Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

TEORITIS KELUARGA DENGAN KATARAK

OLEH:

NAMA KELOMPOK :

1. KADEK DELIANA (16C11819)


2. NI LUH DIYAH SETIANDARI (16C11823)
3. NI LUH RAKA JESIKA EVANGELISTA (16C11851)
4. NI MADE SRIANI (16C11859)
5. KADEK SUABUDI ANTIKA (16C11860)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2019


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
tanpa berkat dan rahmat Nya-lah kami tidak dapat menyelesaikan makalah tentang
Asuhan Keperawatan Teoritis Keluarga Dengan Katarak tepat pada waktu yang telah
di tentukan. Kami juga berterima kasih kepada pihak yang baik secara langsung
ataupun tidak langsung membantu kami dalam mengerjakan makalah ini. Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan pada mata pelajaran
Keperawatan Keluarga pada semester VII di ITEKES BALI.

Penulis ini mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua


pihak yang memebantu dan menyelesaikan makalah ini, khususnya pada dosen yang
telah memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan.
Karena itu penulis meminta saran maupun kritik secara terbuka. Semoga makalah ini
bisa menjadi pedoman dan bermanfaat bagi para pembaca dan dosen penguji.
Terimakasih

Denpasar, 27 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................2
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................2
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................2
BAB II KONSEP TEORI
2.1 Konsep Keluarga............................................................................................3
2.2 Konsep Katarak .............................................................................................9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITI
3.1 Pengkajian .....................................................................................................17
3.2 Diagnosa .......................................................................................................25
3.3 Perencanaan ..................................................................................................25
3.4 Implementasi .................................................................................................34
3.5 Evaluasi .........................................................................................................35
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................36
4.2 Saran .............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem kesehatan nasional bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan


yang lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih produktif baik sosial
maupun ekonomi dalam bentuk pembangunan kesehatan di Indonesia. Ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan berkembang membawa
banyak perubahan di segala bidang, baik dalam bidang ekonomi, sosial,
budaya dan bidang kesehatan. Berbagai masalah kesehatan dapat ditimbulkan
dari perubahan prilaku individu mengenai pola dan gaya hidup yang penat
akan kesibukan ataupun prilaku dalam mengkonsumsi makanan siap saji dan
ketidakteraturan pola makan demi keefektifan waktu. Hal inilah yang
menjadikan individu tidak memiliki waktu untuk beristirahat dan berolahraga.
Gaya hidup yang demikian apabila diikuti oleh kandungan zat makanan yang
tidak sehat, proses autoimun, stress psikologis dapat menimbulkan berbagai
masalah kesehatan yang membawa dampak penyakit serius.

WHO mengumpulkan data kebutaan adan gangguan penglihatan yang


ditetapkan melalui global action plain (GAP) 2014-2015 merupakan survei
berbasis populasi untuk penderita kebutaan dan gangguan penglihatan serta
layanan perawatan mata pada orang-orang berusia 50 tahun keatas. Di
Indonesia, katarak merupakan penyebab utama kebutaan pada usia 55 sampai
65 tahun sebesar 1,1%, usia 65 sampai 75 tahun sebesar 35% dan usia 75
tahun keatas 8,4%.

Dari latar belakang di atas kelompok tertarik membuat laporan tentang


“Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Teoritis Keluarga
Dengan Katarak” semoga laporan ini dapat bermanfaat dalam memberikan
asuhan keperawatan keluarga dengan katarak.

1
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas adapun rumusan masalah yang kelompok


dapatkan yakni sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana laporan pendahuluan pada pasien katarak?


1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan teoritis keluarga pada pasien
katarak?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang dapat kami
sampaikan yakni sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Khusus
Memberitahukan bagaimana tindakan yang akan diberikan
keluarga kepada pasien dengan gangguan katarak dan lebih
mengetahui asuhan keperawatan teoritis keluarga yang kususnya
diberikan kepada pasien katarak.
1.3.2 Tujuan Umum
1.3.2.1 Untuk mengetahui laporan pendahuluan pada pasien katarak;
1.3.2.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis keluarga pada
pasien katarak.

1.4 Manfaat

Dari tujuan di atas, adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yakni
sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Memberitahu bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien dengan penyakit atau gangguan katarak dan bisa
mengetahui lebih lanjut tentang asuhan keperawatan keluarga pada
pasien katarak.
1.4.2 Manfaat Praktis

2
Menambah pengetahuan ataupun pengalaman dalam
memberikan praktik keperawatan sesuai dengan asuhan keperawatan
dan mahasiswa dapat mempraktikan secara langsung bagaimana
tindakan yang baik diberikan pada pasien katarak.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Keluarga


2.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan hukum dan undang-undang perkawinan yang sah hidup
bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dimana individu
mempunyai peran masin-masing yang merupakan bagian dari keluarga
(Efendi & Makhfudli, 2009; Mansyur, 2009). Keluarga adalah
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi
yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari
tiap anggota keluarga (Friedman, 2013).

2.1.2 Tipe Keluarga


Menurut Setiadi (2008) tipe keluarga terbagi menjadi 2
kelompok besar yaitu:

1) Tradisional

Tipe keluaraga tradisional dikelompokan menjadi 2 yaitu


Keluarga inti (Nuclear Family) pada keluarga inti terdiri dari
suami, istri dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi
atau keduanya dan keluarga besar (Extended Family) pada
keluarga besar terdiri dari keluarga inti ditambah dengan anggota
keluarga yang lain seperti paman, bibi, kakek, nenek, keponakan
yang masih memiliki hubungan darah.

