Anda di halaman 1dari 18

KARIES GIGI PADA ANAK

BLOK KELAINAN JARINGAN KERAS GIGI DAN JARINGAN PULPA


TOPIK 1

Disusun Oleh: Kelompok 3 Kelas D

1. Ladio Taufiqurachman (201811076)

2. Lisya Bella Putri Larasati (201811079)

3. Margareta Yulia Kristi (201811080)

4. Miftah Nuralamsyah (201811084)

5. Mufid Farras Reyanda (201811087)

6. Muhammad Agung B (201811089)

7. Nada Nabilah (201811097)

8. Nadhifa Salsabila (201811098)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya. Terutama kepada dosen pembimbing kami
Stanny L. Paath, drg, spKG sebagai koordinator blok kelainan jaringan keras gigi dan
jaringan pulpa 1 yang telah memberi pengarahan dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami
yakin masih banyak kekurangan baik penulisan maupun tata bahasa dalam makalah ini. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat memberi manfaat serta menambah
pengetahuan bagi para pembaca.

Jakarta, 09 Maret 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB 1.........................................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1

1.3 Tujuan Makalah.......................................................................................................1

BAB 2.........................................................................................................................................2

2.1 Macam-Macam Karies pada Anak dan Perawatannya.....................................................2

2.1.1 Lesi Putih / White Spot...............................................................................................2

2.1.2 Nursing Caries...........................................................................................................4

2.1.3 Karies Rampan...........................................................................................................5

2.1.4 Karies Terhenti...........................................................................................................7

2.2 Urutan Karies pada Periode Gigi Sulung dan Bercampur...............................................7

2.3 Progresifitas Karies........................................................................................................9

BAB 3.......................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies gigi adalah salah satu gangguan kesehatan gigi. Karies gigi terbentuk
karena ada sisa makanan yang menempel pada gigi, yang pada akhirnya menyebabkan
pengapuran gigi. Dampaknya, gigi menjadi keropos, berlubang, bahkan patah. Karies
gigi membuat anak mengalami kehilangan daya kunyah dan terganggunya
pencernaan, yang mengakibatkan pertumbuhan kurang maksimal.1

Karies gigi merupakan suatu penyakit mengenai jaringan keras gigi, yaitu
enamel, dentin dan sementum, berupa daerah yang membusuk pada gigi, terjadi akibat
proses secara bertahap melarutkan mineral permukaan gigi dan terus berkembang
kebagian dalam gigi. Proses ini terjadi karena aktivitas jasad renik dalam karbohidrat
yang dapat diragikan. Proses ini ditandai dengan dimineralisasi jaringan keras dan
diikuti kerusakan zat organiknya, sehingga dapat terjadi invasi bakteri lebih jauh ke
bagian dalam gigi, yaitu lapisan dentin serta dapat mencapai pulpa.2

Menurut data survei World Health Organization tercatat bahwa di seluruh dunia
60–90% anak mengalami karies gigi. Keadaan kesehatan gigi anak tergantung pada
orang tua atau orang yang mengasuhnya.3

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana macam-macam karies pada anak dan perawatannya?

2. Bagaimana urutan karies pada periode gigi sulung dan bercampur?

3. Bagaimana progresifitas karies?

1.3 Tujuan Makalah


1. Menjelaskan macam-macam karies pada anak dan perawatannya

2. Menjelaskan urutan karies pada periode gigi sulung dan bercampur

3. Menjelaskan progresifitas karies

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Macam-Macam Karies pada Anak dan Perawatannya

2.1.1 Lesi Putih / White Spot

Gambar 2.1 White spot.4

White spot terbentuk dari demineralisasi dari pH yang asam. Akan tetapi karena berkat
saliva (air ludah) asam yang ada di mulut bisa netral menjadi PH normal (=7) yang disebut
dengan remineralisasi.4

Terjadinya hal tersebut tidak terlepas dari proses demineralisasi, yaitu proses hilangnya
mineral hidroksiapatit dari enamel gigi. Faktor yang terbesar penyebabnya adalah makanan
dan minuman yang asam. Suasana yang asam dapat melarutkan enamel sehingga merusak
mineral-mineral pendukung gigi. Tidak hanya asam, karbohidrat (gula) juga menyebabkan
hal ini karena bakteri (Streptococcus mutans) memfermentasikan gula menjadi asam laktat
dalam mulut.4

