Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma lahir merupakan akibat trauma mekanik selama proses
kelahiran yang merupakan gabungan dari kekuatan kontraksi kompresi,
putaran, dan tarikan. Beberapa factor yang berperan dalam trauma lahir
adalah factor ibu yang berkaitan dengan kekuan jalan lahir, fator bayi
yang berkaitan dengan diskrepansi antara besar serta posisi bayi dengan
jalan lahir (macrosomia, makrosefalia, anomaly fetus, disproporsi
sefalopelvik,distosia bahu, presentasi abnormal seperti bokong, muka,
dahi, dan letak lintang, premature, partus prsipitarus), factor luar yang
berupa tindakan persalinan (pemakaian forceps, vakum, tindakan versi-
ekstraksi).
Inkontinensia urin didefinisikan oleh internasional continence
society (ICS) sebagai suatu kondisi dimana terjadi kehilangan urin tanpa
disengaja melalui meatus uretra yang dapat berakibat pada masalah social
dan kebersihan yang dapat diobservasi. Terdapat tiga tipe inkontinensia
yaitu inkontinensia stress yang merupakan kehilangan urin tanpa disadari
yang terjadi secara tiba-tiba akibat beberapa aktivitas seperti batuk,
tertawa, dan bersin.
Di Indonesia jumlah penderita inkontinensia urin sangat signifikan.
Pada tahun 2006 diperkirakan sekitar 5,8% dari jumlah penduduk
mengalami inkontinensia urin. Tetapi penanganannya masih sangat
kurang. Hal ini disebabkan karena masyarakat belum tahu tampat yang
tepat untuk berobat disertai kurangnya pemahaman tenaga kesehatan
tentang inkontinensia urin (Depkes, 2012).
Fistula vesiko vaginalis merupakan hubungan abnormal antara
vesikourinaria dengan vagina yang menyebabkan urin keluar terus
menerus melalui vagina. Di eropa dan amerika utara, fistula obsentrik
telah ditemukan sejak seratus tahun yang lalu dan mulai menghilang.
Umumnya kasus ini merupakan efek samping dari terapi bedah dengan
radium dan sinar x yang dalam penatalaksanaan keganasan pada daerah
pelvis. Obsentris fistula muncul akibatkan trauma persalinan yang
mengenai 50.000-100.000 wanita setiap tahun secara global fistula
obsentri merupakan suatu kondisi yang dapat dicegah dan di obati.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan keperawatan pasien pada Trauma Melahirkan :
Inkontinensia Urin
2. Bagaimana Asuhan keperawatan pasien pada Trauma Melahirkan : Fistula
Genetalia
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui trauma akibat melahirkan : Inkontinensia urin
2. Untuk mengetahui trauma akibat melahirkan : Fistula Genetalia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Trauma melahirkan
Trauma lahir merupakan akibat trauma mekanik selama proses kelahiran yang
merupakan gabungan dari kekuatan kontraksi kompresi, putaran, dan tarikan.
Beberapa factor yang berperan dalam trauma lahir adalah factor ibu yang berkaitan
dengan kekuan jalan lahir, fator bayi yang berkaitan dengan diskrepansi antara besar
serta posisi bayi dengan jalan lahir (macrosomia, makrosefalia, anomaly fetus,
disproporsi sefalopelvik,distosia bahu, presentasi abnormal seperti bokong, muka,
dahi, dan letak lintang, premature, partus prsipitarus), factor luar yang berupa
tindakan persalinan (pemakaian forceps, vakum, tindakan versi-ekstraksi).
Trauma lahir masih merupakan masalah utama dalam pelayanan obstetri. Faktor-
faktor yang diduga berhubungan dengan trauma lahir adalah makrosomia,
disproporsi kepala panggul, persalinan dengan penyulit, presentasi bokong (letak
sungsang), dan penggunaan alat pada proses persalinan. Secara keseluruhan, 5-8
neonatus per 100.000 kelahiran hidup meninggal akibat trauma lahir, sementara 25
neonatus per 100.000 kelahiran hidup meninggal akibat hipoksia.5 Menurut Garcia
dkk,6 faktor risiko yang berhubungan dengan trauma lahir adalah faktor maternal,
bayi, dan proses persalinan.
Menurut Sussman (2000) yang menjelaskan bahwa pengalaman melahirkan
adalah suatu masa krisis di mana proses persalinan merupakan kondisi yang
menegangkan dan mencemaskan bagi wanita dan keluarga, terutama persalinan
dengan tindakan bedah. Sejumlah 8 – 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran
menjadi orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan tenaga
kesehatan. Melahirkan merupakan kejadian hidup yang sangat berarti bagi ibu,
demikian juga tidak kalah pentingnya perubahan peran menjadi orang tua.
B. Inkontinensia urine

Dilip Visvanathan :Inkontinensia feses dapat diartikan sebagai keluarnya


feses atau flatus diluar kendali atau inkontinensia urgensi yang berdampak buruk
terhadap mutu kehidupan. keadaan ini merupakan keadaan yang seringkali
memalukan sehingga biasanya tidak dilaporkan. prevalensi inkontinensia feses yang
ditemukan melalui wawancara langsung dengan perempuan sebelum melahirkan
pada usia gestasi 34 minggu dan setelah pelahiran ternyata masing-masing sebesar
0,7%,6,0% dan 5,5% suatu penelitian multicentre menemukan bahwa prevalensi
inkontinensia feses persisten adalah sebesar 3,6%.

kemampuan mengendalikan pengeluaran feses dipertahankan oleh kerja


beberapa unsur anatomis dan fisiologis yang terkoordinasi rappi meliputi sfingter ani
internus dan eksternus serta otot puborektalis . defekasi memerlukan adanya sensasi
anorektal ditambah pengendalian nya oleh korteks serebri. disfungsi berbagai
komponen ini dapat menimbulkan inkoontinensia feses.