2) Modern

4
Pada tipe keluarga modern terbagi menjadi bermacam-
macam tipe kecil misalnya Tradisional Nuclear merupakan
keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh saksi-
saksi legal dalam satu ikatan perkawinan. Dual Carrier merupakan
Suami istri yang sama-sama berkarier atau mencari nafkah tanpa
mempunyai anak. Single Parent adalah Keluarga dimana terdapat
satu orang tua didalamnya akibat perceraian atau kematian
pasangan dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar
rumah.
Tipe yang lain disebut dengan Dyadic Nuclear dimana
pada keluarga ini suami istri yang sudah berumur dan tidak
memiliki anak dari hubungan perkawinannya maupun adopsi yang
keduanya atau salah satunya bekerja di luar rumah. Sementara itu,
Three Generetion adalah tiga generasi yang tinggal dalam satu
rumah. Terakhir disebut dengan Cohibing Couple merupakan dua
orang yang tinggal bersama dalam satu rumah tanpa adanya ikatan
perkawinan yang sah.
2.1.3 Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2013), fungsi keluarga dibagi menjadi
fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, dan fungsi
kesehatan. Fungsi afektif adalah gambaran diri anggota keluarga,
perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga
terhadap anggota keluarga lain, saling menghargai dan kehangatan di
dalam keluarga. Anggota keluarga mengembangkan konsep diri yang
positif, saling mengasuh, dan menerima, cinta kasih, mendukung,
menghargai sehingga kebutuhan psikososial keluarga terpenuhi.
Fungsi sosialisasi adalah interaksi atau hubungan dalam
keluarga, bagaimana keluarga belajar disiplin, norma, budaya, dan
perilaku berhubungan dengan interaksi. Fungsi ekonomi adalah
keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan.

5
Fungsi kesehatan adalah kemampuan keluarga untuk
bertanggung jawab merawat anggota keluarga dengan penuh
kasihsayang serta kemauan keluarga untuk mengatasi masalah
kesehatan yang sedang dihadapi.

2.1.4 Pengertian Dukungan Keluarga


Dukungan keluarga merupakan unsur terpenting dalam
membantu individu menyelesaikan suatu masalah. Apabila ada
dukungan, maka rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk
menghadapi masalah yang akan terjadi akan meningkat (Tamher dan
Noorkasiani, 2009). Menurut Friedman (2013), dukungan keluarga
adalah proses yang terjadi terus menerus disepanjang masa kehidupan
manusia. Dukungan keluarga berfokus pada interaksi yang
berlangsung dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang
dievaluasi oleh individu. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan
dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

2.1.5 Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2013) sumber dukungan keluarga


terdapat berbagai macam bentuk seperti:

1) Dukungan Informasional

Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai


pemberi informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang
pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan
mengungkapkan suatu masalah.

2) Dukungan penilaian atau penghargaan

Dukungan penilaian adalah keluarga yang bertindak membimbing

6
dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator
indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan, perhatian.

3) Dukungan Instrumental

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti


pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata
(instrumental support material support), suatu kondisi dimana
benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,
termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang
memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-
hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga
dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat
membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif
bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada
dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan
praktis dan tujuan nyata.

4) Dukungan Emosional

Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang aman


dan damai untuk istirahat serta pemulihan dan membantu
penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional meliputi
dukungan yang diwujudkan dalam bentuk adanya kepercayaan dan
perhatian.

2.1.6 Sumber Dukungan Keluarga

Sumber dukungan keluarga adalah sumber dukungan sosial


keluarga yang dapat berupa dukungan sosial keluarga secara internal
seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara

7
kandung atau dukungan sosial keluarga secara eksternal seperti paman
dan bibi (Friedman, 2013).

Menurut Akhmadi (2009), dukungan sosial keluarga mengacu


kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu
yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga yaitu dukungan
sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

2.1.7 Manfaat Dukungan Keluarga

Menurut Setiadi (2008), dukungan sosial keluarga memiliki


efek terhadap kesehatan dan kesejahteraan yang berfungsi secara
bersamaan. Adanya dukungan yang kuat berhubungan dengan
menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi
kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Selain itu, dukungan keluarga
memiliki pengaruh yang positif pada pemyesuaian kejadian dalam
kehidupan yang penuh dengan stress.

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi


sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial keluarga
berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun
demikian dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial
keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya hal ini meningkatkan
kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2013). Sedangkan Smet
mengungkapkan bahwa dukungan keluarga akan meningkatkan:
1) Kesehatan fisik, individu yang mempunyai hubungan dekat
dengan orang lain jarang terkena penyakit dan lebih cepat
sembuh jika terkena penyakit dibanding individu yang
terisolasi.

8
2) Manajemen reaksi stres, melalui perhatian, informasi, dan
umpan balik yang diperlukan untuk melakukan koping
terhadap stres.
3) Produktivitas, melalui peningkatan motivasi, kualitas
penalaran, kepuasan kerja dan mengurangi dampak stres kerja.
4) Kesejahteraan psikologis dan kemampuan penyesuaian diri
melalui perasaan memiliki, kejelasan identifikasi diri,
peningkatan harga diri, pencegahan neurotisme dan
psikopatologi, pengurangan dister dan penyediaan sumber
yang dibutuhkan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
dukungan keluarga dapat meningkatkan kesehatan fisik, manajemen,
reaksi stres, produktivitas, dan kesejahteraan psikologis dan
kemampuan penyesuaian diri.

