Jiwa Terhadap Kebakaran Pada Rumah

Sakit Bertingkat.Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan

Bambang, SP.2010.Slide Mata Kuliah Pencegahan Kebakaran dan Sistem Tanggap

Darurat.2010:UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Kementrian

Kesehatan RI.2012.Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Gawat

Darurat.Jakarta:Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.2012.Pedoman

Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah

Sakit.Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

134
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.2012.Pedoman

Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran

Aktif.Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Erby, Erfiza.2010.Perencanaan Sistem Alarm Kebakaran (Aplikasi pada Rumah Saki

tCut Nyak Dien, Meulaboh), Skripsi: Univeritas Sumatera Utara

Fajri, Rizka Chintia.2009.Rancangan Lokasi Assembly Point Di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia, Skripsi:Universitas Indonesia

Fire Protection Section Minnesota State Fire Marshal.2006.Quick Response, Fire

Department Connections. Minnesota State Fire Marshal

Furness, Andrew & Muckett, Martin. 2007. Introduction to Fire Safety Management.

Oxford: Elsevier

Gann, Ricard., et all.2001.International Study of The Sublethal Effect of Fire Smoke on

Survivability and Health (SEFS), Phase I Final Report.Gaithersburg:National

Institute of Standard and Technology

135
Hapsari, Yunita.2012.Analisis Sitem Pelayanan Pasien Rawat Inap Dengan Jaminan

Persalinan (Jampersal) Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2011,

Skripsi:Universitas Indonesia

Hesna, Yervi, et all.2009.Evaluasi Penerapan Sistem Keselamatan Kebakaran Pada

Banguna Gedung Rumah Sakit Dr.M.Jamil Padang.Jurnal Rekayasa Sipil

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/KTPS/2000 tentang Ketentuan Teknis

Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan

Mukhlis.2010.Hubungan Desain Fisik Dengan Kepuasan Pengguna Instalasi Gawat

Darurat di BPK RSUD Kota Langsa Tahun 2010, Skripsi:Universitas Sumatera

Utara

Nurbilkis.2014.Kebakaran Di Rumah Sakit Di Korea Selatan, 21 Orang Tewas.Diakses

dari http://news.detik.com/internasional/2593511/kebakaran-rumah-sakit-di-

korea-selatan-21-orang-tewas pada tanggal 28 November 2014, 14:50

Pragola P, Raden Hanyoko Kusumo.2008.Evaluasi Sarana...?.Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia

136
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang

Bangunan Gedung

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis

Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan

Teknis Bangunan Gedung

Pynkyawati, Theresia.2013.Kajian Desain Pola Sirkulasi Sebagai Sarana Evakuasi

Kebakaran Pada Bangunan IGD dan COT di RSHS Bandung.Bandung:Jurnal

Online Institut Teknologi Nasional

Rahayuningsih, Puji Winarni, dan Widodo Haryono.2005.Penerapan Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) di Instlasai Gawat Darurat RSU PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarta:Universitas Ahmad dahlan

137
Rahman, N.Vinky.2004.Kebakaran, Bahaya Unpredictible, Upaya, dan Kendala

Penanggulangannya:Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas

Sumatera Utara

Saptaria, Erry et al. 2005. Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran

Bangunan Gedung. Bandung: Puslitbang Permukiman, Badan Penelitian dan

Pengembangan PU, Departemen Pekerjaan Umum

Sarraz, Atik and Chowdhury, Mohammod Aktarul Islam.2012.Performance Based Fire

Safety Management In Commercial Mixed Use Buildings Of

Bangladesh.Bangladesh:1st International Conference on Civil Engineering for

Sustainable Development (ICCESD-2012), 2~3 March 2012, KUET, Khulna,

Bangladesh.