a. Gejala inkontinensia feses :


a) keluarnya flatus dalam keadaan yangs secara sosial tidak pantas
b) keluarnya feses cair tanpa terkendali
c) perlunya memakai tampon/ popok karena ada gejala anal
d) keluarnya feses padat tanpa terkendali
e) urgensi feses
b. Inkontinensia urine

James Green setidaknya seperempat perempuan akan mengalami beberapa


bentuk inkontinensia dalam kehidupan mereka sebagai manusia dewasa. insidens nya
meningkat seiring dengan usia sehingga prevalens nya pada kaum lanjut usia adalah
sekitar 50% penyebabnya multifaktorial dan etiologi nya dapat dibagi menjadi
penyebab anatomis dan fisiologis. penyebab fisiologis dapat dibagi menjadi
disfungsi kandung kemih dan disfungsi saluran keluar.

a. penyebab anatomis meliputi :


a) kongenital ureter ektopik, spina bifida okulta atau
b) didapat fustula yang disebabkan oleh tumor, infeksi dan kelahiran atau
mungkin pula iatrogenik (pembedahan)
b. penyebab fisiologis meliputi :
a) disfungsi kandung kemih
b) disfungsi uretra/ saluran keluar
c) campuran kedua hal diatas

penyebab anatomis biasanya menyebabkan kebocoran urine terus


menerus sementara kebocoran akibat disfungsi bersifat episodik . penyebab
inkontinensia urin sesaat meliputi infeksi saluran kemih, mobilitas terbatas,
konstipasi, penyakit akut, kebingungan, demensia, diabetes melitus atau
insipidus, gagal jantung, begitu pula dengan beberapa obat khususnya diuretik,
penenang dan agen anti kolinergik.

penyebab neurologis inkontinensia urine harus selalu dipertimbangkan


sebagai diagnosis banding diagnosis banding ini berkisar dari “luapan” terus
menerus yang disebabkan oleh atonia kandung kemih hingga masalah fungsional
ketika terdapat ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi buang air kecil
akibat masalah mental atau mobilitas. pada keadaan yang lebih jarang penyebab
inkontinensia situasional dapat timbul sewaktu berhubungan seksual atau tertawa
terbahak bahak

evaluasi primer pada inkontinensia urine diarahkan untuk


mengelompokan jenis inkontinensia. ini seringkali dilaksanakan seperti pada pola
inkontinensia urine yang campur aduk keterlibatan komponen urgensi dan stres
jauh lebih sering dijumpai ketimbang komponen urgensi atau stress yang berdiri
sendiri.

1. Inkontinensia urine urgensi


Definisi inkontinensia urin urgensi adalah keluarnya urine diluar kendali sadar
akibat peningkatan tekanan kandung kemih oleh sebab kontraksi kandung kemih .
gejala utama nya adalah keluarnya urine disertai perasaan urgensi dan berkemih
sebelum mampu mencapai toilet. ini merupakan masalah yang sulit diatasi dan
tingkat keberhasilan nya bervariasi.
Terapi :
a. Obati tiap penyebab dasar : misal infeksi, inflamasi, obstruksi, batu,
neoplasma, penyakit neurologis.
b. terapi perilaku : pengaturan waktu berkemih (sekitar 2-3 jam) atau
latihan berkemih selama sekitar 6 minggu
c. terapi farmakologik : antagonis kolinergik muskarinik dan anti depresan
trisiklik
d. pembedahan : suntikan botulinum, perangsang saraf sakral, sistoplasti
augmentasi, alternatif lainnya meliputi rizolisis subtrigonal, auto
augmentasi.
2. Inkontinensia urine stress
Definisi inkontinensia urine akibat stress adalah keluarnya urine diluar
kendali akibat peningkatan tekanan intraabdominal yang mampu mengalahkan
tahanan saluran keluar kandung kemih pada keadaan tidak adanya kontraksi
kandung kemih sejati”gejala utama nya adalah keluarnya urine diluar kendali
pada aktifitas (batuk, tertawa, bersin, mengangkat atau mengejan). inkontinensia
urine stres dapat disebabkan oleh hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra
proksimal atau hilangnya mekanisme penunjang uretra posterior.
akan tetapi bila inkontinensia ini terus terjadi pada keadaan baiknya
penunjang dasar panggul, defisiensi sfinger intristik perlu dipertimbangkan.
terapi keadaan ini meliputi penyatuan mukosa uretra pada tingkat leher kanding
kemih dan uretra proksimal . angka keberhasilan terapi bedah inkontinensia urine
akibat stress adalah 75-90%
Terapi :
a. Terapi perilaku : biofeedback, latih dasar panggul (kegel) selama
setidaknya 3 bulan, konus/ pemberat vagina.
b. terapi farmakologis : agonis alfa adrenergik, antidepresan triisiklik
c. sulih estrogen (intermitten) dapat membantu beberapa orang
d. pembedahan : prosedur tape mid uretra obturator transvagina bebas
tegangan, teknik suspensi leher kandung kemih

Inkontinensia urin atau pengeluaran urin yang tidak disadari dapat kontinu atau
intermiten. klasifikasi :

1. kontinensia kontinu
a. kelainan kongenital
b. pembentukan fistula setelah tindakan operasi, persalinan, keganasan pelvis atau
terapi radiasi
2. Intkontinensia intermiten
a. inkontinensia stress
b. Disnergia detrusor – kandung kemih tidak stabil
c. inkontinensia desakan
d. inkontinensia luapan (overflow)
 Kandung kemih hipotonik
 kandung kemih neurogenik
e. deformitas uretra
3. Data Subjektif

