PEMBAHASAN
Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing disebut sebagai
Water Holding Capacity (WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging
untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh
kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan
tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara
spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption).
Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air yang terikat secara
kimiawi oleh protein otot sebesar 4 – 5% sebagai lapisan monomolekuler
pertama. Kedua air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul
air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4%, dimana lapisan kedua ini
akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Ketiga adalah
lapisan molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, besarnya kira-
kira 10%.
2. Warna Daging
Ada tiga atribut yang dipertimbangkan dalam penentuan warna yakni: hue,
chroma, dan value. Hue berhubungan dengan warna, misalnya kuning,
hijau, biru, atau merah, dalam kenyataan hue dijelaskan lewat panjang
gelombang dari radiasi cahaya. Chroma (kemurnian, atau kejenuhan)
menjelaskan jumlah atau intenstitas warna fundamental. Value merupakan
indikasi dari reflectance cahaya (ketajaman) dari warna yakni terang atau
gelap. Diketahui penentu warna daging adalah pigmen daging mioglobin,
yang mana konsentrasinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis
ternak, bangsa, jenis kelamin, umur, jenis otot, tingkat aktivitas otot, pakan,
pH dan oksigen.
Kontributor yang paling penting terhadap warna daging adalah pigmen
yang mengabsorpsi sejumlah panjang gelombang cahaya dan refleksi
lainnya. Namun demikian sejumlah factor mempengaruhi dan memodifikasi
cara dimana warna secara visual diterima. Warna daging adalah total
impressi yang dilihat oleh mata , dan dipengaruhi oleh kondisi
pemandangan. Juga terdapat perbedaan yang jelas diantara individu dalam
persepsi tentang warna. Struktur dan tekstur otot yang dipandang juga
mempengaruhi refleksi dan absorpsi cahaya.
Pigmen daging terdiri atas dua protein yakni hemoglobin, pigmen darah,
dan myoglobin, pigmen otot Dalam pencampuran yang tepat pada jaringan
otot, myoglobin terdiri atas 80 -90% dari total pigmen. Pigmen semacam
enzim katalase dan sitokrom juga ada tetapi kontribusinya terhadap warna
adalah sedikit.
g. Domba dan anak domba – merah ringan – merah bata (light red to brick
red)
Sifat ini sulit diukur secara objektif. Sifat ini diukur oleh konsumen secara
visual, diraba, dan dirasakan. Ketegaran antara karkas yang telah mengalami
pelayuan (chilled) berbeda dengan karkas segar. Setting up ialah
penambahan ketegaran karena kehilangan ekstensibilitas yang diikuti oleh
penyempurnaan rigormortis dan solidifikasi di dalam dan sekitar otot saat
chilling. Lemak intramaskuler (marbling) mempengaruhi ketegaran daging
yang telah didinginkan (refrigerated) karena solidifikasi lemak selama
chilling.
Tekstur daging dipengaruhi oleh jumlah jaringan ikat dalam otot. Otot
yang banyak bergerak, teksturnya kasar, seperti paha yang kurang empuk.
Otot yang kurang gerak, teksturnya halus, seperti psoas. Jumlah jaringan
ikat pada otot tidak bertambah seiring naiknya umur ternak.
4. Ph Daging
Nilai pH pasca mati akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang
dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan hal ini akan
terbatas bila glikogen terdeplesi karena lelah, kelaparan, atau takut pada
hewan sebelum dipotong. Berhubung pH adalah faktor penentu
pertumbuhan bakteri yang penting, maka jelas bahwa pH akhir daging
memang penting untuk ketahannya terhadap pembusukan. Hampir semua
bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh
persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal
ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor
keasaman itu sendiri.
5. Susut Masak
Susut masak merupakan persentase berat daging yang hilang akibat
pemasakan dan merupakan fungsi dari waktu dan suhu pemasakan. Daging
dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik
daripada daging dengan persentase susut masak yang tinggi, hal ini karena
kehilangan nutrisi selama proses pemasakan akan lebih sedikit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi(P<0,05) antara jenis
ternak dan lama postmortemnterhadap susut masak daging. Rataan susut
masak daging sapi pada 4 jam postmortemnyata lebih tinggi.
Menurut Lawrie (2003), nilai susut masak daging cukup bervariasi yaitu
antara 1,5% sampai 54,5% dengan kisaran 15% sampai 40%. Hal ini
menunjukkan bahwa susut masak yang diperoleh pada berbagai jenis ternak
dengan lama postmortem yang berbeda adalah bervariasi. Susut masak
merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air
daging, yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara otot. Daging
dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik
daripada daging dengan persentase susut masak yang tinggi, karena
kehilangan nutrisi selama proses pemasakan akan lebih sedikit. Menurut
Shanks et al. (2002), besarnya susut masak dipengaruhi oleh banyaknya
kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar dari daging,
degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat air.
Susut masak daging sapi dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air.
Semakin tinggi daya ikat air, semakin rendah kadar air daging sapi. Hal ini
diikuti oleh turunnya persentase susut masak daging sapi. Rataan susut
masak daging sapi yang didapatkan dari penelitian ini menurun sebanding
dengan penurunan kadar air. Daging yang mempunyai angka susut masak
rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi
daging selama pemasakan juga rendah.
Nilai susut masak daging sapi yang disimpan beku selama 0 sampai 6
bulan pada temperatur -180C menunjukkan peningkatan secara nyata sampai
dengan lama penyimpanan 2 bulan dan tidak berbeda nyata pada
penyimpanan beku selama 3 sampai 6 bulan. Hal ini dikarenakan selama
penyimpanan beku terjadi perubahan-perubahan protein otot, yang
menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air protein otot dan
meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip) dari daging akibat dari
pembekuan dan penyimapan beku daging .
Komposisi kimia daging secara umum dapat diestimasi, yaitu air sekitar
75%, protein 19%, lemak 2,5%, karbohidrat 1,2%, subtanasi non protein lemak
yang larut 2,3% termasuk subtansi nitro genus 1,65% dan subtansi anorganik
0,65%, dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan dalam air, relatif
sangat sedikit (Soeparno, 2011).
Nilai gizi daging dapat dilihat dari bahan kering daging tersebut yaitu
protein yang merupakan bahan kering terbesar pada daging, lemak merupakan
bahan pangan yang berenergi tinggi karna setiap gramnya banyak memberikan
energi. Daging biasanya diperoleh dari beberapa ternak yang dipotong, dan
yang lazim dimanfaatkan oleh masyarakat antara lain daging kambing, sapi,
kerbau, ayam, babi dan lain lain. Soeparno (2009) menyatakan kualitas kimia
daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor
sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah
genetik, spesies, bangsa, dan bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral)
serta keadaan stress.