Satria, Permana Eka.2014.Evaluasi Keandalan Sistem Keselamatan Kebakaran

Bangunan dengan Menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan

Kebakaran Bangunan Gedund (Pd-T-2005-11-C) di RSUD Kota Tangerang

Tahun 2014, Skripsi:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

138
Suara Pembaruan.2012.IGD RS Persahabaran Terbakar, Pasien Berhamburan.Diakses dari

http://www.sp.beritasatu.com/home/igd-rs-persahabatan-terbakar-pasien-

berhamburan/26426 pada tanggal 28 November 2014, 14:30

Suningrat.2011.Evaluasi Sarana Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Serta

Manajemen Tanggap Darurat di ITC Depok Tahun 2011, Skripsi:Universitas

Indonesia

Supaidi, Heni Murniati.2009.Kebakaran Di Rumah Sakit Sari Asih Ratusan Pasien dan

Tim Meds Panik.Diakses dari http://www.indosiar.com/fokus/ratusan-pasien-dan-

tim-medis-panik_81474.html pada tanggal 28 November 2014, 14.20

Suprani, Budi. 2009.Gambaran Proses Penanggulangan Kebakaran di Dinas

Pemadaman Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2009:UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suseno.2002.RS Fatmawati Terbakar.Diakses dari

http://metro.tempo.co/read/news/2002/10/17/05730910/rs-fatmawati-jakarta-

terbakar pada tanggal 28 November 2014, 14:30

139
Trikomara, Rian, et all.2012.Evaluasi Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Pada

Bangunan Gedung (Studi Kasus Kantor Bupati Indragiri

Hilir).Pekanbaru:Universitas Riau

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Wahono, Edi. 2008.Analisis Sistem Fire Roller Shutter Terhadap Tingkat Keselamatan

bangunan Pasar Dengan Simulasi Komputer, Skripsi.2008:Universitas

Indonesia.

140
LAMPIRAN
LEMBAR PENILAIAN KOMPONEN-KOMPONEN SISTEM PROTEKSI
KEBAKARAN BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN PEDOMAN
PEMERIKSAAN KESELAMATAN KEBAKARAN BANGUNAN GEDUNG Pd-
T-2005-11-C DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
1.Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak

No Sub KSKB Kriteria Penilaian Nilai

1 Sumber Air Tersedia dengan kapasitas yang B


memenuhi persyaratan minimal
terhadap fungsi bangunan

Tersedia dengan kapasitas dibawah C


persyaratan minimal terhadap
fungsi bangunan
Tidak tersedia K

2 Jalan Lingkungan Tersedia dengan lebar minimal 6m; B


diberi pengerasan; lebar jalan
masuk minimal 4m
Tersedia dengan lebar kurang dari C
persyaratan minimal
Tidak tersedia K

3 Jarak Antar Sesuai persyaratan (Tinggi s/d 8 – 3 B


Bangunan m; 8 s/d 14 – 6 m; tinggi>40m -
>8m
Tidak sesuai dengan persyaratan C
Tidak ada jarak dengan bangunan di K
sekitarnya
.
4 Hidran halaman Tersedia di halaman; mudah B
dijangkau; berfungsi sempurna dan
lengkap; suplai air 38 liter/detik dan
bertekanan 35 bar
Tersedia, tetapi tidak berfungsi C
sempurna atau suplai air dan
tekanannya kurang dari persyratan
Tidak tersedia sama sekali K

2.Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran Aktif


No Sub KSKB Kriteria Penilaian Nilai

1 Deteksi dan Alarm  Perancangan dan B


pemasangan sistem deteksi
dan alarm sesuai dengan SNI
03-3985
 Tersedia detektor panas
 Dipasang alat manual pemicu
alarm
 Jarak tidak >30 m dari titik
alarm manual
Perancangan sistem deteksi dan C
alarm sesuai dengan SNI 03-3985
namun pemasangannya tidak sesuai
dengan SNI tersebut
Tidak sesuai dengan persyaratan K
perancangan maupun
pemasangannya