Lesi karies dini atau yang disebut dengan white spot adalah adanya kehilangan sebagian
besar mineral di bawah permukaan enamel yang utuh disebut dengan incipient caries. Secara
klinis, lesi karies dini pada enamel pada awalnya terlihat berwarna putih opak dan lebih lunak
dibandingkan permukaan enamel sehat, dan berwarna putih apabila dikeringkan. Pada lesi
karies dini adanya kehilangan translusensi karena terjadinya porositas permukaan yang
disebabkan oleh demineralisasi. Perawatan harus dilakukan untuk mencegah white spot yang
merupakan lesi dini karies menjadi berkembang.5

White spot akan menghilang apabila permukaan gigi dalam keadaan terhidrasi (basah),
tidak menimbulkan masalah klinis kecuali mengganggu secara estetika. Tekstur permukaan

2
white spot tidak berubah dan tidak teraba apabila diperiksa dengan explorer (sonde). Pada
white spot lanjutan, tekstur permukaannya akan lebih lembut dibandingkan dengan
permukaan enamel normal, dapat diraba oleh explorer (sonde) yang merupakan tanda karies
aktif dan membutuhkan adanya tindakan lanjut berupa penambalan (restorasi).5

Menurut penelitian, white spot pada enamel dapat terjadi remineralisasi. Remineralisasi
merupakan kebalikan dari demineralisasi dimana penempatan garam-garam mineral kembali
ke enamel gigi. Remineralisasi dapat terjadi dengan jika pH saliva kembali normal dan
terbentuk kristal hidroksiapatit dan menutupi daerah yang terdemineralisasi. Untuk
remineralisasi penuh ini dibutuhkan waktu beberapa jam.5

2.1.1.1 Perawatan White Spot

White spot bisa hilang jika diobati segera. Menjaga kebersihan mulut dan
penyesuaian pola makan memungkinkan terjadinya proses remineralisasi. Berikut adalah cara
perawatan pada white spot:5

1. Pemberian fluoride

Aplikasi fluoride dapat menghasilkan hydroxyapatite yang tahan terhadap asam


(lebih tahan terhadap karies) dan mempercepat proses remineralisasi pada white spot.
Diaplikasikan pada gigi oleh tenaga profesional dengan brush selama beberapa menit
pada permukaan gigi yang kering. Fluoride diaplikasikan setiap 6 bulan sekali.

2. Casein phosphopeptide-amorphous calcium phosphate (CPP-ACP)

Pemberian CPP-ACP berupa GC Tooth Mousse yang diaplikasikan setiap hari.


CPP juga terdeteksi memiliki efek anti bakterial dan sebagai buffer terhadap plak dan
menghambat pertumbuhan serta perlekatan Streptococcus mutans. Bila
dikombinasikan dengan fluoride, CPP-ACP mempunyai efek untuk mengurangi
aktivitas karies. Penggunaan CPP-ACP bersamaan dengan fluoride pada pasta gigi
terbukti dapat mengurangi demineralisasi dan meremineralisasi white spot.

3. Mikroabrasi

Mikroabrasi adalah teknik penggunaan hydrochloric acid yang diseka pada


permukaan gigi untuk menghilangkan noda superficial (white spot atau stain coklat).

3
Produk ini, dikenal sebagai Prema compound atau Opalustre, untuk menghilangkan
noda atau cacat superfisial. Teknik ini bekerja dengan cara pengangkatan struktur gigi
yang rusak secara physical.6

Gambar 2.2 Mikroabrasi.4

Keterangan gambar mikroabrasi: (A) Pasien muda dengan noda fluorosis tidak
estetik pada gigi insisivus sentral. (B dan C) Senyawa Prema diaplikasikan dengan
cangkir karet khusus dengan tepi bergalur, serta kacamata pelindung dan rubber dam
diperlukan untuk keselamatan pasien. (D) Aplikator tangan untuk menggunakan
senyawa Prema. (E) Noda dikeluarkan dari gigi insisivus sentral kiri setelah
mikroaabrasi. (F) Permukaan enamel yang dirawat dipoles dengan pasta profilaksis.
(G) Fluoride topikal diterapkan pada permukaan email yang dirawat. (H) Hasil
estetika akhir.4