Riwayat yang terperinci dari mulai timbul dan sifat gejala urinaria merupakan
prasyarat utama untuk melakukan diagnosis yang akurat. pengosongan yang tidak
disadari yang berkaitan dengan batuk, bersin, mengejan, tertawa atau mengangkat beban
dan tan pa sensasi penuhnya kandung kemih merupakan tanda khas inkontinensia stress.
pengosongan yang tidak disadari segera setelah sensasi penuhnya kandung kemih yang
tidak berhubungan dengan berbagai stress biasanya disebabkan oleh iritasi vesika
(inkontinensia desakan). Gejala-gejala yang bertalian dengan infeksi traktus urinarius
meliputi sering kencing, rasa panas waktu kencing, disuria dan mungkin demam.

apabila pengosongan terjadi secara spontan tanpa disertai berbagai sensasi atau
kerja spesifik, kemungkinan kandung kemih neurogenik atau inkontinensia luapan perlu
dipertimbangkan.

kebocoran saluran kemih yang kontinu memberikan kesan adanya fistula uretero
vagina atau vasikovagina. riwayat pembedahan pelvis melahirkan dengan tindakan
obstetrik radiasi atau trauma insidentil termasuk di dalam nya fraktur pelvis laserasi
traktus urinarus dapat memberikan kunci petunjuk diagnostic.

4. Data Objektif

Pemeriksaan vulva : Eritema difusa, kebasahan dan maserasi dapat berkaitan


dengan fistula vagina atau suatu ureter ektopik.pemeriksaan vagina : letak suatu fistula
vesikovagina atau uretero vagina mungkin dapat dilihat.sistokele dan uretrokele
cenderung berkaitan dengan inkontinensia stres. apabila urin keluar ketika pasien disuruh
mengejan itu pertanda adanya inkontinensia stress.

5. Diagnose Banding

Inkotinensia urin kontinu biasanya disebabkan oleh fistula di antara ureter atau
kandung kemih dan vagina, atau lebih jarang, pada ureter ektopik kongenital. ada kasus
fistula ureterovagina, pasien dapat mengalami perembesan urin dari vaginasecara tidak
sengaja di luar kontrol terhadap kandung kemih itu sendiri, karena satuureter tetap utuh.
Pada kasus fistula vesikovagina (Gb. 88-1 C), kebocorannya konstandan menyeluruh,
karena kandung kemih tidak pernah terisi. Pada kasus fistula uretra, tetesan terjadi setelah
urinasi, karcna urin terkumpul di dalam vaginaselama miksturisi.
Pada saat yang lampau, fistula traktus urinarius sering disebabkan oleh trauma obstetrik.
Sekarang ini, kebanyakan fisula terjadi akibat trauma tra ktus urinarius yang
tidakdiketahui pada waktu pembedahan pelvis. Penyebab-penycbab lainnya meliputi
keganasan, terapi radiasi bagi kanker serviks dan trauma insidentil yang meliputi fraktur
pelvis.

Trauma langsung pada kandung kemih pada saat pembedahan menyebabkan hematuria.
Kecuali jika kandung kemih terdiri dari kateter indwelling, urin yang hilang melalui
vagina dapat tampak segera atau dalam beberapa jam di dalam periode pascaoperasi.Bila
trauma bedah mengurangi pasokan darah kandung kemih, nekrosis jaringanakan
mendahului pembentukan fistula. Inkontinensia urin bisa tidak terjadi sampai 7-14hari
setelah pembeda han. Tindakan bedah yang luas karena keganasan pelvis daniradiasi
pelvis sebelumnya meningkatkan risiko fistula vesikovaginal.

inkontinensia stres adalah keluarnya urin yang tidak disadari pada pancaran melaluiuretra
yang utuh akibat peningkatan tekanan intraabdomen yang mendadak (batuk, berbangkis,
mengangkat, tertawa, atau mengejan). Faktor-faktor penyebabnya meliputi

1) defek anatomi penyokong uretra dan jaringan leher kandung kemih,


2) kurangnya tonusotot-otot di sekitar uretra bagian proksimal dan leher kandung
kemih,
3) defekgerakan uretra.

Uretra tidak mempu mencegah jalannya urin pada peningkatan tekananintra


abdomen yang tiba-tiba. (Tipe 1 inkontinensia stres ditandai dengan bilangnya sudut
uretrovesikal posteriorsecara lengkap atau hampir lengkap dengan sudut penyimpangan
uretra yang normal.Tipe 2 inkontinensia stres ditandai dengan peningkatan dan
pembalikan sumbu normalpenyimpangan uretra karena turunnya uretra, serta hilangnya
sudut uretrovesikal posterior

Disnergia detrusor (kandung kemih tidak stabil) ditandai dengan kontraksi


detrusorspontan dengan hilangnya urin secara tidak disadari. Detrusor tampak memberi
responsyang berlebiban terbadap gerakan yang tiba-tiba, pikiran, perubahan suhu, suara
aliranair, dan sebagainya. Bila batuk atau lompatan menyebabkan detrusor kontraksi,
hilangnya urin tidak terjadi secara simultan dengan stres tetapi beberapa detik kemudian.
Inkontinensia desakan : kandung kemih cenderung hiperiritable biasanya
disebabkan karena trauma atau kondisi peradangan (trigonitis, sistitis). sering kandung
kemih kontraksi. urin hilang segera setelah pasien mengenali desakan untuk
mengosongkan kandung kemih.inkontinensia luapan. kandung kemih hipotonik ; pada
distensi yang berlebihan karena obstruksi uretra atau penghambata otot polos vesika oleh
obat-obatan atau anastetik terjadi tetesan konstan atau intermiten .Kandung Kemih
Neurogenik: Lesi neurologik bagian bawah menyebabkan atoniakandung kemih dengan
kapasitass yang meningkat dan sejumlah besar urin residu, Faktor-faktor etiologiknya
mencakup pembedahan radikal, trauma medula spinalis, tumorspinal, diabetes, tabes
dorsalis, sklerosis multipel, dan poliomielitis paralitik.