2 Siamese Conection  Tersedia dan ditempatkan B


pada lokasi yang mudah
dijangkau pemadam mobil
pemadam
 Diberi tanda petunjuk hingga
mudah dikenali
Tersedia, namun sulit dijangkau C
secara mudah dari mobil pemdam
Tidak tersedia sebagaimana yang K
dipersyaratkan

3 APAR  Sesuai dengan SNI 03-3988 B


 Jumlah sesuai dengan luasan
bangunan
 Jarak antar APAR maksimal
25 m
 Sesuai dengan SNI 03-3988 C
 Jumlah kurang dari jumlah
sesuai
 Jarak antar APAR maksimal
25 m
Jenis dan jumlah yang dipasang tidak K
sesuai dengan SNI 03-3988

4 Hidran Gedung  Tersedia sambungan selang A


diameter 35 mm dalam
kondisi baik, panjang selang
minimal 30 m dan tersedia
kotak untuk menyimpan
 Pasokan air cukup tersedia
sekurang-kurangnya untuk 45
menit
 Bangunan kelas 4, luas 1000
m2/buah (kompartemen tanpa
partisi), 2 buah/1000 m2
(kompartemen dengan
partisi)
 Bangunan kelas 5, luas 800
m2/buah tanpa partisi, dan 2
buah/800 m2 dengan partisi
 Tersedia sambungan selang C
diameter 35 mm, panjang
selang minimal 30 m dan
tersedia kotak untuk
menyimpan
 Bangunan kelas 4 hanya
tersedia 1 buah/1000m2 baik
pada ruang kompartemen
berpartisi maupun tidak
 Bangunan kelas 5 hanya
tersedia 1 buah/800m2 baik
pada ruang kompartemen
berpartisi maupun tidak
Tersedia sambungan selang diameter K
35 mm, panjang selang minimal 30
m dan tersedia kotak untuk
menyimpang namun kondisi kurang
terawat

5 Springkler  Jumlah, pertletakan dan jenis B


sesuai persyaratan
 Tekanan catu air springkler
pada titik terjauh (0,5-2,0)
kb/cm2
 Debit sumber catu air
minimal (40-200) liter/menit
per kepala springkler
 Jarak kepala springkler ke
dinding kuran dari ½ jarak
antara kepala springkler
 Jarak max springkler 4,6 m
untuk bahaya kebakaran
ringan dan sedang, dan 3,7 m
untuk bahaya kebakaran berat
 Dalam ruang tersembunyi,
jarak langit-langit dan atap
lebih 80 cm, dipasang jenis
kepala springkler dengan
pancaran ke atas
 Jumlah, pertletakan dan jenis C
sesuai persyaratan
 Tekanan catu air springkler
pada titik terjauh (0,5-2,0)
kb/cm2
 Debit sumber catu air
minimal (40-200) liter/menit
per kepala springkler
 Jarak kepala springkler ke
dinding kuran dari ½ jarak
antara kepala springkler
 Jarak max springkler 4,6 m
untuk bahaya kebakaran
ringan dan sedang, dan 3,7 m
untuk bahaya kebakaran berat
Dalam ruang tersembunyi, jarak
langit-langit dan atap lebih 80 cm,
dipasang jenis kepala springkler
dengan pancaran ke bawah
Jumlah, perletakan dan jenis kurang K
sesuai dengan persyaratan

6 Sistem Pemadam  Tersedia dalam jenis yang B


sesuai dengan fungsi ruangan
Luapan yang diproteksi
 Jumlah kapasitas sesuai
dengan beban api dari fungsi
ruangan yang diproteksi
 Tersedia dalam jenis yang C
sesuai dengan fungsi ruangan
yang diproteksi
 Jumlah kapasitas tidak sesuai
dengan beban api dari fungsi
ruangan yang diproteksi
 Tidak ersedia dalam jenis K
yang sesuai dengan fungsi
ruangan yang diproteksi