2.2 KONSEP KATARAK


2.2.1 Pengertian Katarak

Katarak adalah kelainan mata yang terjadi pada lensa di mana


cairan dalam lensa menjadi keruh. Karena cairan dalam lensa keruh,
lensa mata kelihatan putih dan cahaya tidak dapat menmbusnya. Orang
yang mengidap katarak melihat seperti melalui kaca jendela yang
kotor karena keruhnya lensa menghalangi masuknya cahaya ke retina.
Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan orang tua.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan
tembus cahaya menjadi keruh, menyebabkan gangguan pada
penglihatan (Klinik mata nusantara, 2008).
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan
lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan

9
cahaya tidak dapat menembusinya, bervariasi sesuai tingkatannya dari
sedikit sampai keburaman total dan menghalangi jalan cahaya
(Wikipedia, 2012).
Jadi katarak merupakan kelainan mata yang terjadi pada lensa
yang menyebabkan lensa mata berselaput dan perubahan lensa mata
yang tadinya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh.

2.2.2 Etiologi Katarak

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau


bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah
pada umur 60 tahun keatas. Penyebab katarak lainnya meliputi:

1. Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis


2. Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul,
terpapar oleh sinar X atau benda – benda radioaktif.
3. Penyakit mata seperti uveitis.
4. Penyakit sistemis seperti DM.
5. Defek kongenital
6. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
7. Rokok dan Alkohol.

2.2.3 Klasifikasi Katarak


1. Katarak primer
a. Katarak primer, menurut umur ada tiga golognan yaitu:
1) Katarak juvenilis (umur <20 tahun),
2) Katarak presenilis (umur sampai 50tahun)
3) katarak senilis (umur sampai 50tahun)
b. Katarak primer dibagi menjadi 4 stadium (Yasin, 2009):
1) Stadium Insipien
a) Stadium paling dini

10
b) Kekeruhan lensa terdapat pada bagian perifer berbentuk
bercak-bercak yang tidak teratur
c) Pasien mengeluh gangguan penglihatan melihat ganda
dengan satu mata
d) Tajam penglihatan belum terganggu
e) Proses degenerasi belum menyerap cairan mata yang
kedalam lensa sehingga terlihat bilik mata depan yang
kedalaman normal.
2) Stadium Imatur
a) Proses degenerasi mulai menyerap cairan mata kedalam
lensa sehingga lensa
b) Menjadi cembung.
c) Terjadi pembengkakan lensa yang dapat menjadi
katarak intumesen.
d) Terjadi miopisasi
e) Dapat terjadi glaucoma sekunder
f) Shadow test positif
3) Stadium Matur
a) Terjadi kekeruhan seluruh lensa
b) Tekanan dalam seimbang dengan cairan dalam mata
dengan ukuran lensa normal Kembali.
c) Tajam penglihatan sangat menurun dan hanya tinggal
proyeksi sinar positif
d) Di pupil tampak lensa seperti mutiara
4) Stadium Hypermatur
a) Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair
sehingga nucleus lensa turun karena daya beratnya.
b) Melalui pupil, nucleus terbayang sebagai setengah
lingkaran di bagian bawah dengan warna berbeda dari
atasnya yaitu kecoklatan

11
c) Terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi lebih
permeabel dsehingga isi korteks dapat keluar dan lensa
menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus
lensa (Katarak Morgagni)
2. Katarak Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi
dari penyakir lain. Penyebab katarak jenis ini adalah:
a. Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa glaucoma,
ablasio retinayang sudah lama, uveitis, myopia maligna.
b. Penyakit sistemik, Diabetes Mellitus, hipoparatiroid,
sindrom down, dermatitis atopik.
c. Trauma, trauma tumpul, pukulan, benda asing di dalam
mata, terpajan panas yang berlebihan, sinar –X, radioaktif,
terpajan sinar matahari, toksik kimia.
3. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang
timbul pada saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat
pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang:
a. Menderita rubella
b. Diabetes mellitus
c. Toksoplasmosis,
d. Hipoparatiroidisme
e. Galaktosemia

2.2.4 Tanda dan Gejala Katarak

Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan


secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif).
Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan

12
bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil
akan tampak benar-benar putih, sehingga refleks cahaya pada mata
menja di negatif (-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu
penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa
Glaukoma dan Uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi (Julianto, 2009):

a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi


objek.
b. Peka terhadap sinar atau cahaya.
c. Dapat melihat dobel pada satu mata.
d. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
e. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

2.2.5 Patofisiologi Katarak

Lensa yang normal adalah stuktur posterior iris yang jernih,


transparan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anotomis. Pada zona sentral terdapat
nucleus di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsul anterior dan posterior dengan bertambahnya usia, nucleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar
apasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus.
Apasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarakyang paling
bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia pada lensamengakibatkan hilangnya
transpirasi perubahan pada serabut halus multiple (zanula) yang
memanjang dari barang silier kesekitar daerah diluar lensa.
misalnyadapat menyebabkan penglihatan pengalami distrosi
perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koogulasi

13
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya keretina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influk air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan “matang”
ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat
congenital dan di identifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.