2.1.2 Nursing Caries

Karies anak usia dini (ECC) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
karies gigi yang ada pada gigi sulung anak-anak. Istilah-istilah seperti 'mulut botol
keperawatan', 'karies mulut botol', atau 'karies keperawatan' digunakan untuk
menggambarkan pola karies gigi tertentu di mana gigi seri primer atas dan molar primer

4
pertama atas biasanya paling terpengaruh. Geraham sulung primer pertama yang lebih rendah
juga sering karies, tetapi gigi seri yang lebih rendah biasanya dihindarkan — baik seluruhnya
bebas karies atau hanya sedikit terpengaruh. Beberapa anak hadir dengan karies yang luas
yang tidak mengikuti pola 'karies keperawatan'. Anak-anak tersebut sering memiliki banyak
gigi karies dan mungkin sedikit lebih tua (usia 3 atau 4 tahun) pada presentasi awal.
Presentasi ini kadang-kadang disebut 'karies merajalela'. Namun, tidak ada perbedaan yang
jelas antara karies merajalela dan karies keperawatan, dan istilah 'karies anak usia dini' secara
luas diakui sebagai istilah yang mencakup semua yang cocok.7

Dalam banyak kasus, ECC terkait dengan konsumsi minuman yang mengandung gula
dari botol atau 'jenis dinky' yang sering dikonsumsi (memiliki reservoir kecil yang dapat diisi
dengan minuman). Minuman berbasis buah paling sering dikaitkan dengan karies
keperawatan. Bahkan banyak dari mereka yang mengaku memiliki 'gula rendah' atau 'tanpa
gula tambahan' tampaknya mampu menyebabkan karies. Penyisihan gigi seri bawah yang
terlihat pada karies keperawatan diperkirakan akibat dari melindungi gigi seri bawah oleh
lidah selama menyusui, sementara pada saat yang sama gigi-gigi ini terendam dalam saliva
dari saluran sublingual dan submandibular. Gigi seri atas, di sisi lain, terkena cairan dari
botol.7

2.1.2.1 Perawatan Nursing Caries

1. Temporisasi rongga terbuka


2. Restorasi gigi secara definitive
3. Pencabutan gigi
4. Mengganti gigi yang hilang7

2.1.3 Karies Rampan

Karies rampan adalah lesi karies yang terjadi cepat, menyebar secara luas dan
menyeluruh sehingga cepat mengenai pulpa. Karies ini mengenai beberapa gigi, termasuk
gigi yang biasanya bebas karies yaitu gigi anterior bawah, dan banyak dijumpai pada gigi
sulung anak karena mengonsumsi makanan dan minuman kariogenik atau pada anak balita
yang sering mengudap makanan kariogenik diantara makanan utamanya. Karies rampan juga
merupakan lesi akut yang meliputi sebagian atau semua gigi yang telah erupsi,
menghancurkan jaringan mahkota gigi dengan cepat termasuk permukaan yang biasanya
imun terhadap karies, serta mengakibatkan terkenanya pulpa. Karies rampan yang spesifik
ialah baby bottle caries. Terdapat pada anak-anak yang berhubungan dengan riwayat masa

5
bayi, misalnya tertidur dengan botol susu masih di dalam rongga mulut yang berisi sirup atau
jus (mengandung gula), pemberian air susu ibu dengan periode lama, atau memakai dot
kosong yang dicelupkan dalam madu, sirup, atau gula. Frekuensi makanan karbohidrat yang
tinggi pada anak dengan kebiasaan tidur minum susu botol merupakan penyebab utama dari
penularan bakteri kariogenik.8

Gambar 2.3 Karies rampan pada anak.8

2.1.3.1 Perawatan Karies Rampan

Tindakan yang dilakukan pada kunjungan pertama ialah menghilangkan rasa nyeri
yang dapat dilakukan penumpatan sementara dengan obat-obatan yang diberikan pada
kavitas. Pemberian obat dapat dilakukan secara lokal maupun oral. Pemberian obat secara
lokal dilakukan langsung dengan zinc oxide eugenol, sedangkan pemberian secara oral yaitu
obat-obatan sedatif dan analgesik. Obat ini diberikan terutama pada nyeri yang telah lanjut,
dan bermanfaat untuk mencegah pertumbuhan bakteri penyebab karies. Bila rasa nyeri telah
hilang, maka perawatan dapat dilanjutkan.8