Deformitas Uretra: Pasien dengan stenosis uretra atau dengan divertikel sering
masihmenetes kan sejumlah moderat urin setelah mengosongkan kandung kemihnya

6. Data Diagnosik Tambahan

Urinalisis penting untuk mengevaluasi penyakit saluran kencing. Bakteriuria dan


piuriamenunjukkan infeksi. Urin residu harus diukur setelah pengosongan kandung kemih
untuk mengidentifikasi luapan inkontinensiaBiakan urin dan pemeriksaansensitivitas
mengidentifikasi kelainan salurankencing.Sistoskopi diindikasikan bila ada kecurigaan
akankelainan patologis kandung kemih. Tempat nya yang pasti dan luasnya fistula
vesikovagina dapat dilihat.Sistouretrogram sinar-X menggambarkan hubungan anatomi
sudut uretrovesikalis serta penyimpangan sudut uretra. Sistouretrogram rantai manik
metalik sering bermanfaat.Peninggian taut uretrovesikal (tes Bonney) dapat
menghilangkan gejala stres inkontinensia.Pielogram intravena dapat mengungkapkan
adanya obstruksi ureter atau fistulauretero-vagina.Pemeriksaan urodinamik dapat
mengidentifikasi kontraksi detrusor prematur ataukelainan kontra ksi detrusor yang
merupakan tanda dari disnergia detrusor.Identifikasl Fistula: Untuk membedakan antara
fistula vesikovagina dengan ureterovagina, spons kering atau tampon dimasukkan ke
dalam vagina. Biru metilen atauindigo karmin kemudian dimasu kkan ke dalam kandung
kemih. Bila pewarna mewarnaispons, fistula melibatkan kandung kemih dan vagina. Bila
spons tetap kering, indigokarmin disuntikan secara intravena. Pelunturan warna spons
menunjukkan bubungan antara ureter dan vagina.

7. Penatalaksanaan dan Pendidikan Pasien


a. Stres Inkontinensia pada permulaan dapat ditangani dengan latihan yang
dirancanguntuk memperkuat muskulus pubokoksigeus. Perbaikan dengan bedah
biasanya diperlukan bila hilangnya urin disebabkan oleh rasa malu sosial,
perlunya memakai bantalanatau pakaian pelindung, atau maserasi vulva kronik.
b. Disnergia Detrusor: Lima miligram oksibutinin klorida (Ditropan) 2-4 kali
sehari dapat membantu.
c. Inkontinensia Desakan Keadaan patologis intrinsik kandung kemih
memerlukanterapi yang sesuai. Infeksi kandung kemih diobati dengan antibiotik,
antibiotik spesifiktergantung pada patogen yang terisolasi
d. Inkontinensia luapan diobati dengan menggunakan kateter indwelling untuk
mencegah akumulasi urin residu
e. Kerusakan traktus urinarius yang ditemui pada pembedahan atau akibat
dantrauma akut diperbaiki dengan segera
f. Fistula tidak diperbaiki secara bedah sampai jaringan mempunyai kesempatan
untuksembuh sempurna.Kadang-kadang, fistula vesikovagina dapat sembuh
secara spontan, terutama biladrainase kandung kemih mencegah kebocoran
vagina. Prinsip terapi adalah mencegahpenggembungan kandung kemih sampai
ujung fistula benar-benar sembuh. Drainaseyang diperpanjang sampai 4-8
minggu mungkin diperlukan. Terapi antimikroba diberikan untuk mencegah
infeksi saluran kencing. Bila drainase kateter tidak mencegahtirisan urin dari
vagina, evaluasi urologi lengkap itu perlu.

C. FISTULA GENITALIS
Fistula adalah terdapat hubungan baru dan patologis antara dua ruangan
yang sebelumnya telah ada. Fistula ada yang bersifat kongental, tetapi itu jarang
di jumpai, umumnya fistula bersifat kelinan multipel dan sulit diperbaiki.
Sebagian besar fistula di akibatkan dari persalinan terlantar. Pertolongan
persainan terlantar sebagian besar dilakukan oleh dukun beranak atau paraji.
Yang tidak mengetahui mekanisme proses persalinan yang benar sehingga
persalinan terlantar. Persalinan terlantar sering terjadi pada:
a. Persalinan letak kepala, sebagi akibat dari ketidak seimbangan antara rongga
panggul dengan lingkar kepala atau sefalopelvik
b. Persalinan letak lintang
c. Kemacetan persalinan letak sungsang khususnya pada pertolongan kepala
janin.
Keadaan persalinan terlantar yang paling sering menimbulkan fistula adalag
pada pertolongan persalinan letak kepala atau sefalopelviks disproposi, sehingga
terjadi tekanan jaringan lunak antara kepala janin dang tulang panggul. Sehingga
terjadi jaringan nekrosis dan diikuti dengan terbentuknya hubungan antara dua
rongga atau ruangan yang sebelumnya telah ada disekitar tekanan sefalopelvik
disproposi. Bentuk fistula diantaranya fistula rectovaginal, fistula rektovesikalis,
dan fistula ureterovaginalis.
1. Fistel kencing
A. Gejala utama

Gejala utama fistel kencing ialah incontinentia urinae. Incontinentia


urinae dapat menyebabkan kolpitis dan vulvitis. Selain dari pada itu terdapat
gangguan dalam kehidupan social karena ada bau pesinng dan membasahi
tempat duduk.