2.2.6 Pathway Katarak (Terlampir)


2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler: mungkin terganggu
dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor,
kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan: penuruan mngkin karena massa tumor,
karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi: TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif: menentukan adanya/ tipe gllukoma
6. Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED: menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid.
9. Tes toleransi glukosa: kotrol DM.

14
2.2.8 Penatalaksanaan Medis

Salah satu cara pengobatan katarak adalah dengan cara


pembedahan yaitu:

a. Lensa yang telah keruh diangkat dan sekaligus ditanam lensa


intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai
kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus
dijaga jangan sampai terjadi infeksi.
b. Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari
atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan
uveitis.
c. Tekhnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak
ekstrakapsular, dimana isi lensa dikeluarkan melalui
pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga
korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan
tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit
katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak
intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karena seluruh
lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang
matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh
dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak
imatur, yang masih memiliki zonula zinn.
d. Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan
fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan
gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil,

15
dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi
penglihatan pasien meningkat.
e. Kacamata (aphakic spectacles)
Setelah ekstraksi katarak, mata klien tidak mempunyai lensa
yang disebut afakia. Keadaan ini harus dikoreksi dengan lensa
sefris (+) 10D supaya dapat melihat jauh. Koreksi ini harus
diberikan 3bulan pasca operasi sebab sebelum 3 bulan keadaan
refraksi masih berubah – ubah, karena keadaan luka belum
tenang dan astigmatismenya tidak tetap.
f. Lensa kontak
Keuntungan pilihan ini adalah ukuran bayangan hanya 7%
lebih besar dari pada ukuran normal, sehingga kedua mata
berfungsi bersama. Lapang pandang tidak berubah/ konstriksi.
Kerugiannya dapat terjadi lakrimasi, risiko tinggi komplikasi,
kemungkinan penolakan lensa dan biaya mahal.

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang komplek
dengan menggunakan pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan
keluarga dan individu-individu sebagai anggota keluarga (Padila, 2012).
Pengkajian yang dilakukan terhadap keluarga meliputi menurut Padila
(2012) :
3.1.1 Pengkajian Data Umum Keluarga
a) Nama Kepala Keluarga (KK)
b) Umur dan Jenis Kelamin (KK)
c) Pendidikan (KK)
Pendidikan seseorang semakin tinggi maka semakin rendah
angka ketidakpatuhan dan ketidaktahuan seseorang itu
mengenai sesuatu dikarenakan ilmu yang didapatkan dijadikan
acuan.
d) Pekerjaan (KK)
Diisi dengan pekerjaan pokok kepala keluarga.
e) Alamat dan nomor telepon
Alamat dan nomor telepon klien juga perlu dicatat terutama
jika klien harus menjalani perawatan tindak lanjut. Komposisi
keluarga yang berisi mengenai riwayat anggota keluarga.
3.1.2 Prevalensi pada usia 55-64 tahun sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun
sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%. Meskipun
pada semua kelompok umur sepertinya prevalensi di Indonesia
tidak tinggi, namun di usia lanjut masih jauh di atas 0,5%.

17
Prevalensi pada laki-laki adalah 0,3% sedangkan pada perempuan
0,5% (Kemenkes, 2014).
Prevalensi tertinggi didapatkan pada kelompok tidak bekerja dan
petani/nelayan/buruh. Terdapat kemungkinan orang yang
menderita kebutaan akhirnya tidak dapat bekerja dan sebaliknya
orang yang tidak bekerja memiliki akses kesehatan yang lebih
rendah. Sedangkan tingginya prevalensi pada kelompok
petani/nelayan/buruh dapat berkorelasi dengan risiko yang lebih
besar untuk menderita katarak akibat bekerja di bawah sinar
matahari/ultraviolet langsung dan ditambah keterbatasan akses
kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang baik
(Kemenkes,2014).
Pada klien katarak yang bekerja di lingkungan industri, tanyakan
tentang penggunaan kacamata pelindung. Individu yang terekspos
uap/asap kimia dapat mengeluhkan iritasi mata jika tidak ada
ventilasi yang cukup. Jika intensitas sinar inframerah atau
ultraviolet lebih besar dari normal (Istiqomah, 2012).
Prevalensi kebutaan yang lebih tinggi didapatkan pada pendidikan
rendah, yaitu kelompok yang tidak sekolah, diikuti tidak tamat SD
dan tamat SD. Sedangkan yang berpendidikan tamat SMP, SMA
dan pendidikan tinggi prevalensinya lebih rendah
(Kemenkes,2014).
3.1.3 Genogram/Silsilah Keluarga
Adalah simbol-simbol yang dipakai dalam pembuatan genogram
untuk menggambarkan susunan keluarga. Aturan pembuatan
genogram adalah sebagai berikut (ADP, 2013) ;
a) Anggota keluarga yang lebih tua berada di sebelah kiri.
b) Umur anggota kelurga ditulis pada simbol laki-laki atau
perempuan.