7 Pengendali Asap  Fan pembuangan asap akan B


berputar berurutan setelah
aktifnya detector asap yang
ditempatkan dalam zona
sesuai dengan reservoir asap
yang dilayani fan
 Detektor asap harus dalam
keadaan bersih dan tidak
terhalang oleh benda lain di
sekitarnya
 Di dalam kompartemen
bertingkat banyak, sistem
pengolahan udara beroperasi
dengan menggunakan seluruh
udara segar melalui ruang
kosong bangunan tidak
menjadi satu dengan
cerobong pembuangan asap
 Tersedia panel control
manual dan indikator
kebakaran serta buku
petunjuk pengoperasian bagi
petugas jaga
 Fan pembuangan asap akan C
berputar berurutan setelah
aktifnya detector asap yang
ditempatkan dalam zona
sesuai dengan reservoir asap
yang dilayani fan
 Detektor asap kotor atau
terhalang oleh benda lain di
sekitarnya
 Di dalam kompartemen
bertingkat banyak, sistem
pengolahan udara beroperasi
dengan menggunakan seluruh
udara segar melalui ruang
kosong bangunan tidak
menjadi satu dengan
cerobong pembuangan asap
 Tersedia panel control
manual dan indikator
kebakaran serta buku
petunjuk pengoperasian bagi
petugas jaga
Peralatan pengendali tidak terpasang K
sesuai dengan persyaratan, baik
jenis, jumlah, atau tempatnya

8 Deteksi asap  Sistem deteksi asao B


memenuhi SNI 03-3689,
mengaktifkan sistem
peringatan penghuni bagi
penghuni bangunan
 Pada ruang dapur dan area
lain yang sering
mengakibatkan terjadinya
alarm palsu dipasang alarm
panas, terkecuali telah
dipasang springkler
 Detektor asap yang terpasang
mengaktifkan sistem
pengolahan udara secara
otomatis, sistem pembuangan
asap, ventilasi asap dan panas
 Jarak antar detektor <20 m
dan<10 m dari dinding
pemisah atau tirai asap
 Sistem deteksi asao C
memenuhi SNI 03-3689,
mengaktifkan sistem
peringatan penghuni bagi
penghuni bangunan
 Pada ruang dapur dan area
lain yang sering
mengakibatkan terjadinya
alarm palsu tidak dipasang
alarm panas atau springkler
 Jarak antar detektor >20 m
dan >10 m dari dinding
pemisah atau tirai asap
Tidak satupun tersedia peralatan K
yang dimaksud

9 Pembuangan asap  Kapasitas fan pembuang B


mampu menghisap asap
 Terletak dalam reservoir asap
tinggi 2 meter dari lantai
 Laju pembuangan asap sesuai
dengan persyaratan yang
berlaku
 Fan pemuangan asap mampu
beroperasi terus menerus
pada temperatur 300oC
selang waktu 30 menit
 Luas horizontal reservoir
asap maksimal 2000 m2,
dengan tinggi tidak boleh
kurang dari 500 mm
 Setiap reservoir asap dilayani
minimal satu buah fan, pada
titik kumpul dari panas di
dalam reservoir asap, jauh
dari perpotongan koridor atau
mal
 Void eskalator dan tangga
tidak dipergunakan sebagai
jalur pembuangan asap
 Udara pengganti dalam
jumlah kecil harus disediakan
secara otomatis/melalui
bukaan ventilasi permanen,
kecepatan tidak boleh dari
2,5 m/detik, di dalm
kompartmen kebakaran
bertingkat banyak melalui
bukaan vertikal dengan
kecepatan rata 1m/detik
 Kapasitas fan pembuang C
dibawah kapasitas yang
dipersyaratkan
 Pemasangan telah sesuai
dengan persyaratan yang
diperlukan
Tidak satupun tersedia peralatan K
yang dimaksud