Incontinentia urinae pada wanita di sebabkan oleh:

a. Sebab-sebab incontinetia tanpa adanya stress:


a) Psychogeen : kesadaran menurun
b) Neurologis : faat sphinvter kurang baik
b. Adanya stress seperti pada tekanan intraabdominal yang meninggi pada
waktu tertawa, batuk atau bersin,. Incontinentia semacam ini disebut
dengan “ stress incontinence”. Pada golongan 1 dan 2 ini sifatnya
incontinentia tidak terus menerus.
c. Incontinentia yang bersifat terus menerus disebabkan oleh fistel antara
traktus genitalis (vagina dan uterus) dengan traktus urinalis (uretra,
vesical urinaria atau ureter).
B. Etiologi
1. Fistel obstetric : terjadi karena persalinan
Fistel obsentris di sebab kan karena ada nya robekan oleh forceps, alat-
alat yang meleset atau karena section Caesarea. Fistel obsentris ini dapat
terjadi karena nekrose tekanan atau jaringan tertekan lama antara kepala anak
dan symphysis seperti pada persalinan dengan panggul sempit,
hydrocephalus atau kelainan letak. Jika pembukaan belum lengkap dapat
terjadi fistula cervicalis atau fistel ureter sedangkan pada pembukaan lengkap
biasanya terjadi fistula vesico vaginalis.
2. Fistel ginekologis: terjadi karena penyakit ginekologis seperti carcinoma
atau terapi ginekologis seperti operasi atau penyinaran. Terjadi pada
a) Carcinoma terutama carcionoma cervicis.
b) Karena penyinaran, baru timbul 2-5 th setelah penyinaran.
c) Karena operasi ginekologis, pada hysterektomi totalis dapat terjadi
laesi dari ureter atau kandung kencing. Pada hysterektomi vaginalis
atau operasi untuk prolaps dapat terjadi perlukaan vesical urinaria.
3. Fistel traumatis : karena trauma
a) Terjadi pada abortus kriminalis
b) Perlukaan oleh benda – benda runcing misalnya karena terjatuh pada
benda yang runcing
c) Karena alat-alat catheter (fausse route), sonde, kuret.
C. Macam – macam fistel
1. Fistel kandung kecing
a) Fistula vesica vaginalis
b) Fistula vesica cervicalis
c) Fistula vesica uterina
2. Fistel urethra
3. Fistel ureter: berhubungan dengan fornix lateralis, kadang kandang
dengan cervical.
D. Fistula vesico Vaginalis
Fistula vesico vaginalis biasanya membesar, dinding kandung kencing
kadang-kadang keluar dari lubang fistel merupakan tumor. Pada fistula
vesico vaginalis terjadi batu kandung kencing. Pada fistel ureter yang sudah
lama biasanya terjadi obliterasi dari bagian perifer. Karena stasis urine dalam
ureter dapat terjadi pyelitis dan pyelonephritis. Akhirnya terjadi hidro atau
pyonephrose atau atrofi ginjal.
1. Gejala pada fistula vesico vaginalis
a) Incontinentia urinae
Pada fistel ureter yang hanya mengenai satu ureter dapat terjadi
incontinentia tetapi pasien maih dapat kencing spontan.
b) Sekunder terjadi vaginalis, vulvisi dan edema sekitar vulva
c) Menimbulkan infertilitas
d) Sering menimbulkan amenorrhoe.
2. Diagnose
Fistel kandung kencing yang umumnya agak besar dapat dibara dengan
toucher. Jika tidak teraba dengan toucher maka kemungkinan:
a) Fistel kandung kemih kencing kecil
b) Ischuria paradoxa
c) Stress incontinence
d) Fistel ureter.

Maka dilakukan pemeriksaan in speculo dan diperhatikan apakah urine


keluar dari vagina atau urethra ( ischuria paradoxa dan stress
incontinence). Pada ischuria paradoxa tentu dapat teraba kandung
kencing yang penuh dari luar. Adapun pemeriksaan lebih lanjung:

a) Pemeriksaan dengan sinde: fistel kandung kencing biasanya dapat


ditemukan dengan sonde tapi fistel ureter tidak.
b) Kateter logam dimasukan kedalam kandung kencing dan sebuah
sonde dalam leasi yang dicurigai, kalu kedua alat bersinggungan
timbul bunyi berdetak
c) Dengan kateter kita masukan zat warna seperti methyen biru kedalam
kandung kencing lalu diperhatikan dimana zat warna itu keluar
dalam vagina. Fistel ureter tidak dapat ditemukan dengan cara ini
tapi kita dapat menyuntikan juga methylene biru intravena dan
kemudian ditentukan apakah zat warna ini masuk ke dalam vagina.
d) Cystoskopi dan pyelografi
3. Terapi
Fistel kandung kencing biasanya baru dioperasi kurang lebih 3
bulan post partum mengingat jaringan jalan lahir masih rapuh dalam
nifas dan mengingat pula kemungkinan infeksi. Pada fistel sebaiknya
dipasang dauerkatheter. Dengan dauer catheter inin fistel dapat mengecil
bahkan fistel yang kecil kadang-kadang sembuh spotan.
4. Prinsip – prinsip pada operasi fistel kandung kencing
a) Fistel obsentris dioperasi kurang lebih 3 buln post partum dan fistel
dengan operasi ginekologis kurang lebih setelah 6 minggu. Jika tidak
diketahui waktu operasi. Ini sebabkan karena fistel dapat mengecil
atau sembuh spontan dan menunggu hilang nya oedem dan
hyperaemia.
b) Sebelum operasi, infeksi kandung kencing diobati dulu dengan
antibiotika atau chemotherapeutic. Untuk mengurangi pembentukan
jaringan ikat, diberikan cortison dan untuk daya sembuh yang
optimal dapat diberi oesterogen.
E. Fistula Rectovaginalis
1. Etiologi
a) Ruptura perinei totalis
b) Kerena operasi pada vagina
c) Karenia penyinaran
d) Karena adanya decubitus ulcus (pessarium)
2. Gejala
Incontinetia alvi: pada fistel yang kecil kadang-kadang pasien hanya
mengeluarkan cairan yang berasal dari rectum atau flatus keluar melalui
vagina dan dapat terjadinya infeksi saluran jalan lahir
3. Terapi
Rupture perinei totalis yang sudah berumur beberapa hari dijahit ± 3
bulan post partum. Rectum dan vagina dipisahkan lalu di jahit seperti
rupture perinei totalis yang baru. Fistel rectovaginalis karena pessarium
dijahit seperti fistula vesico vaginalis dengan dedoublement.