Dalam pengendalian karies, perawatan karies rampan harus dilakukan secara


sistematis dan komprehensif serta sesuai dengan prinsip pencegahan dan perawatan secara
menyeluruh. Hal selanjutnya yang dilakukan dalam perawatan ialah mengurangi aktivitas
bakteri untuk menghentikan karies, dan mencegah penjalaran yang cepat ke arah pulpa untuk
mengurangi perkembangbiakan bakteri serta adanya bau mulut. Juga perlu dilakukan oral
profilaksis dengan cara menyikat gigi secara benar dan teratur.8

Dalam melakukan perawatan perlu diperhatikan penanggulangan tingkah laku anak


yang memang memerlukan keahlian tersendiri. Pada prinsipnya penanggulangan tingkah laku
dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan yang bersahabat sehingga tidak terkesan
bahwa dokter gigi itu akan menyakiti. Dalam melakukan perawatan khusus pada penderita
karies rampan yang umumnya masih sangat muda, harus dihindarkan kesan nyeri. Bila

6
melakukan perawatan pilih pertama yang tidak menyakitkan atau bahkan yang dapat
menyenangkan hati anak. Perawatan harus sesingkat mungkin agar anak tidak bosan. Selain
itu pula perlu dipersiapkan teknik atau cara untuk meningkatkan motivasi anak selama
perawatan.8

Tabel 2.1 Pemberian fluor pada anak.8

2.1.4 Karies Terhenti

Karies terhenti atau lesi karies yang tidak berkembang bisa disebabkan karena faktor
lingkungan. Karies ini biasanya paling sering terjadi di bagian labial maupun lingual gigi,
terkadang apabila terdapat perubahan kondisi lingkungan yang sangat baik, dapat
menyebabkan karies melambat bahkan terkadang pada lesi karies terjadi proses
remineralisasi.9

Penggunaan silver diamina fluorida (SDF) 38% sebagai arresting caries treatment
(ACT) pada anak: Cara kerja SDF merupakan prosedur non-invasif yang cepat dan mudah
digunakan dalam menghentikan proses perkembangan karies gigi. Penggunaan SDF ini
merupakan metoda Arresting Caries Treatment (ACT). SDF menggabungkan efek penguatan
gigi dari natrium fluoride (NaF) dan efek nitrat perak. Konsentrasi efektif solusi SDF 38%
(44.800 ion fluoride ppm) digunakan untuk menghambat perkembangan karies pada gigi
sulung anak-anak, terutama anak-anak yang sulit untuk dilakukan perawatan.10

2.2 Urutan Karies pada Periode Gigi Sulung dan Bercampur


Kerusakan gigi pada bayi dan balita memiliki pola khas. Definisi yang pertama kali
digunakan untuk menggambarkan kondisi ini terkait dengan etiologi, dengan fokus pada
penggunaan praktik keperawatan yang tidak tepat. Hal ini menghasilkan istilah "nursing
bottle mouth," "baby bottle tooth decay," "nursing bottle syndrome," dan "nursing caries."
Inisiasi karies yang diterima secara internasional saat ini dengan onset usia dini adalah
“karies anak usia dini” atau “early childhood caries (ECC)”.11