10 Lift Kebakaran  Untuk penangggulangan saa B


terjadi kebakaran sekurang-
kurangnya 1 buah lift
kebakaran harus dipasang
pada bangunan ketinggian
efektif 25 m
 Ukuran lift sesuai dengan
fungsi yang berlaku
 Lift kebakaran dalam saf
yang tahan api, dioperasikan
oleh petugas damkar, dapat
berhenti di setiap lantai,
sumber daya listrik
direncanakan dari 2 sumber
menggunakan kabel tahan
api, memiliki akses ke tiap
lantai hunian
 Peringatan terhadap
pengguna lift pada saat
kebakaran, dipasang di
tempat yang mudah terlihat
dan terbaca dengan tulisan
tinggi huruf minimal 20 mm
 Penempatan lift kebakaran
pada lokasi yang mudah
dijangkau oelh penghuni
Pemassangan lift kebakaran C
telah sesuai dengan kriteria
“B” hanya penempatan lift
kebakaran pada lokasi yang
tersembunyi dan tidak mudah
dijangkau oleh penghuni
Tidak satupun tersedia K
peralatan yang dimaksud

11 Cahaya Darurat  Sistem pencahayaan darurat B


harus dipasang di setiap
dan Petunjuk Arah tangga yang dilindungi
terhadap kebakaran, di setiap
lantai dengan luas lantai . 300
m2, disetiap jalan terusan,
koridor
 Desain sistem pencahayaan
darurat beroperasi otomatis,
memberikan pencahayaan
yang cukup, dan harus
memenuhi standar yang
berlaku
 Tanda exit terlihat dan
terpasang berdekatan dengan
pintu yang memberikan jalan
keluar langsung, pintu dari
suatu tangga, exit horizontal
dan pintu yang melayani exit
 Bila exit tidak terlihat secara
langsung dengan jelas oleh
penghuni harus dipasang
tanda petunjuk dengan tanda
panah penunjuk arah
 Setiap tanda exit harus jelas
dan pasti, diberi pencahayaan
yang cukup, dipasang
sedemikian rupa sehingga
tidak terjadi gangguan listrik,
tanda petunjuk arah keluar
harus memenuhi standar yang
berlaku
Cahaya darurat dan petunjuk C
arah telah dipasang sesuai
dengan persyaratan, namun
tingkat eluminasinya telah
berkurang karena kotor
permukaan atau daya
eluminasina menurun
Cahaya darurat dan petunjuk K
arah terpasang namun tidak
memenuhi ketentuan baik
tingkay eluminasi, warna,
dimensi, maupun
penempatannya

12 Listrik Darurat  Daya yang disuplai sekurang- B


kurangnya dari 2 sumber
yaitu PLN, atau sumber daya
darurat (batere, generator,
dll)
 Semua instalasi kabel yang
melayani sumber daya listrik
harus tahan api selama 60
menit, catu daya dari sumber
daya ke motro harus
memenuhi ketentuan
 Memenuhi cara pemasangan
kabel yang termuat dalam
PUIL
 Daya terpasang sesuai C
kriteria “B” namun kapasitas
generator tidak memenuhi
persyaratan minimal
Tidak ada sumber daya listrik K
cadangan

13 Ruang Pengendali Tersedia dengan peralatan B


yang lengkap dan dapt
Operasi memonitor bahaya kebakaran
yang akan terjadi
Tersedia dengan peralatan C
reltif sederhana seperti
CCTV, namun cukup dapat
membantu memonitor bahaya
kebakaran yang akan terjadi
Tidak tersedia K

3.Penilaian Komponen Sarana Proteksi Pasif


No Sub KSKB Kriteria Penilaian Nilai

1 Ketahanan Api Ketahanan api komponen struktur B


Struktur Bangunan bangunan sesuai dengan yang
dipersyaratkan (Tipe A, B, C), yang
sesuai dengan fungsi/klasifikasi
bangunannya
Proteksi terhadap struktur bangunan telah C
dilaksanakan, namun dibawah yang
seharusnya
Tidak memenuhi semua kriteria tersebut d K
iatas