D. Asuhan Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INKONTINENSIA
URIN
1. Pengkajian
Adapun data-data yang akan di kumpulkan dikaji pada asuhan
keperawatan klien dengan diagnosa medis inkontinensia urine :
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa
medis
b. Keluhan utama
Pada kelayan inkontinensia urine keluhan-keluhan yang ada adalah
nokturia, urgence, disuria, poliuria, oliguri, dan strategi
c. Riwayat penyakit sekarang
Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul
keluhan, usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK ( infeksi saluran
kemih ) yang berulang, penyakit kronis yang pernah di derita
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga
yang menderita penyakit inkontinensia urine, adakah anggota
keluarga yang menderita DM, hipertensi
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang digunakan adalah B1-B6 :
1) B1 (breathing)
Kaji adanya pernafasan adanya gangguan pada palo nafas,
sianosis karena suplai oksigen menurun. Kaji ekspansi dada,
adakah kelainan pada perkusi
2) B2 (blood)
Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung
dan gelisah
3) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
4) B4 (bladder)
Inspeksi : periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktifitas mikroorganisme (bakteri)
dalam kandung kemih serta disertai keluhan keluarnya darah
apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik
lesi pada neatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat berkemih
mendadah disurea akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya.
Palpasi : rasa nyeri disapat pada daerah supra pubik atau pelvis,
seperti rasa terbakar di uretra luar sewaktu kencing atau dapat
juga diluar waktu kencing.
5) B5 (bowel)
Bising usus adalah peningkatan atau penurunan, adanya nyeri
tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya
ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
6) B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkan dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak adanya
sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk
menghambat kontraksi kantung kemih.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam
waktu yang lama.
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi
kontras oleh urine
d. Resiko kekurangan volume tubuh berhubungan dengan intake yang
adekuat
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak adanya
sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk
menghambat kontraksi kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
akan bisa melaporkan suatu pengurangan / penghilangan
inkontinesia.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menjelaskan penyebab inkontinesia dan rasional
penatalaksaan.
Intervensi :
1) Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan catatan berkemih
sehari.
Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan
beri distensi kandung kemih
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat mencegah
terjadinya enurasis
3) Bila masih terjadi inkontinesia kurangi waktu antara berkemih
yang telah direncanakan
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup
untuk menampung volume urine sehingga diperlukan untuk
lebih sering berkemih.
4) Instruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada
kebocoran, ulangi dengan posisi klien membentuk sudut 45,
lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada kebocoran yang
lebih dulu.
Rasional : Untuk membantu dan melatih pengosongan kandung
kemih.
5) Pantau pemasukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat
masukan cairan 2000 ml, kecuali harus dibatasi.
Rasional : Dehidrasi optimal diperlukan untuk mencegah ISK
dan batu ginjal
6) Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan
tentukan kemungkinan perubahan obat, dosis/ jadwal
pemberian obat untuk menurunkan frekuensi inkontinensia
b. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinesia, imobilitas dalam
waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
dapat berkemih dengan nyaman.
Kriteria Hasil :
Urine jernih, urinalisis dalam batas normal, kultur urine
menunjukan tidak adanya bakteri.
Intervensi :
1) Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika
pasien inkontinensia, cuci daerah perineal segera mungkin.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi uretra .
2) Jika dipasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x
sehari (Merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada
waktu akan tidur) dan setelah buang air besar.
Rasional : Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk
memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
3) Ikuti kewaspadaan umum (Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak langsung, pemakaian sarung tangan), bila kontak
dengan cairan tubuh atau darah yang terjadi (Memberikan
perawatan perineal, pengosongan kantung drainase urine,
penampungan spesimen urine). Pertahankan teknik aseptik bila
melakukan kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari
kateter Indwelling.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi silang
4) Kecuali dikontra indikasikan, ubah posisi pasien setiap 2 jam
dan anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400ml / hari.
Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan .
Rasional : Untuk mencegah stasis urine.
5) Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.
a) Tingkatkan masukan sari buah berri .
b) Berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.
c) R : Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman . Karena
jumlah sari buah berri diperlukan untuk mencapai dan
memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan cairan
sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi
saluran kemih.
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi
kontras oleh urine
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil:
1) Jumlah bakteri <100.000/ml
2) Kulit periostomal penuh
3) Suhu 37c
4) Urine jernih dengan sendimen minimal.
Intervensi
1) Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8 jam
Rasional : untuk mengindetifikasi kemajuan atau penyimpanan
dari hasil yang diharapkan
2) Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor
terdefekasi. Yakinkan kulit bersih dan kering sebelum
memasang wafer yang baru. Potong lubang wafer kira-kira
setengah inci lebih besar dan diameter stoma untuk menjamin
ketepatan ukuran kantung yang benar-benar menutupi kulit
periastomal. Kosongkan kantung urostomi bila telah
seperempat sampai setengah penuh.
Rasional : peningkatan berat urine dapat merusak segel
periostomal,memungkinkan kebocoran urin. Pemajanan
menetap pada kulit periostomal terhadap asam urin dapat
menyebabkan kerusakan kulit dan peningkatan resiko infeksi.