18
c) Tahun dan penyebab kematian ditulis di sebelah simbol laki-
laki dan perempuan.
d) Disusun tiga generasi.
e) Aturan simbol seperti gambar berikut
Riwayat penyakit keturunan yang dialami oleh anggota keluarga
adalah diabetes melitus, katarak, dan lain-lain (Tamsuri, 2011).
3.1.4 Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga saat ini berdasarkan
tipe pembagian keluarga tradisional dan non tradiasional beserta
kendala atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga
tersebut (ADP, 2013).
a) Keluarga inti (Nuclear family): keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau
adopsi atau keduanya.
b) Keluarga besar (Extended family): keluarga inti ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah.
c) Orang tua tunggal (Single parent family): keluarga yang terdiri
dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian
atau ditinggal pasangannya.
d) The Single adult living alone: orang dewasa yang tinggal
sendiri tanpa pernah menikah.
e) Keluarga usila (Middle age/Aging couple): suami sebagai
pencari uang, istri dirumah atau kedua-keduanya bekerja atau
tinggal di rumah, anak-anaknya sudah meninggalkan rumah
karena sekolah / perkawinan / meniti karir (ADP, 2013).
f) Nuclear dyed: keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri
tanpa anak, tingal dalam satu rumah yang sama.
g) Three generation family: keluarga yang terdiri dari tiga
generasi yaitu kakek, nenek, bapak, ibu, dan anak dalam satu
rumah.

19
h) Eldery couple : keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri
paruh baya (Ali, 2010).
3.1.5 Suku Bangsa
a) Latar belakang etnis keluarga atau anggota keluarga. Dikaji
asal usul bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi
budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.
b) Tempat tinggal keluarga (bagian dari sebuah lingkungan yang
secara etnis bersifat homogen.
c) Kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial, budaya, rekreasi,
pendidikan (apakah kegiatan-kegiatan ini berada dalam
kelompok kultur atau budaya keluarga).
d) Kebiasaan-kebiasaan diet dan berbusana (tradisional atau
moderrn)
e) Struktur kekuasaan keluarga tradisional atau modern
f) Penggunaan jasa-jasa perawatan kesehatan keluarga dan
praktisi. Dikaji apakah keluarga mengunjungi pelayanan
praktik-praktik pelayanan kesehatan tradisional, atau memiliki
kepercayaan tradisional asli dalam bidang kesehatan.
g) Penggunaan bahasa sehari-hari dirumah (ADP, 2013).

3.1.6 Agama dan Kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan


a) Apakah anggota keluarga berbeda dalam praktik keyakinan
beragama mereka.
b) Seberapa aktif keluarga tersebut terlibat dalam kegiatan agama
atau organisasi-organisasi keagamaan lain.
c) Agama yang dianut keluarga (ADP, 2013).

20
3.1.7 Status Sosial Ekonomi Keluarga
Status ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari
kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status
sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-
kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang
yang dimiliki oleh keluarga (ADP, 2013).

3.1.8 Aktivitas Rekreasi Keluarga


Rekreasi keluarga tidak hanya untuk mengunjungi tempat
rekreasi tertentu, namun dengan menonton TV dan mendengarkan
radio juga merupakan aktivitas rekreasi (ADP, 2013).

3.1.9 Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga adalah mengkaji keluarga
berdasarkan tahap kehidupan keluarga berdasarkan duvall,
ditentukan anak tertua dari keluarga inti dan mengkaji sejauh
mana keluarga melaksanakan tugas sesuai tahapan
perkembangan.
b) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tahap ini ditentukan sampai dimana perkembangan keluarga
saat ini dan tahap apa yang belum dilakukan oleh keluarga
serta kendalanya.
c) Riwayat kesehatan keluarga
1. Riwayat kesehatan keluarga saat ini
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga
inti.

21
2. Riwayat penyakit keturunan
Menjelaskan mengenai riwayat penyakit keturunan yang
dialami oleh anggota keluarga seperti diabetes melitus,
katarak, dan lain-lain (Tamsuri, 2011).
3. Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga
Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga dapat
ditulis dalam sebuah tabel seperti dibawah ini :
a) Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan
Dikaji mengenai sumber pelayanan kesehatan yang
digunakan saat salah satu anggota keluarga sakit.
b) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Diuraikan mengenai riwayat kesehatan keluarga dan
kepala keluarga sebelum membentuk keluarga sampai
saat ini (ADP, 2013). Seperti riwayat trauma, trauma
tembus ataupun tidak tembus dapat merusak kapsul
lensa, riwayat penggunaan obat-obatan seperti
konsumsi obat-obatan kortikostreoid, riwayat
penyakit/masalah kesehatan yang ada: beberapa jenis
katarak komplikata terjadi akibat penyakit mata yang
lain dan penyakit sistemik (Istiqomah, 2012).
3.1.10 Pengkajian Lingkungan
1. Karakteristik Rumah
Menjelaskan mengenai gambaran tipe tempat tinggal (rumah
apartemen, sewa kamar dll), kepemilikan rumah atau tempat
tinggal, gambarkan kondisi rumah, dapur, amati suplai air
minum, sanitasi, kondisi ventilasi, pengaturan tidur dalam
rumah, keberadaan sampah dan pembuangannya, serta
gambaran denah dari rumah (ADP, 2013).
2. Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW

22
Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan komunitas
setempat yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, ataupun
aturan kesepakatan penduduk setempat, budaya yang
mempengaruhi kesehatan.
3. Mobilitas Geografis Keluarga
Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan dengan
kebiasaan keluarga berpindah tempat. Sudah berapa lama
keluarga tinggal didaerah ini dan apakah sering berpindah-
pindah tempat tinggal.
4. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi Dengan Masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada.
5. Sistem Pendukung Keluarga
Sistem pendukung adalah jumlah anggota kelarga yang sehat,
fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan
yang meliputi fasilitas fisik, psikologis atau dukungan dari
keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan masyarakat
setempat dengan mengkaji siapa menolong keluarga pada saat
keluarga membutuhkan pertolongan, dukungan konseling
aktivitas-aktivitas keluarga (ADP, 2013).
6. Struktur Keluarga
a. Pola atau cara komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota
keluarga, bahasa yang digunakan dalam keluarga,
frekuensi dan kualitas komunikasi yang berlangsung
dalam keluarga dan mungkin ada masalah dalam keluarga
yang tertutup untuk didiskusikan.
b. Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku.