2 Kompartemenisasi Berlaku untuk bangunan dengan B


Ruangan luas lantai 5000 m2 (untuk tipe A),
3500 m2 (untuk tipe B), dan 2000
m2 (untuk tipe C)
 Luas lebih dari 18000 m2, volume
108000 m3 dilengkapi dengan
springkler, dikelilingi jalan masuk
kendaraan dan sistem pembuangan
asap otomatis dengan jumlah, tipe,
dan cara pemasangan sesuai
persyaratan
 Lebar jalanan minimal 6 m, mobil
pemadam dapat masuk ke lokasi
Memenuhi kriteria “B”, hanya saja jumlah C

sprinkler kurang dari yang dipersyaratkan

Tidak memenuhi semua kriteria di atas K

3 Perlindungan Bukaan  Bukaan harus dilindungi, diberi B


penyetop api
 Bukaan vertikal dari dinding
tertutup dari bawah sampai atas di
stiap lantai diebri penutup tahan
api
 Sarana proteksi pada bukaan
meliputi:
- Pintu kebakaran, jendela
kebakaran, pintu penahan asap
dan penutup api sesuai dengan
standar
- Daun pintu dapat berputar di
satu sisi
- Pintu mampu menahan asap
200oC
- Tebal daun pintu 35 mm

 Jalan keluar/masuk pada dinding


tahan api:
- Lebar bukaan pintu keluar
harus tidak lebih dari setengah
panjang dinding tahan api
- Tingkat isolasi minimal 30
menit
Tidak memenuhi salah satu poin kriteria C
“B”
Tidak memenuhi semua kriteria K

4.Penilaian Komponen Sarana Penyelamatan


No Sub KSKB Kriteria Penilaian Nilai

1 Jalan Keluar  Minimal perlantai 2 exit B


dengan tinggi efektif 2,5 m
 Exit terlindung dari bahaya
kebakaran
 Jarak tempuh maksimal 20 m
dari pintu keluar
 Ukuran minimal 200 cm
 Jarak dari suatu exit tidak > 6
m
 Pintu dari dalam tidak buka
langsung ke tangga
 Tidak mengganggu proses
jalan keluar
 Tersedia lobby bebas asap
dgn TKA 60/60/60 terdapat
pintu keluar diberi tekana
positif
 Exit tidak boleh terhalang
 Exit menuju ruangan terbuka
Setengah dari kriteria “B” terpenuhi C
Tidak memenuhi kriteria “B” K

2 Konstruksi Jalan  Konstruksi tahan minimal 2 B


jam
Keluar  Bebas halaman
 Lebar minimal 200 cm
 Jalan terusan yang
terlindungi terhadap
kebakaran, bahan tidak
mudah terbakar, langit-langit
punya ketahanan penjalaran
api tidak <60 menit
Setengah dari kriteria “B” terpenuhi C
Tidak memenuhi kriteria “B” K
LEMBAR WAWANCARA

1.Bagaimana sumber air yang terdapat di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?

2.Berapa kapasitas sumber air di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?

3.Bagaimana dengan suplai air untuk hidran halaman di gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta?

4.Berapa tekanan hidran halaman di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?

5.Bagaimana dengan suplai air untuk hidran halaman di gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta?

6.Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada springkler yang terpasang di gedung

IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Apa penyebabnya?

7.Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada sistem pemadam luapan yang terpasang

di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Apa penyebabnya?

8.Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada pengendali asap yang terpasang di

gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Apa penyebabnya?

9.Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada pembuangan asap yang terpasang di


gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Apa penyebabnya?

10.Sumber listrik apa saja yang terdapat di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?

11.Bagaimana dengan ketersediaan ruang pengendali operasi di gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta?

12.Bagaimana dengan ketahan api konstruksi gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?

13.Bagaimana dengan kompartemenisasi ruangan di gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta?

14.Bagaimana dengan ketersediaan perlindungan bukaan di gedung IGD RSUP

Fatmawati Jakarta?

15.Bagaimana dengan ketersediaan loby bebas asap di gedung IGD RSUP Fatmawati

Jakarta?

Anda mungkin juga menyukai