d. Resiko kekurangan volume tubuh berhubungan dengan intake yang


adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
volume cairan seimbang
Kriteria hasil : pengeluaran urine tepat, berat badan 50 kg
Intervensi
1) Awasi tanda-tanda vital
Rasional : pengawasan invasive diperlukan untuk mengkaji
volume intravaskular, khususnya pada pasien dengan fungsi
jantung buruk.
2) Catat pemasukan dan pengeluaran
Rasional : untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan
penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
3) Awasi berat jenis urine
Rasional : untuk mengukur kemampuan ginjal dalam
mengkonsestrasikan urine
4) Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam
Rasional : membantu periode tanpa cairan meminimalkan
kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa haus
5) Timbang BB setiap hari
Rasional : untuk mengawasi status cairan
4. Implementasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan radiasi daripada
rencana tindakan keperawatan yang telah diterapkan. Meliputi
tindakan independent, dependent, dan interpendent. Pada pelaksanaan
terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencana keperawatan,
mendokumentasikan rencana keperawatan memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data. (Susan Martin, 1998).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil akhir dari proses keperawatan dilakukan
untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan tindakan yang
diberikan sehingga dapat menemukan intervensi yang akan
dilanjutkan. (Susan Martin, 1998)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FISTULA
GENETALIA

A. Pengkajian
1. Nama , Jenis kelamin, alamat, no. medikal record, penanggung jawab,
agama, tgl. masuk dll
2. TTV TD, Suhu, Pernafasan, Nadi
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan dahulu
Biasanya terjadi partus lama, partus dengan tindakan SC,
Karsinoma, Radiasi, Trauma operasi atau kelainan kongenital, aborsi,
pelecehan seksual atau pemerkosaan.
b) Riwayat kesehatan sekarang Biasanya terjadi kelumpuhan, Inkontinensia
urin, haid biasanya terganggu, kulit sekitar anus tebal, infeksi pada jalan
lahir, dinding vesika menonjol keluar dan keluar cairan dari rektum.
c) Riwayat kesehatan keluarga
d) Riwayat menstruasi
haid klien terganggu dengan terjadi amnorhoe sekunder
4. Pemeriksaan fisik
Head to toe
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d iritasi mukosa, proses inflamasi
2. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh, proses pembedahan
3. Gangguan konsep diri b.d perubahan pola defekasi
4. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
5. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi kesalahan intrevetasi
C. Intervensi keperawatan

N Diagnosa NOC NIC


o
1 Nyeri b.d Iritasi Mukosa, proses Kriteria hasil : 1. Lakukan
inflamasi a. Mampu pengkajian nyeri
mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi
b. Melaporkan komunikasi
bahwa nyeri terapeutik untuk
berkurang dengan mengetahui
menggunakan pengalaman nyeri
manajemen nyeri pasien
c. Mampu 3. Kaji kultur nyeri
mengenali nyeri pasien yang
d. Menyatakan rasa mempengaruhi
nyaman setelah nyeri
nyeri berkurang 4. evaluasi
pengalaman nyeri
5. evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
6. bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dukungan
7. kurangi faktor
presipitasi nyeri
8. ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi
9. berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri
10. evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
2. Resiko Infeksi b.d penurunan Kriteria hasil :; 1. bersihkan
daya tahan tubuh, proses a. klien bebas dari lingkungan setelah
pembedahan tanda dan gejala dipakai pasien lain
infeksi 2. pertahankan
b. mendeskripsikan teknik isolasi
proses penularan 3. batasi
penyakit pengunjung bila
c. menunjukan perlu
kemampuan untuk 4. cuci tangan
mencegah sesudah dan
timbulnya infeksi sebelum
d. menunjukan melakukan
perilaku hidup tindakan
sehat keperawatan
5. pertahankan
lingkungan aseptik
selama
pemasangan alat
6. tingkatkan
intake nutrisi
7. monitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
3. Ansietas b.d perubahan status Kriteria hasil : 1. gunakan
kesehatan a. klien mampu pendekatan yang
mengungkapkan menenangkan
gejala cemas 2. nyatakan dengan
b. jelas harapan
mengidentifikasi, terhadap pasien
mengungkapkan 3. temani pasien
dan menunjukan untuk memberikan
teknik untuk keamanan dan
mengontrol cemas mengurangi
c. TTV dalam batas kecemasan
normal 4. libatkan
d. postur tubuh, keluarga untuk
ekspresi wajah dan mendampingi klien
tingkat aktivitas 5. intruksikan klien
menunjukan untuk teknik
berkurangnya relaksasi
kecemasan 6. bantu pasien
mengenal situasi
yang menyebabkan
kecemasan
7. kelola
pemberian obat
anti cemas

D. Implementasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan radiasi daripada rencana
tindakan keperawatan yang telah diterapkan. Meliputi tindakan independent,
dependent, dan interpendent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan,
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data. (Susan Martin, 1998).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil akhir dari proses keperawatan dilakukan untuk
mengetahui sampai dimana keberhasilan tindakan yang diberikan sehingga dapat
menemukan intervensi yang akan dilanjutkan. (Susan Martin, 1998)