23
c. Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga
baik secara formal maupun informal dan siapa yang
menjadi model peran dalam keluarga dan apakah ada
konflik dalam pengaturan peran yang selama ini dijalani.
d. Nilai dan norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga
yang berhubungan dengan kesehatan (ADP, 2013).
3.1.11 Pemeriksaan Fisik
Pemfis dilakukan pada seluruh anggota keluarga. Pada anggota
keluarga yang mengalami katarak akan didapatkan data sebagai
berikut:
1. Klien mengeluhkan penurunan pandangan bertahap dan tidak
nyeri.
2. Pandangan kabur, berkabut atau pandangan ganda.
3. Klien juga melaporkan melihat glare/halo disekitar sinar lampu
saat berkendaraan di malam hari, kesulitan dengan pandangan
malam, kesulitan untuk membaca, sering memerlukan
perubahan kacamata dan gangguan yang menyilaukan serta
penurunan pandangan pada cuaca cerah.
4. Jika klien mengalami kekeruhan sentral, klien mungkin
melaporkan dapat melihat dengan baik pada cahaya suram
daripada terang, karena katarak yang terjadi ditengah dan pada
saat pupil dilatasi klien dapat melihat melalui daerah disekitar
kekeruhan.
5. Jika nucleus lensa terkena, kemampuan refraksi mata
(kemampuan memfokuskan bayangan pada retina) meningkat.
Kemampuan ini disebut second sight, yang memungkinkan
klien membaca tanpa lensa.

24
6. Katarak hipermatur dapat membocorkan protein lensa ke bola
mata, yang menyebabkan peningkatan. Tekanan intraokuler
dan kemerahan pada mata.
7. Kaji visus, terdapat penurunan signifikan.
8. Inspeksi dengan penlight menunjukkan pupil putih susu dan
pada katarak lanjut terdapat area putih keabu-abuan di
belakang pupil (Istiqomah, 2012).

3.2 Diagnosa
1. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga dalam
mengenal masalah
2. Resiko cedera berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit katarak
3. Gangguan sensori perceptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerima sensoria tau perubahan status organ indera
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invansif
5. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invansif
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit

3.3 Intervensi
1. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi,
penerimaan dan pemahaman instruksi.
Kriteria hasil : mengucapkan pemahaman mengenai informasi.

Dx. Keperawatan Intervensi Rasional


Cemas (ansietas) 1. Kaji derajat dan durasi 1. Informasi dapat menghilangkan
berhubungan dengan gangguan visual. Dorong ketakutan yang tidak diketahui.
kerusakan sensori percakapan untuk Mekanisme koping dapat membantu
dan kurangnya mengetahui keprihatinan pasien berkompromi dengan kegusaran,

25
pemahaman pasien, perasaan dan tingkat ketakutan, depresi, tegang, keputusan,
mengenai tindakan pemahaman. Jawab kemarahan dan penolakan.
operasi yang akan pertanyaan, dukungan dan 2. Pengenalan terhadap lingkungan
dilakukan. bantuan pasien dengan membantu mengurangi ansietas dan
metode koping. meningkatkan keamanan.
2. Orientasikan pasien pada 3. Pasien yang telah mendapat banyak
lingkungan yang baru. informasi akan lebih mudah menerima
3. Jelaskan rutinitas pasien pemahaman dan mematuhi instruksi.
operasi dan tindakan operasi 4. Pasien yang mengalami gangguan visual
yang dilakukan. bergantung masukan indera yang lain
4. Jelaskan intervensi sedetail- untuk mendapatkan informasi.
detailnya. Perkenalkan diri 5. Perawatan diri dan kemandirian akan
anda pada setiap interaksi, meningkatkan rasa sehat.
terjemahkan setiap suara 6. Pasien mungkin tak mampu melakukan
asing, pergunakan sentuhan semua tugas sehubungan dengan
untuk membantu penanganan dan perawatan diri.
komunikasi verbal. 7. Isolasi social dan waktu luang yang
5. Dorong untuk menjalankan terlalu lama menimbulkan perasaan
kebiasaam hidup sehari-hari negative.
bila mampu. Pesan makanan
yang bisa dimakan dengan
tangan bagi mereka yang tak
dapat melihat dengan baik
atau tidak memiliki
keterampilan koping
mempergunakan peralatan
makanan.
6. Dorong partisipasi keluarga
atau orang yang berarti
dalam perawatan pasien.

26
7. Dorong partisipasi dalam
aktivitas social dan
pengalihan bila
memungkinkan.

2. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
cedera dapat dicegah.
Kriteria hasil : Menunjukan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari
cedera.