7
ECC memiliki hubungan dengan faktor keturunan dan faktor etiologi yang herediter.
Kehadiran enamel hipoplasia, misalnya, adalah salah satu cacat perkembangan enamel terkait
dengan peningkatan risiko ECC. Selama beberapa tahun terakhir faktor-faktor yang terkait
dengan latar belakang ibu telah diselidiki sebagai prediktor ECC; berat dan asupan gula dan
lemak ibu dalam kehamilan, bakteri air liur ibu, tingkat kandungan 25-hidroksivitamin D
pranatal ibu, mode hubungan pengiriman dengan kolonisasi mutasi strepto cocci, menyusui
selama 18 bulan atau lebih, menyusui malam hari setelah usia 12 bulan, dan status kesehatan
mulut ibu.11
Predisposisi karies gigi pada anak lebih kepada kondisi gigi sendiri yang secara alami
mudah terjadi karies seperti konfigurasi anatomis yaitu pit, fisur yang dalam, bentuk anatomis
gigi yang mempunyai sifat self cleansing yaitu embrasur dan sepertiga servikal, posisi gigi
pada lengkung gigi, hubungannya terhadap kelenjar ludah, mudah tidaknya dibersihkan
dengan sikat gigi, kebiasaan mengunyah yang salah. Sisi yang tidak berfungsi akan cepat
mengendapkan sisa-sisa makanan dan gigi yang terhambat pertumbuhannya, misal
impacted.12
Bentuk anatomis gigi sulung dan letaknya pada lengkung gigi menentukan
kerentanannya terhadap serangan karies. Gigi molar jauh lebih rentan terhadap karies
dibandingkan gigi lain. Hasil penelitian menunjukkan gigi molar satu tetap merupakan gigi
yang mudah terserang karies dengan presentase 66 – 88 % diantara semua gigi pada anak-
anak.12
Urutan gigi-gigi yang mudah terserang karies yaitu untuk gigi sulung adalah incisivus
atas, molar bawah, caninus atas, molar atas, caninus bawah dan incisivus bawah. Sedangkan
untuk gigi tetap urutannya dimulai dari molar bawah, molar atas, premolar atas.12
Gigi insisivus atas sulung mudah terkena karies, karena enamel di permukaan lebih
tipis dan kurang padat dibandingkan permukaan oklusal gigi molar susu. Di samping itu gigi
insisivus erupsi paling awal sehingga paling lama berkontak dengan ASI (Air Susu Ibu) atau
PASI (Pengganti ASI) Gigi depan bawah (sulung atau tetap) biasanya imun terhadap karies,
karena adanya muara saliva sehingga self cleansing lebih baik. Keadaan gigi akan disebut
parah bila karies telah menyerang gigi depan. Urutan permukaan gigi yang diserang karies
antara lain adalah pit, fisur (oklusal, bukal dan palatal), kontak proksimal dan kontak
servikal. Perbandingan karies pit dan fisur terhadap karies proksimal dan servikal 8 : 4 : 1.13

8
Pada usia 1 tahun beberapa anak telah mengalami lesi karies dan pada usia 3 tahun
sekitar 30% memiliki karies (termasuk lesi karies yang tidak berkavitasi). Tanda pertama
karies gigi pada bayi dengan ECC adalah penampakan daerah demineralisasi putih pada
bagian serviks dari permukaan bukal gigi anterior rahang atas, sedangkan gigi insisivus
rahang bawah biasanya tetap tidak terpengaruh. Permukaan yang paling sering terkena pada
anak-anak di atas usia pra-sekolah (3,5 tahun) adalah permukaan oklusal dari molar primer
kedua. Ini sesuai dengan André Kramer et al. yang menyimpulkan bahwa molar primer kedua
membawa beban terbesar penyakit karies, dalam hal lesi karies awal dan nyata pada usia 3
tahun. Pada usia 5 tahun, permukaan oklusal dari molar primer kedua masih paling
terpengaruh, tetapi pada usia ini diikuti oleh permukaan perkiraan antara molar primer. Lesi
perkiraan molar mendominasi peningkatan gigi sulung primer.11

2.3 Progresifitas Karies

Perkembangan dan morfologi lesi karies bervariasi, tergantung pada tempat asal dan
kondisi di mulut (lihat Gambar 2.4, 2.5, dan 2.6). Waktu untuk perkembangan dari karies
baru jadi ke karies klinis (kavitasi) pada permukaan halus diperkirakan 18 bulan, lebih kurang
6 bulan. Tingkat puncak untuk kejadian lesi baru terjadi 3 tahun setelah erupsi gigi.14

Lesi pit dan fisura oklusal berkembang dalam waktu kurang dari karies permukaan
halus. Baik kebersihan mulut yang buruk dan seringnya terpapar makanan yang mengandung
sukrosa dapat menghasilkan lesi yang baru jadi (white spot) (bukti klinis pertama
demineralisasi) hanya dalam 3 minggu. 14

Xerostomia (mulut kering) yang diinduksi oleh radiasi dapat menyebabkan


perkembangan karies klinis hanya dalam waktu 3 bulan sejak timbulnya radiasi. Dengan
demikian, perkembangan karies pada orang sehat biasanya lambat dibandingkan dengan
tingkat kemungkinan pada orang yang dikompromikan. 14

9
Gambar 2.4 Asal lesi karies yang bervariasi. 14

Keterangan gambar 2.4:

A. Karies mungkin berasal dari banyak tempat berbeda: pit and fissure (a), permukaan
mahkota yang halus (b), permukaan akar (c). Lesi permukaan proksimal mahkota tidak
diilustrasikan di sini karena merupakan kasus khusus lesi permukaan halus.
Histopatologi dan perkembangan lesi fasial (atau lingual) dan proksimal adalah identik.
Garis putus-putus menunjukkan potongan yang digunakan untuk mengungkapkan
penampang yang diilustrasikan dalam Gambar 2.4, a dan C.
B. Pada penampang, ketiga jenis lesi menunjukkan tingkat perkembangan dan morfologi
yang berbeda. Lesi yang diilustrasikan di sini dimaksudkan untuk mewakili masing-
masing jenis. Tidak ada hubungan khusus antara tiga lesi yang tersirat. Lesi pit dan fisura
memiliki bagian kecil asal yang terlihat pada permukaan oklusal tetapi memiliki basis
yang luas. Bentuk keseluruhan lesi pit dan fisura seperti V terbalik. Sebaliknya, lesi
permukaan halus berbentuk V dengan daerah asal yang luas dan puncak V mengarah ke
pulpa (p). Karies akar dimulai langsung pada dentin. Lesi permukaan-akar dapat
berkembang dengan cepat karena dentin kurang tahan terhadap serangan karies.
C. Lesi karies lanjut menghasilkan perubahan histologis yang cukup besar dalam email,
dentin, dan pulpa. Invasi bakteri pada lesi menghasilkan demineralisasi dan proteolisis
dentin yang luas. Secara klinis dentin nekrotik ini tampak lunak, basah, dan lembek.
Lebih dalam dari pulpa, dentin didemineralisasi tetapi tidak diinvasi oleh bakteri dan
secara struktural utuh. Jaringan ini tampak kering dan kasar teksturnya. Dua jenis
respons pulpa dentin diilustrasikan. Di bawah lesi pit dan fisura dan lesi permukaan
halus, odontoblas telah mati, meninggalkan tubulus kosong yang disebut saluran mati
(dead tracts). Odontoblas baru telah dibedakan dari sel-sel mesenkim pulpa. Odontoblas
baru ini kemudian menghasilkan dentin reparatif (rd), yang menutup saluran mati. Jenis
lain dari reaksi pulpa dentin adalah sklerosis (s), termasuknya tubulus oleh dentin
peritubular. Ini diilustrasikan di bawah lesi karies akar.

10
Gambar 2.5 Perkembangan karies dalam pit dan fisura. 14

Keterangan gambar 2.5:

A. Lesi awal berkembang di dinding lateral fisura. Demineralisasi mengikuti arah batang
enamel, menyebar ke samping, saat mendekati DEJ.
B. Segera setelah lesi email awal terjadi, reaksi dapat dilihat pada dentin dan pulpa.
Pemeriksaan lesi secara paksa pada tahap ini dapat menyebabkan kerusakan pada enamel
berpori yang melemah dan mempercepat perkembangan lesi. Deteksi klinis pada tahap
ini harus didasarkan pada pengamatan perubahan warna dan kekeruhan enamel yang
berdekatan dengan fisura. Perubahan-perubahan ini dapat diamati dengan membersihkan
dan mengeringkan fisura secara hati-hati.
C. Kavitasi awal dari dinding yang berlawanan dari fisura tidak dapat dilihat pada
permukaan oklusal. Kekeruhan dapat dilihat yang mirip dengan tahap sebelumnya.
Remineralisasi enamel karena jumlah jejak fluoride dalam saliva dapat membuat
perkembangan lesi pit dan fisura lebih sulit untuk dideteksi.
D. Kavitasi yang luas pada dentin dan merusak enamel penutup akan menggelapkan
permukaan oklusal.

11
Gambar 2.6 Bagian longitudinal (lihat bagian A) menunjukkan inisiasi dan perkembangan karies pada
permukaan interproksimal. 14

Keterangan gambar 2.6:

A. Demineralisasi awal (ditunjukkan oleh bayangan dalam email) pada permukaan


proksimal tidak dapat dideteksi secara klinis atau dengan radiografi. Semua
permukaan proksimal didemineralisasi sampai taraf tertentu, tetapi sebagian besar
didemineralisasi dan menjadi kebal terhadap serangan lebih lanjut. Kehadiran
sejumlah kecil fluoride dalam saliva hampir memastikan bahwa remineralisasi dan
kekebalan terhadap serangan lebih lanjut akan terjadi.
B. Ketika karies proksimal pertama kali terdeteksi radiografi, permukaan enamel
kemungkinan masih utuh. Permukaan yang utuh sangat penting untuk keberhasilan
remineralisasi dan menahan lesi. Demineralisasi dentin (ditunjukkan oleh bayangam
pada dentin) terjadi sebelum kavitasi permukaan enamel. Perawatan yang dirancang
untuk mendorong remineralisasi dapat efektif hingga tahap ini.
C. Kavitasi permukaan enamel adalah peristiwa penting dalam proses karies di
permukaan proksimal. Kavitasi adalah proses yang ireversibel dan membutuhkan
perawatan restorasi / koreksi permukaan gigi yang rusak. Kavitasi hanya dapat
didiagnosis dengan pengamatan klinis. Penggunaan explorer yang tajam untuk
mendeteksi kavitasi merupakan masalah karena kekuatan yang berlebihan dalam
aplikasi ujung explorer selama inspeksi permukaan proksimal dapat merusak email
yang melemah dan mempercepat proses karies dengan menciptakan kavitasi.
Pemisahan gigi dapat digunakan untuk memberikan inspeksi visual yang lebih
langsung dari permukaan yang dicurigai. Penerangan serat optik dan penyerapan zat
warna juga menjanjikan prosedur evaluasi baru, tetapi tidak ada yang khusus untuk
kavitasi.

12
D. Lesi yang mengalami kavitasi lanjut membutuhkan intervensi restoratif yang cepat
untuk mencegah penyakit pulpa, membatasi kehilangan struktur gigi, dan
menghilangkan nidus infeksi organisme odontopatik.

13
BAB 3

KESIMPULAN

1. Macam-macam karies pada anak terdiri atas:


a. White spot atau lesi putih
b. Nursing caries
c. Karies rampan
d. Karies terhenti
2. Urutan gigi-gigi yang mudah terserang karies yaitu untuk gigi sulung adalah incisivus
atas, molar bawah, caninus atas, molar atas, caninus bawah dan incisivus bawah.
Sedangkan untuk gigi tetap urutannya dimulai dari molar bawah, molar atas, premolar
atas.
3. Urutan permukaan gigi yang diserang karies antara lain adalah pit, fisur (oklusal, bukal
dan palatal), kontak proksimal dan kontak servikal.
4. Perkembangan dan morfologi lesi karies bervariasi, tergantung pada tempat asal dan
kondisi di mulut.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Sinaga A. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan perilaku Ibu dalam Mencegah


Karies Gigi Anak Usia 1–5 Tahun di Puskesmas Babakan Sari Bandung. Jurnal
Darma Agung. 2013. XXI: 1–10.
2. Kumala P, dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC; 2006.
3. Suwelo. Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi: Kajian pada Anak
Usia Prasekolah. Jakarta: EGC; 1992.
4. Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ. Studervant’s Art and Science of Operative
Dentistry. 5th edition. St Louis: Mosby Elsevier. 2006: 613.
5. Roopa KB, Sidhant P, Parameswarappa P. White spot lesion; a literature review.
Journal of pediatric dentistry. Jan-Apr 2015; vol (3): 1-6.
6. Ambuj Chandna, Aseem Sharma, Gaurav Sharma. White spot lesions – a review
article. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences. June 2016: 68-69.
7. Welbury RR, Paediatric Dentistry, 2nd ed, Oxford, New York, 2001: 93-102, 117-20.
8. Mariyati NW. Pencegahan dan Perawatan Karies Rampan. Jurnal Biomedik. 2015.
Vol 7:1.
9. Kidd, E.M.M. Essentials of Dental Caries,3 rd edition. New York: Oxford University
Press. 2005.
10. Lendrawati. Penggunaan silver diamina fluorida (SDF) 38% sebagai arresting caries
treatment (ACT) pada anak. Journal majalah kedokteran andalas vol 35. 2011.
11. Koch G, Poulsen S, Espelid I, Haubek D. Pediatric Dentistry A Clinical Approach. 3 rd
ed. West Sussex, UK: John Wiley & Sons, Ltd; 2017: 104-107.
12. Millet D, Welbury R. Clinical problem solving in orthodontics and paediatric
dentistry, Sydney-Toronto, 2005.
13. Cameron AC, Widmer RP. Handbook of pediatric dentistry, 2nd edition, Mosby
Company, Sydney-Toronto, 2007.
14. Sturdevant CM. The Art and Science of Operative Dentistry, 4rd ed, Mosby, St.Louis,
2002: 80, 82, 86, 92.

15

Anda mungkin juga menyukai