E. Evidence Based Practice pada efektifitas modifikasi biofeedbackdan


Kegel Exercisedengan terapiYoga terhadap inkontinensia urin tipe
stress.
1. Pernyataan Klinis
A. Populasi Spesifik
Respondenpada kelompok biofeedback dan kegel exercise
mayoritasadalah berumur 40 – 45 tahun sebanyak 41,7%
danminoritas umur 46– 50 tahun (25,0%), sedangkan
Padakelompok terapi yoga, mayoritas responden berumur 51 –55
tahun (70,8%). Paritas responden pada kelompokbiofeedback dan
Kegel exercise mayoritas adalah paritas 3– 4 (66,7%),sementara
pada kelompok terapi yoga, mayoritas paritas responden adalah 3 -
4 (58,3%) dan minoritas pada paritas 5 – 6 (16,7%).
2. Intervensi
Perawata dapat melakukan intervensi alternatif pengobatan/
penangananuntuk inkontinensia urin dengan modifikasi biofeedback
dan kegel exercise dengan terapi yoga.
3. Comparative / perbandingan / alternative yang sesuai
Senam Kegel merupakan salah satu terapi nonfarmakologis untuk
mengatasi inkontinensia urin biladilakukan secara rutin. Senam ini
dilakukan untukmembangun kembali kekuatan otot dasar panggul
sertauntuk mencapai 40-60 kali pengurangan terjadinyainkontinensia
urin, dilakukan selama 10 detik setiapharinya dengan melakukan
minimal 10 kali latihan.Peningkatan dapat dilihat dalam waktu 4-6
minggu denganpeningkatan maksimal selama 3 bulan (Stanley &
Beare,2006).Senam ini melibatkan kontraksi berulang otot
pubokoksigeus, otot yang membentuk struktur pengokong panggul dan
mengelilingi pintu panggul pada vagina, eretradan rectum (Stanley
&Beare, 2006).
Salahsatu gerakan Yoga yang berhubungandengan kekuatan otot
dasar panggul adalah Bhuyanggasana. Gerakan ini dilakukan dengan
telungkup, melemaskan otot dan menenangkan hati, meletakkan
telapak tangan di lantai, di bawah bahu dan siku, tubuh dan pusar
sampai jari-jari kaki tetap di lantai, angkat kepala dan tubuh ke atas
perlahan seperti kobra ke atas, bengkokkantulang punggung ke atas
(Patil et al, 2012). Gerakan Yoga ini ditekankan untuk
melatihkesadaran stuktur dasar panggul dan meningkatkan
kontrolseluruh otot-otot dasar panggul, meningkatkan kebugaransecara
umum dan mengondisikan serta meningkatkankesadaran diri penuh,
pernafasan dalam dan relaksasi(Huang et al, 2014). Yoga sebagai
alternative inkontinensia urin dapat dilakukan pada usia pertengahan
(45-59 tahun) dan usia lanjut (60-74 tahun) tanpa komplikasi
riwayaturologi, aman, fisibel dan efikasi(Huang et al, 2014).
4. Outcame tujuan intervensi yang relevan
Tujuan dilakukan intervensi tersebut adalah untuk meningkatkan
kekuatan otot-otot dasar panggul.

B. Telaah Kritis
Penilaian kritis terhadap informasi
Ajukan pertanyaan:
 Diagnosis: ada kesesuaian sempel dengan yang ditemukan pada
praktek umumnya.
 Therapy: penentuan kelompok treatmen dilakukan secara
random seluruh bahan percobaan yang terdaftar dihitung untuk
kesimpulan studi, kelompok treatmen sama pada saat awal
studi.
 Bahaya: exposur dan pengukuruan hasil untuk setiap kelompok
sama.
 Prognosis: sampel mewakili inti dari suatu kelainan/gangguan
 Follow up waktunya cukup dan lengkap

C. Mengaplikasikan evidence
 Diagnosis: tes terjangkau, akurat, dan dapat dilakukan di
laboratorium
 Therapy: percobaan yang sama dari kelompok studi, sehingga
dapat diaplikasikan dan manfaat dari percobaan tersebut adalah
dapat mempercepat proses penyembuhan luka bakar dan
meningkatkan kualitas hidupnya.
 Bahaya: hasil studi dapat diaplikasikan kepada pasien, tidak
terdapat resiko yang merugikan pada penderita yang
melakukan terapi tersebut.
 Prognosis: pasien serupa dengan kelompok pasien yang ada
pada study, evidence mempengaruhi pilihan dalam therapy.

D. Evaluasi Efektifan dan Kemanjuran bagis pasien


Modifikasi biofeedback dan Kegel exercise efektifuntuk mengatasi
inkontinensia urin tipe stres padaibu perimenopause. Terapi yoga
efektif untuk mengatasi inkontinensiaurin tipe stres pada ibu
perimenopause. Tidak terdapat perbedaan efektifitas
modifikasibiofeedback dan Kegel exercisedengan terapi Yogauntuk
mengatasi inkontinensia urin tipe stres padaibu perimenopause
(p=0,068)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inkontinensia urin didefinisikan oleh internasional continence
society (ICS) sebagai suatu kondisi dimana terjadi kehilangan urin tanpa
disengaja melalui meatus uretra yang dapat berakibat pada masalah social
dan kebersihan yang dapat diobservasi
Fistula vesiko vaginalis merupakan hubungan abnormal antara
vesikourinaria dengan vagina yang menyebabkan urin keluar terus
menerus melalui vagina.
B. Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat
kesalahan. oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang positif dan membangun, guna penyusunan makalah kami berikutnya agar
dapat tersusun lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
GINEKOLOGI. (2010). Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, EDISI 2.

Hollingworth, T. (2009). DIAGNOSIS BANDING DALAM OBSTETRI &


GINEKOLOGI:A-Z. EGC 1935.

M. B. (1994). Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC 117.

MM, T. W. (2014). Faktor Risiko Trauma Lahir. Sari Pediatri, 15, 294.

Wahyuni, T. S. (2018, Januari-April ). Efektifitas Modifikasi Biofeedback Dan


Kegelexercise Dengan Terapi Yoga Terhadap Inkontinemsia Urin Tipe Stres
Pada Ibu Perimenopause Di Kelurahan Setianegara Kecamatan Siantar Sitalasari.
Jurnal Ilmiah PANNMED, 12, 297.

Anda mungkin juga menyukai