Dx. Keperawatan Intervensi Rasional


Resiko Cedera 1. Bantu pasien ketika 1. Menurunkan resiko jatuh atau
berhubungan dengan mampu melakukan cedera ketika langkah
kerusakan ambulasi, pre operasi sempoyongan atau tidak
penglihatan. sampai stabil, mempunyai keterampilan koping
mencapai penglihatan untuk kerusakan penglihatan.
dan keterampilan 2. Memfasilitasi kemandirian dan
koping yang memadai. menurunkan resiko cedera.
Gunakan teknik 3. Meningkatkan keamanan dalam
bimbingan mobilitas lingkungan.
penglihatan. 4. Tameng logam atau kacamata
2. Bantu pasien menata yang melindungi mata.
lingkungan. Jangan 5. Cedera dapat terjadi bila wadah
mengubah penataan obat menyentuh mata.
meja, kursi tanpa
orientasi terlebih
dahulu.
3. Orientasikan pasien

27
pada ruangan.
4. Perlunya penggunaan
persisai metal atau
kacamata bila
diperintahkan.
5. Gunakan prosedur
yang memadai ketika
memberikan obat
mata.

3. Gangguan sensori persepsi: Penglihatan berhubungan dengan


gangguan penerimaan sensori/perubahan status organ indera
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas
situasi individu

Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi


terhadap perubahan mengindenfikasi atau memperbaiki
potensial berbahaya dalam lingkungan

Dx Keperawatan Intervensi Rasional


Gangguan sensori persepsi : 1. Tentukan ketajaman 1. Kebutuhan individu
Penglihatan berhubungan dengan penglihatan, catat dan pilihan intervensi
gangguan penerimaan sensori / apakah satu atau bervariasi, sebab
perubahan status organ indera kedua mata. kehilangan
2. Orientasikan pasien penglihatan terjadi
terhadap lingkungan, secara lambat dan
staf, orang lain progresif. Bila
disekitarnya. bilateral, tiap mata
3. Obersevasi tanda dan dapat berlanjut pada
gejala disorientasi. laju yang berbeda.

28
Pertahankan pagar Tetapi biasanya
tempat tidur sampai hanya satu mata yang
benar – benar diperbaiki per
sembuh. prosedur
4. Pendekatan dari sisi 2. Memberikan
yang tidak dioperasi, peningkatan
bicara dan menyentuh kenyaman dan
sering, dorong orang kekeluargaan
terdekat tinggal menurunkan cemas
dengan pasien. dan disorientasi pasca
5. Perhatikan tentang operasi.
suram atau 3. Terbangun dalam
penglihatan kabur dan lingkungan tidak
iritasi mata dimanan dikenal dan
dapat terjadi. mengalami
6. Ingatkan pasien keterbatasan
menggunakan penglihatan dapat
kacamata katarak mengakibatkan
yang tujuannya bingung pada orang
memperbesar 25% tua.
penglihatan yang 4. Meningkatkan resiko
hilang dan buta titik jatuh bila
mungkin ada. bingung/tidak tahu
ukuran tempat tidur.
5. memberikan
rangsang sensori
tepat terhadap isolasi
dan menurunkan
bingung.
6. Gangguan

29
penglihatan/ iritasi
dapat berakhir 1-2jam
setelah tetesan mata
tetapi secara bertahap
menurun dengan
penggunaan.
7. Perubahan ketajamn
dan kedalaman
persepsi dapat
menyebabkan
bingung penglihatan/
meningkatkan resiko
cedera sampai pasien
belajar untuk
mengkompensasi

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan infeksi tidak

terjadi.

Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas


drainase purulen, eritema, dan demam.

Dx. Keperawatan Intervensi Rasional


Resiko tinggi 1. Diskusikan pentingnya 1. Menurunkan jumlah
terhadap infeksi mencuci tangan sebelum bakteri pada tangan
berhubungan dengan menyentuh/ mengobati mencegah kontaminasi
prosedur invasive. mata. area operasi.
2. Gunakan teknik yang tepat 2. Teknik aseptic
untuk membersihkan mata menurunkan resiko

30
dari dalam dengan kapas penyebaran bakteri
basah/bola kapas untuk dan kontaminasi
tiap usapan, ganti balutan silang.
dan masukan lensa kontak 3. Mencegah
bila menggunakan. kontaminasi dan
3. Tekankan pentingnya kerusakan sisi operasi.
tidak 4. Infeksi mata terjadi 2
menyentuh/menggaruk sampai 3 hari setelah
mata yang dioperasi. prosedur dan
4. Observasi / diskusikan memerlukan upaya
tanda terjadinya infeksi, intervensi.
contoh kemerahan, 5. Sediaan topical
kelopak mata drainase digunakan secara
purulen. profilaksis, dimana
5. Berikan obat sesuai terapi lebih agresif
indikasi. Antibiotic diperlukan bila terjadi
(topical, parenteral, infeksi. Steroid
subkojungtiva) dan digunakan untuk
steroid. menurunkan inflamasi.

5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan operasi


yang akan dilakukan.
Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyaman
pada mata
Kriteria Hasil : Menyangkal ke tidaknyamanan mata, tak ada
merintih,
ekspresi wajah rileks.

Dx. Keperawatan Intervensi Rasional


Gangguan rasa nyaman, 1. Tanyakan pada pasien 1. Memberikan

31
Nyeri berhubungan tentang nyeri. Tentukan informasi untuk
dengan tindakan operasi karakteristik nyeri, membantu dalam
yang akan dilakukan misalnya terus menerus, menentukan pilihan /
sakit, menusuk, terbakar. mengintervensi
Buat rentang intensitas keefektifan
pada skala 0-10. 2. Analgetik memblokir
2. Berikan analgesik resep jaras nyeri.
sesuai pesanan dan Ketidaknyamanan
mengevaluasi mata berat
keefektifan. Beritahu menandakan
dokter bila nyeri mata perkembangan
menetap atau memburuk komplikasi dan
setelah pemberian perlunya penanganan
pengobatan medis segera.
3. Berikan anti-inflamasi Ketidaknyamanan
agen anti infeksi oftalmik ringan diperkirakan.
yang diresepkan. 3. Untuk menurunkan
4. Berikan kompres dingin bengkak dan mecegah
sesuai pesanan dengan infeksi.
menggunakan teknik 4. Dingin membantu
aseptik. Ajarkan pasien menurunkan bengkak.
bagaimana memberikan Kerusakan jaringan
kompres dengan menpredisposisikan
menggunakan teknik pasien pada invasi
aseptik dalm persiapan bakteri
pulang. Tekankan
pentingnya mencuci
tangan sebelum
melakukan perawatan
mata di rumah.

32
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber
informasi.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan informasi klien
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi dan pengobatan,
melakukan prosedur dengan benar dan alasan tindakan

Dx. Keperawatan Intervensi Rasional

Kurang pengetahuan 1. Kaji informasi 1. Meningkatkan kerjasama dengan


berhubungan dengan tentang kondisi program pasca operasi
sumber informasi individu dan 2. Dapat bereaksi silang atau
prognosis campur dengan obat yang
2. Informasikan diberikan
pasien untuk 3. Tindakan benar dapat membatasi
menghindari tetes absorbsi dalam sirkulasi
mata yang dijual sistemik, meminimalkan masalah
bebas interaksi obat dan efek sistemik
3. Diskusikan yang tidak diinginkan
kemungkinan efek 4. Pengawasan periodic
atau interaksi obat menurunkan resiko komplikasi
mata dan masalah serius. Pada beberapa pasien,
medis pasien kapsula posterior dapat menebal
seperti hipertensi, dalam 2 minggu atau beberapa
PPOM. Ajarkan tahun pasca operasi, memerlukan
metode yang tepat terapi laser untuk memperbaiki
memasukan obat penglihatan
tetes untuk
meminimalkan
efek sistemik

33
4. Tekankan
pentingnya
evaluasi
keperawatan
rutin. Beritau
untuk melaporkan
penglihatan
berawan

3.4 Implementasi

Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan


asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kemampuan
yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan
komunikasi yang efektif, kemampuan untuk memciptakan hubungan
saling percaya dan saling membantu, kemampuan melakukan teknik
spikomotor, kemampuan melakukan obserpasi sistematis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan
kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).

3.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang


merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap

34
perencanaan. Menurut Asmadi (2008) ada tiga kemungkinan hasil
evaluasi terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan.

1. Tujuan tercapai jika klien menunjukkan perubahan


sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2. Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam
proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukkan
sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat
timbul masalah baru.

35
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari laporan ini adalah keluarga adalah sekumpulan orang


dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga (Friedman, 2013).
Sedangkan Katarak adalah kelainan mata yang terjadi pada lensa di mana cairan
dalam lensa menjadi keruh. Karena cairan dalam lensa keruh, lensa mata
kelihatan putih dan cahaya tidak dapat menmbusnya. Orang yang mengidap
katarak melihat seperti melalui kaca jendela yang kotor karena keruhnya lensa
menghalangi masuknya cahaya ke retina. Katarak merupakan salah satu penyebab
kebutaan orang tua.

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau


bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur
60 tahun keatas. Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan
secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.

Perubahan fisik dan kimia pada lensamengakibatkan hilangnya transpirasi


perubahan pada serabut halus multiple (zanula) yang memanjang dari barang
silier kesekitar daerah diluar lensa. misalnyadapat menyebabkan penglihatan
pengalami distrosi perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koogulasi sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya keretina.

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang komplek dengan


menggunakan pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan
individu-individu sebagai anggota keluarga (Padila, 2012).

36
4.2 Saran

Dalam usaha peningkatan mutu dan kualitas sumber daya perawat dalam
usaha pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat, maka hendaknya mahasiswa
calon perawat dapat melakukan pemenuhan pembelajaran. Khususnya dalam
pembuatan asuhan keparawatan dan dalam melakukan tindakan keperawatan
hendaknya dapat dilakukan dengan baik dan benar. Maka untuk itu dipandang
perlu bimbingan yang optimal dari bapak/ibu pembimbing guna peningkatan
mutu dari mahasiswa tersebut terlebih dalam keperawatan keluarga.

37
Daftar Pustaka

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Manusia. Jakarta: EGC.


Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan definisi &
klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Ilyas Sidarta, dkk. (2008). Sari Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta
Nanda.2018-2020.Edisi 11. Nanda -I Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi.Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare (2013), Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

38
Usia lanjut alcohol defek penggunaan penyakitsistemis penyakit mata
/ rokok congenital obat : steroid metabolic : DM
jangka panjang

Perubahan nucleus dan


korteks lensa

Lensa keruh
Gangguan sensori
perceptual penglihatan
Kurang infornasi KATARAK

Non operasi operasi


Kurang cemas
pengetahuan
Rupture kapsul lensa pengganti sayatan selaput
lensa semi bening
permeable
Tekanan vena-vena jahitan banyak
kerusakan lensa mengadakan drainase
ruang anterior humor akuos
penyembuhan lama

buta penigkatan TID


Gg penerimaan
Resti sensori
Gangguan body image infeksi

ablasio Resiko cidera


Nyeri akut

Anda mungkin juga menyukai